TUGAS AKHIR
“PERBANDINGAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN DENGAN BEBAN STANDARD DAN BEBAN LEBIH (OVER LOAD) PADA RUAS JALAN
MAKASSAR - MAROS ’’
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai gelar S-1
DISUSUN OLEH :
ANDI TENRI AFIRAH 45 13 041 112
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR
2021
PRA KATA
Bismillahirrohmanirrohim.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “PERBANDINGAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN DENGAN BEBAN STANDARD DAN BEBAN LEBIH (OVER LOAD) PADA RUAS JALAN MAKASSAR - MAROS ” Penulis memilih bidang transportasi yaitu salah satu bagian disiplin ilmu teknik sipil yang merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Bosowa Makassar.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bimbingan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak, tugas akhir ini tidak akan dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pengerjaan tugas akhir ini, kepada :
1. Kedua orang tua penulis yang tercinta Dr. H. Andi Kambau, SE. MM, MSi dan Hj. Andi Muliati,SE. MM yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan, motivasi kepada penulis sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.
2. Bapak Dr. Ridwan, ST, M.Si, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Bosowa.
3. Ibu Nur Hadijah Yunianti, ST, MT, selaku Ketua Jurusan Sipil
4. Bapak Dr. Ir. H. Syahrul Sariman, MT, selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan serta motivasi kepada penulis mulai dari awal penelitian hingga terselesaikannya tugas akhir ini.
5. Ibu Nurhadijah Yunianti, ST. MT, selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan mulai dari awal penelitian hingga terselesaikannya tugas akhir ini.
6. Seluruh dosen dan staf jurusan sipil yang telah membantu penulis selama di Universitas Bosowa.
7. Saudara(i) ku di Jurusan Sipil angkatan 2013 yang telah memberikan bantuan serta motivasi terhadap penulis untuk tetap semangat dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa mungkin masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan tugas akhir ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca akan sangat bermanfaat bagi penulis. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya .
Makassar, Februari 2021
Penulis
ABSTRAK
Jalan raya merupakan sarana insfrastruktur penting dalam mendukung perkembangan ekonomi di suatu daerah. Kualitas yang baik sangat diutamakan demi keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan.
Perencanaan jalan raya terdiri dari perencanaan geometrik jalan (perencanaan tikungan) dan perencanaan tebal perkerasan jalan. Peraturan dari Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga yang pada umumnya digunakan dalam perencanaan jalan di Indonesia pada periode tertentu dikembangkan dengan tujuan untuk menghasilkan perencanaan jalan yang lebih efisien dari segi biaya dan waktu. Hasil dari perencanaan tebal perkerasan jalan sangat berpengaruh pada besarnya biaya yang dibutuhkan.Tujuan dari penelitian ini yaitu melakukan perbandingan perencanaan tebal perkerasan jalan raya menggunakan Metode Analisis Komponen SKBI Tahun 1987 dengan Manual Desain Perkerasan Jalan Tahun 2013 Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga serta menghitung rencana anggaran biaya dan Time Schedule (Kurva-S) dari masing-masing hasil perencanaan tebal perkerasan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil perencanaan tebal perkerasan jalan menggunakan peraturan Manual Desain Perkerasan Jalan Tahun 2013 .
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGAJUAN SEMINAR AKHIR ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv
PRA KATA ... v
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR NOTASI ... ...viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Rumusan Masalah ... I-4 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... I-5 1.5 Pokok Bahasan dan Batasan Masalah ... I-6 1.6 Sistimatika Penulisan ... I-6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum …... II-1 2.2 Perkerasan Jalan ………. ... II-5
2.2.1 Perkerasan Lentur ………... II-5 2.2.2 Perkerasan Kaku…………... II-6 2.3 Parameter Perkerasan Jalan... II-10 2.3.1 Umur Rencana……….. ... II-12 2.3.2 Lalu Lintas ………... II-12
2.3.3 Iklim ………...II-13
2.4 Pengujian Perkerasaan Jalan... II-14 2.4.1. Pengujian BB……….II-15
2.4.2. Pengujian CBR………...II-15 2.5 Prosedur Perhitungan Perkerasan Sesuai MDP 2013 ... II-17
2.5.1 Perkerasan Lentur………. ...II-18 2.5.2 Perkerasan Kaku………... II-18 BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Data Lalu Lintas Harian Rata - Rata... III-1 3.2 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas………… ... III-1 3.3 Data Berat Kendaraan ... ... III-2 3.4 Muatan Sumbu Terberat…………... ... III-3 3.5 Menghitung Angka Ekivalen (AE) atau Vehicle Damage Faktor...III-4 3.6 Analisis Umur Rencana Berdasarkan Analisi Kumulatif Esal…………III-5 3.7. Menghitung Sisa Umur Pekerjaan Jalan (Remaining Life)…………...III-6 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perhitungan Perkerasan... IV-1 4.2 Tebal Perkerasan dengan Beban Normal ( Flexibel) ... IV-3 4.3 Tebal Perkerasan dengan Beban Overload (Rigid) ... IV-4 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... V-1 5.2 Saran ... V-2 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Jalan raya merupakan sebagian besar prasarana transportasi di Indonesia, Seringkali kita temui banyak terjadi kerusakan pada jalan yang menyebabkan gangguan dalam kenyamanan berkendaraan. Perkerasan jalan dapat digolongkan menjadi 2, yaitu Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku yang perbedaannya terletak pada pengikatnya. Pada perkerasan kaku memakai Portland Cement.
Agregat merupakan suatu bahan keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan campuran, yaitu berupa berbagai jenis butiran atau pecahan yang termasuk didalamnya antara lain pasir, kerikil, agregat pecah, abu/debu agregat. Aspal adalah bahan pengikat dan bahan penutup lapis perkerasan dari pengaruh air (kedap air). Aspal merupakan material termoplastis, melunak dan menjadi cair jika dipanaskan dan kental jika didinginkan.
Jalan Makassar – Maros merupakan jalan propinsi yang termasuk type jalan kelas I yang melayani lalu lintas cepat antar regional atau antar kota dengan pengaturan jalan masuk secara penuh. Jalan tersebut perlu perbaikan karena banyak ditemukan kerusakan pada jalan sangat menganggu para pengguna jalan dalam kenyamanan berkendara.
Perkerasan dan struktur perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana fungsinya untuk mendukung berat dari beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri.
Struktur perkerasan terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung yang berbeda- beda, tiap lapisan perkerasan harus terjamin kekuatan dan ketebalannya sehingga tidak akan mengalami distress yaitu perubahan karena tidak mampu menahan beban dan tidak cepat kritis atau failure.
Struktur perkerasan jalan dalam menjalankan fungsinya berkurang sebanding dengan bertambahnya umur perkerasan dan bertambahnya beban lalu lintas yang dipikul dari kondisi awal desain perkerasan tersebut.
Lalu lintas yang semakin padat dan berkembang seiring dengan perkembangan disegala aspek kehidupan. Umur perkerasan jalan ditetapkan pada umumnya berdasarkan jumlah kumulatif lintasan kendaraan standar (CESA, cummulative equivalent standar axle) yang diperkirakan akan melalui perkerasan tersebut, diperhitungkan dari mulai perkerasan tersebut dibuat dan dipakai umum sampai dengan perkerasan tersebut dikategorikan rusak (habis nilai pelayanannya).
Pertumbuhan ekonomi yang cepat menuntut suatu permintaan pelayanan pada transportasi jalan yang lebih baik, kenyamanan, keamanan dan keselamatan pergerakan.
Pada dasarnya jalan akan mengalami penurunan fungsi strukturalnya sesuai dengan bertambahnya umur, apalagi jika dilewati oleh truk-truk dengan muatan yang cenderung berlebih. Jalan-jalan raya saat ini mengalami kerusakan dalam waktu yang relatif sangat pendek (kerusakan dini) baik jalan
Yang baru dibangun maupun jalan yang baru diperbaiki (overlay).
Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, penyebab utama kerusakan jalan adalah mutu pelaksanaan, drainase, dan beban berlebih.
Kerusakan jalan saat ini menjadi suatu yang kontroversial dimana satu pihak mengatakan kerusakan dini pada perkerasan jalan disebabkan karena jalan didesain dengan tingkat kualitas dibawah standar dan di pihak lain menyatakan kerusakan dini perkerasan jalan disebabkan terdapatnya kendaraan dengan muatan berlebih (overloading) yang biasanya terjadi pada kendaraan berat.
Terdapatnya beban berlebih pada jalan disebabkan penyelewengan pengawasan pada jembatan timbang terhadap beban kendaraan yang melintasi jalan. Disamping kedua hal tersebut faktor lain yang menyebabkan kerusakan dini pada perkerasan yaitu drainase jalan yang tidak berfungsi dengan baik. Dampak nyata yang ditimbulkan oleh muatan berlebih (overloading) adalah kerusakan jalan sebelum periode/umur teknis rencana tercapai. Dampak negatif lain yang timbul dari kelebihan
muatan adalah menurunnya tingkat keselamatan, menurunnya tingkat pelayanan lalu-lintas, dan menurunnya kualitas lingkungan. Kerusakan jalan yang timbul merupakan gabungan dari beberapa faktor yang saling berkaitan. Disamping adanya beban berlebih (overloading), faktor lain seperti perencanaan, pengawasan, pelaksanaan dan lingkungan juga memberikan kontribusi pada kerusakan jalan (Jurnal Master Plan Transortasi Darat 2005, hal III-12).
Secara definisi beban berlebih (overloading) adalah suatu kondisi beban gandar kendaraan melebihi beban standar yang digunakan pada asumsi desain perkerasan jalan atau jumlah lintasan operasional sebelum umur rencana tercapa, atau sering disebut dengan kerusakan dini.
Sedangkan umur rencana perkerasan jalan adalah jumlah repetisi beban lalu lintas ( dalam satuan Equivalent standart Axle Load, ESAL) yang dapat dilayani jalan sebelum terjadi kerusakan srtuktural pada lapisan perkerasan. Kerusakan jalan akan terjadi lebih cepat karena jalan terbebani melebihi daya dukungnya. Kerusakan ini disebabkan oleh salah satu faktor yaitu terjadinya beban berlebih (overloading) pada kendaraan yang mengangkut muatan melebihi ketentuan batas beban yang ditetapkan yang secara signifikan akan meningkatkan daya rusak (VDF = vehicle damage faktor) kenderaan yang selanjutnya akan memperpendek umur pelayanan jalan. Beban berlebih (overload) akan menyebabkan kerusakan dini akan terjadi pada jalan, karena jalan terbebani oleh kenderaan yang
mengangkut beban berlebih, hal ini akan menyebabkan CESA rencana akan tercapai sebelum umur jalan yang direncanakan pada saat mendesign jalan. Umur rencana perkerasan jalan adalah jumlah tahun dari saat jalan tersebut dibuka untuk lali-lintas kenderaan sampai diperlukan suatu perbaikan struktural atau sampai diperlukan overlay lapisan perkerasan (Sukirman, 1999).
Jenis dan besarnya beban kendaraan yang beraneka ragam menyebabkan pengaruh daya rusak dari masing-masing kendaraan terhadap lapisan-lapisan perkerasan jalan raya tidaklah sama. Semakin besar muatan/beban suatu kendaraan yang dipikul lapisan perkerasan jalan maka umur perkerasan jalan akan semakin cepat tercapai, hal ini disebabkan kendaraan-kendaraan yang melintas memiliki angka ekivalen.
kenderaan yang lewat pada suatu lajur jalan raya memiliki beban siklus atau suatu beban yang berlang-ulang yang mempengaruhi indeks permukaan akhir umur rencana (IPt) dari perkerasan jalan raya.
Kebanyakan truk di Indonesia mengalami kelebihan muatan, beberapa di antaranya memiliki kelebihan yang sangat besar. Sebuah Survei The Asia Foundation, bekerja sama dengan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia (LPEM-FEUI) menunjukkan bahwa rata-rata 52% truk mengalami kelebihan muatan sekitar 45% di atas batas muatan yang diizinkan. Rata- rata berat beban adalah sekitar 4 ton di atas berat yang diizinkan.
Kebanyakan truk merupakan jenis bak terbuka dan mengalami modifikasi,
banyak pemilik truk melakukan modifikasi terhadap truk mereka agar bisa memuat barang melebihi batas beban muat yang ditentukan.(Jurnal The Asia Foundation 2008 ”Biaya Transportasi Barang Angkutan, Regulasi, dan Pungutan Jalan di Indonesial” hal 41 dan hal 43).
Masalah truk bermuatan berlebih atau overload tidak saja berdampak terhadap percepatan kerusakan jalan tetapi juga menyebabkan berbagai gangguan yang berdampak pada lingkungan maupun keselamatan lalulintas sebagai berikut meningkatnya tingkat polusi udara, meningkatnya tingkat kebisingan, meningkatnya tingkat kemacetan lalulintas, meningkatnya tingkat kecelakaan lalulintas, meningkatnya percepatan kerusakan jalan dan lain-lain.
Dalam perencanaan perkerasan jalan raya adanya, digunakan beban standar sehingga semua beban kendaraan dapat diekivalensikan terhadap beban standar dengan menggunakan ”angka ekivalen beban sumbu (E)”. Beban standar merupakan beban sumbu tunggal beroda ganda seberat 18.000 pon (Sukirman, 1999).
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini yaitu :
1. Seberapa besar pengaruh kelebihan muatan terhadap umur
perkerasan jalan raya
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui perbandingan tebal perkerasan jalan dengan beban standar dan beban lebih (over load) pada ruas jalan Makassar – Maros.
2. Untuk mengetahui kondisi perkerasan jalan dengan beban standar dan beban lebih (over load).
Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah :
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan tebal perkerasan jalan dengan beban standar dan beban lebih (over load) pada ruas jalan Makassar – Maros.
1.4 Pokok Bahasan dan Batasan Masalah.
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Proyek Jalan tersebut berlokasi di Makassar – Maros b. Survey Lalu Lintas selama 12 jam
c. Survei lapangan berat muatan kendaraan
1.5 Sistematika Penulisan
Secara garis besar sistematika penulisan ini yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang, perumusan masalah, batasan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berusaha menguraikan dan membahas bahan bacaan yang relevan dengan pokok bahasan study, sebagai dasar untuk mengkaji permasalahan yang ada dan menyiapkan landasan teori.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang tahapan penalitian, pelaksanaan penelitian, teknik pengumpulan data, peralatan penelitian, jenis data yang diperlukan, pengambilan data, dan analisis data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menyajikan hasil analisis perhitungan data – data yang diperoleh dari hasil pengujian serta pembahasan dari hasil pengujian yang diperoleh.
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari hasil analisis masalah dan disertai dengan saran – saran yang diusulkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umum
Perkerasan jalan merupakan lapisan yang terletak diantara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, sehingga merupakan lapisan yang berhubungan langsung dengan kendaraan. Lapisan ini yang berfungsi memberikan pelayanan terhadap lalu-lintas dan menerima beban repetisi lalu-lintas setiap harinya, oleh karena itu pada waktu penggunaannya diharapkan tidak mengalami kerusakan- kerusakan yang dapat menurunkan kualitas pelayanan lalu-lintas. Untuk mendapatkan perkerasan yang memiliki daya dukung yang baik dan memenuhi faktor keawetan dan faktor ekonomis yang diharapkan maka perkerasan dibuat berlapis-lapis.
Sifat bahan pengikat seperti aspal dan semen yang menjadi dasar untuk merancang campuran sesuai jenis perkerasan yang dibutuhkan.
Gambar 2.1 Penyebaran Beban Roda Hingga Lapisan Subgrade
Pada gambar 2.1 terlihat bahwa beban kenderaan dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata (w). Beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan (surface course) dan disebarkan hingga ketanah dasar (subgrade), dan menimbulkan gaya pada masing-masing lapisan sebagai akibat perlawanan dari tanah dasar terhadap beban lalu lintas yang diterimanya. Beban tersebut adalah : 1. Muatan atau berat kenderaan berupa gaya vertikal
2. Gaya gesekan akibat rem berupa gaya horizontal 3. Pukulan roda kenderaan berupa getaran-getaran
Karena sifat dari beban tersebut semakin kebawah semakin menyebar, maka pengaruhnya semakin berkurang sehingga muatan yang diterima masing-masing lapisan berbeda.
Menurut Yoder, E. J dan Witczak (1975), pada umumnya jenis konstruksi perkerasan jalan ada 2 jenis :
Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat.
Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Yaitu perkerasan yang menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat.
Selain dari dua jenis perkerasan tersebut, di Indonesia sekarang dicoba dikembangkan jenis gabungan rigid-flexible pavement atau composite pavement, yaitu perpaduan antara perkerasan lentur dan kaku.
2.2. Definisi Perkerasan Lentur (flexible pavement)
Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Aspal itu sendiri adalah material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika aspal dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu, aspal dapat menjadi lunak / cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton atau dapat masuk ke dalam pori-pori yang ada pada penyemprotan/penyiraman pada perkerasan macadam atau pelaburan.
Jika temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (sifat termoplastis).Sebagai salah satu material konstruksi perkerasan lentur, aspal merupakan salah satu komponen kecil, umumnya hanya 4 - 10 % berdasarkan berat atau 10 - 15 % berdasarkan volume, tetapi merupakan komponen yang relatif mahal.
Aspal minyak yang digunakan untuk perkerasan jalan merupakan proses hasil residu dari destilasi minyak bumi, sering disebut sebagai aspal semen. Aspal semen bersifat mengikat agregat pada campuran aspal beton dan memberikan lapisan kedap air, serta tahan terhadap pengaruh asam,
basa dan garam. Hal ini berarti jika dibuatkan lapisan denganmempergunakan aspal sebagai pengikat dengan mutu yang baik dapat memberikan lapisan kedap air dan tahan terhadap pengaruh cuaca dan reaksi kimia yang lain.
Sifat aspal berubah akibat panas dan umur, aspal akan menjadi kaku dan rapuh sehingga daya adhesinya terhadappartikel agregat akan berkurang. Perubahan ini dapat diatasi / dikurangi jika sifat-sifat aspal dikuasai dan dilakukan langkah-langkah yang baik dalam proses pelaksanaan.
2.3. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Perkerasan kaku adalah suatu perkerasan yang mempunyai sifat dimana saat pembebanan berlangsung perkerasan tidak mengalami perubahan bentuk, artinya perkerasan tetap seperti kondisi semula sebelum pembebanan berlangsung, sehingga dengan sifat ini, maka dapat dilihat apakah lapisan permukaan yang terdiri dari plat beton tersebut akan pecah atau patah. Struktur perkerasan kaku bisanya terdiri dari lapisan permukaan (surface coarse) yang dibuat dari plat beton dan lapisan pondasi (base course).
2.4. Parameter Perkerasan Jalan 2.4.1. Umur Rencana
Umur rencana adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan
perbaikan berat atau dianggap perlu untuk diberi lapis permukaan yang baru.
Umur rencana perkerasan baru seperti yang ditulis di dalam Tabel 2.1 : Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR)
Jenis
Perkerasan Elemen Perkerasan Umur Rencana
(tahun) Perkerasan lentur lapisan aspal dan lapisan berbutir dan CTB 20
pondasi jalan
40 semua lapisan perkerasan untuk area
yang tidak diijinkan sering ditinggikan akibat pelapisan ulang, misal : jalan perkotaan, underpass, jembatan, terowongan.
Cement Treated Based
Perkerasan Kaku lapis pondasiatas, lapis pondasi bawah, lapis beton semen, dan pondasi jalan.
Jalan tanpa penutup
Semua elemen Minimum 10
2.4.2. Lalu Lintas
1. Analisis Volume Lalu Lintas
Analisis Volume lalu lintas didasarkan pada survey faktual. Untuk keperluan desain, volume lalu lintas dapat diperoleh dari :
1) Survey lalu lintas aktual, dengan durasi minimal 7 x 24 jam. Pelaksanaan survey agar mengacu pada Pedoman Survei Pencacahan Lalu Lintas dengan cara Manual Pd T-19-2004-B atau dapat menggunakan peralatan dengan pendektan yang sama.
2) Hasil - hasil survey lalu lintas sebelumnya
3) Untuk jalan dengan lalu lintas rendah dapat menggunakan nilai perkiraan dari Sub Bab 4.11.
Dalam analisis lalu lintas, terutama untuk penentuan volume lalu lintas pada jam sibuk dan lintas harian rata – rata tahunan (LHRT) agar mengacu pada Manual Kapasitas Jalan Inonesia (MKJI). LHRT yang dihitung adalah untuk semua jenis kendaraan kecuali sepeda motor, ditambah 30% jumlah sepeda motor.
Sangat penting untuk memperkirakan volume lalu lintas yang realistis. Terdapat kecenderungan secara historis untuk menaikkan data lalu lintas untuk meningkatkan justifikasi ekonomi. Hal ini tidak boleh dilakukan untuk kebutuhan apapun. Desainer harus membuat survey cepat secara independen untuk memferifikasi data lalu lintas jika terdapat keraguan terhadap data.
2. Jenis Kendaraan
Sistem klasifikasi kendaraan dinyatakan didalam Tabel 4.1.
Dalam melakukan survey lalu lintas harus menggunakan pembagian jenis kendaraan dan muatannya seperti yang tertulis di dalam tabel tersebut.
3. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas
Faktor pertumbuhan lalu lintas didasarkan pada data - data pertumbuhan historis atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain yang valid, bila tidak ada maka pada Tabel 4.1 digunakan sebagai nilai minimum.
Tabel 2.2 : Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum untuk desain
2011 – 2020 > 2021 – 2030
arteri dan perkotaan (%) 5 4
Kolektor rural (%) 3,5 2,5
Jalan desa (%) 1 1
Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung sebagai berikut
Dimana R = Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas i = Tingkat pertumbuhan tahunan (%) UR = Umur Rencana (tahun)
4. Pengaruh Alihan Lalu Lintas ( Traffic Diversion)
Untuk analisis lalu lintas pada ruas jalan yang didesain harus diperhatikan faktor alihan lalu lintas yang didasarkan pada nalisis secara jaringan dengan memperhitungkan proyeksi peningkatan kapasitas ruas jalan jalan yang didesain.
5. Pengaruh Alihan Lalu Lintas ( Traffic Diversion)
Faktor distribusi lajur untuk kendaraan niaga (truk dan bus) ditetapkan dalam Tabel 4.2 Beban desain pada setiap lajur
tidak boleh melampaui kapasitas lajur pada setiap tahun selama umur rencana. Kapasitas lajur mengacu kepada Permen PU No. 19/PRT/M/2011 mengenai Persyaratan teknis jalan dan Kriteria Perncanaan Teknis Jalan berkaitan Rasio
Volume Kapsitas (RVK) yang harus dipenuhi. Kapsitas Lajur maksimum pada MKJI.
Tabel 2.3 : Faktor Distribusi Lajur (DL) Jumlah Lajur
setiap arah
Kendaraan niaga pada lajur desain (% terhadap populasi kendaraan
niaga)
1 100
2 80
3 60
4 50
6. Perkiraan Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Factor) Perhitungan beban lalu lintas yang akurat sangatlah penting.
Beban lalu lintas tersebut diperoleh dari :
a. Studi jembatan timbang/timbangan statis lainnya khusus untuk ruas jalan yang didesain.
b. Studi jembatan timbang yang telah pernah dilakukan sebelumnya dan dianggap cukup repsentatif untuk ruas jalan yang didesain.
c. Tabel 4.5
d. Data WIM Regional yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Teknik.
Ketentuan untuk cara pengumpulan data beban lalu lintas dapat dilihat dalam Tabel 4.3
Tabel 2.4 : Ketentuan Cara Pengumpulan Data Beban Lalu Lintas
Spesifikasi Penyediaan Prasarana Jalan
Sumber Data Beban Lalu Lintas
Jalan Bebas Hambatan 1 atau 21
Jalan Raya 1 atau 2 atau 4
Jalan Sedang 1 atau 2 atau 3 atau 4
Jalan Kecil 1 atau 2 atau 3 atau 4
Data yang diperoleh dari metode 1,2 atau 4 harus menunjukkan konsistensi dengan data pada Tabel 4.5
Jika survey beban lalu lintas menggunakan sistem timbangan Portabel, sistem harus mempunyai kapasitas beban satu pasangan roda minimum 18 ton atau kapasitas beban satu sumbu minimum 35 ton. Data yang diperoleh dari sistem Weigh in Motion hanya bisa digunakan bila alat timbang tersebut telah dikalibrasi secara menyeluruh terhadap data jembatan timbang.
7. Pengendalian Beban Sumbu
Untuk keperluan desain, tingkat pembebanan saat ini (aktual) diasumsikan berlangsung sampai tahun 2020, setelah tahun
2020 diasumsikan beban berlebih terkendali dengan beban sumbu nominal 120 kN. Bina Marga dapat menentukan waktu implementasi efektif alternatif dan mengendalikan beban ijin kapan saja.
8. Beban Sumbu Standar
Beban sumbu 100 kN diijinkan dibeberapa ruas yaitu untuk ruas jalan Kelas I. Namun demikian nilai CESA selalu ditentukan berdasarkan beban sumbu standar 80 kN.
9. Sebaran Kelompok Sumbu Kendaraan Niaga
Dalam pedoman desain perkerasan kaku Pd T-14-2003, desain perkerasan kaku didasarkan pada distribusi kelompok sumbu kendaraan niaga (heavy vehicle axle group, HVAG) dan bukan pada nilai CESA Karakteristik proporsi sumbu dan proporsi beban untuk setiap kelompok sumbu dapat menggunakan data hasil surv timbang atau mengacu pada LAMPIRAN A. Sebaran kelompok sumbu digunakan untuk hasil desain dengan pedoman desain P 14-2003.
10. Beban Sumbu Standar Kumulatif
Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle Load (CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada lajur desain selama umur rencana, yang ditentukan sebagai :
ESA = (∑jenis kendaraan LHRT x VDF) CESA = ESA x 365 x R
Dimana
ESA : lintasan sumbu standar ekivalen (equivalent standar axle untuk 1 (satu) hari
LHRT : lintas harian rata-rata tahunan untuk jenis kendaraan tertentu
CESA : Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur rencana
R : Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas
11. Perkiraan Lalu Lintas untuk Jalan dengan Lalu Lintas Rendah Untuk jalan dengan lalu lintas rendah, jika data lalu lintas tidak tersedia atau diperkirakan terlalu rendah untuk mendapatkan desain yang aman, maka nilai perkiraan dalam Tabel berikut dapat digunakan:
Tabel 2.5 : Perkiraan Lalu Lintas Untuk Jalan Dengan Lalu Lintas Rendah Deskripsi Jalan LHRT
dua arah
Kend berat (% dari
lalu lintas)
Umur Renc ana (th)
Pertum buhan
Lalu Lintas
(%)
Pertumb uhan lalu lintas kumulatif
Kelompok Sumbu/
Kendaraan Berat
Kumulatif HVAG
ESA/HVAG (overloaded)
Lalin desain Indikatif (Pangkat 4) Overloaded Jalan desa
minor dg akses kendaraan berat terbatas
30 3 20 1 22 2 14.454 3,16 4,5 x 104
Jalan kecil 2 arah
90 3 20 1 22 2 21.681 3,16 7 x 104
Jalan lokal 500 6 20 1 22 2,1 252.945 3,16 8 x 105
Akses lokal daerah industri atau quarry
500 8 20 3.5 28,2 2,3 473.478 3,16 1,5 x 106
Jalan kolektor 2000 7 20 3.5 28,2 2,2 1.585.122 3,16 5 x 106
Tabel 2.6 Klasifikasi Kendaraan dan Nilai VDF Standar
2.5. Iklim
Pembagian zona iklim untuk Indonesia dinyatakan didalam Gambar 6.1 dan Tabel 6. Dalam desain perkerasan iklim mempengaruhi :
a. Temperatur lapisan aspal dan nilai modulusnya.
b. Kadar air di lapisan tanah dasar dan lapisan perkerasan bebutir.Zona iklim diperlukan untuk dapat menggunakan desain1
Gambar 6.1. Zona Iklim Untuk Indonesia
Zona Uraian
(HDM 4 types) Lokasi Curah hujan
(mm/tahun) I tropis, kelembaban sedang
dengan musim hujan jarang
Sekitar Timor dan Sulawesi Tengah
seperti yang ditunjukkan gambar <1400 II tropis, kelembaban sedang
dengan musim hujan sedang
Nusa Tenggara, Merauke,
Kepulauan Maluku 1400 - 1800
III tropis, lembab dengan musim hujan sedang
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Bali, seperti yang
ditunjukkan gambar 1900 - 2500
IV
tropis, lembab dengan hujan hampir sepanjang tahun dan kelembaban tinggi dan/atau banyak air
Daerah pegunungan yang basah, misalnyaBaturaden (tidak ditunjuk-
kan di peta) >3000
2.6. Pengujian Perkerasan Jalan
2.6.1. Pengujian Benkelman Beam (BB)
Menurut Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan Pd. T-05-2005- B,tebal lapis tambah (overlay) merupakan lapis perkerasan tambahan yang dipasang di atas konstruksi perkerasan yang ada dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan struktur perkerasan yang ada agar dapat melayani lalu lintas yang direncanakan selama kurun waktu yang akan datang.
Benkelman Beam merupakan alat untuk mengukur lendutan balik dan lendutan langsung perkerasan yang menggambarkan kekuatan struktur perkerasan jalan.
Menurut Metode Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur dengan Alat Benkelman Beam SNI 03-2416-1991, metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian perkerasan jalan dengan alat Benkelman Beam (BB) yaitu mengukur gerakan vertikal pada permukaan lapis jalan dengan cara mengatur pemberian beban roda yang diakibatkan oleh beban tertentu dengan tujuan untuk memperoleh data dilapangan yang akan bermanfaat bagi penilaian struktur peramalan performance perkerasan dan perencanaan overlay.
Untuk alat Benkelman Beam dalam dilihat pada Gambar 3.1.
Perencanaan Tebal Lapis Tambah Berdasarkan Metode Pd T-05-2005-B
a. Jumlah Lajur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan, yang menampung lalu-lintas terbesar.
Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur
L < 4,50 m 4,50 m ≤ L < 8,00 m 8,00 m ≤ L < 11,25 m 11,25 m ≤ L < 15,00 m 15,00 m ≤ L < 18,75 m 18,75 m ≤ L < 22,50 m
1 2 3 4 5 6
Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada lajur rencana ditentukan Tabel 3.2
Jumlah Lajur
Kendaraan ringan* Kendaraan berat**
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1
2 3 4 5 6
1,00 0,60 0,40
- - -
1,00 0,50 0,40 0,30 0,25 0,20
1,00 0,70 0,50
- - -
1,00 0,50 0,475
0,45 0,425
0,40 Sumber : Bina Marga, 2005 (Pd T-05-2005-B)
Keterangan *) Mobil Penumpang **) Truk dan Bus
b. Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan (E)
Angka ekivalen (E) masing - masing golongan beban sumbu (setiap kendraan) ditentukan pada Tabel 3.3
Tabel 3.3 Ekivalen beban sumbu kendaraan (E) Beban
sumbu (ton)
Ekivalen beban sumbu kendaraan (E)
STRT STRG SDRG STrRG
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
0,00118 0,01882 0,09526 0,30107 0,73503 1,52416 2,82369 4,81709 7,71605 11,76048 17,21852 24,38653 33,58910
0,00023 0,00361 0,01827 0,05774 0,14097 0,29231 0,54154 0,92385 1,47982 2,25548 3,30225 4,67697 6,44188
0,00003 0,00045 0,00226 0,00714 0,01743 0,03615 0,06698 0,11426 0,18302 0,27895 0,40841 0,57843 0,79671
0,00001 0,00014 0,00070 0,00221 0,00539 0,01118 0,02072 0,03535 0,05662 0,08630 0,12635 0,17895 0,24648
14 15 16 17 18 19 20
45,17905 59,53742 77,07347 98,22469 123,45679 153,26372 188,16764
8,66466 11,41838 14,78153 18,83801 23,67715 29,39367 36,08771
1,07161 1,41218 1,82813 2,32982 2,92830 3,63530 4,46320
0,33153 0,43690 0,56558 0,72079 0,90595 1,12468 1,38081
Faktor Umur Rencana dan Perkembangan Lalu Lintas
Faktor hubungan umur rencana dan perkembangan lalu lintas ditentukan pada Tabel 3.4
r (%)
n (tahun) 2 4 5 6 8 10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 20 25 30
1,01 2,04 3,09 4,16 5,26 6,37 7,51 8,67 9,85 11,06 12,29 13,55 14,83 16,13 17,47 24,54 32,35 40,97
1,02 2,08 3,18 4,33 5,52 6,77 8,06 9,40 10,79 12,25 13,76 15,33 16,96 18,66 20,42 30,37 42,48 57,21
1,03 2,10 3,23 4,42 5,66 6,97 8,35 9,79 11,30 12,89 14,56 16,32 18,16 20,09 22,12 33,89 48,92 68,10
1,03 2,12 3,28 4,51 5,81 7,18 8,65 10,19 11,84 13,58 15,42 17,38 19,45 21,65 23,97 37,89 56,51 81,43
1,04 2,16 3,38 4,69 6,10 7,63 9,28 11,06 12,99 15,07 17,31 19,74 22,36 25,18 28,24 47,59 76,03 117,81
1,05 2,21 3,48 4,87 6,41 8,10 9,96 12,01 14,26 16,73 19,46 22,45 25,75 29,37 33,36 60,14 103,26 172,72
2.6.2. Analisa Lendutan
a. Lendutan dengan Benkelman Beam
Perencanaan tebal lapis tambah berdasarkan kekuatan struktur perkerasan struktur yang ada dengan nilai lendutan.
Lendutan yang didapatkan pada pengujian Benkelman Beam adalah lendutan balik. Nilai lendutan tersebut harus dikoreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim) dan koreksi temperatur serta faktor koreksi beban uji (bila beaban uji tidak tepat sebesar 8,16 ton). Besarnya lendutan balik adalah:
dB = 2× (d3 – d1) × Ft × Ca × FKB-BB...
dB = lendutan balik (mm)
d1 = lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran d3 = lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari pengukuran
Ft = faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar35°C, persaman 3.2 untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm dan persamaan 3.3 untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama dengan 10 cm atau dapat juga menggunakan Gambar 3.2.
= 4,184 × TL, untuk HL < 10 cm ... (3.8)
-0,7573
= 14,785 ×TL
, untuk HL ≥ 10 cm ... (3.9)
TL = temperatur lapis beraspal, diperoleh dari hasil pengukuran langsung dilapangan atau dapatdiprediksi dari temperatur udara yaitu:
TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb) ... (3.10)Tp = temperatur permukaan lapis beraspal
Tt = temperatur tengah lapis beraspal atau dari tabel 3.5 Tb = temperatur bawah lapis beraspal atau dari tabel 3.5
Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim = 1,2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau
Gambar 3.2 Faktor koreksi lendutan terhadap temperatur standar (Ft) Sumber : Bina Marga, 2005 (Pd T-05- 2005-B)
Catatan:
- Kurva A adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal
(HL) kurang dari 10 cm.
- Kurva B adalah faktor koreksi (Ft) untuk tebal lapis beraspal
(HL) minimum 10 cm 2.4.2. Pengujian CBR
1. Teori DCP (Dynamic Cone Penetrometer)
Pengujian Cara Dinamis dikembangkan oleh TRL (Transport and Road Research Laboratory), mulai diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1985 / 1986. Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan nilai CBR (California Bearing Ratio) tanah dasar, timbunan, dan atau suatu sistem perkerasan. Pengujian ini akan memberikan data kekuatan tanah sampai kedalaman kurang lebih 70 cm di bawah permukaan lapisan tanah yang ada atau permukaan tanah dasar. Pengujian ini dilakukan dengan mencatat data masuknya konus yang tertentu dimensi dan sudutnya, ke dalam tanah untuk setiap pukulan dari palu/hammer yang berat dan tinggi jatuh tertentu pula. Pengujian dengan alat DCP ini pada dasarnya sama dengan Cone Penetrometer (CP) yaitu sama-sama mencari nilai CBR dari suatu lapisan tanah langsung di lapangan. Hanya saja pada alat CP dilengkapi dengan poving ring dan arloji pembacaan, sedangkan pada DCP adalah melalui ukuran (satuan) dengan menggunakan mistar percobaan dengan alat CP digunakan untuk mengetahui CBR tanah asli, sedangkan percobaan dengan alat DCP ini hanya
untuk mendapat kekuatan tanah timbunan pada pembuatan badan jalan, alat ini dipakai pada pekerjaan tanah karena mudah dipindahkan ke semua titik yang diperlukan tetapi letak lapisan yang diperiksa tidak sedalam pemeriksaan tanah dengan alat sondir.
Pengujian dilaksanakan dengan mencatat jumlah pukulan (blow) dan penetrasi dari konus
(kerucut logam) yang tertanam pada tanah/lapisan pondasi, kerena pengaruh penumbuk kemudian dengan menggunakan grafik dan rumus, pembacaan penetrometer diubah menjadi pembacaan yang setara dengan nilai CBR.
2. Teori CBR Lapangan
Sukirman (1999) menyatakan bahwa CBR Lapangan sering disebut CBR inplace atau field CBR yang gunanya untuk :
1. Mendapatkan nilai CBR asli di lapangan, sesuai dengan kondisi tanah dasar saat itu namun digunakan untuk perencanaan tebal lapis perkerasan yang lapis tanahnya dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi. Pemeriksaan dilakukan dalam kondisi kadar air tanah tinggi (musim penghujan) atau dalam kondisi terburuk yang mungkin terjadi.
2. Untuk mengontrol apakah kepadatan yang diperoleh sudah sesuai dengan yang diinginkan. Pemeriksaan untuk tujuan ini tidak umum digunakan, lebih sering menggunakan pemeriksaan yang lain seperti sand cone dan lain-lain.
Sukirman (2003), CBR lapangan, dikenal juga dengan nama CBR inplace atau field CBR, adalah pengujan CBR yang dilaksanakan langsung dilapangan, dilokasi tanah dasar rencana. Prosedur pengujian mengikuti SNI 03-1738 atau ASTM
D 4429. CBR lapanganan digunakan untuk menyatakan daya dukung tanah dasar dimana tanah dasar drencanakan tidak lagi mengalami proses pemadatan atau peningkatan daya dukung tanah sebelum lapis pondasi dihampar dan pada saat pengujian tanah dasar dalam kondisi jenuh. Dengan kata lain perencanaan tebal perkerasan dilakukan berdasarkan kondisi daya dukung tanah dasar pada saat pengujian CBR lapangan itu. Pengujian dilakukan dengan meletakkan piston pada elevasi dimana nilai CBR hendak diukur, lalu dipenetrasi dengan menggunakan beban yang di limpahkan melalui gandar truk ataupun alat lainnya dengan kecepatan 0,05 inci/menit. CBR ditentukan sebagai hasil perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi 0,1 atau 0,2 inci benda uji dengan beban standar.
Cara Menentukan Nilai CBR
Pencatatan hasil pengujian dilakukan menggunakan formulir pengujian Penetrometer Konus Dinamis ( DCP) :
a. Periksa hasil pengujian lapangan yang terdapat pada formulir pengujian Penetrometer Konus Dinamis ( DCP ) dan hitung akumulasi jumlah tumbukan dan akumulasi penetrasi setelah dikurangi pembacaan awal pada mistar Penetrometer Konus Dinamis ( DCP )
b. Gunakan formulir hubungan komulatif (total) tumbukan dan komulatif penetrasi, terdiri dari sumbu tegak dan sumbu datar, pada bagian tegak menunjukkan kedalaman penetrasi dan arah horizontal menunjukkan jumlah tumbukan.
c. Plot hasil pengujian lapangan pada salib sumbu di grafik
d. Tarik garis yang mewakili titik-titik koordinat tertentu yang menunjukkan lapisan yang relatif seragam
e. Hitung kedalaman lapisan yang mewakili titik-titik tersebut, yaitu selisih antara perpotongan garis-garis yang dibuat pada 7.d) dalam satuan mm f. Hitung kecepatan rata-rata penetrasi ( DCP, mm/tumbukan atau
cm/tumbukan) untuk lapisan yang relatif seragam.
g. Nilai DCP diperoleh dari seslisih penetrasi dibagi dengan selisih tumbukan.
h. Gunakan gambar grafik atau hitungan formula hubungan nilai DCP dengan CBR dengan cara menarik nilai kecepatan penetrasi pada sumbu horizontal keatas sehingga memotong garis tebal sudut konus 60 atau garis putus-putus untuk sudut konus 30
i. Tarik garis dari titik potong tersebut kearah kiri sehingga nilai CBR dapat diketahui.
2.5. Prosedur Perhitungan Perkerasan Jalan Sesuai MDP 2013 a. Perkerasan Jalan
Solusi Perkerasan yang banyak dipilih yang didasarkan pada pembebanan dan pertimbangan biaya terkecil diberikan dalam Bagan Desain 3 Perkerasan Lentur, Bagan Desain 4 Pekerasan Kaku, Bagan Desain 5 Pelaburan, Bagan Desain 6 Perkerasan Tanah Semen, dan Bagan Desain 7 Perkerasan Berbutir dan Perkerasan Kerikil. Solusi lain dapat diadopsi untuk menyesuaikan dengan kondisi setempat tetapi disarankan untuk tetap menggunakan bagan sebagai langkah awal untuk semua desain.
Proses desain untuk perkerasan kaku menurut Pd T-14-2003 atau metode
¹º Austroad 2004 membutuhkan jumlah kelompok sumbu dan spektrum beban dan tidak membutuhkan nilai CESA. Jumlah kelompok sumbu selama umur rencana digunakan sebagai input Bagan Desain 4 dan Bagan Desain 4A.
Bagan Desain 3 : Desain Perkerasan Lentur Opsi Biaya Minimum termasuk CTB)¹
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Pengumpulan Data
Data LHR yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data LHR perencanaan selain menggunakan data LHR hasil perencanaan juga dilalukan survey LHR langsung dilapangan pada ruas jalan tersebut.
Tabel 3.1 : Data Survei Volume Lalu Lintas Harian Rata-rata No. Jenis Kendaraan
LHR Perencanaan
Kend/hari
LHR Hasil Survei Kend/hari 1 Sepeda Motor, Skuter dan
Kendaraan Roda Tiga 13985 20292
2 Sedan, Jeep dan st. Wagon 8175 9136
3 Pick Up, Oplet dan Mini Bus 2039 362
4 Bus Kecil 173 49
5 Bus Besar 87 120
6 Truk 2 As Ringan 1385 2904
7 Truk 2 As Berat 2283 1556
8 Truk 3 As 1163 693
9 Truk 4 As, Truk Gandengan 0 37
10 Truk semi Trailer 72 34
11 Kendaraan Tak Bermotor 26 26
Sumber : Data Bina Marga dan Hasil Survey
Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas
Untuk mengetahui pertumbuhan lalu lintas digunakan rumus
Dengan:
i : Faktor pertumbuhan
N : Tahun ke-n LHR0 : LHR tahun awal LHRn : LHR tahun ke-n
Data Berat Kendaraan
Data Berat Kendaraan ini terbagi atas 2 yakni data berat rencana yang mana didapatkan dari asumsi yang mengacu pada bina marga 1989. Sedangkan untuk data berat yang lain didapatkan dari Jembatan Timbang Maccopa.
Tabel 3.2 : Data Berat Kendaraan
No. Jenis Kendaraan Berat Perencanaan Berat dari Jembatan Timbang Maccopa
Ton Ton
1 Sedan, Jeep dan st. Wagon 2 -
2 Pick Up, Oplet dan Mini Bus 4 -
3 Bus Kecil 6 -
4 Bus Besar 9 -
5 Truk 2 As Ringan 8.3 12.405
6 Truk 2 As Berat 18.2 24.902
7 Truk 3 As 25 39.522
8 Truk 4 As, Truk Gandengan 42 51.493
9 Truk Semi Trailer 42 -
Tidak semua data berat kendaraan digunakan dalam analisis, adapun data berat yang digunakan dalam analisis dapat dilihat pada tabel 3.3
Tabel 3.3 Data Berat Kendaraan Yang Digunakan Dalam Analisis No Jenis Kendaraan
Berat Perencanaan
Berat dari Jembatan Timbang Maccopa
Ton Ton
1 Truk 2 As Ringan 8.3 12.405
2 Truk 2 As Berat 18.2 24.902
3 Truk 3 As 25 39.522
4 Truk 4 as, Truk Gandengan 42 51.493
Sumber : Bina Marga 1989 dan Jembatan Timbang Maccopa
3.2. Data Benklemean Bean (BB)
Data dan Analisis Lendutan Benklemean Bean Ruas Kiri : Jalan Poros Maros
No STA.
Pembacaan dial
Lendutan D0 - D200
Lendutan
Maks Kurva Lendutan 0m
20 cm
600 cm
2 x (d3- d1)*0.01*KT
2 x (d2- d1)*0.01*KT
1 0+000 ki 0 35 77 42 1,9142 1,0441
2 0+100 ka 0 35 76 41 1,8894 1,0193
3 0+300 ki 0 32 65 33 1,6159 0,8204
4 0+500 ki 0 44 85 41 2,1131 1,0193
5 0+700 ka 0 43 83 40 2,0634 0,9944
6 0+900 ka 0 45 87 42 2,1628 1,0441
7 1+100 ki 0 60 92 32 2,2871 0,7955
8 1+300 ka 0 56 96 40 2,3866 0,9944
9 1+500 ki 0 45 87 42 2,1628 1,0441
10 1+700 ki 0 45 85 40 2,1131 0,9944
11 1+900 ki 0 55 93 38 2,3120 0,9447
JUMLAH 23,0204 10,7147
RATA-
RATA 2,0928 0,9741
Ruas Kanan : Maros No STA.
Pembacaan dial
Lendutan D0 - D200
Lendutan Maks
Kurva Lendutan 0m 20 cm 600 cm
2 x (d3- d1)*0.01*KT
2 x (d2- d1)*0.01*KT
1 0+000 ki 0 57 80 23 1,9888 0,5718
2 0+100 ka 0 46 75 29 1,8645 0,7209
3 0+300 ki 0 55 80 25 1,9888 0,6215
4 0+500 ka 0 45 76 31 1,88936 0,7707
5 0+700 ki 0 55 89 34 2,21254 0,8452
6 0+900 ki 0 56 84 28 2,08824 0,6961
7 1+100 ka 0 60 92 32 2,28712 0,7955
8 1+300 ki 0 48 86 38 2,13796 0,9447
0,9741 0,9741
2,0928 2,0928
0 0,5 1 1,5 2 2,5
0+000 0+200 0+400 0+600 0+800 1+000 1+200 1+400 1+600 1+800 2+000
9 1+500 ka 0 47 86 39 2,13796 0,9695
10 1+700 ki 0 35 74 39 1,83964 0,9695
11 1+900 ki 0 55 95 40 2,3617 0,9944
JUMLAH 22,79662 8,89988
RATA-
RATA 2,07242 0,8091
3.3. Data CBR
3.4 Data Perkerasan Eksisting (Test Pit)
0,8091 0,8091
2,0724 2,0724
0,0000 0,5000 1,0000 1,5000 2,0000 2,5000
0+000 0+200 0+400 0+600 0+800 1+000 1+200 1+400 1+600 1+800 2+000
PROYEK : PAKET-23, REVIEW DESAIN TEKNIS JALAN START TES PIT : 26 Juli 2015 KODE TES PIT : TP -1 LOKASI : JL. SUDIRMAN (KOTA MAROS) STA : 1 + 100 FINIS TES PIT : 26 Juli 2015 Di Tes Pit Oleh : FIRMAN ELEVASI PERMUKAAN TANAH : ± 0.00 M Dari Muka Tanah Sekarang KEDALAMAN TES PIT : 1,0 METER Di Laksanakan Oleh : ABIDIN ELEVASI PERMUKAAN AIR : ± 0,00 Meter METODE TES PIT : HAND DUG WELL DI Cek Oleh : HASRULLAH,ST.
0.04 Hitam
0.055 Hitam
0.033 Hitam
0.05 Hitam
LEGENDA : Contoh Tanah
URUGAN AC WC AC BC ACWC AC BC
LOG TEST PIT
Skala Kedalaman Meter Contoh Tanah Casing Warna
Deskripsi Lapisan Konsistensi Keterangan
0.07 Hitam HOTMIX
0.32 AGGREGAT
0.24 SIRTU
Tanah Dasar
Urugan Sirtu
Agregat 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
Kerikil Akhir Tes Pit
Sedang
Aspal Telford Coklat
3.5. Muatan Sumbu Terberat
Muatan sumbu adalah jumlah tekanan roda dari satu sumbu kendaraan terhadap jalan. Jika dilihat pada PP nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan dapat disimpulkan bahwa muatan sumbu terberat adalah beban sumbu salah satu terbesar dari beberapa beban sumbu kendaraan yang harus dipikul oleh jalan. Pada Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang lalu
PROYEK : PAKET-23, REVIEW DESAIN TEKNIS JALAN START TES PIT : 26 Juli 2015 KODE TES PIT : TP -1 LOKASI : JL. SUDIRMAN (KOTA MAROS) STA : 1 + 600 FINIS TES PIT : 26 Juli 2015 Di Tes Pit Oleh : FIRMAN ELEVASI PERMUKAAN TANAH : ± 0.00 M Dari Muka Tanah Sekarang KEDALAMAN TES PIT : 1,0 METER Di Laksanakan Oleh : ABIDIN ELEVASI PERMUKAAN AIR : ± 0,00 Meter METODE TES PIT : HAND DUG WELL DI Cek Oleh : HASRULLAH,ST.
0.04 Hitam
0.05 Hitam
0.035 Hitam
0.045 Hitam
0.06 Hitam
LEGENDA : Contoh Tanah
LOG TEST PIT
Skala Kedalaman Meter Contoh Tanah Casing Warna
Deskripsi Lapisan Konsistensi Keterangan
AC WC AC BC ACWC AC BC
AGGREGAT HOTMIX Hitam
0.05 HOTMIX
0.33
0.35 SIRTU
Tanah Dasar
Urugan Sirtu
Agregat 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
Kerikil Akhir Tes Pit
Sedang
Aspal Telford Coklat
lintas dan angkutan jalan, pengelompokan jalan menurut kelas jalan terdiri atas:
a. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat 10 ton.
b. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat 8 ton.
c. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm, ukuran paling tinggi 3.500 mm, dan muatan sumbu terberat 8 ton.
d. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 mm, ukuran panjang melebihi 18.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 ton.
Pada penelitian ini jalan yang diteliti termasuk tipe jalan kelas I yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat 10 ton.
Gambar 3.1 :Distribusi Pembebanan pada masing–masing roda kendaraan Tabel 3.4 Muatan Sumbu Terberat
No. Jenis Kendaraan
MST
MST Izin
Kelebihan (%) Jembatan Timbang
Maccopa
Jembatan Timbang Maccopa
1 Truk 2 As Ringan 8.187 10 -
2 Truk 2 As Berat 16.435 10 39.155
3 Truk 3 Sumbu 14.821 10 32.527
4 Truk 4 as, Truk
Gandengan 14.418 10 30.642
Rata-rata Kelebihan MST (%) 34.108
Sumber: Data setelah diolah 2013
3.6. Menghitung Angka Equivalent (AE) atau Vehicle Damage Faktor (VDF) Angka ekuivalen (AE) kendaraan atau Vehicle Damage Factor (VDF)dihitung dengan menjumlahkan Angka ekuivalen masing-masing sumbu kendaraan. Perhitungan Angka ekuivalen beban sumbu masing-masing kendaraan menggunakan persamaan
Dengan:
E : Angka ekuivalen beban sumbu kendaraan L : Beban sumbu kendaraan (ton)
k : 1 untuk sumbu tunggal 0,086 untuk sumbu tandem 0,031 untuk sumbu triple
Hasil perhitungan angka ekuivalen kendaraan yang diperoleh dari data pada jembatan timbang dibandingkan dengan data perencanaan. Perbandingan
angka ekuivalen kendaraan merupakan hasil bagi antara angka ekuivalen hasil survei dengan angka ekuivalen perencanaan. Perbandingkan ini bertujuan untuk melihat perbedaan angka ekuivalen kendaraan atau nilai faktor perusak (Damage Factor) masing-masing jenis kendaraan. Hasil perbandingan tersebut seperti pada Tabel di bawah ini :
Tabel 3.5 : Perbandingan angka ekuivalen kendaraan atau Vehicle Damage Factor (VDF)
No. Jenis Kendaraan
Perbandingan AE Per Jenis Kendaraan
Skenario 1 Skenario 2
AE (SAL) AE (SAL) Perbandingan (%) 1 Sedan, Jeep, dan st. Wagon 0.0005 0.0005 100.00 2 Pick Up, Oplet dan Mini Bus 0.1619 0.1619 100.00
3 Bus Kecil 0.2174 0.2174 100.00
4 Bus Besar 0.3006 0.3006 100.00
5 Truk 2 As Ringan 0.2174 1.0847 498.90
6 Truk 2 As Berat 5.0264 17.6151 350.45
7 Truk 3 Sumbu 2.7416 17.1235 624.59
8 Truk 4 as, Truk Gandengan 10.1829 23.0065 225.93
9 Truk 5 As, Semi Trailer 4.3648 4.3648 100.00
Rata-rata 3.2930 9.1018 244.43
Sumber : Data setelah diolah 2013
3.7. Analisis umur rencana berdasarkan analisis Kumulatif ESAL
Umur rencana perkerasan dapat dianalisis berdasarkan hasil kumulatif ESAL pada data perencanaan dan data hasil survey dilapangan. Kumulatif ESAL dihitung per tahun mulai dari tahun pertama sampai akhir masa layanan .Berdasarkan data perencanaan umur layanan konstruksi perkerasan adalah 20 tahun dengan faktor distribusi arah (DD) adalah 0,5, faktor distribusi lajur (DL) adalah 0,8. Dalam proses perhitungan dan analisis kumulatif ESAL untuk faktor pertumbuhan kendaraan menggunakan nilai yang terdapat pada data perencanaan.
Nilai ESAL untuk tiap jenis kendaraan didapatkan dengan mengalikan LHR setiap jenis kendaraan dengan angka ekuivalen damage factor untuk setiap