BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. Pengertian Retribusi Terminal
Menurut Siahaan (2013:5), retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan. Jasa tersebut dapat dikatakan bersifat langsung, yaitu hanya membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari negara.
Jadi, retribusi yang dipungut adalah retribusi daerah.Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Jasa adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya, dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Sama halnya dengan penjelasan di atas, bila seseorang ingin menikmati jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah, ia harus membayar retribusi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Retribusi dapat dipungut dengan sistem yang sifatnya progresif atau regresif berdasarkan potensi kemampuan pembayar pajak. Dalam hal progresivitas retribusi tidak dapat dilihat dari segi kemampuan atau tingkat pendapatan si pembayar retribusi, melainkan hanya didasarkan pada jenis pelayanan yang dikehendaki oleh si pembayar retribusi dalam mengkonsumsi barang atau jasa yang disediakan pemerintah (Suparmoko, 2002).
Menurut Bastian (2001:156), retribusi adalah pungutan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah atas pelayanan dan penggunaan fasilitas-fasilitas umum yang disediakan oleh Pemerintah Daerah bagi kepentingan masyarakat, sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku.
Menurut Brotodiharjo (Mardiasmo, 2000: 15) mengemukakan bahwa:
Pajak ialah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut (Santoso, 2013: 152), suatu penyediaan barang atau jasa yang dibiayai dari pajak atau retribusi tergantung pada derajat kemanfaatan barang atau jasa itu sendiri. Semakin dekat pemanfaatan suatu barang, maka pembiayaannya berasal dari retribusi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukankan sifat retribusi menurut Haritz (2004: 45) adalah sebagai berikut: a) Pelaksanaannya bersifat ekonomis, b) Ada imbalan langsung kepada pembayar, c) Iurannya memenuhi persyaratan, persyaratan formal dan material tetapi tetap ada alternatif untuk membayar, d) Retribusi umumnya merupakan pungutan yang fungsi budgetingnya tidak menonjol, e) Dalam hal-hal tertentu retribusi digunakan untuk
tujuan tertentu, tetapi dalam banyak hal tidak lebih dari pengembalian biaya yang telah dibekukan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan masyarakat.
Dari defenisi retribusi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pelayanan dan penggunaan fasilitas yang
disediakan dan diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Jasa tersebut dapat dikatakan bersifat langsung, yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari Negara.
Beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yang saat ini dipungut adalah sebagai berikut:
a. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-undang dan peraturan daerah yang berkenaan.
b. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah.
c. Pihak yang membayar retribusi yang mendapatkan kontra prestasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya.
d. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan.
e. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (Siahaan, 2013:6).
Dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah adalah Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
Beberapa pengertian istilah yang terkait dengan retribusi daerah antara lain:
a. Retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
b. Jasa, adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
c. Jasa Umum, adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
d. Jasa Usaha, adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
e. Perizinan Tertentu, adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Yang menjadi objek retribusi daerah adalah jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu.Retribusi terminal termasuk jasa usaha. Objek jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi:
a) Pelayanan dengan menggunakan/ memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan/atau
b) Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang sebelum disediakan secara memadai oleh pihak swasta.
Retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/
menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan.Retribusi jasa usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak yaitu keuntungan yang dipreoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis, kupon, dan kartu langganan. Pemanfataan dari penerimaan masing-masing jenis retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan yang bersangkutan.Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan retribusi ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Objek retribusi terminal adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum, tempat kegiatan usaha, dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal, yang disediakan, dimiliki, dan atau dikelolah oleh pemerintah daerah. Dikecualikan dari objek retribusi terminal adalah terminal yang disediakan, dimiliki, dan atau dikelola oleh pemerintah, BUMN, dan pihak swasta.
Terminal adalah bagian dari infrastruktur transportasi yang merupakan titik lokasi perpindahan penumpang ataupun barang. Pada lokasi itu terjadi konektivitas antar lokasi tujuan, antar modal, dan antar berbagai kepentingan dalam sistem transportasi dan infrastruktur.Pengelolaan pada berbagai hal tersebut perlu diperhatikan dan dikembangkan untuk pengembangan manajemen terminal.
Kegiatan pengelolaan , “regulasi (peraturan) dan norma-norma yang disepakati
akan menentukan perkembangan terminal secara terarah (coach terminal) Gromule (dalam Sujanto, 2007: 75). Terminal ini dibagi beberapa kategori yang meliputi: 1) Terminal Penumpan, 2) Terminal Barang dan 3) Terminal Peti Kemas.
Selanjutnya fungsi terminal ada tiga yaitu:
1) Menyediakan tempat dan kemudahan perpindahan roda transportasi.
2) Menyediakan sarana untuk simpul lalu lintas.
3) Menyediakan tempat untuk menyiapkan kendaraan.
Tarif retribusi ditinjau kembali paling lama tiga tahun sekali.Peninjauan tarif retribusi tersebut dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian. Penetapan tarif retribusi ditetapkan dengan peraturan Kepala Daerah dan peraturan daerah tentang retribusi tidak dapat berlaku surut.
Wajib retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia disertai alasan-alasan yang jelas dan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama tiga bulan sejak tanggal SKRD ditertibkan, kecuali jika Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. Keadaan di luar kekuasaannya adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak atau kekuasaan Wajib Retribusi.Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.
Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama enam bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menertibkan surat keputusan keberatan untuk memberikan kepastian hukum bagi wajib retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Kepala Daerah. Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Kepala Daerah berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan retribusi. Wajib retribusi yang diperiksa wajib:
a. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek retribusi yang terutang;
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan;
dan/atau
c. Memberikan keterangan yang diperlukan (TMbooks, 2013:41).