• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan Proses Asuhan Kebidanan

Dalam dokumen BAB V PEMBAHASAN (Halaman 160-172)

BAB V PEMBAHASAN

A. Pembahasan Proses Asuhan Kebidanan

Pada pembahasan studi kasus ini penulis akan memaparkan kesenjangan ataupun keselarasan antara teori dengan praktik Asuhan Kebidanan Komprehensif yang di terapkan pada klien Ny.N Usia 22 tahun G2P1001 sejak kontak pertama pada tanggal 11 Maret 2017 yaitu dimulai pada masa kehamilan 32 minggu 1 hari, persalinan, bayi baru lahir, masa nifas, neonatus dan pelayanan kontrasepsi dengan pembahasan sebagai berikut:

1. Kehamilan

Memasuki kehamilan trimester III dengan usia kehamilan saat itu 32 minggu 1 hari, Ny. N mengeluh sering nyeri pinggang dan sering buang air kecil.

Sering nyeri pinggang yang dialami Ny. N merupakan hal yang normal. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Kusmiyati (2009), menyatakan bahwa wanita dapat mengalami masalah ini pada TM III kehamilan. Hal ini dikarenakan oleh keletihan, ukuran rahim yang makin membesar dan mekanisme tubuh yang kurang baik. Dalam hal ini penulis menganjurkan ibu untukjangan membungkuk saat mengambil barang, sebaiknya turunkan badan dalam posisi jongkok, lalu kemudian mengambil barang yang dimaksud. Istirahat, pijat, kompres dingin atau panas pada bagian yang sakit. Hal ini terbukti setelah dilakukan asuhan dan setelah ibu

melakukan apa yang disampaikan oleh penulis nyeri pada pinggang ibu berkurang. Sehingga tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktik.

Sering buang air kecil yang dialami Ny. N merupakan hal yang normal. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Kusmiyati (2009), menyatakan bahwa wanita dapat mengalami masalah ini pada TM III kehamilan. Hal ini dikarenakan olehtekanan rahim pada kandung kemih, rahim semakin membesar mengikuti perkembangan janin sehingga rahim akan menekan kandung kencing. Dalam hal ini penulis menganjurkan ibu untuk mengusahakan buang air kecil selalu tuntas (tidak tersisa), batasi minum kopi, teh, cola dan kafein, lakukan senam otot panggul ringan misalnya kegel. Ibu melakukan apa yang disampaikan oleh penulis dan mulai terbiasa dengan frekuensi BAK yang sering.

Ny.N memiliki puting susu tenggelam, untuk mengatasi keluhan tersebut penulis menganjurkan ibu untuk melakukan perawatan puting susu tenggelam, sesuai dengan teori menurut (Anggraini, Y, 2010). Jika puting susu datar atau masuk kedalam lakukan tahapan : Letakkan kedua ibu jari disebelah kiri dan kanan putting susu,kemudian tekan dan hentakkan kearah luar menjahui putting susu secara perlahan, setelah itu letakkan kedua ibu jari diatas dan dibawah putting susu lalu tekanserta hentakkan kearah putting susu secara perlahan, kemudian untuk masing-masing putting digosok dengan handuk kasar agar kotoran-kotoran yang melekat pada putting susu dapat terlepas, akhirnya payudara dipijat untuk mencoba mengeluarkan ASI .

Lakukan langkah-langkah perawatan diatas 4-5 kali pada pagi dan sore hari, sebaiknya tidak menggunakan alkohol atau sabun untuk

membersihkan puting susu karena akan menyebabkan kulit kering dan lecet.

Pengguna pompa ASI atau bekas jarum suntik yang dipotong ujungnya juga dapat digunakan untuk mengatasi masalah pada puting susu yang terbenam.

Setelah dilakukan asuhan dan setelah ibu melakukan apa yang disampaikan oleh penulis, puting susu ibu kini mulai menonjol. Sehingga tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktik.

Selama kehamilannya, Ny.N telah melakukan ANC di tenaga kesehatan sebanyak 8 kali, yaitu 1 kali pada trimester pertama, 2 kali pada trimester kedua, dan 5 kali pada trimester ketiga. Hal ini sesuai dengan syarat kunjungan kehamilan yang dikemukakan oleh Manuaba (2010), yaitu minimal 4 kali, 1 kali pada trimester pertama, 1 kali pada trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga.

Selama ANC Ny.N telah memperoleh standar asuhan 14 T kecuali standar asuhan ke 7, 13 dan 14 yaitu pemeriksaan VDRL, test pemberian terapi konsul yodium untuk daerah endemis gondok dan pemberian terapi anti malaria untuk daerah endemis dikarenakan Ny.N tidak memiliki keluhan ataupun tanda gejala yang mengarah pada hal tersebut. Menurut Depkes RI (2009), pelayanan antenatal care memiliki standar 14 T yaitu timbang berat badan dan ukur tinggi badan, pemeriksaan tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, pemberian tablet Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan, skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi tetanus toxoid (TT), pemeriksaan Haemoglobin darah, pemeriksaan VDRL, perawatan payudara, senam payudara dan pijat tekan payudara, temu wicara (konseling), termasuk perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) serta KB paska

persalinan, pemeliharaan tingkat kebugaran/ senam ibu hamil, pemeriksaan protein urine atas indikasi, pemeriksaan reduksi urine atas indikasi, pemberian terapi konsul yodium untuk daerah endemis gondok, pemberian terapi anti malaria untuk daerah endemis. Dengan adanya ANC yang berstandar 14 T maka risiko atau penyulit pada ibu hamil dapat dideteksi sejak dini

Saat dilakukan pemeriksaan tekanan darah Ny.N selalu dalam keadaan normal, tekanan darah pada pemeriksaan terakhir 110/80 mmHg.

Sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Depkes RI (2009), tekanan darah yang normal adalah 90/60 mmHg - 140/90 mmHg, hal ini dilakukan sebagai deteksi adanya hipertensi atau preeklamsi dalam kehamilan. Dengan adanya pemeriksaan tekanan darah pada saat kunjungan, dapat diketahui pula klien berisiko atau tidak dalam kehamilannya.

Saat dilakukan pemeriksaan, LILA Ny. N termasuk normal yaitu 25 cm. Hal ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Depkes RI(2009) bahwa angka normal LILA yang sehat 23,5-36 cm. Dengan mengukur status gizi pada ibu hamil, dapat diketahui kecukupan gizi pada ibu. Apabila gizi ibu kurang, tentunya kurang pula asupan gizi ke janin.

Saat dilakukan pemeriksaan palpasi leopold, presentasi janin yaitu kepala sebagai bagian terendah janin dan saat didengarkan DJJ dalam keadaan normal yaitu 148 x/menit. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Manuaba (2010), letak dan presentasi janin dalam rahim merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap proses persalinan.

Menentukan presentasi janin dimulai pada akhir trimester II dan setiap kali

kunjungan ANC. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui letak janin.

Jika pada akhir trimester III bagian bawah janin bukan kepala atau kepala janin belum masuk PAP berarti ada kelainan posisi janin, atau kelainan panggul sempit,selain itu penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan ANC. DJJ normal yaitu 120-160 x/menit.

Penulis berpendapat dengan dilakukannya asuhan tersebut, dapat menjadi acuan tenaga kesehatan dalam mendiagnosa klien. Sehingga dapat dilakukan asuhan selanjutnya berdasarkan diagnosa yang telah ditentukannya.

2. Persalinan

Memasuki proses persalinan di usia kehamilannya 37 minggu 5 hari, persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Kehamilan cukup bulan (aterm) atau pematangan janin terjadi pada minggu 37-40 adalah periode saat neonatus memiliki kemungkinan hidup maksimal (JNPK-KR, 2008).

Tanggal 13 April 2017 pukul 04.50 WITA Ny.N datang ke Rumah Sakit tentara dengan keluhan keluar lendir darah dari kemaluannya dan merasa kencang-kencang di bagian perut bawah. Ny.N mengatakan hamil anak kedua dan tidak pernah keguguran. HPHT 22 juli 2016, usia kehamilan 37 minggu 5 hari, dilakukan pemeriksaan VT dan didapatkan hasil : Vulva/vagina : tak ada kelainan, portio tebal/lembut, eff 25%, pembukaan 3 cm, ketuban positif, kepala hodge 3, moulase 0, tali pusat tidak teraba, auskultasi DJJ: terdengar jelas, teratur, frekuensi 147 x/menit. His: Intensitas:

kuat, Frekuensi : 3 x dalam 10 menit, durasi 25-30 detik.

Dalam hal ini Ny.N mengalami tanda-tanda persalinan yaitu adanya pengeluaran lendir darah pervagina, his 3x dalam 10 menit dengan durasi 25- 30 detik. Hal ini sesuai dengan teori tanda-tanda persalinan menurut Manuaba (2010), yaitu : kekuatan his makin sering dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin pendek, dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda, yaitu pengeluaran lendir, lendir bercampur darah.

Saat memasuki proses persalinan pada tanggal 13 April 2017 usia kehamilan Ny. N yaitu 37 minggu 5 hari. Hal ini sesuai dengan teori persalinan di anggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan ( setelah 37 minggu) tanpa di sertai adanya penyulit (JNPK-KR, 2008). Penulis sependapat dengan pernyataan tersebut karena Ny. N menunjukkan tanda tanda persalinan saat usia kehamilan 37 minggu 5 hari.

Ibu merasa kencangnya bertambah, nyeri perut bagian bawah menjalar sampai ke pinggang sehingga penulis melakukan pemeriksaan dalam lagi pada pukul 07.30 WITA, hasil pemeriksaan portio lembut tipis, efficement 50 %, selaput ketuban utuh, presentasi kepala, pembukaan serviks 5 cm, penurunan kepala hodge II, DJJ 132 x/menit dengan HIS yang kuat >4 x 10 menit dengan durasi 40-45 detik.

Ny. N memasuki kala II. Pukul 07.50 WITA. Melakukan pemeriksaan dalam dengan hasil vulva/uretra tidak ada kelainan, portio tidak teraba, selaput ketuban pecah spontan dengan warna jernih, efficement 100 %, pembukaan serviks 10 cm, posisi kepala janin pada hodge IV, DJJ 148 x/menit, dengan HIS >4 x dalam 10 menit dengan durasi >40 detik.

Hal ini sesuai dengan teori tanda-tanda persalinan yaitu rasa nyeri terasa dibagian pinggang dan penyebar ke perut bagian bawah, lendir darah

semakin nampak, waktu dan kekuatan kontraksi semakin bertambah, serviks menipis dan membuka. Penulis sependapat dengan teori tersebut, karena Ny.

N merasakan kencang-kencang dan diikuti pengeluaran lendir darah pada awal persalinannya dan setelah dilakukan pemeriksaan terdapat pembukaan serviks 3 cm bertambah menjadi 5 cm dan terakhir lengkap atau 10 cm.

Pertambahan pembukaan serviks pada Ny. N didukung dengan HIS yang semakin meningkat dan adekuat (Sumarah, dkk, 2009).

Kala I-kala II dari fase laten hingga pembukaan lengkap yang dialami Ny. N berlangsung selama 2 jam 50 menit. Lama kala I untuk primigravida berlangsung selama 12 jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam (JNPK-KR, 2008). Kala I berlangsung cukup cepat karna his yang adekuat berlangsung kurang dari 3 jam. Sesuai dengan teori Partus presipitatus adalah partus yang sangat cepat, atau persalinan yang sudah selesai kurang dari 3 jam (Prawirohardjo, 2012).

Pembukaan lengkap Ny. N terjadi pada pukul 07.50 WITA dan bayi lahir pukul 08.05 WITA, lama kala II Ny. N berlangsung selama 15 menit dan ini merupakan keadaan yang sangat cepat. Sesuai dengan teori pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1-2 jam dan pada multipara rata- rata setengaj jam-1 jam. Penulis berpendapat, proses persalinan Ny. N berlangsung lancar dikarenakan selalu terpantaunya persalinan klien sesuai dengan partograf. Ny. N telah mendapat APN dalam proses persalinannya, persalinan klien berjalan dengan lancar dan hasil pemantauan persalinan melalui partograf dalam keadaan baik (JNPK-KR, 2008).

Bayi lahir spontan dan segera menangis pada pukul 08.05 WITA, jenis kelamin perempuan dengan berat badan 3.150 gram dan panjang 49 cm.

Setelah dilakukan pemotongan tali pusat, bayi langsung di lakukan IMD.

Pada saat bayi lahir plasenta belum keluar, penulis pun segera melakukan asuhan manajemen aktif kala III. Proses penatalaksanaan kala III Ny. N dimulai dari penyuntikan oksitosin 1 menit setelah bayi lahir. Setelah itu dilakukan pemotongan tali pusat lalu meletakkan klem 5-10 cm di depan vulva. Saat ada tanda-tanda pelepasan plasenta penulis melakukan PTT, lahirkan plasenta, kemudian melakukan masase uteri.

Sesuai dengan teori manajemen aktif kala III terdiri dari langkah utama pemberian suntik oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir, melakukan PTT dan masase uteri (JNPK-KR, 2008).

Pukul 08.10 WITA plasenta lahir spontan lengkap diameter 20 cm, berat 500 gram, tebal 2cm, panjang tali pusat 45 cm. Lama kala III Ny. N berlangsung ± 5 menit. Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban, kala III berlangsung rata-rata antara 5 sampai 10 menit, akan tetapi kisaran normal kala III adalah 30 menit. Selain itu didukung pula dengan teori yang menjelaskan bahwa biasanya plasenta lepas dalam 6-15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Penulis sependapat dengan pernyataan diatas karena plasenta Ny. N lahir tidak lebih dari 30 menit (JNPK-KR, 2008).

Pukul 08.10 WITA plasenta telah lahir, pada perineum terdapat laserasi jalan lahir drajat 2 dan dilakukan heacting. Setelah dijahit penulis melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam. Oleh

karena itu, penulis melakukan observasi tersebut setiap 15 menit pada jam pertama setelah melahirkan dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah melahirkan sesuai dengan teori, melakukan observasi tersebut setiap 15 menit pada jam pertama setelah melahirkan dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah melahirkan ( Asuhan Persalinan Normal, 2008 ).

Penulis berpendapat, dengan dilakukannya pemantauan kala IV secara komprehensif dapat mengantisipasi terjadinya masalah atau komplikasi. Dalam pemantauan kala IV di temukan Ny. N mengalami perdarahan yang di akibatkan sisa plasenta yang di mana pada kala IV seharusnya perdarahan yang normal setelah kelahiran mungkin hanya akan sebanyak satu pembalut selama 6 jam pertama atau seperti darah haid yang banyak. Jika perdarahan lebih banyak dari ini, ibu hendaknya diperiksa lebih sering dan penyebab–penyebab perdarahan harus diselidiki. Apakah ada laserasi pada vagina atau serviks, apakah uterus berkontraksi dengan baik, apakah kandung kemihnya kosong atau apakah ada sisa plasenta yang tertinggal (Rohani, 2011).

Pada saat kala IV persalinan ditemukan hasil observasi yaitu uterus ibu keras dan tfu masih sepusat dan terdapat banyak darah di underpad ibu.

Maka dari itu bidan mengecek penyebab pendarahan dan melakukan eksplorasi, saat melakukan eksplorasi didapatkan sisa selaput ketuban yang tertinggal yang menyebabkan pendarahan dan diberikan penanganan yaitu pemberian gastrul sebanyak 2 tablet per rectal kemudian melakukan pemasangan infus Ringer Laktat 400 cc dengan drip oksitosin 2 ampul (20 IU). Setelah dilakukan penanganan, keadaan ibu membaik, uterus berkontraksi dengan baik dan perdarahan berkurang.

3. Nifas

Pada hari kunjungan I, II dan III post partum hasil pemeriksaan tanda- tanda vital ibu. Kunjungan pertama tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 82 respirasi 20 dan temperatur 36.4℃, Kunjungan ke-II tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80 respirasi 20 dan temperatur 36.4℃, Kunjungan ke-III tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 88 respirasi 22 dan temperatur 36.1℃. pada saat kunjungan terakhir ibu mengalami kenaikan tekanan darah.

Pada 6 jam pertama ibu berhasil memberikan ASI pada bayi, hal ini bisa terjadi sebab ibu telah melakukan perawatan payudara saat hamil dan puting susu ibu telah menonjol sedikit serta ibu mau mencoba memberikan kolostrum setelah ibu mendengar informasi yang diberikan bidan bahwa kolostrum bukanlah susu yang basi, justru susu yang pertama inilah yang dapat memberikan kekebalan tubuh pada bayi sehingga bayi tidak mudah terserang penyakit dan mengandung banyak gizi.

Pada hari pertama Ny. N sudah dapat buang air kecil, hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa buang air kecil harus secepatnya sesudah bersalin (Yuni Kusmiyanti, 2009), sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan.

Pada kunjungan ke 2 didapati puting susu ibu lecet penulis memberikan penanganan sesuia dengan teori untuk mengatasi puting susu lecet penulis mencari penyebab puting susu lecet terlebih dahulu, bila penyebab puting susu lecet karena posisi menyusui salah ajurkan ibu untuk tetap menyusui menggunakan payudara yang tidak mengalami lecet, puting susu yang lecet dapat diistirahatkan dalam waktu 1x24 jam, bila puting

diistirahatkan anjurkan ibu untuk tetap memerah asi dengan menggunakan tanggan karna jika memnggunakan pompa asi maka akan menambah nyeri pada puting susu yang lecet, jika puting susu semakin parah anjurkan untuk berhenti menyusui tetapi tetap memberikan asi yang diperah menggunakan tangan dan berikan menggunakan sendok atau pipet dan anjurkan ibu ketenaga kesehatan yang terdekat (Ambarwati dan Wulandari, 2009).

Pengeluaran lochea pada Ny. N berjalan dengan normal, hal ini sesuai dengan teori dari hasil pengawasan yang dilakukan lochea yang keluar sampai 2 minggu didapat hasil, pada hari pertama darah berwarna merah segar lochea alba, pada hari keempat didapat lochea sanguilenta berwarna merah kekuningan, pada kunjungan hari kesembilan belas didapat lochea serosa berwarna kuning (Sukarni, 2013), sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan.

4. Kunjungan Neonatus

Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus dilakukan 3 kali kunjungan, yaitu pada 6 jam, 4 hari, dan 2 minggu. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Muslihatun (2010) yaitu kunjungan neonatus dilakukan sebanyak 3 kali yaitu KN-1 dilakukan 6-8 jam dan 3-7 hari, KN-2 dilakukan 8-28 hari.

Pada kunjungan 6-8 jam telah dilakukan pemeriksaan, hasil pemeriksaan berat badan 3130 gram, panjang badan 49 cm, lingkar kepala 35 cm, nadi 146 x/menit, pernapasan 40 x/menit, suhu 36,7 ºC, bayi telah BAK.

Pemeriksaan refleks fisiologis ditemukan bahwa tidak ada kelainan bayi

terhadap refleks. Pemberian ASI awal atau inisiasi menyusi dini (IMD) telah dilakukan.

Perawatan tali pusat bayi Ny. N berlangsung dengan baik. Ny. N tidak pernah memberikan apapun pada pusat bayi, pada hari ke-4 pusat bayi Ny.N telah lepas. Pada pemeriksaan hari ke-4 berat badan bayi mengalami kenaikan 150 gram dari berat lahir yaitu menjadi 3300 gram. Pada pemeriksaan hari ke-19 berat badan bayi mengalami kenaikan 400 gram dari berat sebelumnya pada kunjungan ketiga yaitu menjadi 3700 gram.

5. Keluarga Berencana (KB)

Tanggal 03 Mei 2017 Ny. N memilih menggunakan alat kontrasepsi kondom karena kondisi tekanan darah ibu tinggi. Ibu memilih metode Kb sederhana ini juga karena ibu sudah pernah menggunakan kb ini sebelumnnya, dan sudah paham dengan kerugian dan kekurangannya dapat disimpulkan secara keseluruhan klien dapat memilih metode kontrasepsi dengan tepat dan sesuai dengan kondisinya.

Dalam dokumen BAB V PEMBAHASAN (Halaman 160-172)

Dokumen terkait