• Tidak ada hasil yang ditemukan

Paparan Data dan Identifikasi Miskonsepsi Siswa pada

BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN

C. Paparan Data dan Identifikasi Miskonsepsi Siswa pada

Pada bagian ini, paparan data dan identifikasi miskonsepsi siswa pada materi pokok pecahan ditinjau dari kemampuan matematis berdasarkan hasil tes, wawancara dan dokumentasi. Identifikasi dilakukan pada masing-masing subjek tiap kemampuan matematis. Adapun paparan data dan identifikasi miskonsepsi siswa diuraikan secara rinci sebagai berikut

1. Subjek A

Subjek A dengan kemampuan matematis tinggi mengalami miskonsepsi pada beberapa soal yang akan dipaparkan secara detail pada bagian ini.

a. Soal nomor 2 bagian b

Gambar 2.1

Hasil Tes Kemampuan Matematis Subjek A soal no. 2 bagian b Berdasarkan gambar 2.1 terlihat bahwa subjek A mengalami miskonsepsi pada konsep menjumlahkan pecahan. Subjek A berasumsi bahwa pecahan yang memiliki penyebut yang sama bisa dijumlahkan namun penyebutnya dijumlahkan pula.

Dalam konsep menjumlahkan pecahan yang benar, jika pecahan memiliki penyebut yang sama maka pembilang dari masing-masing pecahan dapat dijumlahkan dan penyebut tidak dijumlahkan.

Miskonsepsi yang terjadi pada subjek A kemudian diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan peneliti. Kutipan hasil wawancara peneliti dan subjek A dapat di lihat pada gambar 2.2

Kutipan hasil wawancara dengan subjek A

Gambar 2.2

Hasil wawancara dengan subjek A soal nomor 2 bagian b Karena hasil wawancara konsisten dengan jawaban tertulis subjek A maka benar bahwa subjek A mengalami miskonsepsi dalam menerapakan algoritma secara benar.

P : kemudian bagian yang b, jumlah keseluruhan bagian anak ibu Tania. Coba jelaskan jawaban anda

A : saya jumlahin semua bagian punya anak bu Tania jadi malika punya seperdelapan terus maliki punya seperempat terus malik punya dua per empat

P : darimana anda mendapatkan hasil satu perdelapan ditambah tiga perdelapan

A :kan ada dua yang sama penyebutnya seperempat sama dua perempat saya jumlahin jadi tiga perdelapan

P : dari mana tiga perdelapan?

A : satu tambah dua hasilnya 3 terus empat tambah empat hasilnya delapan terus saya jumlahin satu tambah tiga hasilnya empat.

Delapan tambah delapan hasilnya enam belas

b. Soal nomor 4

Gambar 2.3

Hasil Tes Kemampuan Matematis Subjek A soal no. 4

Berdasarkan gambar 2.3, soal nomor 4 adalah soal yang memuat operasi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan. Subjek A memahami konsep bahwa tidak bisa menjumlahkan pecahan yang memiliki penyebut yang berbeda dan cara yang digunakan oleh subjek A untuk menyamakan penyebut adalah kali silang. Namun seperti yang sudah di paparkan sebelumnya bahwa bahwa setelah penyebutnya sama, subjek A juga menjumlahkan penyebut tersebut.

Dalam konsep penjumlahan pada pecahan yang benar, jika pecahan memiliki penyebut yang berbeda maka harus ditentukan KPK dua bilangan dari penyebut tersebut sehingga nilai dari dua bilangan penyebut bernilai sama, sedangkan nilai dari pembilang akan

menyesuaikan dengan penyebut (dalam hal ini, konsep pecahan senilai diterapkan).

Miskonsepsi yang terjadi pada subjek A kemudian diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan peneliti. Kutipan hasil wawancara peneliti dengan subjek A dapat di lihat pada gambar 2.4

Kutipan hasil wawancara dengan subjek A

Gambar 2.4

Hasil wawancara dengan subjek A soal nomor 4

Karena hasil wawancara konsisten dengan jawaban tertulis subjek A maka benar bahwa subjek A mengalami miskonsepsi dalam menerapkan algoritma secara benar.

Selain dari hasil tes kemampuan matematis, subjek A juga mengalami miskonsepsi pada pemahaman konsep pecahan secara umum

P : soal nomer 4, apa yang ditanya A : luas bagian singkong

P : bagaimana cara anda menjawab soal ini?

A : kan saya jumlahin dulu bagian pepaya sama jagung kan jagung satu per empat bagian terus pepaya tiga perlima bagian

P : bagaimana anda menjumlahkan pecahan ini?

A : kan dia beda penyebutnya ini kak jadi saya kali silang pembilangnya terus saya kaliin penyebutnya. Satu kali lima hasilnya lima, empat kali tiga hasilnya dua belas terus empat kali lima hasilnya dua puluh jadi saya dapet lima per dua puluh sama dua belas perdua puluh terus saya jumlahin hasilnya tujuh belas per empat puluh

P : setelah itu bagaimana anda mengetahui luas bagian yang akan ditanami singkong

A : karena ini sisa jadi saya kurangin satu sama hasil yang tadi, jadi satu kurang tujuh belas per empat puluh hasilnya enam belas per empat puluh

Gambar 2.5

Hasil Klasifikasi Objek Pecahan Subjek A

Berdasarkan gambar 2.3 terlihat bahwa subjek A hanya mampu mengklasifikasikan objek secara mata telanjang berdasarkan pemahaman subjek A tentang konsep pecahan bahwa pecahan itu hanya simbol matematika yang memiliki tanda per.

Pada konsep dasar pecahan, pecahan adalah bilangan yang dapat dituliskan dalam bentuk dengan a dan b bilangan bulat serta b 0.

Selain itu, pecahan juga memiliki beberapa bentuk seperti pecahan biasa, pecahan campuran, bentuk desimal dan persen.

Miskonsepsi yang terjadi pada subjek A kemudian diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan peneliti. Kutipan hasil wawancara peneliti dan subjek A dapat di lihat pada gambar 2.6

Kutipan hasil wawancara dengan subjek A

Gambar 2.6

Hasil wawancara klasifikasi objek subjek A

Karena hasil wawancara konsisten dengan jawaban tertulis subjek maka benar bahwa subjek A mengalami miskonsepsi dalam memahami konsep pecahan secara umum dan mengklasifikasikan objek.

2. Subjek B

Subjek B adalah salah satu subjek dengan kemampuan matematis sedang yang mengalami miskonsepsi pada beberapa soal.

P : menurut kamu pecahan itu apa?

A : yang ada pembilang dan penyebutnya P : ini pecahan atau tidak

A pecahan

P : kalau empat per nol pecahan atau bukan?

A : pecahan kak

P : kalau jawaban kamu di no 2d yang dua puluh lima persen itu pecahan atau bukan ?

A : bukan kak P : kenapa?

A : soalnya itu persenan kak bukan pecahan

P : kalau jawaban kamu di nomer 1 yang enam koma empat itu pecahan atau bukan?

A : bukan juga kak, itu desimal

a. Soal nomor 2 bagian d

Gambar 2.7

Hasil Tes Kemampuan Matematis Subjek B soal no. 2 bagian d Berdasarkan gambar 2.7, subjek B masih memiliki pola pikir bahwa untuk mengubah pecahan menjadi persen yaitu yang diubah menjadi 100 adalah penyebut sekaligus pembilangnya.

Dalam konsep mengubah pecahan biasa menjadi bentuk representasi lain, dalam kasus ini yakni persen. Dalam mengubah bentuk pecahan biasa menjadi persen adalah dengan cara mengubah penyebut pecahan biasa tersebut sehingga bernilai seratus. Pembilang pada pecahan biasa tersebut kemudian dikalikan dengan bilangan yang sama dengan bilangan yang dikalikan dengan penyebut sehingga nilai persen yang dihasilkan adalah nilai pembilang itu sendiri.

Miskonsepsi yang terjadi pada subjek B kemudian diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan peneliti. Kutipan hasil wawancara peneliti dan subjek B dapat di lihat pada gambar 2.8

Kutipan hasil wawancara dengan subjek B

Gambar 2.8

Hasil wawancara dengan subjek B soal nomor 2 bagian d

Karena hasil wawancara konsisten dengan jawaban tertulis subjek B maka benar bahwa subjek B mengalami miskonsepsi dalam mempresentasikan pecahan dalam bentuk matematika yang lain.

Selain dari hasil tes kemampuan matematis, subjek B juga mengalami miskonsepsi pada pemahaman konsep pecahan secara umum

P : kita lanjutkan ke soal nomer 2 bagian d, apa yang ditanyakan?

B : berapa persen kue yang didapat maliki P : berapa bagian yang didapat maliki?

B : satu per empat

P : menurut anda, persen itu artinya apa?

B : perseratus

P : bagaimana anda mengubah pecahan satu perempat ini?

B :kan penyebutnya seperempat kak kita ubah jadi perseratus kan empat kali dua puluh lima hasilnya seratus, supaya sama bagian atasnya juga saya kali seratus biar hasilnya seratus

P : kenapa penyebut dan pembilangnya harus seratus B : biar sama

P : Kemudian berapa hasil yang anda dapat

B :satu kali seratus kan hasilnya seratus terus empat kali dua lima hasilnya seratus kak jadi hasilnya seratus persen

P : kenapa hasil akhirnya seratus persen?

B : kan penyebutnya udah seratus jadi hasilnya itu yang diatas ini

Gambar 2.9

Hasil Klasifikasi Objek Pecahan Subjek B

Berdasarkan gambar 2.9, subjek B hanya mampu mengklasifikasikan objek dengan mata telanjang berdasarkan pemahaman subjek B tentang konsep pecahan bahwa pecahan itu hanya symbol matematika yang memiliki sebuah pembilang dan penyebut

Pada konsep dasar pecahan, pecahan adalah bilangan yang dapat dituliskan dalam bentuk dengan a dan b bilangan bulat serta b 0.

Selain itu, pecahan juga memiliki beberapa bentuk seperti pecahan biasa, pecahan campuran, bentuk desimal dan persen.

Miskonsepsi yang terjadi pada subjek B kemudian diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan peneliti. Kutipan hasil wawancara peneliti dan subjek B dapat di lihat pada gambar 2.10

Kutipan hasil wawancara dengan subjek B

Gambar 2.10

Hasil wawancara klasifikasi objek subjek B

Karena hasil wawancara konsisten dengan jawaban tertulis subjek maka benar bahwa subjek B mengalami miskonsepsi dalam memahami konsep pecahan secara umum dan mengklasifikasikan objek.

3. Subjek C

Subjek C adalah salah satu subjek dengan kemampuan matematis sedang yang mengalami miskonsepsi pada beberapa soal.

P : pendapat anda pecahan itu apa?

B : pembilang dan paenyebut

P : setengah itu pecahan atau bukan?

B : pecahan

P : Kalau nol per empat?

B : pecahan

P : kalau empat per nol?

B : pecahan

P : kalau dua koma lima ? B : bukan pecahan

P : Memang dua koma lima bentuk apa?

B : bentuk desimal

P : kalau dua puluh lima persen?

B : persen

a. Soal nomor 2 bagian a

Gambar 2.11

Hasil Tes Kemampuan Matematis Subjek C soal no. 2 bagian a Dari gambar 2.11, dapat diketahui bahwa subjek C memahami perkalian sebagai penjumlahan berulang namun mengalami miskonsepsi terkait cara mengalikan bilangan bulat dengan pecahan. Konsep yang digunakan subjek C mengalikan bilangan bulat dengan pecahan adalah konsep untuk menjumlahkan bilangan bulat dengan penyebut.

Pada konsep perkalian bilangan bulat dengan pecahan yang benar, bilangan bulat dapat dipandang sebagai pecahan dengan penyebut satu sehingga bilangan bulat akan menjadi pecahan dengan penyebut satu.

Pada konsep perkalian pecahan, pembilang dikali dengan pembilang dan penyebut akan dikali dengan penyebut.

Miskonsepsi yang terjadi pada subjek C kemudian diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan peneliti. Kutipan hasil wawancara peneliti dan subjek C dapat di lihat pada gambar 2.12

Kutipan hasil wawancara dengan subjek C

Gambar 2.12

Hasil wawancara dengan subjek C soal nomor 2 bagian a

Karena hasil wawancara konsisten dengan jawaban tertulis subjek C maka benar bahwa subjek C mengalami miskonsepsi dalam menerapkan algoritma dengan benar.

P : kita lanjut soal no. 2 dari bagian a. apa yang ditanya C : jumlah bagian yang didapat malik

P : dari mana anda mendapatkan jika jumlah bagian maliki itu dua dikali seperempat

C : soalnya kan ditanya bagian malik nah di soal kan bagian malik itu dua kali bagian maliki jadi saya kaliin dua sama seperemat yang bagiannya maliki

P : terus kenapa hasil dua per delapan

C : kan perkalian itu penjumlahan berulang bu jadi dua kali satu per empat artinya dua kali kita tambahin satu perempat jadi satu per empat ditambah satu perempat hasilnya dua perdelapan

b. Soal nomor 2 bagian b

Gambar 2.13

Hasil Tes Kemampuan Matematis Subjek C soal no. 2 bagian b Berdasarkan gambar 2.13, subjek C memahami bahwa operasi penjumlahan pada pecahan hanya bisa dilakukan jika penyebut pecahan bernilai sama, namun ketika dihadapakan dengan pecahan yang memiliki penyebut berbeda subjek C menggunakan konsep perkalian silang untuk menyamakan penyebut.

Walaupun hasil yang dihasilakan benar namun dalam konsep penjumlahan pada pecahan yang benar, untuk menyamakan penyebut adalah mencari KPK dari dua bilangan penyebut sehingga penyebut akan bernilai sama, sedangkan nilai dari pembilang akan menyesuaikan dengan penyebut (dalam hal ini, konsep pecahan senilai diterapkan).

Miskonsepsi yang terjadi pada subjek C kemudian diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan peneliti. Kutipan hasil wawancara peneliti dan subjek C dapat di lihat pada gambar 2.14

Kutipan hasil wawancara dengan subjek C

Gambar 2.14

Hasil wawancara dengan subjek C soal nomor 2 bagian b

Karena hasil wawancara konsisten dengan jawaban tertulis subjek C maka benar bahwa subjek C mengalami miskonsepsi dalam menerapkan algoritma secara benar.

P : kemudian bagian yang b, jumlah keseluruhan bagian anak ibu Tania. Coba jelaskan jawaban anda

C : kan bu anaknya bu Tania ada tiga, saya jumlahin semua bagiannya kan ini sama ini bawahnya udah sama jadi saya jumlahin hasilnya tiga per delapan terus kan kalo yang ini beda jadi harus kali silang satu dikali delapan terus empat kali tiga kan hasilnya kan hasilnya delapan sama dua belas terus yang bawah delapan kali empat hasilnya tiga puluh dua jadi hasilnya dua puluh per tiga puluh dua

c. Soal no. 2 bagian d

Gambar 2.15

Hasil Tes Kemampuan Matematis Subjek C soal no. 2 bagian d Dari gambar 2.15, subjek C memahami konsep persen adalah perseratus dan mampu mengubah penyebut pecahan menjadi seratus, namun subjek C tidak menerima konsep persen secara utuh sehingga pada bagian akhir subjek membagi nilai pembilang dan penyebut sehingga pada tahap finishing subjek C mendapatkan hasil yang salah.

Konsep awal subjek C dalam merepresentasikan pecahan biasa menjadi persen sudah benar, namun pada konsep yang benar seharusnya yang dijadikan hasil persen adalah nilai pembilang ketika penyebut sudah bernilai seratus.

Miskonsepsi yang terjadi pada subjek C kemudian diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan peneliti. Kutipan hasil wawancara peneliti dan subjek C dapat di lihat pada gambar 2.16.

Kutipan hasil wawancara dengan subjek C

Gambar 2.16

Hasil wawancara dengan subjek C soal nomor 2 bagian d

Karena hasil wawancara konsisten dengan jawaban tertulis subjek C maka benar bahwa subjek C mengalami miskonsepsi dalam mempresentasikan pecahan dalam bentuk matematika yang lain.

Selain dari tes kemampuan matematis, subjek C mengalami miskonsepsi dalam memahami konsep pecahan secara umum

P : kita lanjutkan ke soal nomer 2 bagian d, apa yang ditanyakan?

C : berapa persen kue yang didapat maliki P : berapa bagian yang didapat maliki?

C : satu per empat

P : menurut anda, persen itu artinya apa?

C : perseratus

P : bagaimana anda mengubah pecahan satu perempat ini menjadi bentuk persen?

C : kan penyebutnya seperempat kak kita ubah jadi perseratus kan empat kali dua puluh lima hasilnya seratus, kalo bawah kali dua puluh lima, atas juga kali dua puluh lima

P : kenapa penyebut dan pembilang harus sama dikali dua puluh lima

C : biar sama

P : Kemudian berapa hasil yang anda dapat

C : satu kali dua lima kan dua lima terus empat kali dua lima hasilnya seratus kak jadi hasilnya empat persen

P : kenapa hasil akhirnya empat persen?

C : kan dua puluh lima bagi seratus itu empat

Gambar 2.17

Hasil klasifikasi subjek C pada objek pecahan

Berdasarkan gambar 2.17, subjek C memahami pecahan secara terbatas sebagai suatu simbol matematika yang memiliki bilangan penyebut dan pembilang saja sehingga ketika dihadapkan dengan bentuk lain dari pecahan, subjek C mengklasifikasikan dalam objek bukan pecahan.

Pada konsep dasar pecahan, pecahan adalah bilangan yang dapat dituliskan dalam bentuk dengan a dan b bilangan bulat serta b 0.

Selain itu, pecahan juga memiliki beberapa bentuk seperti pecahan biasa, pecahan campuran, bentuk desimal dan persen.

Miskonsepsi yang terjadi pada subjek C kemudian diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan peneliti. Kutipan hasil wawancara peneliti dan subjek C dapat di lihat pada gambar 2.18

Kutipan hasil wawancara dengan subjek C

Gambar 2.18

Hasil wawancara klasifikasi objek subjek C

Karena hasil wawancara konsisten dengan jawaban tertulis subjek maka benar bahwa subjek C mengalami miskonsepsi dalam memahami konsep pecahan secara umum dan mengklasifikasikan objek.

4. Subjek D

Subjek D adalah salah satu subjek dengan kemampuan matematis rendah yang mengalami miskonsepsi pada beberapa soal.

P : Pendapat anda, pecahan itu apa?

C : bilangan yang ada penyebut dan pembilang

P : coba liat contoh, kalau satu perdua itu pecahan atau bukan?

C : pecahan

P : kalau empat per nol?

C : pecahan

P : kalau dua koma lima?

C : bukan pecahan

P : kenapa bukan pecahan?

C : bentuk desimal

P : kalau dua puluh lima persen?

C : bukan pecahan

P : kenapa bukan pecahan?

C : bentuk persen

a. Soal no. 2 bagian a

Gambar 2.19

Hasil Tes Kemampuan Matematis Subjek D soal no. 2 bagian a Berdasarkan gambar 2.19, subjek D mengalami miskonsepsi bahwa dalam melakukan operasi perkalian antara bilangan bulat dengan pecahan maka bilangan bulat tersebut dikalikan dengan pembilang maupun penyebut

Pada konsep perkalian bilangan bulat dengan pecahan yang benar, bilangan bulat dapat dipandang sebagai pecahan dengan penyebut satu sehingga bilangan bulat akan menjadi pembilang dengan penyebut satu.

Pada konsep perkalian pecahan, pembilang dikali dengan pembilang dan penyebut akan dikali dengan penyebut.

Miskonsepsi yang terjadi pada subjek D kemudian diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan peneliti. Kutipan hasil wawancara peneliti dan subjek D dapat di lihat pada gambar 2.20.

Kutipan hasil wawancara dengan subjek D

Gambar 2.20

Hasil wawancara dengan subjek D soal nomor 2 bagian a

Karena hasil wawancara konsisten dengan jawaban tertulis subjek D maka benar bahwa subjek D mengalami miskonsepsi dalam menerapkan algoritma secara benar.

P : kita lanjut soal no. 2 dari bagian a. apa yang ditanya D : jumlah yang didapat malik

P : dari mana anda mendapatkan jika jumlah bagian maliki itu dua dikali seperempat

D : bagian malik kan dua kali bagian maliki jadi dua kali seperempat

P : terus kenapa hasil dua per delapan

D : dua dikali satu hasilnya dua terus dua kali empat itu delapan jadi hasilnya dua per delapan

b. Soal nomor 4

Gambar 2.21

Hasil Tes Kemampuan Matematis Subjek D soal no. 4

Berdasarkan gambar 2.21, subjek D memahami bahwa operasi penjumlahan dan pengurangan hanya bisa dilakukan antar pecahan yang memiliki penyebut yang sama namun konsep yang dipahami subjek D untuk menyamakan penyebut adalah kali silang, kemudian pada pengurangan bilangan bulat dengan pecahan subjek D mengetahui bahwa satu adalah bentuk lain dari pecahan dengan pembilang dan penyebut yang sama, namun kurang tepat dalam melakukan operasi pengurangan pecahan dimana subjek D mengurangkan pembilang maupun penyebut.

Walaupun hasil yang dihasilkan benar namun konsep yang tepat dalam menyamakan penyebut adalah mencari KPK dari dua bilangan penyebut tersebut. Kemudian, mengurangakan dua pecahan dengan

penyebut yang sama memiliki algoritma yang sama dengan penjumlahan pada pecahan yakni melakukan operasi hanya pada pembilang.

Miskonsepsi yang terjadi pada subjek D kemudian diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan peneliti. Kutipan hasil wawancara peneliti dan subjek D dapat di lihat pada gambar 2.22.

Kutipan hasil wawancara dengan susbjek D

Gambar 2.22

Hasil wawancara dengan subjek D soal nomor 2 bagian a

Karena hasil wawancara konsisten dengan jawaban tertulis subjek D maka benar bahwa subjek D mengalami miskonsepsi dalam menerapkan algoritma dengan benar.

Selain dari hasil tes kemampuan matematis, subjek D juga salah dalam memahami konsep pecahan secara umum

P : soal nomer 4, apa yang ditanya D : luas bagian singkong

P : bagaimana cara anda menjawab soal ini?

D: kali silang, lima kali satu terus empat kali tiga hasilnya lima sama dua belas te terus lima kali empat hasilnya dua puluh, kalo penyebutnya udah sama kan bisa dijumlahin, jadi hasilnya itu tujuh belas per empat puluh. Terus satu ini saya ganti jadi empat puluh per empat puluh sama kayak yang tadi terus empat puluh kurangi tujuh belas itu dua tiga, empat puluh kurang empat puluh hasilnya nol.

Gambar 2.23

Hasil klasifikasi subjek D terhadap objek pecahan

Berdasarkan gambar 2.23, subjek D memahami konsep pecahan hanya suatu sebagai suatu bilangan yang memiliki pembilang dan penyebut sehingga ketika dihadapkan dengan bentuk lain, subjek D tidak mampu mengklasifikasikannya sebagai objek pecahan.

Pada konsep dasar pecahan, pecahan adalah bilangan yang dapat dituliskan dalam bentuk dengan a dan b bilangan bulat serta b 0.

Selain itu, pecahan juga memiliki beberapa bentuk seperti pecahan biasa, pecahan campuran, bentuk desimal dan persen.

Miskonsepsi yang terjadi pada subjek D kemudian diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan peneliti. Kutipan hasil wawancara peneliti dan subjek D dapat di lihat pada gambar 2.24.

Kutipan hasil wawancara dengan subjek D

Gambar 2.24

Hasil wawancara klasifikasi objek subjek D

Karena hasil wawancara konsisten dengan jawaban tertulis subjek D maka benar bahwa subjek D mengalami miskonsepsi dalam memahami konsep pecahan secara umum dan mengklasifikasikan objek.

5. Subjek E

Subjek E adalah salah satu subjek dengan kemampuan matematis rendah yang mengalami miskonsepsi pada beberapa soal

.

P : pendapat kamu, pecahan itu apa?

D : pembilang dan penyebut

P : di sini ada beberapa contoh, satu perdua itu pecahan bukan?

D : pecahan, karena satu itu pembilang dan dua itu penyebut P : kalau empat per nol?

D : pecahan, karena empat pembilang dan nol penyebut P : kalau dua koma lima?

D : bukan pecahan P : kenapa?

D : bentuk desimal

P : kalau dua puluh lima persen?

D : bukan pecahan P : kenapa?

D : bentuk persen

a. Soal nomor 2 bagian a

Gambar 2.25

Hasil Tes Kemampuan Matematis Subjek E soal no.2 bagian a Berdasarkan gambar 2.25, subjek E berasumsi bahwa perkalian bilangan bulat dengan pecahan memiliki konsep yang sama dengan mengubah pecahan campuran menjadi pecahan biasa.

Pada konsep perkalian bilangan bulat dengan pecahan yang benar, bilangan bulat dapat dipandang sebagai pecahan dengan penyebut satu sehingga bilangan bulat akan menjadi pembilang dengan penyebut satu.

Pada konsep perkalian pecahan, pembilang dikali dengan pembilang dan penyebut akan dikali dengan penyebut.

Miskonsepsi yang terjadi pada subjek E kemudian diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan peneliti. Kutipan hasil wawancara peneliti dan subjek E dapat di lihat pada gambar 2.26.

Kutipan hasil wawancara dengan subjek E

Gambar 2.26

Hasil wawancara dengan subjek E soal nomor 2 bagian a

Karena hasil wawancara konsisten dengan jawaban tertulis subjek E maka benar bahwa subjek E mengalami miskonsepsi dalam menerapkan algoritma secara benar.

Selain itu, subjek E juga mengalami miskonsepsi pada pengertian pecahan secara umum

P : kita lanjut soal no. 2 dari bagian a. apa yang ditanya E : jumlah yang didapat malik

P : dari mana anda mendapatkan jika jumlah bagian malik itu dua dikali seperempat

E : punya malik kan dua kali punya maliki jadi saya kaliin sama punya maliki

P : terus kenapa hasil sembilan per empat

E : kayak soal no.1 itu empat kali dua kan delapan ditambah satu hasilnya sembilan jadi sembilan per empat

Dokumen terkait