P18: “kalau ada yang ingin saya ketahui dengan cepat tentang pembangunan disiniii yaaa….saya tinggal telpon”. (S1)
dengan tenaga ahli (arsitek) lebih banyak dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi (HP). Hal ini dilakukan untuk mempercepat proses komunikasi seperti yang disampaikan oleh kiai Muhyiddin,
P20: “Kita disini punya orang-orang yang biasanya saya pasrahi sejak awal pembangunan di pesantren ini”. (S1)
Apa yang disampaikan oleh kiai Muhyiddin di atas menegaskan kembali tentang kendala latent yang dihadapi pondok pesantren. Majid mengatakan bahwa, “faktor kecakapan teknis juga menjadi salah satu kendala, sebab pada umumnya dasar kepemimpinan dalam pesantren adalah kharisma yang dengan sendirinya kecakapan teknis menjadi tidak begitu penting”. Menghadapi kendala ini, PP. NURIS sudah ada upaya menjadikan bidang sarpras “yang nanti mengatur proses-prosesnya, …. termasuk siapa yang akan ditunjuk untuk menangani ini. Kiai Muhyiddin mengatakan,
Terbatasnya sumber daya dalam kecakapan teknis sebagaimana pernyataan Majid menjadi kendala umum yang dihadapi oleh pondok pesantren. Prinsip kemandirian mendorong pesantren untuk berkelit mencari jalan keluar.
Secara tradisi, setiap kiai selalu memiliki ‘orang-orang kepercayaan’ dilingkungan pesantren yang sangat loyal untuk berbagai kebutuhan. Sebagaimana pernyataan kiai Muhyiddin di atas. Penunjukan ustadz Kusairi dalam pelaksanaan tata ruang SANI adalah way out dalam mengatasi masalah ini.
Tugas ini juga melihat kenyataan bahwa beliau adalah kabid Sarpras yang paling paham dan berpengalaman tentang
P19: “Ya…. ini memang salah satu yang masih menjadi masalah yang terus dihadapi pesantren. Sejak awal berdiri dulu…. kita di pesantren selalu menghadapi dengan masalah ini …. Tentunya untuk menangani semua itu dilembaga ini ada yang namanya bidang sarpras yang nanti mengatur proses-prosesnya, itu nanti termasuk siapa yang akan ditunjuk untuk menangani ini. Kita disini punya orang-orang yang biasanya saya pasrahi sejak awal pembangunan di pesantren ini”. (S1)
P21: “ya intinya kembali ke tawakkal itu. Pasraah gitu. Alhamdulillah sampe seperti ini….ini saya kerjakan sendiri”. (S2)
sarana prasarana dan tata letak pesantren. Sebagaimana pendapat Atkin & Brooks, hal ini merupakan ejawantah dari azas efisiensi dan peningkatan kompetensi sumber daya perencanaan pesantren.
Lain halnya dengan fenomena di PP. NQ. Dalam implementasi konsep tata letak sarana dan prasarana pesantren tidak memiliki ‘orang kepercayaan’ sebagaimana PP. NURIS. Dengan demikian PP. NQ tidak memiliki jembatan mediasi antara praktik-praktik pelaksanaan tata letak sarana dan prasarana pesantren dengan kiai sebagai sumber kebijakan konsep kebersihan sebagai tema sentral dalam pengelolaan sarana dan prasarana pesantren. Berkali-kali dalam observasi tata letak gedung asrama (pondok) putra yang sedang on progress, kiai Yazid menegaskan bahwa semua fasilitas sarana prasarana PP. NQ seperti yang terlihat hingga saat ini dilakukan sendiri tanpa bantuan dari pihak luar, baik dalam hal perencanaan maupun dari sisi pembiayaan. Kiai Yazid mengatakan,
Fenomena ini memiliki dua sisi konsekuensi. Pada sisi praktis, pola otokratik ini memperpendek proses informasi sehingga menghemat waktu dan mempercepat implementasi.
Akan tetapi pada sisi yang lain, pola ini akan berpotensi terjadinya diskontinyuitas konsep dan program kebersihan yang telah terbangun sejak lama, karena dependensi sumber kebijakan ditangan kiai. Dengan dukungan beberapa pernyataan di atas (P1 – P21), berarti asumsi-asumsi yang dirumuskan di atas dapat diangkat sebagai temuan teoretik berkaitan dengan sub tema pelaksanaan tata ruang pondok
Proposisi Mayor: Dalam sub tema pelaksanaan tata ruang pondok pesantren terdapat adanya tim teknis, komunikasi dan perencanaan sumber daya.
Proposisi Minor: Tim teknis dalam pelaksanaan tata ruang pondok pesantren dilakukan oleh bidang sarpras, majelis pengasuh, dan tenaga ahli.
Proposisi Minor: Tim teknis dalam pelaksanaan tata ruang pondok pesantren dilakukan secara mandiri oleh kiai.
Proposisi Minor: Komunikasi dalam pelaksanaan tata ruang pondok
pesantren tersebut dilakukan secara internal dan eksternal.
pesantren. Makna yang mendasari pernyataan-pernyataan itu bisa diinterpretasikan bahwa, dalam rangka pelaksanaan tata ruang pondok pesantren terdapat upaya manajerial dan perilaku spiritual khas tradisi pesantren dan penggalian beberapa informasi yang diprioritaskan. Penekanan aspek manajerial tersebut mengacu kepada tawaran Atkin dan Brooks serta Roper dan Payant terkait dengan tim teknis, komunikasi dan perencanaan sumber daya yang ada. Hal ini juga didukung oleh pendapat Lunenburg dalam School Facilities Management yang mengamati penurunan kualitas bangunan sekolah yang jika tidak segera direncanakani akan berpotensi meningkatkan biaya infrastruktur. Sedangkan sesuai dengan penjelasan Jauhari, penekanan aspek spiritual menekankan pada adanya perilaku kemandirian, pasrah dan tawakkal sebagai nilai-nilai tradisi khas pesantren. Oleh karena itu, kesimpulan teoretik yang dapat diangkat dari pernyataan- pernyataan di atas (P1 – P21) adalah bahwa, dalam pelaksanaan tata ruang pondok pesantren diperlukan adanya tim teknis, komunikasi dan perencanaan sumber daya. Dengan demikian, dalam kaitan dengan sub tema pelaksanaan tata ruang pondok pesantren diperoleh dua temuan teoretik yang diformulasikan dalam bentuk satu proposisi mayor dan lima proposisi minor sebagai berikut;
Tata nilai dan spiritualitas Budaya
pesantren Panca jiwa
pesantren
Pelaksanaan tata ruang pondok pesantren
Perencanaan sumber daya Komunikasi
Tim teknis
Gambar 6.1
Model Pelaksanaan Tata Ruang Pondok Pesantren Proposisi Minor: Komunikasi dalam pelaksanaan tata ruang pondok
pesantren tersebut dilakukan secara formal dan informal baik secara verbal maupun secara digital.
Proposisi Minor: Perencanaan sumber daya dalam pelaksanaan tata ruang pondok pesantren dilakukan dengan eningkatan dan optimalisasi sumber daya yang ada.
P1: “…. pengawasan pembangunan di pesantren NURIS dalam beberapa tahun terakhir iniii, kita …. mengikuti arahan rencana yang dibuat oleh pengurus yayasan….”. (S1)
BAB 7
Pengawasan dan Evaluasi Tata Ruang Pondok Pesantren
P
atrick Gudda (2011:97) menegaskan bahwa,“pengawasan sebagai proses bersamaan untuk melacak pelaksanaan kegiatan proyek dan mencapai keluaran yang direncanakan”. Menurut Gudda, ada beberapa indikator utama dalam proses pengawasan proyek atau program yang meliputi, relevansi, efisiensi, efektifitas, dampak, dan keberkelanjutan.
Sedangkan proses evaluasi adalah analisis kinerja program secara berkala dan mendalam yang sangat sangat tergantung pada data yang dihasilkan oleh pengawasan. Oleh karena itu pengawasan dan evaluasi harus bekerja secara interaktif untuk memastikan apakah proyek atau pelaksanaan program berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
A. Proses Pengawasan dan Evaluasi Tata Ruang