A. Analisis Fiqh Muamalah Terhadap Akad dalam Perjanjian Pemanfaatan Taman Selagalas Oleh PKL
Taman Selagalas merupakan Ruang Terbuka Hijau termasuk kategori sebagai aset publik, dalam Islam Taman sebagai aset publik yang tidak boleh dijarah, oleh individu, maupun kelompok manapun, selain itu ada beberapa aset publik milik umum, uang Negara, dan sektor pemerintah diantaranya:91 1. Rumah ibadah, balai pendidikan, balai pengobatan, rumah yatim piatu,
panti jumpo dan sejenisnya.
2. Jalan, jembatan, pelabuhan, fasilitas umum dan sejenisnya.
3. Proyek-proyek infrastuktur bagi masyarakat, misalnya listrik, air, tranfortasi, sanitasi, jalan, dan sejenisnya.
4. Tanah-tanah yang dialokasikan untuk kepentingan umum seperti taman bermain, lapangan dan ruang olahraga.
5. Barang tambang yang dieksplorasi dan tanah milik Negara.
6. Laut, sungai, mata air, dan saluran air.
7. Proyek-proyek yang bertipologi keamanan sosial
Bebagai macam aset publik di atas dapat di-qiyas kan dalam segala zaman dan tempat dalam wujud macam-macam yang sejenis. Islam mengakui kepemilikan pribadi dan kepemilikan umum, masing-masing memeiliki peran penting dalam kehidupan sehingga tidak tumpang tindih. Kepemilikan
91Skripsi Ratna Sari Dewi…, hlm 60
individu dapat mewujudkan kekuasaan pada seseorang terhadap kekayaan yang dimilikinya dengan menggunkan mekanisme tertentu sehingga menjadikan kepemilikan tersebut sebagai hak yang diberikan kepada seseorang. Sedangkan tujuan dari kepemilikan umum salah satunya adalah pelayanan yang mempunyai fungsi sosial yang harus dimiliki oleh semua manusia, baik yang tergolong kebutuhan primer atau tergolong kebutuhan lain.
Islam telah memperhatikan sisi ini, sebagaimana sabda rasulullah Saw “kaum muslimin bersekutu dalam tiga hal (barang) yaitu air, rumput dan api”92
Di dalam Islam, aset publik memiliki ciri khusus yang didedukasikan dari pendapat para fukaha atau para ulama yang membedakan dengan aset pribadi antara lain:93
1. Pemilik yang hakiki atas hal-hal yang termasuk dalam wilayah aset publik adalah Allah Swt. sebagaimana firman-Nya dalam suarah Al-Baqarah (2) ayat 29
uθèδ
“Ï % © ! $#
š
Y n=y{
Νä3s9
$¨Β
’Îû ÇÚö‘F{$#
$YèŠÏϑy_
§ΝèO
#“uθtGó™$#
’n<Î)
Ï!$yϑ¡¡9$#
£ßγ1 §θ|¡sù
yìö7y™
;N≡uθ≈yϑy™
4
uθèδuρ Èe≅ä3Î/
>óx«
×ΛÎ=tæ
∩⊄∪
“Dialah allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit.
Dan dia maha mengetahui segala sesuatu”
92Lukman hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam (Surakarta: Erlangga, 2012) hlm. 43
93Husain Husain Syahatah, Perlindungan aset Publik dalam Persfektif hukum islam, (Jakarta; Amzah, 2005), hlm 10.
2. Hak pemanfaatan dan ekspoitasi atas aset publik dimiliki secara berjamaan (bersama-sama) dalam asumsi mereka tersusun dari pemilik bagian yang masing-masing memiliki eksistensi kemanusiaan.
3. Semua manusia berhak memanfaatkan aset publik sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan melalui prinsip-prinsip dan syariat hukum Islam
Adapun solusi yang diperuntukkan di dalam hukum islam disini pemerintah harus menyediakan tempat yang layak dan pas untuk para PKL, tanpa dibebankan dengan membayar iuaran, akan tetapi apabila sudah tidak ada lagi tempat mencari nafkah sehingga memanfaatkan tempat-tempat yang seharusnya dilarang, apabila itu adalah jalan satu-satunya mencari rizki, maka islam memperbolehkan seperti yang sudah dijelaskan dalam ayat di atas dan di bawah ini.
Segala sesuatu yang tersedia di muka bumi ini diperuntukkan bagi para penghuninya. Dan Allah Swt. telah mengalokasikan sebagiannya untuk kemanfaatan seluruh manusia. Dalam hal ini Allas Swt. sebagai pemilik manusia hanya memberi rezeki, dan manusia wajib mencarinya sendiri di segala bumi akan tetapi harus dengan halan yang benar, jalan yang sudah di atur di dalam Islam, tidak keluar dari ajaran Islam supaya mendapatkan rizki yang barokah dan halal.
Saya menyimpulkan di dalam ayat di atas, Allah memberikan dan memperbolehkan memakai fasilitas umum, jikalau itu satu-satunya cara untuk berlangsungnya hidup orang itu sendiri akan tetapi ada batasan-batasan yang
harus diperhatikan, yang namanya fasilitas milik pemerintah dan tidak boleh dijadikan sebagai milik pribadi seperti menjadikan lapak tersebut sebagai tempat tinggal memanfaatkan trotoar yang dimiliki umum untuk menjajakan dagangannya.
Sarana maupun prasarana yang terdapat di taman selagalas seperti bangunan maupun fasilitas baik itu lapak maupun lokasi-lokasi yang digunakan oleh PKL merupakan milik pemerintah. Sebelum menggunakan tempat tersebut PKL terlebih dahulu melakukan perjanjian dengan kepala taman dengan mengisi formulir identitas pedagang dan menerangkan jenis jualan yang akan di perjual belikan
Dilihat dari proses akad pelaksanaan pemanfaatan taman kota Selagalas Sebagai sarana ekonomi yang dilakukan oleh Para pihak yang ingin memanfaatkan lapak yang sudah disiapkan oleh pemerintah yaitu tidak menggunakan akad sewa menyewa tetapi menggunakan akad pinjam meminjam atau dalam hukum islam disebut akad ariyah. Dengan tidak menggunakan sistem sewa tetapi kewajiban PKL hanya membayar retribusi sampah seikhlasnya yang dipungut oleh petugas kebersihan dalam satu kali seminggu. Kemudian kepala taman memberikan arahan berkaitan aturan- aturan yang harus ditaati oleh pedagang dan memberikan lokasi dan tempat untuk berdagang sesuai dengan tempat jenis jualan.
Akad ariyah adalah sebuah akad atau transaksi atas barang yang halal pemanfaatannya antara pemilik barang dan peminjam untuk menggunakan barang tersebut dalam hal-hal yang dihalalkan pula mengerjakannya serta
mengembalikannya dalam keadaan utuh.94 Akad ‘ariyah merupakan suatu perbuatan qurbah (pendekatan diri kepada Allah) dan sangat dianjurkan berdasarkan al-quran dan hadis. Ariyah sebagai pembolehan oleh pemiliknya atas barang yang dimanfaatkan oleh orang lain tanpa adanya ganti rugi atau imbalan, dimana dalam hukum islam disunahkan berdasarkan firman Allah surah Al-Maidah( 5) ayat 2”95
( #θçΡuρ$yès?uρ …..
’n?tã ÎhÉ9ø9$#
3“uθø)−G9$#uρ
(
Ÿωuρ (#θçΡuρ$yès?
’n?tã ÉΟøOM}$#
Èβ≡uρô‰ãèø9$#uρ
4
©!$#
…. (
∩⊄∪
“…Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusughan. “(QS. Al-Maidah ayat 2)
Allah memerintahkan umat islam untuk saling tolong menolong dalam mengerjakan kebaikan dan melarang untuk tolong menolong dalam keburukan.
Semua sarana dan prasarana taman merupakan milik pemerintah kota Mataram dibawah pengawasan Dinas Perkim Kota Mataram, Dinas Perkim memeberikan wewenang kepada kepala taman untuk mengawasi dan mengelola sarana dan prasarana dengan baik agar dimanfaatkan sebagai mestinya. Bagi para pedagang yang memanfaatkan lapak oleh pedagang sudah memenuhi rukun dan syarat. Kepala taman disini sebagai muir untuk meminjamkan lapak kepada para pedagang (must’ir) untuk dimanfaatkan
94Muhammad Harfin Zuhdi, Muqaronah…, hlm 171
95QS Al-ma’idah [5]: 2
untuk berdagang, dalam penggunaannya tidak ada batasan dan tidak dapat dipindah tangankan.
Sewa menyewa (ijarah) adalah suatu akad untuk mengambil manfaat dari barang tersebut dengan jalan penggantian sejumlah uang yang memiliki jangka waktu tertentu dan memiliki harga tertentu sesuai degan kesepakatan.
Akad ariyah jika dihubungkan dengan akad ijarah substansinya akadnya sama, yaitu sama-sama mengambil manfaat atas barang. Perbedaan keduanya, jika Akad ariyah pengambilan manfaat tanpa upah (sewa) kalau ijarah mengambil manfaat barang dengan upah (sewa). Akad Ariyah sebagai realisasi dari interaksi sosial kemasyarkatan yang bersifat Tabarru’ atau kebaikan seperti pinjam meminjam barang yang dibutuhkan antara sesama orang maupun tetangga tanpa ada niat untuk mencari keuntungan yang didasari oleh rasa persaudaraan dan tolong menolong.96
B. Analisis Evektifitas Pelaksanaan Akad Para Pihak dalam Pemanfaatan Taman Selagalas Oleh PKL
Efektivitas hukum adalah suatu kemapuan hukum untuk menciptakan atau melahirkan keadaan atau situasi yang dikehendaki oleh hukum atau diharapkan oleh hukum. Efektivitas disini artinya bagaimana peraturan itu di taati dan apakah sudah tercapainya tujuan tersebut. Suatu produk hukum dapat dikatakan efektif apabila produk hukum tersebut telah dilaluka atau dilaksanakan dalam prakteknya. Seperti dalam aturan-aturan atau larangan yang telah ditentukan oleh koordinator taman berkaitan dengan ketertiban PKl
96Hanin, Fiqh Muamalah)…, hlm 159
di taman selagalas serta perda No. 10 Tahun 2015 Tentang larangan pedagang kaki lima yang menjadi dasar hukum dalam akad pemanfaatan aset ekonomi oleh Pedagang Kaki Lima di Taman Selagalas. Dalam praktiknya pedagang Kaki Lima belum sepenuhya menaati aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah maupun aturan-aturan yang ditetapkan oleh Kepala Taman.
Dilihat dari beberapa pelanggaranan dan keterangan dari Kepala Taman dan beberapa pengunjung pelaksanaan akad yg dilakukan oleh para pihak sepenuhnya belum efektif dikarenakan ada beberapa faktor yang berkaitan dengan mengapa tidak efektifnya sesuai teori yang telah dijelaskan oleh sojono Soekanto yaitu:
1. Faktor hukum itu sendiri yaitu belum ada UU atau perda yang mengatur secara khusus berkaitan dengan penataan PKL yang berada di kawasan RTH khususnya untuk kategori Pertamanan atau Taman Kota, selain itu dengan akad yang digunakan secara lisan yang dilakukan oleh para pihak dalam pemanfaatan taman sebagai sarana ekonomi, sehingga dalam akad tersebut kadang trejadi ketidakjelasan dari arti kata-kata perjanjian yang mengakibatkan kesimpangsiuran terhadap penafsiran dalam akad tersebut.
yang dimana orang yang meminjam (mustair) kadang orang-orang yang sudah lanjut usia atau pendikannya kurang sehingga dalam pemahaman tentang hukum belum sepenuhnya mengerti.
2. Faktor penegakan hukum, dimana yang berperan disini yaitu semua aparat yang berwenang yang dimulai dari pejabat-pejabat yang mempunyai kewenangan atas aset publik dalam hal disini yang dimaksud yaitu
pemerintah daerah, Dinas Perkim serta jajaran yang dibahwanya khsusnya Kepala Taman dan perangkat daerah lainnya yang memiliki kewenangan atas Taman selagalas. dimana para pejabat disini kurang tegas dalam menunjukkan tugas dan tanggung jawabnya dalam mengurus khususnya dalam penataan PKL.
3. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum, sarana dan fasilitas yang mendukung merupakan faktor yang sangat berpengaruh demi terpenuhinya tujuan yang ngin dicapai efektifnya pelaksanaan tersebut, dimana dalam hal ini yang dimaksud dengan sarana dan fasilitas yaitu adalah pendukung yaitu aparat yang berwenang untuk memberikan arahan dan teguran sesuai dengan prosedur dengan penegasan dan tindakan yang harus dilakukan berkaitan dengan di turunkannya Satpol PP selain itu kemudian fasilitas yang kurang memadai seperti lapak atau los yang kurang dan lokasi yang diperuntukkan kurang strategis dengan dilihat dari banyaknya pedagang.
4. Faktor masyarakat, masyarakat disini sangat berpengaruh dan memiliki peran sangat penting demi efektifnya suatu tujuan itu dicapai dimana masyarakat khusunya para PKL tidak menyadari aktifitas yang mereka lakukan melanggar atau mengganggu ketertiban yang lain dengan tidak mentaati aturan yang berlaku.
5. Faktor kebudayaan, faktor kebudayaan disini dimana para PKL beranggapan bahwa semua yang dilakukan merupakan cerminan dari sesuatu yang dianggap sudah menjadi kebiasaannya dari dulu sepert
halnya para PKL beranggapan bahwa dimana ada kegiatan ekonomi, transaksi jual beli seperti dipasar harus terlihat ramai begitu juga dengan kegiatan jual beli di Taman Selagalas.
Kelima faktor tersebut saling berkaitan satu sama lainnya, faktor tersebut merupakan tolok ukur untuk mewujudkan daripada efektivitas penegakan hukum. Dalam hal tersebut apabila dikaitkan dengan produk hukum dalam hal ini perda no. 5 tahun 2010 tentang larangan pedagang kaki lima dan aturan maupun larangan-larangan yang telah dibuat oleh kepala taman dalam rangka mewujudkan tujuannya maka ketidakefektifan pelaksanaan perda tersebut dalam akad pemanfaatan aset ekonomi oleh Pedagang kaki Lima disebabkan oleh faktor-faktor tersebut.
Selai itu terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi ketidak patuhan Pedagang Kaki Lima terhadap aturan yang berlaku yaitu:
a. Faktor ekonomi
Faktor pertama yang mempengaruhi pedagang kaki lima terhadap ketidakpatuhan terhadap aturan-aturan pemerintah yaitu faktor ekonomi dimana para pedagang sebagian besar ekonomi yang dimiliki sangat minim atau masih dikatakan rendah. Untuk itu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari berdagang adalah salah satunya penghasilan yang dimiliki apabila usaha yang dijual tidak lancar karena sarana yang diperuntukkan untuk berdagang tidak starategis memberikan alasan para pedagang untuk memilih tempat sendiri dikarenakan penghasilan yang didapatkan di lokasi
yang diperuntukkan terlalu jauh dari kerumunan pembeli mengakibatkan kurangnya pendapatan dan terhabatnya ekonomi.
b. Kurangnya kesadaran dan kepatuhan oleh Pedagang Kaki Lima
Kurangnya kesadaran dan kepatuhan akan hukum yang dimiliki oleh Pedagang Kaki Lima sangat tinggi. Kesadaran hukum dibentuk karena bebrapa indikator
1) pengetahuan hukum
Sebagian besar masyarakat yang berjualan rata-rata pendidikan kurang sehingga pengetahuan akan aturan hukum yang dimiliki oleh Pedagang Kaki Lima sangat rendah.
2) Pemahaman hukum
Indikator yang kedua yaitu pemahaman akan hukum tersebut Pemahaman Pedagang Kaki Lima tentang Peraturan Daerah baik dalam tata pelaksanaannya serta tentang pelanggaran yang diperbuatnya sangatlah minim atau bahkan tidak tau. Banyaknya Pedagang Kaki Lima yang rata-rata usiaya tidak muda begitu juga dengan pendidikannya yang sangat kurang. Dengan keterbatasan pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki oleh PKL perlu adanya sosialisasi.
pemerintah daerah harus turun tangan memberikan sosialisasi tentang Peraturan Daerah yang dilanggar oleh Pedagang kaki Lima, serta memberikan arahan tentang alasan Pedagang kaki Lima tidak diperbolehkan untuk berjualan di area tersebut. Dan memberikan
pilihan untuk relokasi tempat berjualan kepada Pedagang Kaki Lima dan memberikan lokasi yang strategis.
Dengan diadakannya sosialisasi para Pedagang kaki Lima mengetahui adanya peraturan daerah yang mengatur tentang larangan- larangan yang tidak boleh dilakukan oleh Pedagng kaki lima serta memahami isi yang dimaksud khususnya dalam perda Nomor 10 Tahun 2015 tentang larangan-larang Pedagang Kaki Lima khususny di Taman selagalas Kecamatan Sandubaya Kota Mataram. Untuk itu bagaimana bisa Pedagang kaki Lima tidak bisa memahami peraturan daerah yang berlaku apabila aturan tersebut juga tidak diketahui oleh Pedagang Kaki Lima
3) Sikap hukum
begitu juga dengan menyikapi hukum yang berlaku apabila hukum itu sendiri tidak diketahui oleh PKL bagaimana PKL sendiri menyikapi aturan-aturan yanga ada.
4) Pola perilaku hukum
pola perilaku hukum ini merupakan cerminan dari seseorang pedagang berkaitan hukum itu diketahui oleh para pedagang maupun para pengunjung berkaitan dengan aturan-aturan yang tidak boleh dilakukan dan yang boleh dilakukan.
Pada umumnya orang berpendapat bahwa kesadaran warga masyarakat terhadap hukum yang tinggi mengakibatkan warga masyarakat mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebaliknya, apabila kesadaran masyarakat terhadap hukum rendah, derajat kepatuhannya juga rendah. Pernyataan yang demikian berkaitan dengan fungsi hukum dalam masyarakat atau efektivitas dari pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum dalam masyarakat.
Masalah kesadaran hukum dalam masyarakat sebenarnya menyangkut faktor-faktor apakah suatu ketentuan hukum tertentu diketahui, dipahami, ditaati, dan dihargai. Bila warga mesyarakat hanya mengetahui adanya suatu ketentuan hukum, maka taraf kesadaran hukumnya lebih rendah dari mereka yang memahaminya dan seterusnya.
Tingkat kesadaran hukum sangat berkaitan dengan pengetahuan hukum, pemahaman hukum serta pengharapan terhadap hukum.97
c. Kurang tegasnya pemerintah dalam menangani pelanggaran yang dilakukan Pedagang Kaki Lima
Kurang tegasnya Pemerintah Daerah dalam menangani pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh para pedagang, hal tersebut sudah dilakukan hanya sekedar teguran dan tidak ada tindakan yang dilakukan oleh pemerintah berkaitan dengan penataan taman kota sebagai tempat rekreasi dan edukasi. Ketegasan pemerintah disini sangat berarti karena dengan teguran lisan pun tidak akan bisa menyelesaikan masalah tanpa adanya tindakan langsung dari aparat yang berwenang.
97Ria Ayu Novita, Efektivitas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasi. Tanah pertanian(tanah kering di desa bringing, kecamatan bayan, pruworejo), volume 6, nomor 2, tahun 2017
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan
Pembahasan mengenai analasis Fiqh Muamalah terhadap Perjanjian Pemanfaatan Taman Selagalas Kecamatan Sandubaya Kota Mataram Oleh Pedagang Kaki Lima telah diuraikan di atas dalam bab sebelumnya, dari uraian tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1. Bentuk akad yang digunaka dalam perjanjian pemanfaatan taman selagalas oleh Pedagang Kaki Lima menggunakan tinjauan fiqh muamalah maka penulis dapat menyimpulkan, PKL yang menggunakan lapak maupun lokasi yang diperuntukkan untuk berdagang yaitu menggunakan akad ariyah atau dengan sistem pinjam meminjam, dan hal tersebut sudah dibenarkan dalam pandangan hukum islam. berkaitan dengan proses akad tersebut sudah sesuai dengan rukun dan syarat dalam ketentuan pemanfaatan barang.
2. Dalam menganalisis efektivitas pelaksanaan akad para pihak dalam perjanjian pemanfaatan taman Selagalas Kecamatan Sandubaya oleh PKL belum sepenuhnya efektif dapat diklasifkasikan sebagai berikut
a. Ada yang efektif..
Dalam pelaksanaan akad yang dilakukan oleh para pihak ada yang efektif seperti setiap PKL diwajibkan untuk membayar retribusi kebersihan untuk setiap sekali seminggu hal tersebut sudah dibilang efektif karena berdasarkan keterangan dari beberapa pedagang dan
petugas kebersihan tidak ada yang sampai yang menunggak atau tidak membayar walaupun itu hanaya 2.000 rupiah saja.
b. Ada yang tidak efektif
Ada beberapa pelaksanaan akad tersebut tidak efektif yang dilakukan oleh para pihak yaitu dilihat dari sisi tempat, dimana para pedagang yang sudah mempunyai lapak seharusnya digunakn sebagai berdagang malah menjadikan lapak sebagai tempat tinggal, bahkan sampai membuat kilometer sendiri dan menetap selama bertahun tahun. Hal tersebut kurangnya kesadaran akan hukum dan kurang tegasnya para aparat yang berwenang selain itu ada beberapa pedagang yang menggunakan trotoar untuk pejalan kaki dan fasilitas umum lainnya seperti lapangan basket untuk berdagang.
c. Ada yang kurang efektif
Dilihat dari kurang efektifnya yaitu dimana dilihat dari segi pemanfaatan sarana yang seharusnya tidak boleh digunakan oleh pedagang malah digunakan seperti mengambil air bersih di tempat wudhu yang seharusnya hal tersebut sudah menjadi konsekuensi bagi para pedagang untuk membwa air bersih dari rumah sebgai kebutuhan untuk berdagang. Selain itu dilihat dari sisi kebersihannya taman kurang bersih sehingga dalam pelaksanaan akadnya dibilang kurang efektif.
Dalam efektifnya pelaksanaan akad yang dilakukan oleh para pihak sehingga dapat dikategorikan menjadi tiga kategori diatas dikarenakan
karena beberapa faktor yaitu Faktor ekonomi, kurangnya kesadaran dan kepatuhan oleh PKL dan kurang tegasnya pemerintah dalam menangani pelanggaran yang dilakukan oleh PKL.
B. Saran.
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Kepala Taman beserta Lurah maupun kepala kampung memaksimalkan kerjasamanya untuk menurunkan Polisi Pamong Praja Kota mataram Untuk memaksimalkan kerjasamanya didalam penertiban pedagang kaki Lima. Dan mendalami tugas masing-masing, seperti kepala Taman melakukan negosiasi dengan Pedagang kaki Lima untuk tidak memberikan Pedagang Kaki Lima menggunakan trotoar pejalan kaki dan memberikan sosialisasi berkaitan dengan peraturan daerah yang mengikat serta tugas Polisi Pamong Praja dalam melakukan penertiban Pedagang Kaki Lima.
selain itu kurangnya lapak yang disediakan oleh pemerintah apabila dilihat dari banyaknya Pedagang Kaki Lima.
2. Memebatasi masuknya pedagang karna tidak sesuai dengan kapasitas lapak yang sudah ada khusunya pada akhir pekan dengan jumlah pedagang yang pada hari biasa melonjak drastis pada hari sabtu dan minggu yang biasanya berjumlah kurang lebih 20 menjadi lebih dari 70 pedagang.
3. Pemerintah dan masyarakat diharapkan agar bekerja sama dalam hal penertiban PKL. Terkadang memang sebagian masyarakat terbantu dengan adanya PKL didekat area yang tidak diperbolehkan. Akan tetapi untuk
kepentingan bersama agar terjalin lingkunga yang bersih, rapid an teratur dan tidak mengganggu ketetiban umum, maka harus dilakukan penertiban dan dibutuhkan kerjasama antara aparat pemerintah dan masyarakat sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Arsip Dokumen Profil Kelurahan Selagalas Kecamatan Sandubaya Kota Mataram Asep Saepudin Jahar DKK, Hukum Keluarga, Pidana & Bisnis: Kajian
Perundang-undangan Indonesia, Fikih dan Hukum Internasional, (Jakarta:
Kencana, 2013),
Dinas Parawisata Kota mataram, Taman Selagalas, dalam http://dispar.mataramkota.go.id,
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:
Alfabeta, 2014),
Ellya Rosana, “Kepatuhan Hukum Sebagai Wujud Kesadaran Hukum Masyarakat”, TAPIs, Vol. 10, Nomor 1, Januari-Juni 2014,
Harris Y.P. Sibuea, “Penegakan Hukum Pengaturan Minuman Beralkohol”, Vol.
7, Nomor 1, Juni 2016,
Helaluddin dan Hengki Wijaya, Analisis Data Kualitatif: Sebuah Tinjauan Teoti
&Praktik, (Sekolah Tinggi Theologia Jaffray 2019), Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Press, 2008),
Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta:
Kharisma Putra Utama Offset, 2011),
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara. 2014),
Lisa Angrayni dan Yusliati, Efektivitas Rehabilitasi Pecandu Narkotika Serta Pengaruhnya Terhadap Tingkat Kejahatan di Indonesia, (Ponorogo:
Uwais Inspirasi Indonesia, 2018),
Lukman hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam (Surakarta: Erlangga, 2012).
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana Premada Media Group, 2013), cet, ke-1.
Muahammad Harfin Zuhdi, Muqaronah Fiqh Mu’amalah, (Cakranegara Mataram:
Sanabil, 2017),
Muhamad Muhdayani, Pelanggaran Pada Nomor 06 Tahun 2012 Tentang Ketertiban Umum Oleh Pedagang Kaki Lima di Lapangan Muhajirin Praya dalam Perspektif Hukum Islam,UIN Mataram, 2018
Muslihun Muslim, Fiqh Ekonomi, (Mataram: LKIM IAIAN Mataram),
Otje Salman, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris, (Bandung:
Alumni, 1993),
Peraturan Daerah Kota Matram Nomor 10 Tahun 2015 tentang Pedagang kaki Lima
Pulun Putra Perdana, Pemanfaatan Taman Kota Menadi Tempat berjualan Pedagang Musiman Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Pada Taman Ham Tebiu kota Liwa Lampung Barat), (Skripsi, FS UIN Raden Intan Lampung, Lampung 2020).
Ratna Sari dewi, Implementasi PERDA Loteng Nomor 06 Tahun 2012 Terhadap Penggunaan Area Publik Sebagai Lapak Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Praya Ditinjau dari Konsep Mashlaha, UIN Mataram, 2018.
Reni Faula Agusni, Perbandingan sosial ekonomi pedagang kaki lima sebelum dan sesudah pembangunan taman kota di kota pariaman, 2016,
Ria Ayu Novita, Efektivitas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang perjanjian bagi hasi. Tanah pertanian(tanah kering di desa bringing, kecamatan bayan, pruworejo), volume 6, nomor 2, tahun 2017 Salim, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2014),
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif dan Kuantitatif dan R&D, (Bandung, ALFABETA, 2018),
Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2006),
T.M. Hasbi Ash-shidiqy, Pengantar Fiqh Muamalah, (Jakarta; Bulan Bintang, 198),