• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

responden yaitu 0,138. Nilai r hitung pada skala konformitas dengan perilaku membolos yaitu 0,057 dengan arah yang negatif (dimana - 0,057 < 0,138) sehingga hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara konformitas dengan perilaku membolos pada remaja di Kelurahan Bakung, ditolak.

Kartono (2003) menyatakan bahwa, perilaku membolos di kalangan pelajar disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang biasa menjadikan alasan membolos karena kecenderungan pelajar mengikuti perilaku yang dilakukan teman sebayanya, sedangkan faktor eksternal alasan membolos karena mata pelajaran yang tidak diminati atau disenangi. Tapi sebagian remaja belum dapat mengenali sesuatu yang dapat menjadi tujuan hidupnya, sehingga mereka mencari hal-hal yang terjadi disekitarnya dengan mencontoh teman-temannya yang membolos disekolah, padahal peniruan membolos itu dapat merugikan dirinya sendiri. Teman sebaya dapat mempengaruhi hal positif maupun hal yang negatif terhadap siswa, tergantung bagaimana siswa itu bisa menyikapi dengan positif atau negatif. Perilaku membolos merupakan salah satu dampak negatif dari konformitas teman sebaya.

2. Gambaran Deskriptif Konformitas pada Remaja di Kelurahan Bakung

Hasil analisis deskriptif konformitas pada remaja di Kelurahan Bakung terhadap 200 subjek di ketahui bahwa, konformitas pada remaja berada pada tingkat kategori sedang yaitu sebanyak 80 orang (40%). Dapat diartikan bahwa konformitas remaja di Kelurahan Bakung berada pada kategori cukup tinggi, artinya ketika remaja yang telah masuk ke dalam kelompok teman sebaya yang bertingkah laku nakal akan dituntut untuk berperilaku sama atau sesuai dengan kelompok dan bersikap menerima serta mematuhi norma-norma yang

ada dalam kelompok, dalam hal ini remaja dituntut untuk bersikap konform terhadap kelompoknya.

Santrock (2003) menyatakan, kelompok teman sebaya yang menekan remaja untuk bersikap dan berperilaku konform sesuai dengan aturan kelompok menyebabkan remaja cenderung akan melakukan tindakan anti sosial atau perbuatan nakal dikarenakan remaja tersebut mengharapkan suatu penghargaan untuk perbuatan nakal yang akan dilakukannya.

Pada masa remaja biasanya lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah bersama kelompok teman sebaya, sehingga bisa dikatakan bahwa kelompok teman sebaya sangat berpengaruh terhadap sikap, cara bicara, minat, penampilan dan perilaku remaja.

Besarnya pengaruh konformitas yang bersifat negatif dalam pencarian identitas diri yang bisa menimbulkan perilaku yang tidak dapat diterima oleh masyarakat dan lingkungan sosial. Kebanyakan remaja yang tidak bisa membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima bisa saja terjerumus dalam kenakalan remaja (Hurlock, 2014).

3. Hubungan Konformitas dengan Perilaku Membolos pada Remaja di Kelurahan Bakung

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan teknik statistik nonparametrik dan menggunakan teknik korelasi Spearman Rank diperoleh hasil koefisien rxy sebesar -0,057 dengan signifikan sebesar 0,425. Hipotesis ada hubungan antara konformitas dengan perilaku membolos pada remaja di Kelurahan Bakung ditolak. Artinya

tidak dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konformitas maka semakin tinggi perilaku membolos dan semakin rendah konformitas maka semakin rendah perilaku membolos. Pada skala perilaku membolos terdiri dari 60 aitem, setelah diuji cobakan yang valid sebanyak 22 aitem dan yang tidak valid sebanyak 38 aitem.

Sedangkan pada variabel konformitas terdiri dari 50 aitem, dan setelah diuji cobakan yang valid sebanyak 26 aitem dan yang tidak valid sebanyak 24 aitem.

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Damayanti (2013) menentukan bahwa, membolos akan menyebabkan gagal dalam pelajaran, mengganggu kegiatan belajar teman-teman sekelas dan masih banyak akibat yang ditimbulkan. Diantara akibat dari membolos yaitu, dia akan bergaul dengan teman-teman yang tidak baik atau terjerumus dalam pergaulan bebas yang akan menyebabkan banyak lagi kenakalan-kenakalan remaja yang lain.

Hasil wawancara peneliti terhadap 15 siswa yang ada di Kelurahan Bakung, ada beberapa faktor yang menyebabkan mereka melakukan perilaku membolos diantaranya karena faktor malas mengikuti pelajaran, tidak menyukai mata pelajaran dan gurunya, sering terlambat bangun, tidak mengerjakan tugas, ikut dengan teman yang membolos, dan jarang mendapatkan perhatian dari orang tua.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku membolos pada remaja menurut Mahmudah (2012) yaitu pengawasan atau kontrol dari orangtua kurang, anak hidup mandiri, dan sarana-prasarana

pembelajaran kurang. Damayanti (2013), beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku membolos yaitu bermain playstation atau internet di warnet, nongkrong dan berkumpul bersama teman yang suka membolos. Dan faktor lain yang juga dapat mempengaruhi perilaku membolos menurut Ralasari (2015), yaitu faktor internal misalnya lambat dalam belajar (slow learner) dan kurangnya kemampuan dalam penyesuaian diri, sedangkan faktor eksternal misalnya teman yang sering nakal, guru yang kurang mampu memahami perbedaan individu dan penyampaian pembelajaran yang kurang tepat sehingga mata pelajaran dianggap sulit.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Winarsih (2016) menyatakan bahwa, konformitas teman sebaya tidak berkorelasi dengan kenakalan remaja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang berbunyi ada hubungan antara konformitas teman sebaya dengan kenakalan remaja, ditolak.

Hipotesis dalam penelitian ini ditolak disebabkan karena remaja memiliki kedekatan yang kuat terhadap keluarga, dimana didalam keluarga inilah remaja belajar tentang nilai dan norma yang baik yang berlaku di keluarga dan di masyarakat. Sarwono (2006) menyatakan bahwa kurangnya dukungan positif dan lingkungan terdekat remaja itu sendiri, termasuk orang tuanya sendiri. Jadi kontrol diri remaja dapat menjauhkan remaja dari kenakalan yang dilakukan oleh kelompoknya. Sehingga ketika remaja berada ditengah kelompok teman sebayanya dia tidak akan terpengaruh. Remaja cenderung berkonform dengan kelompok yang memiliki persamaan terhadap

norma yang berlaku secara umum di masyarakat. Sehingga walaupun terjadi konformitas teman sebaya tinggi, hal ini tidak berpengaruh besar terhadap tingginya kenakalan remaja. (Winarsih, 2016)

Hasil penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Hasanah (2012), menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara konformitas dengan perilaku seksual pada remaja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ditolak. Hipotesis dalam penelitian ini ditolak disebabkan oleh berbagai hal yaitu karena teori yang digunakan untuk membangun hipotesis awal kurang kuat, ukuran sampel kecil, pengaruh variabel intervening dimana dalam penelitian ini peneliti mengambil beberapa penelitian ketika subjek sedang melakukan aktivitas berkumpul dengan teman-temannya, sehingga subjek mengerjakan dengan asal-asalan. Selain itu subjek dalam pengambilan sampel terburu- buru dalam mengisi skala yang diberikan. (Hasanah, 2012)

Hubungan antara konformitas dengan perilaku membolos di Kelurahan Bakung ditolak disebabkan karena adanya kendala teknis di lapangan saat pengumpulan data seperti, kebanyakan siswa mengisi skala penelitian dengan terburu-buru. Sebagian siswa juga mengira bahwa skala yang mereka isi akan diperlihatkan oleh pihak sekolah, sehingga mereka mengisi skala yang tidak sesuai dengan apa yang terjadi. Selain itu, mereka mengisi skala tidak sendiri tetapi ramai-ramai sehingga mereka saling meniru apa yang diisi oleh

temannya, hal inilah yang menyebabkan responden kurang nyaman dan cenderung tidak serius dalam memberikan jawaban.

Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa alasan yang mendasari tidak ada hubungan antara konformitas dengan perilaku membolos pada remaja di Kelurahan Bakung. Yang pertama secara konseptual yaitu perilaku membolos dipengaruhi beberapa faktor. Konformitas menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku dalam melakukan perilaku membolos (Santrock, 2003) sehingga masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi perilaku membolos. Diantaranya menurut Mahmudah (2012) yaitu pengawasan atau kontrol dari orangtua kurang, anak hidup mandiri, dan sarana-prasarana pembelajaran kurang. Kedua, secara metodologis yaitu pengisian skala yang terburu-buru, pengisian skala yang tidak sesuai dengan apa yang terjadi dan pengisian skala yang saling meniru sehingga menyebabkan responden kurang nyaman dan cenderung tidak serius dalam memberikan jawaban.

55 A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yaitu sebagai berikut :

1. Tingkat perilaku membolos pada remaja di Kelurahan Bakung berada pada kategori sedang dengan presentase 36%. Hal ini berarti bahwa tingkat perilaku membolos pada remaja cukup tinggi karena sudah berada pada tingkat kategori sedang. Ini sangat perlu menjadi perhatian khususnya oleh pihak sekolah agar memberikan pengawasan yang lebih terhadap siswanya karena bila tidak bisa saja perilaku membolos ini akan menjadi meningkat kedepannya.

2. Tingkat konformitas pada remaja yang ada di Kelurahan Bakung juga berada pada kategori sedang dengan presentase 40%. Hal ini menunjukkan bahwa ketika remaja yang telah masuk ke dalam kelompok teman sebaya yang bertingkah laku nakal akan dituntut untuk berperilaku sama atau sesuai dengan kelompok dan bersikap menerima serta mematuhi norma-norma yang ada dalam kelompok, dalam hal ini remaja dituntut untuk bersikap konform terhadap kelompoknya.

3. Tidak ada hubungan antara konformitas dengan perilaku membolos pada remaja di Kelurahan Bakung.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka penulis memberikan saran yang bermanfaat kepada beberapa pihak yaitu sebagai berikut :

1. Bagi remaja

Remaja diharapkan dapat serius dengan pendidikan yang dijalaninya dan lebih pintar dalam memilih teman dalam bergaul agar tidak mudah terjerumus dengan hal-hal yang dapat membuat mereka melakukan perilaku negatif yang ada dilingkungan sekitarnya, salah satunya perilaku membolos. Karena dengan membolos remaja akan merugikan dirinya sendiri seperti mengalami kegagalan dalam pelajaran.

2. Bagi Orangtua

Orangtua diharapkan dapat membangun hubungan yang lebih akrab dan menjadi pendengar yang baik ketika anak memiliki masalah. Orangtua juga perlu mengontrol dan lebih memperhatikan anaknya dalam hal pergaulan, agar anak tidak mudah terpengaruh oleh perilaku negatif dilingkungan sekitarnya salah satunya perilaku membolos.

3. Bagi Sekolah

Pihak sekolah diharapkan lebih tanggap dan tegas dalam memberikan sanksi bagi siswa yang melanggar tata tertib sekolah, khususnya bagi siswa yang suka membolos.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperbaiki skala penelitian dan lebih menyempurnakan dan mengembangkan penelitian dengan menggunakan variabel lain.

58 189-193.

Azwar, S. (2003).Sikap Manusia. Teori Dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Azwar, S. (2012).Penyusunan Skala Psikologi edisi 2.Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Baron, R.A., & Byrne, D. (2005).Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Bye, L., Alvares, M. E., Haynes, J., & Sweigart, C. E. (2010).Truancy Prevention and Intervention : A Practical Guide. New York : Oxford University Press Creswell, J. W. (2016). Research Desain. Pendekatan Metode Kualitatif,

Kuantitatif, dan Campuran edisi 4. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Damayanti, F.A., & Setiawati, D. (2013). Studi Tentang Perilaku Membolos Pada Siswa SMA Swasta di Surabaya.Jurnal BK Unesa, 01,454-461

Desmita. (2010).Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Gunarsa, S.D. (2006). Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta :

Gunung Mulia.

Hasanah, A. (2012). Hubungan antara Religiusitas dan Konformitas Teman Sebaya dengan Perilaku Seksual pada Remaja.Jurnal Psikologi, 1-15.

Hidayati, N.W. (2016). Hubungan Harga Diri dan Konformitas Teman Sebaya Dengan Kenakalan Remaja.Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia, 2, 31- 36.

https://2F.kompasiana.com%2Flidwinaeka%2Fdampak-pertumbuhan-penduduk- terhadap-peningkatan-kenakalan-remaja

Hurlock, E.B. (2003).Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga

Hurlock, E.B. (2014).Psikologi Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta : Erlangga Kartono, K. (2003). Patologi Sosial 2 (Kenakalan Remaja). Jakarta : PT. Raja

Grafindo

Kartono, K. (2011).Kenakalan Remaja.Jakarta : Rajawali Pers

Kuncoro, J., & Cipto. (2011). Harga Diri dan Konformitas Terhadap Kelompok Dengan Perilaku Minum-Minuman Beralkohol Pada Remaja. Jurnal Psikologi, 1,75-85

Dokumen terkait