BAB II KAJIAN TEORI
D. Pengertian Barter
Menurut istilah jual beli barter adalah menukar barang dengan barang (barter) atau barang dengan jalan melepaskan hak milik dari satu pihak kepada pihak lain dengan dasar saling rela. Dalam bahasa Arab barter disebut mubadalah.45
Barter merupakan sebagai sebuah kegiatan dagang yang dilakukan dengan cara mempertukarkan barang yang satu dengan barang yan lain. Jadi dalam barter terjadi proses jual beli namun pembayarannya tidak menggunakan uang, melainkan menggunakan barang.
Menurut (Sunarto Zulkifli dalam bukunya Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari‟ah). Beliau menganggap bahwa transaksi barter dapat dilakukan dan tidak bertentangan dengan syari‟ah. Namun demikian, diperlukan aturan main yang jelas terutama tentang informasi harga. Bukanlah
44 Khumaidi Ja‟far, Hukum Perdata… h. 163
45 Sri Sudiarti, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Medan: Febi UIN-SU Press, 2018), h. 84
dalam transaksi ini semua pihak bertangggung jawab untuk informasi mengenai kuantitas dan kualitasnya.46
Barter dalam perspektif hukum ekonomi syariah jika salah satu pihak tidak dirugikan maka hukum jual belinya sah. Perdagangan barter menurut ulama fikih dan pakar mendefinisikan secara berbeda beda bergantung pada sudut pandangnya masing-masing.
Adapun menurut istilah adalah sebagai berikut:47
1. Menurut ahli fiqih Islam, pertukaran diartikan sebagai pemindahan barang seseorang dengan cara menukarkan barang-barang tersebut dengan barang lain berdasarkan keikhlasan/kerelaan.
2. Menurut H. Chairuman Pasaribu, tukar menukar secara istilah adalah kegiatan saling memberikan sesuatu dengan menyerahkan barang.
Sesuai dengan hadits Nabi riwayat Muslim dari Bara‟ bin „Azib dan Zaid bin Arqam artinya adalah “Rasulullah saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).”
Imam Syaf‟i berpendapat bahwa menjual emas dan perak (lain jenis) dengan berbeda lebih banyak adalah boleh, tetapi jika sejenis (emas dengan emas) tidak diperbolehkan dengan kata lain riba. Sedangkan Imam Syafi‟i mensyaratkan agar tidak riba yaitu sepadan (sama timbangannya, takarannya dan nilainya) spontan dan bisa diserahterimakan. Dan mereka sepakat bahwa jual beli mata uang harus dengan syarat tunai, tetapi mereka berbeda pendapat tentang waktu yang membatasi. Imam Hambali dan Syafi‟i berpendapat bahwa
46 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2004), h.42
47 Moh. Sa‟i Affan, Tradisi Jual… h. 21
jual beli mata uang terjadi secara tunai selama kedua belah pihak belum berpisah, baik penerimanya pada saat transaksi atau penerimaannya terlambat.
Tetapi Imam Maliki berpendapat jika penerimaan pada majelis terlambat, maka jual beli tersebut batal, meski kedua belah pihak belum terpisah.48
Jual beli barter tersebut di dalam hadits sudah dijelaskan bahwa yang bisa dibarterkan yang sama jenisnya dan sama illatnya, yakni: emas, perak, beras gandum, padi gandum, kurma dan garam, dilarang oleh Islam, kecuali telah memenuhi beberapa syarat, yaitu:
a. Sama banyaknya dan mutunya (kuantitas dan kualitasnya) b. Secara tunai
c. Serah terima dalam satu majelis 1. Rukun Barter
a. Penjual, orang yang menawarkan barang yang dijualnya dengan memiliki nilai harga dan memiliki akad yang sah kepada kedua belah pihak
b. Pembeli, orang yang ditawarkan untuk membeli barang kepada penjual untuk ditukarkan barang tersebut
c. Sama-sama sebagai penjual antara kedua belah pihak
d. Barang yang dipertukar, benda yang akan ditukarkan harus jelas tidak gharar
48 Sayid Sabiq, al-Fiqh al-Sunnah XII, Terjemahan Kamaludin A. Marzuqi, “Fiah Sunnah”, (Bandung: Al-Ma‟arif, 1990), h.123
e. Ijab qabul, adanya kesepakatan dan jawaban yang sah terhadap penjual dan pembeli.49
2. Syarat Barter
a. Khiyar majelis, adanya proses transaksi di tempat b. Barang yang ditukar harus jelas
c. Berakal, agar dia tidak terkecoh, orang yang gila atau bodoh tidak sah jual belinya.50
3. Dasar Hukum Barter
Dasar hukum diperbolehkannya barter antara lain:
HR. Muslim:
وٌرْمَعَو َةَبْيَش ِبَِأ ُنْب ِرْكَب وُبَأ اَنَـثَّدَح اَنَرَـبْخَأ ُقَحْسِن َلاَق َةَبْيَش ِبَِأ ِنْب ِلِ ُظْفَّللاَو َميِىاَرْـبِن ُنْب ُقَحْسِنَو ُدِقاَّنلا
َهْشَْلْا ِبَِأ ْنَع َةَب ًَ ِق ِبَِأ ْنَع ِءاَّذَْلْا ٍدِلاَخ ْنَع ُناَيْفُس اَنَـثَّدَح ٌعيِكَو اَنَـثَّدَح ِناَرَخ ْلْا َلاَقَو ِنْب َةََاَبُع ْنَع ِث
َّصلا رُـبْلاَو ِةَّضِفْلاِب ُةَّضِفْلاَو ِبَىَّذلاِب ُبَىَّذلا َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق ِتِما ُرِهََّّلاَو ِّرُـبْلاِب
َيِب ابدَي ٍءاَوَسِب بءاَوَس ٍلْثِِبِ بً ْثِم ِحْلِمْلاِب ُحْلِمْلاَو ِرْمَّملاِب ُرْمَّملاَو ِرِهََّّلاِب اوُهيِبَف ُفاَنْصَْلْا ِهِذَى ْتَفَلَـمْخا اَذِإَف ٍد
ٍدَيِب ابدَي َناَك اَذِن ْمُمْئِش َفْيَك
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Amru An Naqid dan Ishaq bin Ibrahim dan ini adalah lafadz Ibnu Abu Syaibah, Ishaq berkata; telah mengabarkan kepada kami, sedangkan yang dua berkata; telah menceritakan kepada kami Waki‟ telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Khalid Al Khaddza‟ dari Abu Qilabah dari Abu Al Asy'ats dari „Ubadah bin Shamit dia berkata, “Rasulullah shallallahu
„alaihi wasallam bersabda: “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma dan garam dengan garam, tidak mengapa jika dengan takaran yang sama, dan sama berat serta tunai. Jika jenisnya berbeda, maka juallah sesuka hatimu asalkan dengan tunai dan langsung serah terimanya.”51
49 Rasjid sulaiman, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2014), h. 282
50 Rasjid sulaiman, Fiqih Islam, h. 279
51 Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup, 2005), h. 88
Adapun jenis barangnya, Islam ingin menghapuskan pertukaran yang tidak jujur dan tidak adil dalam transaksi bisnis, tidak ada yang dzalimi dan merasa tertekan dan memberatkan. 52
ِبَّيَسُمْلا ِنْب ِديِهَس ْنَع ِنَْحَّْرلا ِدْبَع ِنْب ِلْيَهُس ِنْب ِديِجَمْلا ِدْبَع ْنَع ٍكِلاَم ْنَع ُةَبْيَـمُـق اَنَـثَّدَح ٍديِهَس ِبَِأ ْنَع
َو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا َلوُسَر َّنَأ اَمُهْـنَع ُوَّللا َيِضَر َةَرْـيَرُى ِبَِأ ْنَعَو ِّيِرْدُْلْا َرَـبْيَخ ىَلَع بً ُجَر َلَمْهَـمْسا َمَّلَس
َلِ َلاَق اَذَكَى َرَـبْيَخ ِرَْتَ لُكَأ َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا ُلوُسَر َلاَقَـف ٍبيِنَج ٍرْمَمِب ُهَءاَجَف اَّنِن ِوَّللا َلوُسَر اَي ِوَّللاَو
اَو ِْيَْعاَّصلاِب اَذَى ْنِم َعاَّصلا ُذُخْأَنَل َعْمَْلْا ْعِب ْلَهْفَـت َلِ َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُوَّللا ىَّلَص ِوَّللا ُلوُسَر َلاَقَـف ِةَث ًَ َّثلاِب ِْيَْعاَّصل
اببيِنَج ِمِىاَرَّدلاِب ْعَمْـبا َُّثُ ِمِىاَرَّدلاِب
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah dari Malik dari
„Abdul Majid bin Suhail bin „Abdurrahman dari Sa'id bin Al Musayyab dari Abu Sa‟id Al Khudriy dari Abu Hurairah radliallahu „anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mempekerjakan sesorang di daerah Khaibar kemudian orang itu datang dengan membawa kurma pilihan yang terbaik Maka Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam:
“Apakah semua kurma Khaibar seperti ini?” Orang itu berkata: “Demi Allah, tidak wahai Rasulullah, sesungguhnya kami menukar (barter) satu sha‟ dari jenis kurma ini dengan dua sha‟ kurma lain dan dua sha' kurma ini dengan tiga sha‟ kurma lain. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kamu melakukannya, juallah semua dengan dirham kemudian beli dengan dirham pula”. (HR. Al-Bukhari)
52 Irfi Nur Diana, Hadis-Hadis Ekonomi, (Malang: UIN-Maliki Press, 2012), h. 140