• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam

BAB II LANDASAN TEORI

B. Pengertian Pendidikan Karakter

1. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam

Agama Islam memiliki aturan bagi umatnya. Aturan tersebut meliputi seluruh kegiatan umat muslim selama ia masih hidup di dunia.

Konsep pendidikan karakter dalam Islam lebih dikenal dengan pendidikan akhlak.

38 Herman, Herman. "Pendidikan Karakter dalam Pandangan Islam." Qiro'ah, vol.

8, no. 1, 2018, pp. 96-109, doi:10.33511/qiroah.v1i1.55. h. 98.

39 Maksudin, Pendidikan Karakter Non Dikotomik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 17.

26

Dalam Al-Qur`an terdapat banyak ayat mengenai akhlak, di antaranya:

ّْْٰمٌَُْيبَلْْرِاَْٚ﴿

ْْنِشْشُرْ َلََُِّْٟٕجٰ٠ُْٗٗظِؼَ٠ََُِْْْٖٕٛ٘ٚٗث ِلُِْٓ

ٌٍُُْْظٌََْن ْشِّشٌاْ َِّْاِْۗ ّٰللبِث

ٌُْْ١ِظَػ

ٖٔ

ْ

ْ(ْ﴾

/ٓ ّٰمٌ

31

ْ:

13 )

ْ

“Dan ingatlah ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia sesaat demi sesaat memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku!

Janganlah engkau mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, dan ketauhilah bahwa sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar karena telah merendahkan martabat Sang Mahaagung ke posisi yang hina.” (Luqman/31:13)

Ayat di atas memberikan pengajaran mengenai akhlak seorang hamba kepada Allah SWT., di mana seorang hamba tidak boleh menyekutukan Allah dengan suatu apapun.

Kemudian dalam ayat lain Allah SWT. berfirman:

ٍُْْ١ِظَػٍْكٍُُخٍَْٰٝؼٌََْهَِّٔاَْٚ﴿

ٗ

ْ /ٍُمٌاْ(ْ﴾

68

ْ:

4

40

)

ْ

“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.”

(Al-Qalam/68:4)

Firman Allah yang lain yang berkenaan dengan akhlak ialah:

َْشَجِىٌْاَْنَذِْٕػََّْٓغٍُْجَ٠ْبَِِّاْۗبًٕ ٰغ ْدِآِْْ٠َذٌِاٌَْٛبِثَُْٖٚبَّ٠ِآْْ َّلِِاْا ُْْٓٚذُجْؼَرْ َّلَِاَْهُّثَسْٝ ٰؼَلَْٚ۞ْ﴿

ُُْ٘ذَدَا

ْبًّْ٠ِشَوْ ًلَِْٛلْبًٌََُُّّْْٙلَْٚبَُّْ٘شََْٕٙرْ َلَِّْٚ ٍّفُآْْبًٌََُُّّْْٙمَرْ َلََفْبٍَُِّٰٙوَْْٚآْْبَّ

ٕٖ

ْ ْغِف ْخاَٚ ْ

ْۗاًشْ١ِغَطْ ِْٰٟٕ١َّثَسْبََّوْبََُّّْٙدْساْ ِّةَّسًُْْلَِْٚخَّْدَّشٌاْ َِِِّْٓيُّزٌاَْحبََٕجْبٌََُّٙ

ٕٗ

ْ

ْ(ْ﴾

/ءۤاشعلِا 17

ْ:

23 - 24 )

41

Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (Al-Isra'/17:23-24)

40 Qur`an Kemenag dalam Microsoft Word

41 Qur`an Kemenag dalam Microsoft Word

Secara historis, pendidikan karakter merupakan misi utama para nabi.42 Hal tersebut terbingkai dalam hadits Nabi Saw. sebagai berikut:

َْيبَلَْيبَلَُْْٕٗػُْ َّاللََِّْٝػَسَْحَشْ٠َشُِْ٘ٝثَأْ َْٓػ :ٍُعْٚٗ١ٍػْاللٍَّْٝطِْ َّاللَُّْيُٛعَس

ْبََِّّٔإ ْ

ِْقَلَْخَلأاََِْسبَىَََُِِّّْرُ ِلأُْذْضِؼُث

ٝمٙ١جٌاْٖاٚسْ.

43

Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda:

Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.

Dalam terminologi Islam, karakter disamakan dengan khuluq (bentuk tunggal dari akhlaq) akhlak yaitu kondisi batiniyah dalam dan lahiriah (luar) manusia. Kata akhlak berasal dari kata khalaqa yang berarti perangai, tabiat, adat istiadat. Menurut pendekatan etimologi kata akhlaq berasal dari bahasa Arab yang bentuk mufrad-nya adalah khuluqun yang menurut logat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat ini mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan khaaliq yang artinya pencipta, dan makhluq yang artinya yang diciptakan.44

Akhlak dalam Islam terbagi tiga, yakni akhlak dalam berhubungan dengan Allah (hablum minallah), akhlak dalam berhubungan dengan sesama manusia (hablum minannas), serta akhlak terhadap alam semesta (hablum minal „alam).

Menurut Ahmad Amin akhlak adalah kebiasaan kehendak, ini berarti bahwa kehendak itu apabila telah melalui proses membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu disebut akhlak.45

42 Tim Direktorat Pendidikan Madrasah, Wawasan Pendidikan Karakter dalam Islam, (Jakarta: Direktorat Pendidikan Madrasah Kementerian Agama, 2010), h.34

43 Abu Bakar Ahmad Ibn al-Husayn Ibn 'Ali al-Bayhaqiy, Sunan al-Bayhaqiy. Juz 2, h. 472, dalam al-Maktabah al-Syâmilah

44 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia Group, 2012, Cet.9) h. 510

45 Ahmad Amin, Akhlak, terj. Farid Ma'ruf, Ethika, (Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 62.

28

Menurut al Ghazali, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang dan tanpa memerlukan pemikiraan dan pertimbangan. Jika sifat itu tertanam dalam jiwa maka menghasilkan perbuatan-perbuatan yang baik dan terpuji menurut akal dan syari‟at.46

Menurut Ibnu Miskawaih, akhlak adalah suatu sikap mental atau keadaan jiwa yang mendorongnya untuk berbuat tanpa pikir dan pertimbangan. Sementara tingkah laku manusia terbagi menjadi dua unsur, yakni unsur watak naluriah dan unsur lewat kebiasaan dan latihan.47

Menurut Abdullah Dirroz, mengemukakan definisi akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap. Kekuatan dalam kehendak berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).48

Menurut Abuddin Nata akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mendalam dan tanpa pemikiran, namun perbuatan tersebut telah mendarah daging dan melekat dalam jiwa, sehingga saat melakukan perbuatan tidak lagi memerlukan pertimbangan dan pemikiran.49

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa akhlak merupakan perbuatan yang dilakukan oleh individu secara refleks tanpa intervensi dari mana pun, sebab perbuatan tersebut telah menjadi suatu nilai yang tertanam di dalam jiwa.

46 Muhammad bin Muhammad al Ghazali, Ihya‟ „Ulum al Din, jld. 3, (Beirut- Libanon: Dar al Fikr, 1994), h. 58.

47 Sirajuddin Zar, Filsfat Islam Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 135.

48 A. Mustafa, Akhlak Tasawuf , (Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 11.

49 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo, 1997), h. 5

Reksiana mengemukakan bahwa dibandingkan dengan moral, akhlak memiliki makna yang tingkanya lebih tinggi atau lebih bersifat transendental. Hal ini, karena bersumber dari Allah. Konten akhlak juga membicarakan masalah baik dan buruk, namun dengan ukuran wahyu atau Al-Qur‟an dan hadis. Akhlak merupakan barometer yang menyebabkan seseorang mulia dalam pendangan Allah dan manusia.50

Sjarkawi menyatakan inti ajaran akhlak adalah berlandaskan pada niat atau iktikad untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu sesuai dan mencari riḍaAllah. Nilai-nilai yang dijunjung tinggi antara lain kasih sayang, kebenaran, kebaikan, kejujuran, keindahan, amanah, tidak menyakiti orang lain dan sejenisnya.51

Selain itu terkait dengan ilmu akhlak, Reksiana juga memaparkan pendapat Rosihin Anwar bahwa di dalam banyak literasi akhlak memiliki kedudukan atau posisi yang sangat penting yaitu sebagai salah satu rukun agama Islam. Mengenai hal ini Rasulullah Saw pernah ditanya, “Beragama itu apa?” Beliau menjawab,

“Berakhlak yang mulia.” Menurut Reksiana, hal inilah yang menunjukkan bahwa pentingnya kedudukan akhlak dapat dilihat dari sumber akhlak itu sendiri yaitu wahyu.52

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa secara terminologi karakter memiliki makna yang sama dengan akhlak, yakni sifat atau prilaku yang melekat dan menjadi ciri bagi seseorang. Akan tetapi, akhlak lebih tinggi tingkatannya dibanding karakter karena konsep akhlak bersumber langsung dari Allah Swt.

50 Reksiana, Kerancuan Istilah Karakter, Akhlak, Moral Dan Etika, jurnal THAQÃFIYYÃT UIN Sunan Kalijaga, Vol. 19, No.1, Juni 2018, h. 15

51 Sjarkawi, Membentuk Kepribadian Anak (Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri), (Jakarta: Sawo Raya, 2008), h.

32

52 Reksiana, Kerancuan Istilah Karakter, Akhlak, Moral Dan Etika, jurnal THAQÃFIYYÃT, Vol. 19, No.1, Juni 2018, h. 16

30

Dokumen terkait