BAB 5 PERAN KELUARGA DALAM MENCEGAH DAN
5.1 Pendahuluan
Keluarga berperan penting dalam mencegah stunting di semua tahap kehidupan. Mulai dari janin dalam kandungan, bayi, balita, remaja, orang yang sudah menikah, ibu hamil, dll. Hal ini mendukung upaya pemerintah untuk memerangi stunting di Indonesia.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat dan terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anak, ayah dan anak, atau ibu dan anak. Pemahaman tersebut tertuang dalam Bab 1, Pasal 1, Ayat 6 Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dan Bab 1 Keputusan Nomor 87 Tahun 2014 tentang Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana dan Sistem Informasi Keluarga.
Berdasarkan pengertian tersebut, keluarga dipandang sebagai unit sosial terkecil yang berfungsi sebagai tempat perlindungan dan tempat tinggal bagi para anggotanya. Keluarga juga merupakan sekelompok orang dalam suatu unit atau entitas yang hidup bersama dan berlanjut bersama untuk jangka waktu yang relatif lama. Oleh karena itu, keluarga biasanya dihubungkan oleh pernikahan dan ikatan darah. Keluarga selalu menempati posisi terdepan dan mendasar. Artinya keluarga berperan besar dan penting dalam mempengaruhi kehidupan dan kepribadian para anggotanya terutama anak-anak. Dalam kehidupan nyata, keluarga selalu dinamis dan peka terhadap lingkungan. Untuk itulah keluarga sebagai suatu kelompok sosial tidak dapat hidup sendiri dalam keterasingan dan selalu berada di tengah-tengah
kehidupan sosial, setidaknya harus diasosiasikan dengan budaya tersebut.
Karena keluarga selalu merupakan unit komunitas kecil dalam konteks budaya tertentu, maka keluarga sebagai unit yang ditempatkan secara strategis, secara aktif menyerap pengaruh subkultur kelompoknya dan budaya masyarakat sekitarnya, emosi, perilaku, perkataan, cara berbicara, dan hobi. Oleh karena itu, untuk mengenali budaya daerah tersebut cukup dengan melihat pola kehidupan keluarga-keluarga di daerah tersebut. Dengan kata lain, budaya keluarga dapat dijadikan sebagai cerminan budaya masyarakat.
Berbagai jenis individu berasal dari keluarga ini. Hal ini dapat dimaklumi karena keluarga berperan penting sebagai tempat penyemaian, sosialisasi, dan internalisasi awal nilai-nilai aspek kehidupan. Sebagai unit sosial terkecil dari masyarakat, keluarga memiliki kekuatan dan ketangguhan untuk memberikan masyarakat yang kuat terhadap segala permasalahan dan tantangan yang ada. anak-anak sangatlah penting.
Keluarga yang baik akan selalu menghasilkan putra-putri yang baik yang akan menghidupi bangsa. Oleh karena itu, kualitas generasi mendatang akan ditentukan oleh kualitas keluarga saat ini. Peran keluarga menjadi semakin penting ketika negara kita menghadapi masalah yang cukup serius yang menjadi perhatian kita semua - kasus stunting.
Saat ini, dari 5 juta bayi yang lahir setiap tahun, 1,2 juta mengalami kekurangan gizi kronis atau kurang berkembang.
Menurut data Survei Gizi Anak 2019 di Indonesia, angka stunting adalah 27,67%. Jumlah ini disebabkan oleh berbagai faktor balita gizi buruk. 29% dari 5 juta orang prematur, sehingga ukuran mereka tidak cukup besar untuk dilahirkan. Tidak hanya itu, angka stunting di Indonesia juga meningkat dengan fakta bahwa bayi yang lahir normal tumbuh dengan gizi buruk dan tetap stunting, artinya meski dengan bayi yang cukup baik, ada risiko keterlambatan pertumbuhan selama kehamilan.
Stunting sendiri didefinisikan sebagai masalah kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh asupan makanan yang tidak mencukupi dalam waktu lama, sehingga mengakibatkan pertumbuhan anak terhambat. Stunting pada anak dapat
Idris 55 mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sejak bayi hingga dewasa. Dalam jangka pendek, retardasi pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan perkembangan otak, metabolisme tubuh, dan pertumbuhan fisik.
Seiring bertambahnya usia, stunting dapat menyebabkan kecerdasan di bawah rata-rata pada anak, tidak dapat memaksimalkan kemampuan belajarnya, sistem kekebalan tubuh yang buruk pada anak, membuat mereka lebih rentan terhadap penyakit, dan anak berisiko lebih tinggi terkena diabetes. Penyakit jantung, stroke, kanker. Selain itu, stunting dapat merugikan suatu negara sebesar 2-3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahunannya. Dengan mempertimbangkan PDB Indonesia sebesar Rp13.000 triliun pada tahun 2017, diperkirakan potensi kerugian dari pertumbuhan yang lambat bisa mencapai Rp300 triliun.
BKKBN memperkirakan tanpa upaya pencegahan stunting yang optimal, akan ada 24,35 juta anak balita di Indonesia pada 2024, 4,85 juta pada 2022, dan 490 juta pada 2023, juta, diproyeksikan mencapai 5 juta pada 2024. . Perpres Nomor 72 Tahun 2021 bertujuan untuk memastikan bahwa pada tahun 2024 hanya 14% kasus stunting, atau 3,409 miliar anak balita yang stunting. Tentu ini menjadi tugas besar BKKBN yang telah ditunjuk oleh Presiden Republik Indonesia untuk memimpin percepatan pelaksanaan program stunting di Indonesia.
Realitas saat ini menunjukkan bahwa 30-35% kasus stunting anak lahir dari wanita yang menikah di usia muda. Hal ini memperkuat rekomendasi BKKBN kepada kaum muda untuk menikah setidaknya 21 untuk wanita dan 25 untuk pria agar memiliki anak yang sehat. Penyebab lain dari retardasi pertumbuhan adalah jarak kelahiran. Berbagai penelitian menunjukkan korelasi yang kuat antara jarak kelahiran dengan stunting. Untuk itu, BKKBN mewajibkan keluarga untuk menjaga jarak antar kelahiran minimal tiga tahun. Selain itu, BKKBN terus mengingatkan ibu-ibu untuk memperhatikan hari ke-1000 kehidupan (HPK). Tahapan kehidupan bayi dari dalam rahim hingga 2 tahun menyusui.
Tema memperingati Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke- 28 tahun 2021 pada tanggal 29 Juni 2021 untuk meningkatkan kesadaran bahwa stunting merupakan ancaman potensial bagi
pencapaian generasi berkualitas adalah keluarga keren yang mencegah stunting. Dinamika harganas diharapkan menjadi saat yang tepat, terutama pada tahap awal 1.000 hari kehidupan (HPK), bagi seluruh anggota keluarga untuk mulai berbenah dan menyatukan semangat bangkit untuk mencegah stunting melalui pola asuh yang baik. Orang tua, khususnya ibu, harus berupaya untuk mendapatkan informasi yang baik tentang kesehatan dan gizi sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada anak-anaknya. Saya berharap mereka akan menjadi generasi yang lebih baik dan lebih baik di masa depan.
Hal lain yang perlu diperhatikan keluarga dalam upaya pencegahan stunting adalah anak harus tidak diberi ASI, jangan sampai kita kekurangan gizi. Dalam kaitan ini, semua keluarga harus dilibatkan, dirawat dan membantu membentuk situasi agar tidak terjadi lagi insiden stunting di negeri ini.Keluarga juga berperan dalam mencegah pernikahan dini dan kehamilan dini (dibawah 21 tahun). Juga, jarak antara anak-anak harus dijaga setidaknya selama 3-4 tahun.