• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM AKUNTANSI AKTIBA TETAP PADA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA A. Pengertian Sistem Akuntansi Aktiva Tetap dan Akuntansi

Sistem adalah suatu kerangka prosedur-prosedur yang saling berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh untuk melaksanakan suatu kegiatan atau fungsi utama dari perusahaan.Sistem merupakan sarana yang sangat penting dan bermanfaat bagi perusahaan, karena sistem dapat memberikan informasi kepada manajemen perusahaan agar dapat mengalokasikan berbagai sumber daya perusahaan secara efektif dan efesien.

Menurut Mulyadi (2001: 1) ”sistem merupakan sekelompok unsur yang erat berhubungan satu dengan lainnya yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu”. Sistem adalah dua atau lebih komponen-komponen yang saling berkaitan (interrelated) atau subsistem-subsistem yang bersatu untuk mencapai tujuan yang sama (Hall, 2001 : 6).

Pengertian Akuntansi menurut American Accounting Association adalah

accounting as the process identifying, measuring, and communicating economic information to permit informed judgments and decision by users of the information ”. Menurut Harahap (2003) “Akuntansi sebagai seni pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dalam ukuran moneter, transaksi, dan kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan termasuk menafsirkan hasil-hasilnya”.

Menurut Baridwan (2000: 4) “sistem akuntansi adalah formulir-formulir, catatan-catatan, dan prosedur-prosedur yang digunakan untuk mengolah data mengenai usaha suatu kesatuan ekonomis dengan tujuan untuk menghasilkan umpan balik dalam bentuk laporan-laporan yang diperlukan oleh manajemen untuk mengawasi usahanya”.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem akuntansi aktiva tetap adalah sistem akuntansi yang mengolah transaksi yang mengubah aktiva tetap yang melibatkan bagian-bagian yang saling berkaitan satu sama lain, untuk menghasilkan informasi akuntansi yang dibutuhkan berbagai tingkat manajemen pada perusahaan.

B. Aktiva Tetap

1. Pengertian Aktiva Tetap

Aktiva tetap yang dimaksudkan disini adalah aktiva berwujud yang dimiliki oleh perusahaan dengan tujuan untuk dipakai dalam operasi perusahaan dalam jangka waktu lebih dari satu tahun. Aktiva jenis ini kadang-kadang disebut dengan judul tanah, bangunan, peralatan atau pabrik dan peralatan dan lain-lain.

Defenisi aktiva tetap menurut Mulyadi (2001: 59) menyebutkan bahwa

“aktiva tetap adalah kekayaan perusahaan yang memiliki wujud, memiliki manfaat ekonomis lebih dari satu tahun, diperoleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan perusahaan, bukan untuk dijual kembali”.

2. Sifat dan Karakteristik Aktiva Tetap

Untuk dapat disebut sebagai aktiva, sesuatu harus memiliki tiga karakteristik atau sifat dasar sebagai berikut:

a. Mempunyai manfaat ekonomik di masa mendatang

b. Manfaat ekonomik tersebut harus dikuasai atau dikendalikan oleh perusahaan c. Diperoleh dari transaksi atau peristiwa yang terjadi di masa lalu.

Harga historis atau nilai perolehan bukanlah sifat dasar atau karakteristik aktiva. Beberapa aktiva, seperti misalnya tanah yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada perusahaan dalam rangka menggalakkan kegiatan investasi oleh masyarakat bisa didapat oleh perusahaan tanpa pengorbanan atau cost.

Karakteristik terpenting dari setiap aktiva adalah manfaat ekonomiknya di masa mendatang, yang biasanya menghasilkan penerimaan kas bersih bagi suatu perusahaan. Suatu perusahaan bisa merealisasikan manfaat ekonomik di masa mendatang tersebut dengan cara menukarkan, mengubah bentuk aktiva menjadi bentuk lain yang bernilai lebih besar, atau mengkonsumsikan aktiva untuk melaksanakan aktivitas pengadaan barang dan/jasa kepada masyarakat atau konsumen.

Di dalam akuntansi, aktiva didefinisikan sebagai kemungkinan adanya manfaat ekonomik yang dapat diperoleh dan bukan keberadaan suatu objek secara fisik. Sesuatu yang tidak mudah untuk diamati tetapi merupakan hal yang penting adalah bahwa sejumlah manfaat dan bukan objeknya sendiri secara fisik, itulah esensi dari suatu aktiva. Sebuah bangunan misalnya adalah sebuah struktur yang mempunyai bentuk fisik dan bisa memberikan banyak manfaat termasuk ruang

perkantoran dan nilai residu pada akhir masa pengunaannya. Manfaat dari bangunan itulah yang disebut aktiva, dan bukan bangunan itu sendiri secara fisik.

3. Klasifikasi Aktiva Tetap

Menurut Harahap (1999 : 22 – 24), aktiva tetap dapat dikelompokkan dalam:

a. Sudut Substansi

1) Aktiva berwujud (tangible assets) seperti tanah, gedung, mesin, dan lain- lain.

2) Aktiva tidak berwujud (intangible assets) seperti hak cipta, hak paten, franchise, dan lain-lain.

b. Sudut Disusutkan atau Tidak

1) Aktiva tetap yang dapat disusutkan (depreciated plant assets) seperti gedung, mesin, peralatan, dan lain-lain..

2) Aktiva tetap yang tidak dapat disusutkan (undepreciated plant assets) seperti tanah

c. Berdasarkan Jenis

Aktiva tetap berdasarkan jenis seperti tanah, bangunan, gedung, mesin, kendaraan, inventaris.

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara memiliki aktiva tetap yang bermacam-macam jenisnya. Adapun daftar aktiva tetap yang dimiliki oleh Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara adalah sebagai berikut:

a. Tanah b. Bangunan

Aktiva mempunyai atribut finansial yang dapat diukur. Standar atau prinsip akuntansi yang lazim dewasa ini menekankan pada atribut harga historis; sehingga laporan keuangan yang disajikan sesuai dengan standar atau prinsip akuntansi yang lazim seringkali disebut sebagai current cost financial statement. Akan tetapi, seperti sudah dijelaskan sebelumnya harga historis bukanlah karakteristik dari suatu aktiva. Di samping itu, harga historis juga bukan satu-satuya unit pengukur aktiva yang dipergunakan oleh para akuntan. Dengan demikian, sebenarnya pengukuran aktiva di dalam laporan keuangan dewasa ini merupakan kombinasi dari beberapa atribut finansial yaitu sebagai berikut:

a. Historical Cost

Historical cost atau nilai perolehan suatu aktiva adalah jumlah kas atau setara kas yang sesungguhnya dibayarkan untuk mendapatkan dan menempatkan aktiva pada kondisi siap pakai. Dengan demikian, historical cost atau nilai

perolehan merupakan nilai masukan berdasar transaksi yang sesungguhnya terjadi di masa lalu. Di dalam laporan keuangan konvensional, historical cost digunakan sebagai dasar pengukuran atau penilaian untuk aktiva berupa: persediaan, tanah, bangunan, dan equipment, dan aktiva tidak berwujud.

b. Current Cost

Current cost atau nilai perolehan kembali suatu aktiva adalah jumlah kas atau setara kas yang sekarang harus dibayar oleh perusahaan untuk mendapatkan dan menempatkan aktiva yang sama. Seperti halnya nilai perolehan, current cost adalah nilai masukan, namun juga berbeda dari nilai perolehan karena current cost didasarkan suatu transaksi hipotetis atau transaksi yang tidak sesungguhnya terjadi.

c. Current Exit Value in Orderly Liquidation

Current exit value dari suatu aktiva adalah jumlah uang atau kas yang sekarang dapat diterima oleh perusahaan dari penjualan aktiva terkait. Dengan kata lain, current exit value suatu mesin pabrik merupakan jumlah uang atau kas yang akan diterima perusahaan apabila mesin pabrik dijual sekarang (tidak seluruh perusahaan, tetapi hanya mesin pabriknya saja) dengan dalam rangka penghentian dari pemakaiannya dan bukan karena dijual secara terpaksa. Current exit value adalah nilai keluaran berdasar transaksi hipotetis, dan dalam praktik akuntansi yang lazim digunakan sebagai dasar pengukuran untuk aktiva berupa sekuritas yang dimiliki oleh perusahaan sebagai investor dan sekuritas tertentu lainnya.

d. Expected Exit Value In Due Course Of Bussiness

Expected exit value in due course of business dari suatu aktiva atau seringkali disebut nilai realisasi neto adalah jumlah uang, kas atau setara kas yang diharapkan akan dapat diterima perusahaan dari penjualan aktiva dalam kegiatan normal perusahaan minus biaya penjualannya.

Di dalam praktik akuntansi yang lazim, expected exit value in due course of business perusahaan atau nilai realisasi neto digunakan sebagai dasar pengukuran untuk aktiva berupa piutang dagang dan dalam kondisi tertentu juga untuk persediaan. Nilai realisasi neto relevan bagi para pemakai laporan keuangan karena menunjukkan jumlah kas bersih yang diharapkan akan diterima oleh perusahaan dari suatu aktiva dikemudian hari.

e. Present Value of Expected Cash Flows

Salah satu kenyataan yang tidak mungkin dapat dihindarkan oleh masyarakat bisnis adalah bahwa uang yang mempunyai nilai waktu, yang seringkali disebut bunga.

Untuk menentukan nilai sekarang dari suatu aktiva, kita harus mendiskontokan seluruh arus kas bersih yang diharapkan akan dapat dihasilkan oleh aktiva terkait. Proses pendiskontoan ini memerlukan prediksi menyangkut:

1) Jumlah arus kas bersih yang diharapkan akan dapat dihasilkan oleh suatu aktiva;

2) Waktu atau periode terjadinya penerimaan dan pengeluaran kas; dan

3) Suku bunga atau faktor dikonto. Perubahan-perubahan yang terjadi pada nilai sekarang dari suatu aktiva diketahui efeknya baik terhadap aktiva maupun terhadap laba-rugi periodik.

perusahaan. Dalam kejadian seperti ini secara umum ketentuannya adalah bahwa aktiva baru yang diperoleh akan dicatat (dinilai) sebesar harga pasar dari aktiva lama yang diserahkan atau kalau harga pasar aktiva baru lebih jelas diketahui maka dapat pula mempergunakan harga pasar aktiva baru tersebut.

Dalam tukar menukar seperti ini kadang-kadang pihak pembeli harus memberi tambahan uang, apabila hal ini terjadi maka aktiva baru akan dicatat senilai harga pasar dari aktiva lama ditambah uang kas yang harus dibayarkan.

d. Mengeluarkan Surat Berharga

Dalam usaha untuk mendapatkan aktiva tetap perusahaan dapat mengeluarkan surat-surat berharga yang berupa saham atau obligasi. Saham atau obligasi tersebut dipakai sebagai penukar dari aktiva tetap yang diinginkan.

Dalam pertukaran antara aktiva dengan surat berharga ini timbul masalah berupa besarnya nilai aktiva yang diterima akan dicatat, apakah sebesar harga pasar aktiva atau sebesar harga pasar surat berharga atau bahkan nilai nominalnya.

Kalau dalam pertukaran tersebut harga pasar dari surat berharga diketahui maka aktiva yang diterima dinilai sebesar harga pasar dari surat berharga akan tetapi apabila harga pasar dari surat berharga tidak diketahui, aktiva tetap yang diperoleh tersebut dapat dinilai sebesar harga pasar aktiva yang bersangkutan.

e. Aktiva yang Dibangun Sendiri

Tujuan perusahaan untuk membuat atau membangun sendiri aktiva tetap biasanya didasari oleh maksud perusahaan untuk mendapatkan kualitas aktiva yang lebih baik dibandingkan harus membeli, menghemat biaya atau memanfaatkan fasilitas perusahaan yang menganggur.

Penentuan harga perolehan aktiva tetap yang dibangun sendiri umumnya tidak banyak mengalami kesulitan karena apabila aktiva tetap tersebut dibangun atau dibuat sendiri maka seluruh biaya yang timbul sebagai akibat pembangunan aktiva adalah harga perolehan aktiva tersebut.

f. Aktiva diterima Sebagai Hadiah

Kadangkala suatu perusahaan menerima pemberian dari pemerintah atau pihak lain yang berupa tanah, bangunan, atau peralatan. Karena aktiva tersebut diberikan secara cuma-cuma, maka perusahaan tidak mengeluarkan uang atau harta lain sebagai pengganti dari aktiva yang diterima. Sekarang timbul masalah berapa nilai aktiva yang diterima tersebut yang nanti akan dilaporkan dalam neraca?

Apabila terjadi hal seperti ini maka aktiva harus dinilai berdasarkan harga pasar yang wajar seandainya aktiva tersebut dibeli. Oleh karena aktiva perusahaan bertambah dan untuk pertambahan itu perusahaan tidak ada pengorbanan maka pertambahan aktiva tersebut akan diimbangi dengan pertambahan modal.

6. Biaya-Biaya Selama Masa Kegunaan Aktiva Tetap

Selama aktiva dipergunakan mulai dari awal pemakaian sampai aktiva tidak berfungsi lagi ada beberapa biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Biaya- biaya tersebut ada yang bersifat rutin dan mempunyai masa manfaat hanya satu periode, tetapi ada biaya-biaya yang tidak rutin masa manfaatnya lebih dari satu tahun dan kadang-kadang dapat menambah umur ekonomis suatu aktiva atau

memperbaiki daya layannya. Biaya-biaya ini antara lain adalah pemeliharaan, reparasi, perbaikan, penggantian, penambahan, dan penyusunan ulang.

a. Pemeliharaan

Biaya pemeliharaan adalah biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan aktiva agar tetap dapat berfungsi dengan baik. Biaya pemeliharaan ini antara lain adalah biaya pengecatan, pembersihan, pelunasan yang bersifat rutin. Oleh karena sifatnya rutin maka biaya ini adalah merupakan pengeluaran penghasilan yang akan dilaporkan sebagai biaya dalam Laporan Laba Rugi periodik.

b. Penambahan

Biaya reparasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengembalikan keadaan aktiva yang rusak menjadi baik kembali. Biaya reparasi yang kecil biasanya bersifat rutin sehinggga sama seperti halnya biaya pemeliharan diperlukan seebagai pengeluaran penghasilan. Oleh karena itu secara umum dua jenis biaya ini disatukan dalam suatu rekening yang disebut biaya reparasi dan pemeliharaan.

c. Penggantian

Biaya penambahan adalah biaya yang dikeluarkan untuk menambah atau memperluas fasilitas suatu aktiva seperti misalnya perubahan ruangan tambahan dalam suatu bangunan penambahan garasi dan lain sebagainya. Biaya penambahan ini haru dikapitalisasi dan dicatat dalam rekening bangunan yang terpisah dari rekening bangunan utamamya. Apabila tambahan ini dapat dipakai selama masa pemakaian dari bangunan utamanya maka aktiva ini dapat

disusutkan selama sisa umur dari aktiva utamanya, akan tetapi apabila umurnya lebih pendek dari aktiva utamanya, maka penyusutannya sesuai dengan umurnya tersebut.

d. Penggantian

Biaya penggantian adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengganti sebagian dari suatu aktiva seperti misalnya penggantian mesin mobil dari semula berbahan bakar solar, mengganti suku cadang utama mesin pabrik dan lain sebagainya. Dalam penggantian ini biayanya akan dikapitalisasikan yang meliputi harga beli peralatan dan biaya pemasangannya. Oleh karena dalam penggantian ini ada bagian yang dilepaskan maka peralatan lama yang diganti tersebut dihapuskan.

e. Penyusunan Ulang

Perusahaan sering melakukan perubahan susunan dari aktiva tetapnya terutama mesin-mesin pabrik yang tujuannya untuk meningkatkan efesiensinya.

Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penyusunan ulang ini apabila kecil dan tindakan ini bersifat rutin akan diperlukan sebagai pengeluaran penghasilan, sedangkan apabila jumlahnya besar dan tindakan ini tidak bersifat rutin, biayanya akan dikapitalisasi dan akan dilaporkan secara tersendiri dalam kelompok beban yang ditangguhkan.

7. Penghentian Aktiva Tetap

Aktiva tetap dapat dihentikan karena rusak atau dijual, untuk aktiva yang dihentikan sebelum batas waktunya maka penyusutan dihitung sampai saat

penghentiannya, nilai buku atau selisih antara hasil penjualan yang diterima dengan nilai buku diakui sebagai rugi atau laba.

Sebagai contoh, misalnya FE USU mempunyai sebuah mesin dengan harga perolehan Rp 5.000.000,- telah disusut sebesar Rp 3.000.000,- dijual dengan harga Rp 2.500.000 akan dicatat sebagai berikut:

Kas Rp 2.500.000,-

Akumulasi penyusutan mesin Rp 3.000.000,-

Mesin Rp 5.000.000,-

Laba penjualan mesin Rp 500.000,-

C. Penyusutan Aktiva Tetap 1. Pengertian Penyusutan

Menurut Drs. Bambang Subroto, M.M., Akuntan (1991 : 129) “Penyusutan adalah alokasi dari harga perolehan kepada periode-periode yang menikmati dan tidak ada hubungannya dengan suatu usaha untuk pemupukan dana dalam rangka mengganti aktiva apabila aktiva tersebut rusak atau tidak dipakai lagi”.

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2002 : 17.1) ”penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan untuk periode akuntansi dibebankan ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung ”

Dengan kata lain Penyusutan (Depreciation) adalah Harga Perolehan Aktiva Tetap yang dialokasikan ke dalam Harga Pokok Produksi atau Biaya Operasional akibat penggunaan aktiva tetap tersebut. Sedangkan pengertian penyusutan menurut Fakultas Ekonomi USU sesuai dengan pengertian menurut Standar Akuntansi Keuangan. Adapun besarnya rupiah beban depresiasi hal ini akan

tergantung kepada harga perolehan/pokok aktiva tetap, taksiran umur ekonomis, taksiran nilai sisa (residual value), dan metode penyusutan yang digunakan.

Pembebanan penyusutan merupakan suatu pengakuan terhadap penurunan nilai ekonomis suatu aktiva tetap perbedaan pengakuan penyusutan sebagai beban (expense). Pengorbanan sumber ekonomis atau kas terjadi pada saat perolehan aktiva tetap dan jumlah inilah yang dialokasikan sebagai beban penyusutan selama umur ekonomis aktiva tetap yang bersangkutan.

2. Faktor-Faktor Dalam Menentukan Penyusutan a. Harga Perolehan (Acquisition Cost)

Harga Perolehan adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap biaya penyusutan.

b. Nilai Residu (Salvage Value)

Merupakan taksiran nilai atau potensi arus kas masuk apabila aktiva tersebut dijual pada saat penarikan/penghentian (retirement) aktiva. Nilai residu tidak selalu ada, Ada kalanya suatu aktiva tidak memiliki nilai residu karena aktiva tersebut tidak dijual pada masa penarikannya atau dijadikan besi tua, hingga habis terkorosi.

c. Umur Ekonomis Aktiva (Economical Life Time)

Sebagian besar, aktiva tetap memiliki 2 jenis umur, yaitu : Umur fisik : Umur yang dikaitkan dengan kondisi fisik suatu aktiva. Suatu aktiva dikatakan masih memiliki umur fisik apabila secara fisik aktiva tersebut masih dalam kondisi baik (walaupun mungkin sudah menurun fungsinya).

Umur Fungsional : Umur yang dikaitkan dengan kontribusi aktiva tersebut dalam penggunaanya. Suatu aktiva dikatakan masih memiliki umur fungsional apabila aktiva tersebut masih memberikan kontribusi bagi perusahaan. Walaupun secara fisik suatu aktiva masih dalam kondisi sangat baik, akan tetapi belum tentu masih memiliki umur fungsional. Dalam penentuan beban penyusutan, yang dijadikan bahan perhitungan adalah umur fungsional yang biasa dikenal dengan umur ekonomis.

d. Pola Penggunaan Aktiva

Pola penggunaan aktiva berpengaruh terhadap tingkat keharusan aktiva.

Dimana untuk mengakomodasi situasi ini biasanya dipergunakan metode penyusutan yang paling sesuai.

3. Metode Penyusutan

Aktiva tetap berwujud dapat disusutkan dalam beberapa metode, oleh karena itu pemilihan metode penyusutan yang akan dipakai terhadap suatu aktiva berwujud harus dipertimbangkan dengan baik. Metode penyusutan yang dipilih dan dianggap tepat untuk jenis aktiva tertentu, belum dapat dipastikan akan tepat untuk diterapkan pada jenis aktiva tertentu karena perbedaan sifat dan pola penggunaan aktiva tersebut.

Beberapa metode penyusutan yang dapat digunakan untuk melakukan perhitungan beban penyusutan periodik, antara lain:

a. Metode berdasarkan waktu

Metode alokasi ini adalah yang mendasarkan alokasinya berdasarkan umur dari aktiva, yang termasuk dalam kelompok ini adalah:

1) Metode garis lurus

2) Metode beban berkurang yang terdiri dari jumlah angka tahun 3) Metode saldo menurun

4) Metode saldo menurun ganda b. Metode berdasarkan kegunaan

Metode ini mendasarkan alokasinya pada banyak sedikitnya penggunaan dari aktiva, yang termasuk dalam kelompok ini adalah:

1) Metode hasil produksi 2) Metode jam jasa

c. Metode alokasi untuk kelompok-kelompok aktiva

Metode ini sebetulnya adalah metode yang berdasarkan waktu, tetapi dipergunakan untuk menyusutkan sekelompok aktiva secara bersama-sama.

Metode ini ada dua yaitu:

1) Metode taraf kelompok 2) Metode gabungan

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan sampai saat ini belum dapat menghitung sendiri besarnya penyusutan dari aktiva tetap yang ada. Hal ini disebabkan karena sampai saat ini yang berhak untuk menentukan besarnya penyusutan aktiva tetap FE USU adalah Badan Pembendaharaan Negara Republik Indonesia.

Berikut ini merupakan beberapa metode penyusutan yang umumnya digunakan oleh suatu perusahaan:

1) Metode Garis Lurus (Straight Line Methode)

Metode garis lurus adalah metode alokasi harga perolehan yang mendasarkan alokasinya pada waktu pemakaian, dalam metode ini beban penyusutan dari waktu ke waktu sama besarnya. Cara penghitungan beban penyusutan per periode adalah dengan cara membagi harga perolehan yang disusutkan (harga perolehan dikurangi nilai sisa) dengan taksiran umurnya. Untuk menentukan tarif penyusutan per periode dapat dihitung dengan membagi penyusutan per periode dengan harga perolehannya.

Ilustrasi :

Misalkan FE USU membeli sebuah gedung dengan harga perolehan Rp 10.000.000,- nilai sisa diperkirakan Rp 5.000.000,- dan taksiran umur 10 tahun.

Depresiasi per tahun = Harga Perolehan Aktiva – Nilai Residu Taksiran Umur Aktiva

= Rp 10.000.000 – Rp 5.000.000 10

= Rp 500.000,-

Tarif Penyusutan Per Tahun = Rp 500.000 x 100%

Rp 10.000.000 = 5%

Tabel berikut ini menunjukkan besarnya penyusutan per tahun, akumulasi penyusutan dan nilai buku dari aktiva selama umur dari aktiva tersebut.

Atas dasar perhitungan di atas, maka dapat dibuat tabel depresiasi sebagai berikut:

Tabel 3.1

Depresiasi Metode garis Lurus

Tahun

Penyusutan(D) Akumulasi Penyusutan

Saldo Akumulasi

Penyusutan Nilai Buku

Rp 10,000,000

1 Rp 500,000 Rp 500,000 Rp 9,500,000 2 Rp 500,000 Rp 1,000,000 Rp 9,000,000 3 Rp 500,000 Rp 1,500,000 Rp 8,500,000 4 Rp 500,000 Rp 2,000,000 Rp 8,000,000 5 Rp 500,000 Rp 2,500,000 Rp 7,500,000 6 Rp 500,000 Rp 3,000,000 Rp 7,000,000 7 Rp 500,000 Rp 3,500,000 Rp 6,500,000 8 Rp 500,000 Rp 4,000,000 Rp 6,000,000 9 Rp 500,000 Rp 4,500,000 Rp 5,500,000 10 Rp 500,000 Rp 5,000,000 Rp 5,000,000

Rp 5,000,000

2) Metode jumlah Angka Tahun

Berbeda dengan metode garis lurus yang mengalokasikan harga perolehan dari periode ke periode sama besar, dalam metode-metode berikut ini (jumlah angka tahun, saldo menurun, dan saldo menurun ganda) alokasi harga perolehan dari periode ke periode semakin menurun. Alokasi ini didasarkan pada suatu anggapan bahwa aktiva semakin lama semakin turun daya layanannya. Sedangkan biaya reparasi dan pemeliharaannya semakin besar.

Metode jumlah angka tahun mendasarkan alokasinya berdasarkan jumlah angka tahun dari umur akktivanya.

Ilustrasi

Misalkan FE USU pada Januari 2010 membeli sebuah mesin cetak dengan harga Rp 10.000.000,-. Mesin ditaksir akan dapat digunakan selama 10 tahun.

Taksiran nilai residu mesin adalah Rp 4.500.000,-.

Jumlah Angka Tahun = n + 1 2

Beban Penyusutan = jumlah angka tahun x (harga penyusutan – nilai residu)

Tahun ke 1 : 10 x (Rp 10.000.000 – Rp 4.500.000) = Rp 1.000.000 55

Tahun ke 2 : 9 x (Rp 10.000.000 – Rp 4.500.000) = Rp 900.000 55

Tahun ke 3 : 8 x (Rp 10.000.000 – Rp 4.500.000) = Rp 800.000 55

Tahun ke 4 : 7 x (Rp 10.000.000 – Rp 4.500.000) = Rp 700.000 55

Tahun ke 5 : 6 x (Rp 10.000.000 – Rp 4.500.000) = Rp 600.000 55

Tahun ke 6 : 5 x (Rp 10.000.000 – Rp 4.500.000) = Rp 500.000 55

Tahun ke 7 : 4 x (Rp 10.000.000 – Rp 4.500.000) = Rp 400.000 55

Tahun ke 8 : 3 x (Rp 10.000.000 – Rp 4.500.000) = Rp 300.000 55

Tahun ke 9 : 2 x (Rp 10.000.000 – Rp 4.500.000) = Rp 200.000 55

Tahun ke 10 : 1 x (Rp 10.000.000 – Rp 5.000.000) = Rp 100.000 55

Atas dasar perhitungan di atas, maka dapat di buat tabel deprsiasi sebagai berikut:

Tabel 3.2

Depresiasi Metode Jumlah Angka Tahun

Tahun Depresiasi (Debet) Akm.Depresiasi (Kredit) Nilai Buku

Rp 10,000,000

1 Rp 1,000,000 Rp 1,000,000 Rp 9,000,000

2 Rp 900,000 Rp 1,900,000 Rp 8,100,000 3 Rp 800,000 Rp 2,700,000 Rp 7,300,000 4 Rp 700,000 Rp 3,400,000 Rp 6,600,000 5 Rp 600,000 Rp 4,000,000 Rp 6,000,000 6 Rp 500,000 Rp 4,500,000 Rp 5,500,000 7 Rp 400,000 Rp 4,900,000 Rp 5,100,000 8 Rp 300,000 Rp 5,200,000 Rp 4,800,000 9 Rp 200,000 Rp 5,400,000 Rp 4,600,000

10 Rp 100,000 Rp 5,500,000 Rp 4,500,000

Rp 5,500,000

3) Metode Persentase dari Nilai Buku/Metode Saldo Menurun

Metode saldo menurun adalah metode alokasi harga perolehan dengan tarif tetap, tarif pnyusutan yang tetap tersebut dikalikan dengan nilai buku aktiva sehingga akan menghasilkan beban penyusutan per periode menurun dari periode ke periode.

Ilustrasi :

Misalkan FE USU pada awal Januari 2009 membeli sebuah mesin dengan harga Rp 3.900.000,-. Depresiasi per tahun 25% dari nilai buku.

Perhitungan depresiasi tahunan dengan menggunakan metode ini adalah sebagai berikut:

Dokumen terkait