BAB V PENUTUP
11. Perkiraan Lalu Lintas untuk Jalan dengan Lalu Lintas Rendah Untuk jalan dengan lalu lintas rendah, jika data lalu lintas tidak
2.6. Pengujian Perkerasan Jalan
2.6.1. Pengujian Benkelman Beam (BB)
Menurut Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan Pd. T-05-2005- B,tebal lapis tambah (overlay) merupakan lapis perkerasan tambahan yang dipasang di atas konstruksi perkerasan yang ada dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan struktur perkerasan yang ada agar dapat melayani lalu lintas yang direncanakan selama kurun waktu yang akan datang.
Benkelman Beam merupakan alat untuk mengukur lendutan balik dan lendutan langsung perkerasan yang menggambarkan kekuatan struktur perkerasan jalan.
Menurut Metode Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur dengan Alat Benkelman Beam SNI 03-2416-1991, metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian perkerasan jalan dengan alat Benkelman Beam (BB) yaitu mengukur gerakan vertikal pada permukaan lapis jalan dengan cara mengatur pemberian beban roda yang diakibatkan oleh beban tertentu dengan tujuan untuk memperoleh data dilapangan yang akan bermanfaat bagi penilaian struktur peramalan performance perkerasan dan perencanaan overlay.
Untuk alat Benkelman Beam dalam dilihat pada Gambar 3.1.
Perencanaan Tebal Lapis Tambah Berdasarkan Metode Pd T-05-2005-B
a. Jumlah Lajur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan, yang menampung lalu-lintas terbesar.
Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur
L < 4,50 m 4,50 m ≤ L < 8,00 m 8,00 m ≤ L < 11,25 m 11,25 m ≤ L < 15,00 m 15,00 m ≤ L < 18,75 m 18,75 m ≤ L < 22,50 m
1 2 3 4 5 6
Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada lajur rencana ditentukan Tabel 3.2
Jumlah Lajur
Kendaraan ringan* Kendaraan berat**
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1
2 3 4 5 6
1,00 0,60 0,40
- - -
1,00 0,50 0,40 0,30 0,25 0,20
1,00 0,70 0,50
- - -
1,00 0,50 0,475
0,45 0,425
0,40 Sumber : Bina Marga, 2005 (Pd T-05-2005-B)
Keterangan *) Mobil Penumpang **) Truk dan Bus
b. Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E)
Angka ekivalen (E) masing - masing golongan beban sumbu (setiap kendraan) ditentukan pada Tabel 3.3
Tabel 3.3 Ekivalen beban sumbu kendaraan (E) Beban
sumbu (ton)
Ekivalen beban sumbu kendaraan (E)
STRT STRG SDRG STrRG
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
0,00118 0,01882 0,09526 0,30107 0,73503 1,52416 2,82369 4,81709 7,71605 11,76048 17,21852 24,38653 33,58910
0,00023 0,00361 0,01827 0,05774 0,14097 0,29231 0,54154 0,92385 1,47982 2,25548 3,30225 4,67697 6,44188
0,00003 0,00045 0,00226 0,00714 0,01743 0,03615 0,06698 0,11426 0,18302 0,27895 0,40841 0,57843 0,79671
0,00001 0,00014 0,00070 0,00221 0,00539 0,01118 0,02072 0,03535 0,05662 0,08630 0,12635 0,17895 0,24648
14 15 16 17 18 19 20
45,17905 59,53742 77,07347 98,22469 123,45679 153,26372 188,16764
8,66466 11,41838 14,78153 18,83801 23,67715 29,39367 36,08771
1,07161 1,41218 1,82813 2,32982 2,92830 3,63530 4,46320
0,33153 0,43690 0,56558 0,72079 0,90595 1,12468 1,38081
Faktor Umur Rencana dan Perkembangan Lalu Lintas
Faktor hubungan umur rencana dan perkembangan lalu lintas ditentukan pada Tabel 3.4
r (%)
n (tahun) 2 4 5 6 8 10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 20 25 30
1,01 2,04 3,09 4,16 5,26 6,37 7,51 8,67 9,85 11,06 12,29 13,55 14,83 16,13 17,47 24,54 32,35 40,97
1,02 2,08 3,18 4,33 5,52 6,77 8,06 9,40 10,79 12,25 13,76 15,33 16,96 18,66 20,42 30,37 42,48 57,21
1,03 2,10 3,23 4,42 5,66 6,97 8,35 9,79 11,30 12,89 14,56 16,32 18,16 20,09 22,12 33,89 48,92 68,10
1,03 2,12 3,28 4,51 5,81 7,18 8,65 10,19 11,84 13,58 15,42 17,38 19,45 21,65 23,97 37,89 56,51 81,43
1,04 2,16 3,38 4,69 6,10 7,63 9,28 11,06 12,99 15,07 17,31 19,74 22,36 25,18 28,24 47,59 76,03 117,81
1,05 2,21 3,48 4,87 6,41 8,10 9,96 12,01 14,26 16,73 19,46 22,45 25,75 29,37 33,36 60,14 103,26 172,72
2.6.2. Analisa Lendutan
a. Lendutan dengan Benkelman Beam
Perencanaan tebal lapis tambah berdasarkan kekuatan struktur perkerasan struktur yang ada dengan nilai lendutan.
Lendutan yang didapatkan pada pengujian Benkelman Beam adalah lendutan balik. Nilai lendutan tersebut harus dikoreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim) dan koreksi temperatur serta faktor koreksi beban uji (bila beaban uji tidak tepat sebesar 8,16 ton). Besarnya lendutan balik adalah:
dB = 2× (d3 – d1) × Ft × Ca × FKB-BB...
dB = lendutan balik (mm)
d1 = lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran d3 = lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari pengukuran
Ft = faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar35°C, persaman 3.2 untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm dan persamaan 3.3 untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama dengan 10 cm atau dapat juga menggunakan Gambar 3.2.
= 4,184 × TL, untuk HL < 10 cm ... (3.8)
-0,7573
= 14,785 ×TL
, untuk HL ≥ 10 cm ... (3.9)
TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran langsung dilapangan atau dapatdiprediksi dari temperatur udara yaitu:
TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb) ... (3.10)Tp = temperatur permukaan lapis beraspal
Tt = temperatur tengah lapis beraspal atau dari tabel 3.5 Tb = temperatur bawah lapis beraspal atau dari tabel 3.5
Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim = 1,2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau
Gambar 3.2 Faktor koreksi lendutan terhadap temperatur standar (Ft) Sumber : Bina Marga, 2005 (Pd T-05- 2005-B)
Catatan:
- Kurva A adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal
(HL) kurang dari 10 cm.
- Kurva B adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal
(HL) minimum 10 cm 2.4.2. Pengujian CBR
1. Teori DCP (Dynamic Cone Penetrometer)
Pengujian Cara Dinamis dikembangkan oleh TRL (Transport and Road Research Laboratory), mulai diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1985 / 1986. Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan nilai CBR (California Bearing Ratio) tanah dasar, timbunan, dan atau suatu sistem perkerasan. Pengujian ini akan memberikan data kekuatan tanah sampai kedalaman kurang lebih 70 cm di bawah permukaan lapisan tanah yang ada atau permukaan tanah dasar. Pengujian ini dilakukan dengan mencatat data masuknya konus yang tertentu dimensi dan sudutnya, ke dalam tanah untuk setiap pukulan dari palu/hammer yang berat dan tinggi jatuh tertentu pula. Pengujian dengan alat DCP ini pada dasarnya sama dengan Cone Penetrometer (CP) yaitu sama-sama mencari nilai CBR dari suatu lapisan tanah langsung di lapangan. Hanya saja pada alat CP dilengkapi dengan poving ring dan arloji pembacaan, sedangkan pada DCP adalah melalui ukuran (satuan) dengan menggunakan mistar percobaan dengan alat CP digunakan untuk mengetahui CBR tanah asli, sedangkan percobaan dengan alat DCP ini hanya
untuk mendapat kekuatan tanah timbunan pada pembuatan badan jalan, alat ini dipakai pada pekerjaan tanah karena mudah dipindahkan ke semua titik yang diperlukan tetapi letak lapisan yang diperiksa tidak sedalam pemeriksaan tanah dengan alat sondir.
Pengujian dilaksanakan dengan mencatat jumlah pukulan (blow) dan penetrasi dari konus
(kerucut logam) yang tertanam pada tanah/lapisan pondasi, kerena pengaruh penumbuk kemudian dengan menggunakan grafik dan rumus, pembacaan penetrometer diubah menjadi pembacaan yang setara dengan nilai CBR.
2. Teori CBR Lapangan
Sukirman (1999) menyatakan bahwa CBR Lapangan sering disebut CBR inplace atau field CBR yang gunanya untuk :
1. Mendapatkan nilai CBR asli di lapangan, sesuai dengan kondisi tanah dasar saat itu namun digunakan untuk perencanaan tebal lapis perkerasan yang lapis tanahnya dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi. Pemeriksaan dilakukan dalam kondisi kadar air tanah tinggi (musim penghujan) atau dalam kondisi terburuk yang mungkin terjadi.
2. Untuk mengontrol apakah kepadatan yang diperoleh sudah sesuai dengan yang diinginkan. Pemeriksaan untuk tujuan ini tidak umum digunakan, lebih sering menggunakan pemeriksaan yang lain seperti sand cone dan lain-lain.
Sukirman (2003), CBR lapangan, dikenal juga dengan nama CBR inplace atau field CBR, adalah pengujan CBR yang dilaksanakan langsung dilapangan, dilokasi tanah dasar rencana. Prosedur pengujian mengikuti SNI 03-1738 atau ASTM
D 4429. CBR lapanganan digunakan untuk menyatakan daya dukung tanah dasar dimana tanah dasar drencanakan tidak lagi mengalami proses pemadatan atau peningkatan daya dukung tanah sebelum lapis pondasi dihampar dan pada saat pengujian tanah dasar dalam kondisi jenuh. Dengan kata lain perencanaan tebal perkerasan dilakukan berdasarkan kondisi daya dukung tanah dasar pada saat pengujian CBR lapangan itu. Pengujian dilakukan dengan meletakkan piston pada elevasi dimana nilai CBR hendak diukur, lalu dipenetrasi dengan menggunakan beban yang di limpahkan melalui gandar truk ataupun alat lainnya dengan kecepatan 0,05 inci/menit. CBR ditentukan sebagai hasil perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi 0,1 atau 0,2 inci benda uji dengan beban standar.
Cara Menentukan Nilai CBR
Pencatatan hasil pengujian dilakukan menggunakan formulir pengujian Penetrometer Konus Dinamis ( DCP) :
a. Periksa hasil pengujian lapangan yang terdapat pada formulir pengujian Penetrometer Konus Dinamis ( DCP ) dan hitung akumulasi jumlah tumbukan dan akumulasi penetrasi setelah dikurangi pembacaan awal pada mistar Penetrometer Konus Dinamis ( DCP )
b. Gunakan formulir hubungan komulatif (total) tumbukan dan komulatif penetrasi, terdiri dari sumbu tegak dan sumbu datar, pada bagian tegak menunjukkan kedalaman penetrasi dan arah horizontal menunjukkan jumlah tumbukan.
c. Plot hasil pengujian lapangan pada salib sumbu di grafik
d. Tarik garis yang mewakili titik-titik koordinat tertentu yang menunjukkan lapisan yang relatif seragam
e. Hitung kedalaman lapisan yang mewakili titik-titik tersebut, yaitu selisih antara perpotongan garis-garis yang dibuat pada 7.d) dalam satuan mm f. Hitung kecepatan rata-rata penetrasi ( DCP, mm/tumbukan atau
cm/tumbukan) untuk lapisan yang relatif seragam.
g. Nilai DCP diperoleh dari seslisih penetrasi dibagi dengan selisih tumbukan.
h. Gunakan gambar grafik atau hitungan formula hubungan nilai DCP dengan CBR dengan cara menarik nilai kecepatan penetrasi pada sumbu horizontal keatas sehingga memotong garis tebal sudut konus 60 atau garis putus-putus untuk sudut konus 30
i. Tarik garis dari titik potong tersebut kearah kiri sehingga nilai CBR dapat diketahui.
2.5. Prosedur Perhitungan Perkerasan Jalan Sesuai MDP 2013