• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS ............................................................................. 12-30

B. Pembinaan Akhlak Anak Perspektif Islam

Istilah pembinaan akhlak terdiri dari dua kata yaitu pembinaan dan akhlak.

Oleh karena itu akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai pembinaan dan pengertian akhlak. Pembinaan secara etimologi berasal dari kata bina. Pembinaan adalah proses, pembuatan, cara pembinaan, pembaharuan, usaha dan tindakan atau kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan baik.35

Menurut Ahmad Tanzeh Pembinaan juga dapat diartikan sebagai: “bantuan dari seseorang atau sekelompok orang yang ditujukan kepada orang atau sekelompok orang lain melalui materi pembinaan dengan tujuan dapat mengembangkan kemampuan, sehingga tercapai apa yang diharapkan.36

Kata akhlak berasal dari kata khaluqa yang berarti lembut, halus dan lurus;

dari kata khalaqa yang berarti bergaul dengan akhlak yang baik juga dari kata takhalaqa yang berarti watak. Akhlak ialah kesatriaan, kebiasaan, perangai dan watak.37

34Wakirin, Wanita Karir dalam perspektif Islam, Jurnal Pendidikan Islam Al-I‟tibar, (vol.4, No.1), 2017, hlm.5

35http://kbbi.web.id/bina, diakses pada tanggal 30 juni 20, pukul 15.59

36Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta: Teras, 2009),hal.144

37Audah Mannan, Pengantar Studi Aqidah dan Akhlak (Cet. II; Makassar: Alauddin Press, 2011), h. 236.

Berkaitan dengan pengertian khuluq yang berarti agama, Al-Fairuzzabadi berkata, “ketahuilah, agama pada dasarnya adalah akhlak. Siapa memiliki akhlak mulia, berarti kualitas agamanya pun mulia. Agama diletakkan di atas empat landasan akhlak utama, kesabaran, memelihara diri, keberanian dan keadilan”.38

Dengan demikian, secara terminologis pengertian akhlak adalah tindakan yang berhubungan dengan tiga unsur penting, yaitu sebagai berikut:

a. Kognitif, yaitu dasar manusia melalui potensi intelektualitasnya.

b. Afektif, yaitu pengembangan potensi akal manusia melalui upaya menganalisis berbagai kejadian sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan.

c. Psikomotorik, yaitu pelaksanaan pemahaman rasional ke dalam bentuk perbuatan yang konkrit.39

Sedangkan pengertian akhlak menurut ulama akhlak, antara lain sebagai berikut:

a. Pertama, ilmu akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia, lahir dan batin.

b. Kedua, ilmu akhlak adalah pengetahuan yang memberikan pengertian baik dan buruk, ilmu yang mengatur pergaulan manusia dan menentukan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.40

Definisi akhlak menurut aspek terminologi, beberapa pakar mengemukakan definisi sebagai berikut:

38Rosihon Anwar dan Saehudin, Akidah Akhlak (Bandung: CV PUstaka Setia, 2016), h. 256.

39Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid, Ilmu Akhlak (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), h. 15.

40Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), h. 206.

22

a. Imam al-Ghazali, akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dulu).

b. Ibn miskawaih, akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dulu).

c. Abdul Karim Zaidan, akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya.41

Akhlak merupakan salah satu hal yang paling penting sebagai bekal kehidupan manusia, sebab walaupun seseorang memiliki intelektualitas yang baik, namun apabila tidak diimbangi dengan akhlak yang mulia, maka yang muncul hanyalah permasalahan bagi orang tersebut, maupun bagi lingkungan di sekitarnya.

Sumber ajaran akhlak adalah Alquran dan hadis. Tingkah laku Nabi Muhammad saw. Merupakan contoh atau suri teladan bagi ummat manusia semua.42

Dalam kaitan pembagian akhlak ini, Ulil Amri Syafri mengutip pendapat Nashiruddin Abdullah yang menyatakan bahwa:

Secara garis besar dikenal dua jenis akhlak; yaitu akhlaq al karimah (akhlak terpuji), akhlak yang baik dan benar menurut syariat Islam, dan akhlaq al mazmumah (akhlak tercela), akhlak yang tidak baik dan tidak benar menurut syariat Islam. Akhlak yang baik dilahirkan oleh sifat-sifat yang baik pula, demikian sebaliknya akhlak yang buruk terlahir dari sifat yang buruk. Sedangkan yang

41Indo Santalia, Akhlak Tasawuf (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2011), h. 1

42Zakiah Darajat, Remaja Harapan dan Tantangan, (Cet. II; Jakarta: Ruhama, 1995), h. 49.

dimaksud dengan akhlaq al mazmumah adalah perbuatan atau perkataan yang mungkar, serta sikap dan perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat Allah, baik itu perintah maupun larangan-Nya, dan tidak sesuai dengan akal dan fitrah yang sehat.43

Memahami jenis akhlak seperti yang disebutkan di atas, maka dapat difahami, bahwa akhlak yang terpuji adalah merupakan sikap yang melekat pada diri seseorang berupa ketaatan pada aturan dan ajaran syariat Islam yang diwujudkan dalam tingkah laku untuk beramal baik dalam bentuk amalan batin seperti zikir dan doa, maupun dalam bentuk amalan lahir seperti ibadah dan berinteraksi dalam pergaulan hidup ditengah-tengah masyarakat. Sedangkan akhlak yang tercela adalah merupakan sikap yang melekat pada diri seseorang, berupa kebiasaan melanggar ketentuan syariat ajaran Islam yang diujudkan dalam tingkah laku tercela, baik dalam bentuk perbuatan batin seperti hasad, dengki, sombong, takabur, dan riya, maupun perbuatan lahir seperti berzina, menzholimi orang lain, korupsi dan perbuatanperbuatan buruk lainnya. Sedangkan menurut Aminuddin akhlak terbagi pada dua macam yaitu akhlak terpuji (akhlakul mahmudah) dan akhlak tercela (akhlakul madzmumah).

a. Akhlak Terpuji Akhlak terpuji adalah sikap sederhana yang lurus sikap sedang tidak berlebih-lebihan, baik perilaku, rendah hati, berilmu, beramal, jujur, tepat janji, istiqamah, berkemaan, berani, sabar, syukur, lemah lembut dan lain-lain.

b. Akhlak Tercela Akhlak tercela yaitu semua apa-apa yang telah jelas dilarang dan dibenci oleh Allah swt yang merupakan segala perbuatan yang bertentangan dengan akhlak terpuji.44

43Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al Quran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hal. 74-75.

24

Dari pemaparan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa akhlak terbagi atas dua bagian yang mana akhlak terpuji yaitu semua perbuatan-perbuatan baik yang diperintahkan dan disenangi Allah begitu sebaliknya terhadap akhlak tercela yaitu perbuatanperbuatan yang dilarang dan dibenci Allah Swt. Dengan demikian akhlak yang baik akan memberikan pengaruh pada pelakunya begitu juga sebaliknya dengan akhlak tercela.

2. Tujuan dan Manfaat Membina Akhlak

Melihat dari segi tujuan akhir ibadah adalah pembinaan takwa. Bertakwa mengandung arti melaksanakan segala perintah agama dan meninggalkan segala larangan agama. Ini berarti menjauhi perbuatan-perbuatan jahat dan melakukan perbuatan-perbuatan baik (akhlakul karimah). Perintah Allah ditunjukan kepada perbuatan-perbuatan baik dan larangan berbuat jahat (akhlakul madzmumah). Orang bertakwa berarti orang yang berakhlak mulia, berbuat baik dan berbudi luhur.

Di dalam pendekatan diri kepada Allah, manusia selalu diingatkan kepada hal-hal yang bersih dan suci. Ibadah yang dilakukan semata-mata ikhlas dan mengantar kesucian seseorang menjadi tajam dan kuat. Sedangkan jiwa yang suci membawa budi pekerti yang baik dan luhur. Oleh karena itu, ibadah di samping latihan spiritual juga merupakan latihan sikap dan meluruskan akhlak. 45

Pada dasarnya, tujuan pokok akhlak adalah agar setiap Muslim berbudi pekerti, bertingkah laku, berperingai yang baik sesuai dengan ajaran Islam. Pada dasarnya ibadah-ibadah inti dalam Islam memiliki tujuan pembinaan akhlak mulia.

Shalat bertujuan mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan tercela; disamping

44Aminuddin, dkk, Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Graha Ilmu, 2006), hal. 96.

45M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Alquran (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2007), h. 5.

bertujuan menyucikan harta, zakat juga bertujuan menyucikan diri dengan memupuk kepribadian mulia dengan cara membantu sesama, puasa bertujuan mendidik diri untuk menahan diri dari berbagai syahwat, haji bertujuan diantaranya memunculkan tenggang rasa dan kebersamaan dengan sesama.46

Tujuan akhlak secara umum agar tercipta kehidupan masyarakat yang tertib, damai harmonis, tolong menolong, dan tertib. Orang yang berakhlak akan disukai oleh Allah, oleh Rasul-Nya, oleh sesame masyarakat dan makhluk Tuhan lainnya.

Dengan demikian ia akan diridhai oleh Allah swt, Ia kelak akan mendapatkan balasan pahala di akhirat, dan diberikan berbagai kemudahan dalam hidupnya.

Orang yang berakhlak kepada Allah misalnya dengan senantiasa bertaqwa, maka Allah akan memberikan kemudahan di dunia dan balasan surga di akhirat.47 Allah berfirman dalam QS. at-Thalaq “…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar.48

3. Metode dalam Pembinaan Akhlak a. Metode Keteladanan

Metode keteladanan merupakan metode dalam menanamkan nilai-nilai akhlak yang sangat berpengaruh dalam akhlak mulia, sehingga Rasulullah saw.

diutus oleh Allah swt. Ke dunia untuk menyampaikan risalah samawi kepada umat manusia. Rasulullah saw. adalah sebagai seorang pendidik yang mempunyai sifat- sifat luhur, baik spiritual, akhlak maupun intelektual sehingga umat manusia meneladani akhlaknya.

46Rosihon Anwar dan Saehudin, Akidah Akhlak (Bandung: CV PUstaka Setia, 2016), h. 265.

47Nur Khalisa Latuconsinah, Aqidah Akhlak Kontenporer (Makassar: Alauddin University Press, 2014), h. 118.

48Kementerian Agama RI, Al-Hikmah Alquran dan Terjemahnya, h. 558.

26

b. Metode dengan Adat Kebiasaan

Metode dengan adat kebiasaan maksudnya bahwa pada diri anak sudah terdapat diri fitrah atau tauhid yang murni, agama yang benar dan iman kepada Allah swt. ini artinya, dalam proses penanaman nilai-nilai akhlak mulia pada anak hendaknya dilakukan dengan tetap membiasakan anak untuk terus menerus melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan fitrah manusia yang suci sejak dilahirkan.

c. Metode Pemberian Nasehat

Membina dengan nasehat merupakan membina dengan memberikan nasehat- nasehat yang didalamnya mengandung nilai-nilai akhlak mulia. Ini disebabkan karena nasehat dan petuah memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membentuk kesadaran anak akan hakikat sesuatu, mendorong anak menuju harkat dan martabat yang luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam.

d. Metode dengan Memberikan Perhatian/Pengawasan

Menanamkan nilai-nilai akhlak mulia pada anak dilakukan dengan senantiasa mencurahkan perhatian penuh dan mengikuti perkembangan aspek akidah dan moral pada anak, mengawasi dan memerhatikan kesiapan mental dan sosialnya, disamping selalu bertanya tentang pendidikan jasmani dan kemampuan ilmiahnya.

e. Metode Hukuman

Membina dengan hukuman merupakan metode membina yang menekankan kedisiplinan dan menanamkan rasa tanggung jawab pada diri anak oleh orang tua.

Pemberian hukuman yang dimaksudkan bukan didasarkan atas dasar kekerasan dan tindakan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Metode yang dipakai dalam

hal ini yaitu lemah lembut dan kasih sayang, menjaga tabiat anak yang salah dengan menggunakan hukuman serta dalam upaya pembenahan, hendaknya dilakukan secara bertahap dari yang paling ringan hingga paling keras.49

Sedangkan pendapat lain juga mengungkapkan bahwa ada enam metode dalam menanamkan nilai-nilai akhlak pada anak yaitu sebagai berikut:

1) Metode Keteladanan

Metode keteladan adalah suatu metode pendidikan yang dilakukan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada anak, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Keteladanan merupakan salah satu metode pendidikan yang diterapkan Rasulullah dan paling banyak pengaruhnya terhadap keberhasilan menyampaikan misi dakwahnya.

2) Metode Pembiasaan

Pembiasaan menurut M.D Dahlan seperti dikutip oleh Hery Noer Aly merupakan proses penanaman kebiasaan, sedangkan kebiasaan (habit) ialah cara-cara bertindak yang persistent, uniform dan hampir-hampir otomatis (hampir tidak disadari oleh pelakunya). Pembiasaan tersebut dilakukan untuk membiasakan pada tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan pola pikir dengan tujuan untuk mempermudah melakukan sesuatu.50

3) Metode Memberi Nasehat

Abdurrahman al-Nahlawi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan nasehat adalah penjelasan kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan untuk menghindarkan orang yang dinasehati dari bahaya serta menunjukkan kejalan yang mendatangkan

49 Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), h. 178

50 Audah Mannan, Pengantar Studi Aqidah dan Akhlak (Cet. II; Makassar: Alauddin Perss, 2011), h. 268.

28

kebahagiaan dan manfaat. Dalam metode ini, pendidik biasanya menggunakan kisah- kisah qurani, baik kisah Nabawi umat terdahulu yang banyak mengandung pelajaran yang dapat dipetik.

4) Metode Motivasi dan Intimidasi

Penggunaan metode motivasi sejalan dengan apa yang ada dalam psikologi belajar sebagai Law Of Happines atau prinsip yang menggunakan suasana menyenangkan dalam belajar. Sedangkan metode intimidasi dan hukuman baru digunakan apabila metode-metode lain seperti nasehat, petunjuk dan bimbingan tidak berhasil untuk mewujudkan tujuan.

5) Metode Persuasi

Metode persuasi adalah meyakinkan peserta didik tentang suatu ajaran dengan kekuatan akal. Penggunaan metode persuasi didasarkan atas pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal. Artinya, Islam memerintahkan kepada manusia untuk menggunakan akalnya dalam membedakan antara yang benar dan salah atau yang baik dan buruk.

6) Metode Kisah

Metode kisah merupakan salah satu upaya untuk mendidik anak agar mengambil pelajaran dari kejadian dimasa lampau. Apabila kejadian tersebut kejadian yang baik, maka harus diikutinya. Sebaliknya, apabila kejadian tesebut merupakan kejadian yang bertentangan dengan agama Islam, maka harus dihindari.51

Keberhasilan dalam menanamkan nilai-nilai akhlak juga dipengaruhi oleh beberapa komponen yang dapat dilihat melalui metode berikut:

a) Metode Latihan dan Pembiasaan

51 Audah Mannan, Pengantar Studi Aqidah dan Akhlak , h. 270.

Metode ini adalah cara memberikan latihan-latihan terhadap suatu yang baik, kemudian untuk melakukannya. Pembiasaan juga merupakan metode yang digunakan untuk melatih jiwa agar terbiasa melakukan hal-hal baik melalui kegiatan keagamaan rutin tersebut menjadi kegiatan yang kelak menjadi kegiatan rutin yang dilakukan secara sadar diri tanpa perintah atau paksaan.

b) Metode Keteladanan

Membina melalui keteladanan adalah membina dengan cara memberikan contoh-contoh konkrit kepada seseorang. Maka dari itu, orang tua harus memiliki kepribadian, sikap dan cara hidup yang baik, bahkan cara berpakaian, cara bergaul, cara berbicara dan menghadapi setiap masalah yang secara langsung tidak tampak hubungannya dengan pengajaran, namun dalam pembinaan pribadi individu hal itu sangat berpengaruh.52

c) Metode Melalui Pemberian Petunjuk dan Nasehat

Membina melalui petunjuk dan nasehat yaitu dengan cara mempergunakan petunjuk, nasehat, menyebutkan manfaat dan bahaya-bahayanya, kemudian individu dijelaskan hal yang bermanfaat dan yang tidak, menentukan kepada amal-amal baik, mendorong mereka berbudi pekerti yang tinggi dan menghindari hal-hal yang tercela.

Berdasarkan uraian di atas jelaslah, bahwa terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam menanamkan nilai-nilai akhlak pada anak yang dapat dimulai dari diri sendiri serta dimulai dari hal-hal yang kecil misalnya saja dengan keteladanan karena anak-anak cenderung mengikuti apa yang ia lihat sehingga orang tua perlu memberikan teladan yang baik bagi anak.

52 Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama (Cet. XVII; Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2005), h. 68

30

C. Peran Wanita Karir dalam Pembinaan Akhlak Anak

Dokumen terkait