komprehensifnya pemahaman pemangku kepentingan mengenai mekanisme dan prinsip-prinsip pengadaan tanah untuk pembangunan.
Selain itu bahasa peraturan perundang-undangan tidak mudah dipahami sehingga alurnya sering kali membingungkan instansi yang memerlukan tanah. Seharusnya memerlukan konsep yang dijadikan panduan pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum.
77
picang dan tidak cermat, sehingga menyebabkan efek buruk di belakang hari pasca pembuangan dan pengelolaan sampah beroperasi. Seyogyanya analisa dampak buruk lingkungan harus dilakukan sebelumnya.
Penyediaan lahan pembangunan menjadi kepentingan Negara dalam proses pembangunan, hadir guna menertibkan dan memfasilitasi kehidupan masyarakat dan alam. Juga menertibkan dan mengatur relasi aturan antar kehidupan masing-masing.
Lahan pengolahan sampah harus menghindari daerah-daerah rawan bencana alam. Seperti misalnya, tak berada di daerah patahan. Sehingga lokasi tersebut tidak hanya memenuhi prasyarakat hokum. Lebih dari itu ia harus memenuhi aspek geografis yang tidak rentan atau rawan bencana alam.
Masyarakat merasa perlu dan membutuhkan lokasi TPA untuk mengurangi dampak sampah, penumpukan sampah, dan menjaga kesehatan lingkungan. Meningat betapa dibutuhkannya TPA sebagai jawaban atas merebaknya sampah di hampir semua sektor daerah. TPA telah diatur dalam ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemda diberlakukan bahwa Pemda menjalankan tupoksi daerah dalam menjalankan fungsi kepemerintahan berbasis otonomi.
Institusi negara dalam hal ini pemerintah memiliki wewenang untuk mengatur fasilitas TPA sebagaimana ketentuan Pasal 6 UU No. 2 Tahun 2012 tentang ―Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum‖. Kemudian pada Pasal 8 Peraturan Presiden Nomor
71 Tahun 2012. Selanjutnya pada Pasal 47 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012. Termasuk di dalamnya pengadaan tanah untuk pembuangan dan pengelolaan sampah. Penyelenggaraan proses pengadaan tanah untuk pembuangan dan pengelolaan sampah merupakan kewenangan dari Gubernur selaku Pemerintah Daerah Provinsi. Berdasarkan aturan yang telah disebutkan sebelumnya, Gubernur bisa melaksanakan sendiri kewenagannya. Sebaliknya, Gubernur dapat melimpahkan kewenangan tersebut pada Bupati/Walikota.
Kebijakan pengadaan tanah secara umum ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang pengaadaan tanah untuk diterapkan dan digunakan tanpa kecuali di wilayah manapun dalam lingkup Negara Republik Indonesia. Kebijakan tersebut kenyataannya tidak sepenuhnya dijalankan dikarenakan terdapat keterbatasan yang dialami institusi atau lembaga yang terlibat dalam pengadaan tanah.
Kemudian adanya keterbatasan yang dihadapkan dengan kebutuhan pembangunan yang mendesak untuk dilaksanakan demi peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur terutama yang berhubungan dengan kepentingan umum. Inilah yang seringkali membuat institusi dilem dalam melaksanakan pengadaan tanah sehingga mengambil suatu kebijakan yang berbeda dengan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan.
2. Kesesuaian Pengadaan Tanah Untuk Tempat Pengelolaan Sampah dan Pembuangan Akhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
79
Pengadaan tanah bagi pembangunan demi kepentingan umum diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012, dilaksanakan sesuai dengan prinsip kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan, dan keselarasan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa negara dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan umum pihak yang berhak.
Pengaturan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dan peraturan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012 sebagaimana telah diubah terakhir dengan peraturan presiden Nomor 148 Tahun 2015 tentang peruba han keempat atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum serta peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang petunjuk teknis pelaksanaan pengadaan tanah. Berbeda dengan pengaturan pengadaan tanah sebelum diatur dalam undang-undang konsepsi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tidak menyinggung sama sekali terkait konsepsi pengadaan tanah. Undang-Undang memberikan jalan kepada pihak yang berhak semua keberatan yang berhak diselesaikan.
Dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum semua pihak yang terlibat dalam proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, ataupun masyarakat yang meminimalisir adanya ketidak sesuaian pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebaiknya saling memahami secara keseluruhan mengenai proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Hal ini dapat terlaksana jika ada proses sosialisasi berlangsung dengan baik.
Aktivitas pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, secara teoritik pada dasarnya menggunakan asas tertentu dan terbagi menjadi dua subsistem yakni pengadaan tanah oleh pemerintah karena kepentingan umum dan pengadaan tanah oleh pemerintah karena bukan kepentingan umum. Pengadaan tanah yang dilaksanakan melalui pembebasan hak atas tanah atau pelepasan hak atas tanah seringkali menimbulkan konflik. Konflik tersebut terjadi karena lemahnya regulasi yang ada. Sebelum adanya aturan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Regulasi tentang pengadaan tanah seharusnya dalam bentuk Undang-Undang yang memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat seluruh lapisan masyarakat yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
81
Hadirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dapat dikatakan menjadi kemajuan yang positif dibandingkan peraturan Pengadaan Tanah yang sebelumnya masih berlaku. Namun peraturan di tingkat pusat belum sepenuhnya dilaksanakan hingga ke daerah, sehingga dalam pelaksanaan Pengadaan Tanah belum sepenuhnya terlaksana. Hal ini terjadi karena kurangnya membentuk suatu regulasi yang mengatur perlindungan hukum terhadap para pemiliknya yang memiliki kepastian, kebermanfaatan, dan keadilan hukum dengan cara memenuhi berbagai keinginan dan kebutuhan para pemilik hak atas tanah tanpa adanya intimidasi, diskriminasi, karena semua warga negara semua sama dihadapan hukum.
Pembangunan yang baik, adalah pembangunan yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan. Ini berarti, dalam proses pembukaan lahan tak boleh terjadi kasus persekusi, kriminalisasi dan okupasi yang mengarah pada tindakan represif. Proses pembukaan lahan perlu mengedepankan pendekatan humanis dan persuasif karena dalam banyak agrarian, masyarakat rentan menjadi korban. Sehingga masyarakat tidak hanya kehilangan ruang hidupnya tapi juga akan kehilangan sejarah dan lahan kerjanya.
Maka Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum seharusnyaa sebagai arah kebijakan yang dibuat oleh pembentuk Undang-Undang dalam rangka
menjembatani kebutuhan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dan terselenggaranya pembangunan untuk kepentingan umum berusaha mewujudkan dalam rumusan substansi penting seperti kepentingan umum.
82 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
1. Kebijakan pengadaan tanah untuk tempat pengelolaan sampah harus berdasarkan asas dan prinsip Pengadaan Tanah sesuai dengan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2012 serta dengan kepatuhan pada regulasi yang berlaku. Kecermatan geografis dapat dipahami, tidak semua lokasi dapat dijadikan tempat pembuangan dan pengelolaan sampah. Terdapat syarat khusus yang wajib dipenuhi, seperti lokasi tanah tidak berada di wilayah patahan yang akan rentan terdampak bencana alam. Sedangkan kepatuhan pada regulasi adalah mengenai prosedur pembukaan lahan yang dipahami dari UU No. 2 Tahun 2012. Keduanya perlu sinkron untuk menghindari kerugian fisik dan moril; baik dari sisi lingkungan atau masyarakat.
Dengan mengedapankan prinsip dasar dalam pengadaan tanah : a. Demokratis
b. Adil c. Transparan
d. Menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia e. Musyawarah
2. Gagasan kesesuaian kebijakan tanah memiliki guna sosial yang mengandung dasar signifikan, terhadap argumentasi hukum terkait pendayagunaan tanah dengan meminta kesediaan masyarakat supaya memberikan sumber daya untuk pembangunan. Salah satunya untuk tempat pengelolaan sampah dan pembuangan akhir yang menggunakan 10
asas pengadaan tanah: a. Kemanusiaan, b. Keadilan, c. Kemanfaatan, d.
Kepastian, e. Keterbukaan, f. Kesepakatan, g. Keikutsertaan, h.
Kesejahteraan, i. Keberlanjutan, dan j. Keselarasan.