B. Perilaku Spiritual
3. Pribadi dalam hubungan dengan pemimpin, bangsa, atau negara Ajaran budi luhur dalam hubungan manusia dengan pemimpin, bangsa, atau
negara adalah sebagai berikut. Sebagai warga bangsa Indonesia yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, akan tunduk, patuh kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Sebagai seorang kesatria sejati dan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah Rilolegowo (rela) dan ikhlas tanpa pamrih untuk meng- aman kan, mengawal, dan melaksanakan 36 butir Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Secara nyata mengabdikan diri kepada masyarakat, nusa, dan bangsa de ngan bernapaskan Pancasila.
Ajaran Hak Sejati mengenai hubungan manusia dengan alam tidak jauh ber- beda dengan organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa lain nya. Manusia sudah semestinya menjaga kelestarian alam dengan mengatur dan merawat alam dan lingkungan sesuai dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut kodratnya, binatang dan tumbuhan diberi hidup karena merupakan makhluk ciptaan Tuhan sehingga harus dihargai dan dijaga. Dalam ajarannya, dikatakan bahwa kudu angon suarane bedhug sing maksude sedheng, yaitu tumindako ing alam donya sedheng, artinya berbuatlah atau bertingkah laku yang sedang-sedang saja di dunia. Segala kebutuhan akan terpenuhi, bila manusia bisa menjaga hubungan yang selaras dan seimbang dengan alam. Potensi yang ada pada alam sangat bermanfaat bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pelaksanaan penghayatan bagi anggota organisasi Hak Sejati pada prisipnya ti dak mengurangi atau mengganggu pelaksanaan ibadah menurut agamanya masing-masing. Justru sebelum melaksanakan penghayatan, para anggotanya per- lu mendahulukan kewajiban tambahan menurut agamannya masing-masing. Oleh karena itu, bila akan melakukan penghayatan terlebih dahulu badan harus dalam ke adaan bersih. Ini tidak berbeda dengan pemeluk agama Islam yang bila akan men jalankan sembahyang diharuskan berwudhu lebih dahulu.
Kegiatan Spiritual
Untuk menghadap Tuhan Yang Maha Esa bagi anggota Hak Sejati tidak di ten tukan arah mana harus menghadap ke arah mana pun maknanya sama yakni meng hadap Sang Pencipta. Pada waktu mengadakan penghayatan, sikap yang harus di per- hatikan antara lain: (1) duduk bersila, (2) tidur telentang, (3) tangan ber sembah di dada, (4) pandangan ditujukan ke pucuk hidung, dan (5) mene nga dah kan kepala.
• Duduk bersila. Manusia sebagai hamba Tuhan harus selalu berbakti dan tun- duk kepada perintah-Nya. Oleh karena itu, sewaktu menghadap harus dengan sikap yang sopan.
• Tidur telentang dengan kedua kaki saling bertumpu atau sedhakep saluku tung gal (ngempalaken roso / menyatukan rasa supaya hening). Maksudnya, kita berserah diri atau pasrah kepada Tuhan Yang Maha Esa agar mendapatkan am pun atas kesalahan-kesalahan yang kita lakukan.
• Tangan bersembah di dada, maksudnya kita menyembah atau menghaturkan sem bah ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa.
• Menengadahkan kepala, maksudnya kita mohon perlindungan dan ampunan Tuhan Yang Maha Esa.
Waktu pelaksanaan penghayatan dapat dilakukan setiap saat. Namun de- mikian, pelaksanaannya lebih baik pada malam hari antara pukul 20.00-24.00 WIB. Sebenarnya waktu penghayatan tidak terikat, tergantung yang melakukan.
Peng hayatan dapat dilakukan malam hari karena malam hari suasana tenang sehingga bisa hening (konsentrasi penuh) waktu menghadapinya.
Dalam penghayatan khusus, biasanya digunakan kelengkapan-kelengkapan yang sesuai dengan ajaran yang dianut. Kelengkapan penghayatan biasanya ada ke samaan dengan adat kebiasaan masyarakat Jawa yang dilakukan secara turun- temurun. Menurut anjuran organisasi Hak Sejati, pelaksanaan penghayatan tidak meng gunakan sesaji atau selamatan. Sesaji hanya dilaksanakan bila ada acara khusus seperti peringatan hari kelahiran organisasi, hari kelahiran salah satu warga, dan peringatan 1 Sura (Suran).
Pakaian yang digunakan untuk melakukan penghayatan harus bersih, rapi, dan sopan. Akan tetapi, pada waktu diadakan acara khusus (upacara khusus) wa- jib mengenakan pakaian serba putih. Pakaian serba putih ini diartikan se bagai putih nya rasa. Manusia harus dapat meredam rasa dari nafsu, yakni: (1) amarah, manusia harus dapat meredam amarah yang terletak pada telinga untuk men- de ngar, (2) Aluamah, dalam tubuh manusia terletak pada ligan dan bicara, (3) Supiah, yang terletak pada mata melihat, dan (4) Mutmainah, terletak pada hidung se bagai pencium. Jadi, untuk dapat menghadap Tuhan Yang Maha Esa, manusia harus dapat mengendalikan diri dan meredam nafsu tersebut.
H A R D O P u S O R O 63
Sejarah
Nama Hardo Pusoro sebagai organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa mengandung falsafah yang berbalik dari arti kata sebenarnya. Me- nurut bahasa Jawa Kawi, hardo berarti gerak, gejolak, atau merajalela, sedangkan pusoro berarti penahan atau menahan. Dengan demikian, arti kata tersebut dibalik yakni menahan gejolak atau menahan merajalela. Dalam arti luas, Hardo Pusoro adalah menahan merajalelanya hawa nafsu.
Organisasi Hardo Pusoro muncul atas jasa Ki Koesoemo Witjitro. Beliau me- ru pakan putra dari Ki Joyopermadi dan lahir dengan nama R. Soemotjitro pada 1832 di Dusun Kemanukan, Kawedanan Cangkreb, Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Pada 1876, R. Soemotjitro diangkat menjadi Glondong di Kemanukan. Namun hanya bertahan selama empat tahun.
Pada 1880 beliau mengundurkan diri sebagai glondong dan lelana pergi tanpa pamit ke arah timur, yang kemudian diketahui bahwa beliau mengelana dan me- ngembara sambil bertapa memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ternyata permohonannya dikabulkan dan mendapat petunjuk tentang ke dudukan kemanusiaan. Selanjutnya ia menyebarluaskan pengertian kedudukan ke ma- nusiaan untuk mencapai tingkatan tinggi keutamaan kepada orang lain. Sejak 1895, Ki Koesoemo Witjitro melaksanakan tugas memberi wejangan (ajaran)
Hardo Pusoro
yang berupa wewarah (aturan/petunjuk) agar manusia mencapai tingkat tinggi keutamaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Kawruh Hardo Pusoro pertama kali diajarkan di alun-alun Kota Malang.
Beberapa tahun kemudian, Ki Koesoemo Witjitro telah mempunyai banyak peng ikut. Bersamaan dengan itu pula, pemerintah Hindia-Belanda mengeluarkan Undang-Undang yang mengatur tentang perkumpulan-perkumpulan. Oleh karena itu, agar tidak melanggar aturan, Ki Koesoemo Witjitro memberikan laporan kepada pemerintah Hindia Belanda setempat tentang keberadaan per kumpul- annya. Adapun isi laporan, sebagai berikut:
• Nama: Hardo Pusoro
• Maksud: Membina hidupnya.
• Pangudi: Lereming Pancadriyo (terkendalinya hawa nafsu)
Pada 7 September 1922, Ki Koesoemo Witjitro meninggal dunia di hari yang sama dengan hari lahir beliau yaitu Kamis Legi. Kawruh Kasunyatan Hardo Pusoro telah cukup lama dan luas disampaikan hingga saat itu dan kemudian pe nyampaiannya tetap diteruskan oleh para murid yang telah “pepak wirid”- nya, namun belum dalam satu wadah, artinya masih terpisah-pisah. Hingga ke mudian pada 1956 dapat dipersatukan dalam Paguyuban Wargo Hardo Pusoro yang berpusat di Padepokan Kemanukan Bagelan Purworejo, tempat diselenggarakannya pertemuan nasional yang biasa disebut dengan Srawung Agung setiap tahun. Srawung Agung ini diselenggarakan selama dua hari, yaitu pada bulan Sura di tanggal 12 dan 13. Saat itu, kepengurusan Hardo Pusoro sendiri juga telah ada di beberapa daerah, seperti Jakarta, Purworejo, Kediri, dan Malang.
Organisasi
Dalam kepengurusan tersebut juga diangkat beberapa sesepuh, seperti Ki Djojowinoto sebagai sesepuh I yang berdiam di Solo. Ki Prawirobroto sebagai se- se puh II tinggal di Purworejo, serta Ki Mahameru dan Ki Prawirodjojo Herry Purnomo yang berkedudukan di Malang, menjadi sesepuh seluruh Nuswantoro (nusantara).
Atas kesepakatan bersama sesepuh dan para warga, pada 7 September 1972 dibentuk yayasan yang disebut Yayasan Hardo Pusoro (Akta Notaris: RM. Soeryan- to Partaningrat, S.H. Yogyakarta tertanggal 07-09-1972 No. 3) yang berkedudukan di Desa Kemanukan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah dengan susunan pengu- rus sebagai berikut:
O R G A N I S A S I H A R D O P u S O R O
64 65
• Ketua Umum: Ki Manukerto;
• Ketua I: Ki Dr. Hari Sukarto;
• Ketua II: Ki Drs Damardjati Supadjar;
• Sekretaris: Ki Bintoro;
• Bendahara: Ki Padmo Dihardjo;
• Pelindung: Nyi Projosemadi;
• Penasihat: Ki Dr. Hari Sukarto.
Kemudian pada saat tulisan ini dibuat, Hardo Pusoro kembali memperbarui or- ganisasinya agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku me- lalui Akta Notaris: Derita Kurniawati, S.H. Yogyakarta Tgl: 14- 04-2013 No. 1993.
Dengan Akta Notaris tersebut organisasi Hardo Pusoro secara resmi kembali men- jadi Paguyuban Warga Hardo Pusoro, dan kesekretariatannya berkedudukan di Ja- lan Tatabumi No. 8a, Patran, Banyuraden, Gamping, Sleman.
Adapun susunan pengurusnya pada saat ini adalah:
• Ketua Umum: Budi Hardjono;
• Ketua I: Punto Aji;
• Ketua II: Miran;
• Sekretaris Umum: Agus Susilo.
Sebagaimana organisasi lain, Hardo Pusoro juga mempunyai lambang identitas diri. Lambang tersebut adalah sebagai berikut:
1. Gambar berbentuk bintang bersudut lima dengan pancaran sinar pada bagian bawah.
2. Bagian bawah terdapat tulisan Jawa yang berbunyi AUM sebagai wujud Aku manusia urip (hidup).
LAMBANG ORGANISASI HARDO PUSORO
Maknanya:
1) Menandakan adanya tujuan luhur, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.
2) Mengandung tujuan hidup, yakni tercapainya budi luhur.
Ajaran
Secara garis besar ajaran Hardo Pusoro menyebutkan bahwa manusia berasal dari Tri Murti, artinya terdiri atas tiga hal (perkara) untuk mencapai kenyataan hidup.
Selengkapnya ajaran itu dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Netepi pranataning jagad, melaksanakan tata kehidupan duniawi. Dalam me laksanakan kehidupan duniawi, ada dua hal yang harus diperhatikan:
1) Rumongso kawula, merasa tahu bahwa dalam kehidupan ini ada yang mangku (menguasai) sehingga harus berbakti kepada-Nya.
2) Netepi agami, menjalankan agama, di antara sesama Agama tidak bo- leh mencela.
2. Netepi wajibing urip, dalam memenuhi kewajibannya, manusia perlu mem perhatikan kemampuan masing-masing.
3. Kulino Meneng, jauh dari angan-angan yang menyebabkan tercapainya tujuan hidup dan bersikap rila (rela). Artinya, dalam melaksanakan pe- kerjaan didasari dengan perasaan ikhlas.
Ajaran yang mengandung nilai religius (Ketuhanan) menurut Hardo Pusoro adalah bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu mahaada, sumber dari segala kehidupan.
Segala sesuatu kejadian di alam semesta berasal dari suatu wijining kedaden (ber- sih asal-muasal kejadian).
Segala kejadian yang terbentang di alam semesta merupakan saksi otentik tentang keberadaan Tuhan Yang Maha Esa. Berarti, ada nama-Nya, tetapi tidak ber wujud dalam tingkat apapun seperti bleger nyata (wujudnya), bleger halus (wujud halus), dan bleger bayangan (wujud bayangan). Pemahaman tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa dapat dilakukan secara tidak langsung dan dalam ke adaan kesadaran manusia yang setinggi-tingginya, yaitu dalam keadaan jumenenging urip sejati (tegaknya hidup sejati) adalah Dzat yang utama.
Nilai moral dalam kaitan hubungan antara manusia dan dirinya sendiri me- nurut Hardo Pusoro, diuraikan bahwa hidup itu adalah tetap, kekal abadi (urip langgeng tan keneng pad). Maksudnya, di dunia ramai sekarang ini kita hidup dan di alam seberang nanti juga tetap hidup. Selanjutnya, lahir adalah hadir di dunia ramai (dunia wujud), sedangkan meninggalkan dunia wujud beralih ke dunia
O R G A N I S A S I
66
pepadhang (alam seberang yang bertingkat-tingkat) yang disebut mati. Jadi hidup manusia yang langgeng hendaknya jangan sampai keluar dari alam manusia, yakni nyasar (keliru ke alam siluman). Agar tidak nyasar, manusia harus menyadari bahwa dirinya adalah abdi atau hamba Tuhan. Oleh karena itu, manusia harus manut pranataning jagad (menuruti aturan yang dibuat oleh Tuhan Yang Maha Esa), dengan menjalani kehidupan beragama atau berkepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Selain kepada dirinya sendiri, hubungan manusia dengan sesama dinyatakan bahwa manusia punya kewajiban seperti apa yang disebut dalam netepi wajibing urip (menunaikan kewajiban hidup ini). Yang dimaksud adalah manusia hidup dalam lingkungan masyarakat yang besar, dan manusia mempunyai sifat individu dan sifat sosial. Oleh karena hidup berdampingan, maka timbul adanya saling mem butuhkan. Dalam hidup bermasyarakat dituntut adanya saling tolong-me- nolong, tenggang rasa, dan saling menghargai di antara sesama.
Selain sesama manusia, ada nilai moral yang terkandung dalam hubungan manusia dengan alam. Dalam ajaran tentang penciptaan alam semesta secara ter- sirat merupakan wijining kedaden, yaitu buah dari suatu kejadian. Dalam wiridan (wejangan/pesan/ajaran) dikenal adanya tiga macam jagat, yakni: (1) sahit: jagat cilik atau mikrokosmos, (2) kabir: jagat gumelar atau makrokosmos, dan (3) jagat persagi: jagat pepeteng atau zaman kehalusan.
Kenyataan bahwa hidup itu langgeng, sedang yang berganti adalah alamnya, jadi yang disebut dengan mati yakni beralihnya atau berganti alam, dari alam wujud berganti menjadi alam seberang sana. Dalam ajaran Hardo Pusoro dikenal ada tiga alam, yaitu (1) alam kewadhagan: alam wujud atau dunia ramai, (2) jagat pepadhang: alam terang atau alam kehalusan dunia, dan (3) dunia lelembut: alam sasar atau alam siluman.
Alam terang dan alam sasar merupakan alam di Iuar dimensi yang kita kenal, tidak bersifat benda atau tidak berwujud. Dalam ungkapan bahasa Jawa dikenal adoh tanpa wangenan, cedhak ora senggolan.
Sejarah
Organisasi Hidup Betul didirikan oleh Purbahadiwidjaya. Hidup Betul adalah ke- benar an yang harus dilakukan pada setiap manusia, khususnya warga Paguyuban Hidup Betul. Makna kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran yang bersifat umum, baik dari segi pribadi, hukum, sosial, maupun kebenaran menurut ajaran Tuhan.
Tujuan Organisasi Hidup Betul adalah menuntun warga agar menjalani pematan urip bener (hidup betul) sebagai landasan tindakan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa dan percaya bahwa pemerintah adalah wakil Tuhan di dunia. Oleh karena itu, warga Hidup Betul hendaknya dengan sadar menjalankan peraturan- per aturan pemerintah yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pendiri organisasi ini adalah Purbahadi Widjaya.
Organisasi
Lambang Organisasi Hidup Betul bertuliskan dua huruf kapital, yaitu HB.
Arti lambang:
- Bingkai warna kuning melambangkan keheningan.
- Warna dasar putih perak melambangkan kesucian dan kesederhanaan, kesahajaan (suci dan prasojo).
Hidup Betul
O R G A N I S A S I H I D u P B E T u L
68 69
- Huruf H dan B dengan warna kuning emas melambangkan perilaku hidup harus selalu hening.
Selanjutnya, susunan pengurus Organisasi Hidup Betul yang sekarang adalah:
• Sesepuh atau Ketua: Bapak Subiyanto. Alamat: Dusun Kadirojo Kelurahan Muntilan RT 01/ RW 01 Kecamatan Muntilan, Kab Magelang.
• Sekretaris I: Bapak Slamet. Alamat: Dusun Wlahar RT 04/ RW 01 Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga
• Sekretaris II: Bapak Parmudi. Alamat: Dusun Lamuk Gunung RT 02/ RW 02 Kec. Tlogomulya Kab Temanggung.
• Bendahara: Ibu Mulyati. Alamat: Dusun Kadirojo Kelurahan Muntilan RT 01/01 Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang.
• Alamat pusat organisasi: Di Dusun Kadirojo Kelurahan Muntilan RT 01/ RW 01 Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Cabang organisasi: Magelang, Temanggung, Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Kota Yogyakarta, Kulon Progo, Gunung Kidul, Cilacap. Jumlah anggota organisasi keseluruhan: 457 orang. Sebagian besar anggota organisasi Hidup Betul terdiri atas petani, pedagang, buruh, dan pelajar.
Kegiatan sosial yang dilakukan oleh warga Hidup Betul adalah dengan men- cermin kan sikap bersahabat yang terpuji, menaati peraturan pemerintah yang
LAMBANG ORGANISASI HIDUP BETUL
ber laku, membimbing peningkatan kerukunan untuk mendukung pembangunan nasional, dan memberikan pitutur luhur dan mengikuti adat lingkungan atau per- aturan adat tertulis dan tidak tertulis yang telah disepakati bersama. Selain itu, mem bantu kepentingan orang lain atau gotong royong dengan tanpa mengharap imbalan, menciptakan rasa kebersamaan dalam bermasyarakat, bernegara, dan ber bangsa. Melestarikan hubungan ketakwaan terhadap Tuhan tanpa mencela ketakwaan orang lain sehingga tercipta suasana harmonis dalam hubungan sosial masyarakat.
Ajaran
Ajaran Organisasi Hidup Betul bersumber pada petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa yang diterima oleh apak Slirodiwismo dan dipakai sebagai pedoman hidup.
Organisasi Hidup Betul mengajarkan hubungan antara manusia dengan Tuhan ada lah bahwa manusia wajib berbakti ingat dan takwa serta dak mengesampingkan segala ajaran petunjuk-Nya. Dalam hubungan dengan sesama mengajarkan agar ma nusia menjaga keselarasan hidup di unia dan di akhirat. Sedangkan ubungan de ngan alam, mengajarkan ahwa manusia wajib menjaga kelestarian alam
Kegiatan Spiritual
Kegiatan spiritual yang dilakukan oleh warga Hidup Betul adalah penghayatan, di lakukan berdasarkan keyakinan dilanjutkan dengan mengatur jasmani (mesu raga), yaitu duduk dengan tidak terpengaruh arah dengan tangan sedhakep, ber- diam diri, dilanjutkan membaca mantera (doa) khusus sesuai yang dikehendaki dan persyaratan doa yang sesuai dan imiliki oleh setiap warga Hidup Betul. Pe- laksanaan ritual, selain dilakukan sendiri dan berkelompok, sering dilakukan pula pada hari-hari khusus seperti: Peringatan satu Sura, peringatan setiap tanggal 17 Agustus yaitu Hari Kemerdekaan, dan penentuan husus atas kesepakatan dalam lelaksanakan upacara di tempat-tempat tertentu dengan memperdalam panembah.
Daftar Pustaka
• Depdikbud. 1996/1997. Ajaran Organisasi Penghayat Ke per cayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Hidup Betul. Jakarta: Proyek Inventarisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
• Depdikbud. 1997/1998. Catatan Singkat Tentang Organisasi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Jakarta: Proyek Inventarisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
H I M P u N A N M u R I D & W A K I L M u R I D I L M u S E J A T I R . P R A W I R O S O E D A R S O ( H I M u W I S R A P R A ) 71
Himpunan Murid & Wakil Murid Ilmu Sejati R. Prawirosoedarso (HIMuWIS RAPRA)
Sejarah
Organisasi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Himuwis Rapra berdiri pada 17 November 1962 di Caruban, Kab. Madiun, Provinsi Jawa Timur. Pendirinya adalah R. Moeljono Moedjopranoto dengan tujuan:
1. Melestarikan ajaran llmu Sejati warisan alm. R. Soedjono Prawirosoedarso secara murni yang berpangkal pada pokok suci menetapi kepada ketenteraman umum. Isi ajaran ini ialah: Ketuhanan Yang Maha Esa dan Perikemanusiaan, Sangkan Paraning Dumadi, serta pedoman tata laku, dan perilaku menurut adat istiadat yang baik.
2. Meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan cara menekuni ajaran llmu Sejati secara murni dan mengutamakan Penghayatan dan pengamalan Pancasila secara murni.
3. Membina para anggotanya agar menjadi insan yang berketuhanan yang mahaesa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, berbudi luhur demi Memayu Hayuning Bawana.
4. Meningkatkan peran serta dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam menciptakan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD ‘45 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Himpunan Murid & Wakil Mirid llmu Sejati R. Prawirosoedarso biasa disingkat, HIMUWISRAPRA. Pada awalnya, organisasi ini bernama Dewan Musyawarah llmu Sejati yang disingkat “DEMUPIS”. R. Soedjono Prawirosoedarso selaku Guru Ilmu Sejati yang juga pendiri dan pengasuh Perguruan Ilmu Sejati tidak pernah menunjuk atau mengangkat guru secara tertulis. Tertanggal 1 Agustus 1959 dia menyerahkan “Wiridan dan Pelajaran Ilmu Sejati” kepada Wakil Mirid dan Wakil Mulang.
Untuk menghormati Guru Ilmu Sejati yang juga pendiri Perguruan Ilmu Sejati oleh para Wakil Mirid dan Wakil Mulang, dibentuklah Dewan Musyawarat Perguruan Ilmu Sejati yang disingkat Demupis dengan sesepuh Bapak R Soerono Wignyosoekarto. Atas prakarsa Bapak R. Moedjono Moedjopranoto, pada 17 September 1967 nama Dewan Musyawarat Perguruan Ilmu Sejati (Demupis) diubah menjadi Himpunan Murid & Wakil Mirid Ilmu Sejati R. Prawirosoedarso (Himuwis Rapra) dengan pengarsa Umum Bapak R. Moeljono Moeljopranoto.
R. Moeljono Moeljopranoto adalah pengawal pribadi (cantrik) alm. R. Soedjono Prawirosoedarso, yang kemudian ditetapkan untuk memimpin HIMUWISRAPRA.
Romo R. Soedjono Prawirosoedarso dilahirkan di Sumberumis, Madiun sebagai putra dari R. Kertokoesoemo yang suka lelaku dan matang dalam piwulang kejawen. Beliau wafat pada tanggal 22 Oktober 1961 di Sikorejo.
Organisasi
Lambang Himpunan Murid dan Wakil Mirid “llmu Sejati” R. Soedjono Prawirosoedarso (Himuwisrapra) adalah gambar bintang, di bawahnya tiga bangun simetri menyatu di tengah, di bawahnya lagi rantai melingkar bermata 18 yang di tengahnya terdapat lingkaran separuh putih, separuh hitam di bawah sendiri, tulisan dengan huruf Jawa “Rahayu”.
Struktur Organisasi HIMUWISRAPRA, terdiri dari: Sesepuh: Sareh, Ketua Umum: G. Hardjito, Sekretaris: Suwito, Bendahara: Sukirman. Organisasi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ini berkembang dengan baik dan anggotanya menyebar hingga ke daerah-daerah di luar Madiun. Pusat organisasi berada di Jl. Nangka 179 RT 38 / IV Dsn. Bayeman Desa Balerejo, Kec.
Balerejo, Kab. Madiun, Prov. Jawa Timur. Cabang organisasi berjumlah 6 buah, tersebar di Kab. Madiun, Kab. Nganjuk, Kab. Tuban, Kab. Blora, Kab. Pring Sewu, Kab. Gunung Sungih.
O R G A N I S A S I
72
Ajaran
Organisasi Himuwisrapra tidak pernah membatasi warganya untuk melakukan manembah kepada Tuhan yang Maha Esa, yang penting harus mendekatkan diri dan berpasrah secara total kepada Tuhan dengan penuh keyakinan. Ada beberapa panduan yang dapat dijadikan panutan bagi warga organisasi dalam melakukan penghayatan, yaitu:
1. Sikap tubuh diam tidak bergerak-gerak.
2. Hindarkan sikap tiduran.
3. Ucapan panembah tidak bersuara, tetapi hanya dalam hati.
4. Ucapan panembah harus benar / tertib dan tidak semrawut.
5. Menghayati dengan penuh keyakinan.
Dalam melakukan penghayatan tidak ditetapkan tentang pakaian, yang penting rapi, pantas / sopan dan bersih. Organisasi Himuwis Rapra ini juga tidak menetapkan arah penghayatan dan kelengkapan fisik lainnya. Pada hakikatnya ajaran Himuwisrapra adalah ajaran Ilmu Sejati Warisan Alm. Soedjono Prawirosoedarso. Ajaran Ilmu Sejati adalah ajaran yang menuntun, menghayati (manembah) langsung kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dapat dilakukan kapan saja, di mana saja, dalam situasi dan kondisi bagaimana pun.
Ucapan pokok dalam manembah adalah: 1. Penyerahan diri sepenuhnya kepada Purba Wisesa (kekuasaan) Tuhan Yang Maha Esa; 2. Mohon pengayomannya.
3. Pengakuan diri dan hakikat hidupnya. Dalam hubungannya dengan sesama, Himuwisrapra mengajarkan untuk menjalankan isi surat Penget llmu Sejati dan senantiasa mesubudi (mencegah atau mengendalikan nafsu).
Ajaran llmu Sejati bukan berasal dari hasil kutipan, jiplakan, atau turunan dari buku primbon atau kitab suci mana pun. Tetapi buah hasil dari lelaku brata seseorang (R. Soedjono Prawirosoedarso) yang kepareng mendapat pepadhang dari Tuhan yang Maha Esa secara langsung.
Keterangan: Himuwis Rapra itu nama Organisasinya. Ajarannya adalah Ilmu Sejati.
Sejarah
Organisasi llmu Goib didirikan oleh Ki Suwito di Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur, tepatnya pada 18 Juli 1948. Kemudian pada 1949 organisasi tersebut pin- dah ke Sumatera, tepatnya di Tanjung Harapan, Kecamatan Seputih Banyak, Ka bu- paten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.
Ajaran organisasi llmu Goib diterima langsung oleh Ki Suwito melalui ilham (pe tunjuk Tuhan Yang Maha Esa) yang diperoleh dengan cara bertirakat atau ber- puasa, bersemedi, atau bertapa dengan mengurangi makan dan tidur. Tujuan di- dirikannya organisasi llmu Goib adalah untuk mengajarkan saling tolong-me- nolong sesama makhluk hidup dalam arti seluas-luasnya.
Organisasi
Sajak tahun 2006 sampai saat ini, organisasi tersebut berpusat di Desa Negara Ratu Dusun V Jati Mulyo RT 22/RW 04 Kecamatan Batanghari Nuban, Kabupaten Lampung Timur. Saat ini, kepengurusan organisasi tersebut meliputi:
Pendiri: Ki. Suwito (alm.); Sesepuh: Katino; Ketua: Purwadi; Sekretaris: Putri Etiana; dan Bendahara: Siti Juwariah.