• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

G. Teknik Analisis Data

Tabel 3.6 Uji Reliabilitas Perilaku Menyontek

Cronbach's Alpha N of Items

,920 57

Tabel 3.5 Uji Reliabilitas Fear of Failure

Cronbach's Alpha N of Items

,816 50

a. Uji Normalitas

Ghozali (2013) uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel berdistribusi normal tidaknya suatu data. Uji normalitas data pada penelitian ini menggunakan metode Kolmogorov Smirnov dengan bantuan SPSS 20.0 for windows dengan taraf signifikansi yaitu. Jika nilai signifikansi > 0,05 maka data dinyatakan berdistribusi normal. Jika nilai signifikansi < 0,05 maka data dinyatakan tidak berdistribusi normal.

Berdasarkan hasil uji normalitas data penelitian menggunakan SPSS 20.0 hasil signifikansi uji normalitas dari kedua variabel adalah 0,983 > 0,05. Sehingga hasil uji normalitas tersebut dinyatakan berdistribusi normal.

Tabel 3.7 Uji Normalitas

Data yang diuji Asymp. Sig. (2-tailed) Keterangan Fear of Failure

dan

Perilaku Menyontek

.983 Normal

b. Uji Linearitas

Siregar (2014) memaparkan uji linearitas dilakukan untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Uji linearitas menggunakan metode Kolmogorov Smirnov dengan bantuan SPSS 24.0 for windows dengan taraf signifikan yaitu.

Jika nilai signifikansi > 0,05 maka data dinyatakan linear.

Jika nilai signifikansi < 0,05 maka data dinyatakan tidak linear.

Berdasarkan hasil uji linearitas diketahui nilai Sig. Deviation from linearity sebesar 0.073 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang linear antara fear of failure dengan perilaku menyontek.

Tabel 3.8 Uji Linearitas

Variabel Signifikansi Keterangan Fear of failure dan

perilaku menyontek 0.073 Linear

2. Analisis Deskriptif

Sugiyono (2017) memaparkan bahwa statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Kategori tersebut disusun berdasarkan Azwar (2016) dengan syarat:

µ ≤ - 1,5 σ = Kategori sangat rendah

­ 1,5 σ < µ ≤ ­ 0,5 σ = Kategori rendah - 0,5 σ < µ ≤ +0,5 σ = Kategori sedang + 0,5 σ < µ ≤ + 1,5 σ = Kategori tinggi

+ 1,5 σ < µ = Kategori sangat tinggi

Keterangan: *µ = Mean

3. Uji Hipotesis

Setelah dilakukan uji prasyarat maka data hasil penelitian akan dianalisis menggunakan teknik regresi sederhana. Regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal satu varibael independen dengan satu variabel dependen (Sugiyono, 2013). Uji hipotesis dianalisis dengan menggunakan bantuan SPSS 24.0. jika hasil analisis memiliki nilai signifikan > 5% maka H0 diterima sedangkan jika nilai signifikansinya < 5% maka H0 ditolak. Adapun hipotesis yang dibuktikan dalam penelitian ini yaitu :

H0 : Tidak ada pengaruh fair or failure terhadap perilaku menyontek pada mahasiswa di Universitas Bosowa Makassar.

Ha : Ada pengaruh fair or failure terhadap perilaku menyontek pada mahasiswa di Univeritas Bosowa Makassar.

H. Jadwal Penelitian

Adapun jadwal penelitian atau perencanaan waktu untuk penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.9 Jadwal Kegiatan

Kegiatan

Bulan

Februari Maret April Mei

Minggu ke Minggu ke Minggu ke Minggu ke 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Pembuatan skala

penelitian Pelaksanaan

penelitian &

Pengumpulan data Pengolahan dan analisis data

Penyusunan skripsi

dan konsultasi

I. Persiapan Penelitian

Hal pertama yang dilakukan oleh peneliti setelah melakukan ujian proposal, yaitu memperbaiki proposal penelitian berdasarkan masukan dari beberapa penguji berdasarkan komentar dan saran yang diberikan. Setelah melakukan perbaikan, peneliti melakukan tahapan selanjutnya yaitu pembuatan skala penelitian. Pembuatan skala penelitian dibuat sendiri oleh peneliti yaitu skala fear of failure dan skala perilaku menyontek untuk digunakan pada saat penelitian. Setelah selesai pembuatan skala penelitian, langkah selanjutnya yaitu peneliti melakukan bimbingan kepada kedua pembimbing untuk memperbaiki skala yang dibuat. Setelah selesai melakukan perbaikan dari pembimbing maka langkah selanjutnya yang dilakukan peneliti yaitu meminta kesediaan dosen expert untuk menilai, mengomentari, dan memberikan saran untuk perbaikan skala yang akan digunakan pada saat penelitian nantinya.

Setelah skala dikembalikan dari dosen expert, langkah selanjutnya yaitu peneliti memperbaiki kalimat-kalimat yang dikomentari oleh dosen expert.

Kemudian peneliti melakukan konsultasi kembali kepada dosen expert guna

menunjukkan perbaikan yang telah peneliti lakukan. Tahapan selanjutnya

yang dilakukan peneliti setelah proses expert tersebut, kemudian penelti

melakukan analisis perhitungan aiken. Setelah perhitungan aiken selesai,

peneliti melakukan konsultasi dengan kedua pembimbing mengenai hasi

perhitungan aiken. Selanjutnya peneliti diarahkan untuk melakukan uji

keterbacaan terhadap lima orang subjek guna mengetahui apakah skala

yang telah dibuat peneliti mudah dipahami oleh subyek pada saat melakukan

penelitian nantinya. Setelah uji keterbacaan selesai kemudian peneliti

menganalisis kembali menggunakan perhitungan aiken. Setelah perhitungan aiken selesai, peneliti melakukan konsultasi dengan kedua pembimbing mengenai hasil perhitungan aiken uji keterbacaan dan perbaikan yang telah dilakukan. Selanjutnya pembimbing mengarahkan peneliti untuk melakukan penelitian menggunakan skala tersebut.

J. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan persetujuan pembimbing I dan pembimbing II, kemudian dilanjutkan dengan meminta surat perizinan penelitian di pihak Fakultas Psikologi Universitas Bosowa Makassar, setelah itu menyebar surat penelitian di 9 fakultas yang ada di Universitas Bosowa yang akan dilakukan penelitian.

Setelah pengurusan surat perizinan selesai, barulah peneliti

melaksanakan penelitian yang berlangsung di 9 fakultas yang ada di

Universitas bososwa. Pelaksanaan penelitian berlangsung pada tanggal 27

Maret sampai 10 April 2018 dengan jumlah sampel 325 orang mahasiswa

sesuai dengan kriteria subyek penelitian.

43 A. Hasil Penelitian

1. Deskriptif Hasil Penelitian

Analisis pada penelitian ini menggunakan SPSS 20.00 for windows.

Untuk mengetahui fear of failure dan perilaku menyontek, adapun lima kategorisasi yaitu sangat rendah, rendah, tinggi, dan sangat tinggi.

Adapun norma kategorisasi yang digunakan menurut Azwar (2012) dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 4.1

Norma kategorisasi dalam penelitian

µ ≤ - 1,5 б Kategori Sangat Rendah - 1,5 б <µ ≤ - 0,5 б Kategori Rendah

- 0,5 б<µ≤ + 0,5 б Kategori Sedang + 0,5 б<µ≤ + 1,5 б Kategori Tinggi

+ 1,5 б<µ Kategori Sangat Tinggi µ : Mean б : Standar Deviasi

Adapun hasil dari analisis deskriptif diperoleh pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.2

Hasil analisis deskriptif data empirik

Variabel N Mean Skor

Min Max SD

Perilaku Menyontek 325 65,75 35,94 103,38 9,76

Fear of Failure 325 50,47 30,64 67,49 5,86

Analisis deskriptif untuk variabel perilaku menyontek skor minimal adalah 35,94 dan skor maksimal adalah 103,38. Mean diperoleh 65,75 dengan standar deviasi 9,76. Sedangkan pada variabel fear of failure di peroleh skor minimal adalah 30,64 dan skor maksimal 67,49. Mean diperoleh 50,47 dengan standar deviasi 5,86.

a. Distribusi Frekuensi Skor Perilaku Menyontek Berdasarkan Kategori

Adapun kategori skor perilaku menyontek adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3

Tabel distibusi skor perilaku menyontek

Skor Frekuensi Persen(%) Keterangan X < 51,11 33 10,15% Sangat Rendah 51,11 <X≤ 60,87 43 13,23% Rendah 60,87 <X≤ 70,64 158 48,62% Sedang 70,64 <X≤ 80,41 80 24,62% Tinggi

X> 80,41 11 3,38% Sangat Tinggi

Pada tabel distribusi frekuensi perilaku menyontek dapat dijelaskan bahwa kategori sangat rendah memiliki skor dibawah 51,11 kategori rendah 51,11-60,87, kategori sedang memiliki skor 60,87-70,64, kategori tinggi memiliki skor 70,64-80,41 dan untuk kategori sangat tinggi memiliki skor diatas 80,41 .

Berdasarkan kategori skor tersebut, maka diperoleh 33 mahasiswa

(10,15%) memiliki perilaku menyontek sangat rendah, 43 mahasiswa

(13,23%) memiliki perilaku menyontek rendah, 158 mahasiswa (48,62%)

memiliki perilaku menyontek sedang, 80 mahasiswa (24,62%) memiliki

perilaku menyontek tinggi, dan 11 mahasiswa (3,38%) memiliki perilaku menyontek sangat tinggi.

b. Distribusi Frekuensi Skor Fear Of Failure Berdasarkan Kategori Adapun kategori skor variabel fear of failure adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4

Tabel distibusi skor fear of failure

Skor Frekuensi Persen(%) Keterangan X < 41,68 19 5,85% Sangat Rendah 41,68 < X ≤ 47,54 85 26,15% Rendah

47,54 < X ≤ 53,4 117 36% Sedang 53,4 < X ≤ 59,26 80 24,62% Tinggi

X > 59,26 24 7,38% Sangat Tinggi

Pada tabel distribusi frekuensi fear of failure dapat dijelaskan bahwa kategori sangat rendah memiliki skor dibawah 41,68 kategori rendah 41,68-47,54, kategori sedang memiliki skor 47,54-53,4, kategori tinggi memiliki skor 53,4-59,26 dan untuk kategori sangat tinggi memiliki skor diatas 59,26.

Berdasrkan kategori skor tersebut, maka diperoleh 19 mahasiswa

(5,85%) memiliki fear of failure sangat rendah, 85 mahasiswa (26,15%)

memiliki fear of failure rendah, 117 mahasiswa (36%) memiliki fear of

failure sedang, 80 mahasiswa (24,62%) memiliki fear of failure tinggi, dan

24 mahasiswa (7,38%) memiliki fear of failure sangat tinggi.

2. Uji Hipotesis

Adapun Hipotesis statistik yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah :

Ha : Ada pengaruh fear of failure terhadap perilaku menyontek pada mahasiswa di Universitas Bosowa Makassar.

H0 : Tidak ada pengaruh fear of failure terhadap perilaku menyontek pada mahasiswa di Universitas Bosowa Makassar.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi sederhana dengan data berdistribusi normal dan linear.

Analisis data menggunakan program SPSS 20.0 for windows. Adapun hasil uji hipotesis dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.5 Uji Hipotesis

Variabel R R Square T Sig. Ket

XY 0.265 0.070 4.940 0.000 Ada Pengaruh

Berdasarkan hasil analisis regresi sederhana yang telah dilakukan, diketahui bahwa diperoleh nilai R sebesar 0.265. Nilai R menunjukkan besaran nilai korelasi atau hubungan kedua variabel penelitian. Adapun nilai R square yang diperoleh sebesar 0.070. Nilai R square menunjukkan besaran pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam hal ini, diketahui bahwa pengaruh variabel fear of failure terhadap variabel perilaku menyontek sebesar 7% (0.070 x 100%).

Sedangkan diperoleh nilai t hitung sejumlah 4.940 dengan signifikansi

0.000 (p < 0.05). Adapun nilai t tabel untuk 325 responden yaitu 1.960 Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel (4.940 > 1.960), yang menandakan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak.

Dari hasil tersebut maka dapat di asumsikan bahwa ada pengaruh fear of failure terhadap perilaku menyontek pada mahasiswa di Universitas Bosowa Makassar.

B. Pembahasan

1. Gambaran Deskriptif Perilaku Menyontek Pada Mahasiswa Di Universitas Bosowa Makassar

Gambar 1.

Diagram Tingkat Perilaku Menyontek

Berdasarkan diagram perilaku menyontek diatas untuk variabel perilaku menyontek pada 325 mahasiswa, maka dapat diperoleh bahwa yang sangat tinggi memiliki perilaku menyontek sebanyak 11 orang mahasiswa (3,38%). Kemudian yang tergolong tinggi melakukan perilaku menyontek sebanyak 80 orang mahasiswa (24,62%). Adapun yang memiliki perilaku menyontek yang tergolong sedang sebanyak 158

3,38%

24,62%

48,62%

13,23%

10,15%

Perilaku Menyontek

Sangat Tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat Rendah

orang mahasiswa (48,62%). Sebanyak 43 orang mahasiswa (13,23%) yang memiliki perilaku menyontek rendah. Sebanyak 33 orang mahasiswa (10,15%) memiliki perilaku menyontek sangat rendah.

Anderman & Murdock (2007) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan menyontek (cheating) adalah melakukan ketidakjujuran atau tidak fair dalam rangka memenangkan atau meraih keuntungan dalam ujian. Hal ini didukung hasil wawancara dilapangan, ditemukan bahwa mahasiswa di Universitas Bosowa kadang-kadang sering menyontek dikarenakan mereka menganggap bahwa menyontek merupakan hal biasa dilakukan karena mereka mempunyai beban akademik seperti tugas kuliah yang menumpuk dan sering ujian mendadak. Selain itu sebagian dari mereka menyatakan bahwa lemahnya pengawasan ketika ujian sehingga menyebabkan mereka dengan mudahnya menyontek karena tidak diberikan sanksi tegas dari pengawas ketika didapati menyontek.

Hal tersebut didukung hasil penellitian (Ningsih & Pratikto, 2012)

menyatakan bahwa kehidupan siswa maupun mahasiswa saat ini

perilaku menyontek dianggap salah satu fenomena yang sering muncul

menyertai aktifitas proses belajar mengajar. Menyontek meskipun

dianggap perbuatan tidak jujur, curang yang bertentangan dengan moral

etika serta tercela, tetapi bukan dianggap perbuatan yang melanggar

hukum sehingga pelakunya tidak sampai berurusan dengan aparat

penegak hukum. Oleh karena itu orang sering mengabaikan persoalan

menyontek karena dianggap hal biasa terjadi.

2. Gambaran Deskriptif Fear of Failure Pada Mahasiswa Di Universitas Bosowa Makassar

Gambar 2.

Diagram Tingkat Fear of Failure

Berdasarkan diagram fear of failure diatas pada 325 mahasiswa, maka dapat diperoleh bahwa yang sangat tinggi memiliki fear of failure sebanyak 24 orang mahasiswa (7,38%). Kemudian sebanyak 80 orang mahasiswa (24,62%) memiliki fear of failure tinggi. Sebanyak 117 orang mahasiswa (36%) yang memiliki fear of failure sedang. Adapun yang memiliki fear of failure rendah sebanyak 85 orang mahasiswa (26,15%).

dan sebanyak 19 orang mahasiswa (5,85%) yang memiliki fear of failure sangat rendah.

Conroy (2003) memaparkan bahwa Fear of failure atau ketakutan akan kegagalan adalah suatu reaksi emosional mencakup dorongan untuk menghindari kegagalan terutama konsekuensi negatif kegagalan berupa rasa malu, dan antisipasi terhadap penghinaan. Ketakutan akan kegagalan juga bisa muncul dar konsekuensi negatif yang mengancam diri karena kegagalan atau ketidakberhasilan. Individu dengan

7,38%

24,62%

36%

26,15%

5,85%

Fear of Failure

Sangat Tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat Rendah

kecenderungan ini akan membentuk tingkah laku penghindaran untuk mengurangi ketakutannya dalam menghadapi evaluasi/ ujian.

(Winkel, 2009) menyatakan bahwa fear of failure atau ketakutan akan kegagalan yang bersifat positif dicirikan oleh rasa keterlibatan dalam menyelesaikan tugas akademik dan mampu mengontrol rasa tegang serta gelisah, sehingga mendukung untuk berprestasi sebaik mungkin, kemungkinan untuk gagal tidak dianggap besar, namun merupakan tolak ukur untuk berusaha maksimal. Sebaliknya fear of failure yang bersifat negatif dicirikan oleh rasa keterlibatan yang disertai ketegangan serta kegelisahan yang tinggi, tidak mempunyai rasa percaya diri, meragukan kemampuan belajarnya, tidak yakin dengan kemampuan yang dimilikinya, karena mahasiswa merasa dikejar-kejar oleh kekhawatiran akan mengalami kegagalan dan hal inilah yang ingin dihindari.

Berdasarkan hasil wawancara di lapangan ditemukan bahwa mahasiswa di Universitas Bosowa Makassar mereka cenderung merasa takut akan kegagalan (fear of failure) dikarenakan mereka memandang bahwa pencapaian nilai dan penilaian dari dosen saat ujian adalah hal yang sangat penting. Sehingga ketika mereka mengalami kegagalan pada saat ujian mahasiswa menganggap sebagai respon/konsukuensi negatif yang didapatkan dan hal inilah yang ingin mereka hindari.

Sejalan dengan hasil penelitian Nurmayasari & Murusdi (2015)

menunjukkan bahwa kegagalan dalam ujian atau nilai yang tidak

memenuhi standar dianggap sebagai respon yang tidak menyenangkan

bagi siswa maupun mahasiswa.

3. Pengaruh Fear of Failure Terhadap Perilaku Menyontek Pada Mahasiswa di Universitas Bosowa Makassar

Berdasarkan hasil analisis regresi sederhana didapatkan t hitung

> t tabel (4,940 > 1,960), sehingga hipotesis yang menyatakan ada pengaruh fear of failure terhadap perilaku menyontek pada mahasiswa di Universitas Bosowa Makassar, diterima. Adapun hasil analisis data, fear of failure dan perilaku menyontek memiliki korelasi atau nilai (R) sebesar 0.265 dan besarnya nilai koefisien determinasi (R square) atau besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat sebesar 0.070 yang mengandung pengertian bahwa variabel bebas dalam hal ini fear of failure terhadap variabel terikat yaitu perilaku menyontek sebesar 7%, sedangkan sisanya 93% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dilibatkan dalam penelitian ini. Walaupun besarnya pengaruh antar variabel dalam penelitian ini sangat kecil, tetapi pengaruh tersebut dinyatakan sangat signifikan sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima.

Fear of failure merupakan suatu reaski emosional berupa dorongan

untuk menghindari kegagalan terutama konsekuensi negatif kegagalan

berupa rasa malu, menurunnya estimasi diri individu, hilangnya

pengaruh sosial, takut akan masa depan yang tidak pasti, dan takut

mengecewakan orang penting (misalnya orang tua). Pada mahasiswa

yang mengalami fear of failure, ketika di hadapkan pada situasi yang

mengancam untuk gagal seperti saat evaluasi/ujian maka mahasiswa

memandang hal tersebut sebagai konsekuensi negatif yang didapatkan

seperti rasa malu dan penghinaan, sehingga mahasiswa menghindari dengan cara melakukan perilaku menyontek. Perilaku menyontek merupakan perbuatan atau tindakan ketidakjujuran (curang) dalam rangka untuk mendapatkan nilai dengan cara memanfaatkan informasi dari luar agar memenangkan dan meraih keuntungan dalam ujian (Anderman & Murdock, 2007).

Namun perlu diketahui bahwa dalam penelitian ini, kontribusi fear of failure terhadap perilaku menyontek pada Mahasiswa di Universitas Bosowa Makassar tergolong rendah dapat diketahui dari rendahnya nilai koefisien determinasi (R square) yang diperoleh. Dengan demikian dalam peneltian ini masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi perilaku menyontek. Hal tersebut didukung oleh hasil wawancara yang dianggap dapat mempengaruhi perilaku menyontek yaitu banyaknya tuntutan akademik saat perkuliahan seperti tugas-tugas yang diberikan dosen, tidak siap menghadapi ujian mendadak, keinginan mendapatkan nilai tinggi, malas untuk belajar sebelum ujian, dan adanya kesempatan untuk menyontek. Mereka juga mengatakan bahwa alasan mereka menyontek karena biasanya lupa dengan materi yang telah dipelajari saat ujian dan ragu-ragu dalam menjawab soal karena takut salah.

Selain itu kebanyakan dari subjek mereka merasa cukup takut

gagal (fear of failure) walaupun sudah belajar, hal tersebut dikarenakan

mereka pernah mengalami pengalaman buruk mendapatkan nilai jelek

pada ujian sebelumnya, sehingga mereka menghindari konsekuensi

negatif seperti rasa malu dan penghinaan dengan cara melakukan

perilaku menyontek. Hal ini didukung dengan hasil penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh (Mujahidah, 2009) ditemukan bahwa ketakutan akan kegagalan yang dialami mahasiswa menyebabkan mahasiswa takut jika akan gagal dalam ujian, sehingga membuat mahasiswa melakukan cara-cara yang tidak jujur dalam ujian yaitu dengan cara menyontek. Penelitian tersebut mendukung penjelasan (Anderman & Murdock, 2007) yang menjelaskan bahwa penyebab perilaku menyontek dikarenakan adanya ketakutan akan kegagalan dalam diri mahasiswa.

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa walaupun hipotesis diterima, akan tetapi variabel fear of failure memiliki pengaruh yang cenderung kecil terhadap perilaku menyontek karena hanya memberikan sumbangsi sebesar 7%. Hal ini disebabkan karena faktor-faktor yang telah di jelaskan diatas, selain itu didukung oleh penjelasan (Ajzen, 1991) yang mengemukakan bahwa perilaku menyontek dipengaruhi oleh beberapa faktor yang di kelompokkan kedalam lima kategori yaitu;

Faktor situasional yang terdiri dari tekanan mendapatkan nilai tinggi, kontrol atau pengawasan selama ujian, kurikulum, pengaruh teman sebaya, ketidaksiapan mengikuti ujian, dan iklim akademis di institusi pendidikan. Faktor demografi yang terdiri dari jenis kelamin, usia, IPK, moralitas, riwayat pendidikan sebelumnya, dan fakultas/jurusan. Faktor personal yang terdiri dari ketakutan akan kegagalan (fear of failure), konsep diri, self esteem, kompetisi dalam memperoleh nilai dan peringkat akademis, dan efikasi diri. Serta perkembangan teknologi.

Terkait dengan faktor situasional, tekanan mendapatkan nilai yang

tinggi memberikan pengaruh bagi mahasiswa untuk menyontek. Hal ini

sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Agustin, Sano, &

Ibrahim, 2013) mengatakan bahwa faktor adanya tekanan mendapatkan nilai tinggi yang mendorong individu untuk menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hasil yang maksimal dengan cara yang salah yaitu dengan menyontek. Adapun pengaruh teman sebaya turut mempengaruhi mahasiswa untuk menyontek, seperti didukung hasil penelitian (Raharjo & Marwanto, 2015) menunjukkan bahwa pengaruh teman sebaya memegang peranan yang cukup besar dalam perilaku mahasiswa. Hal ini dikarenakan karakteristik individu yang mudah terpengaruh sehingga dapat menyebabkan munculnya perilaku menyontek pada diri individu.

Faktor personal, konsep diri pun mempengaruhi mahasiswa dalam melakukan perilaku menyontek, sesuai dengan hasil penelitian (Muslimin, 2015) ditemukan bahwa apabila individu memiliki konsep diri yang positif akan selalu berusaha untuk mewujudkan konsep dirinya, dengan menghindari perilaku menyontek, sebaliknya jika individu memiliki konsep diri negatif maka menimbulkan rasa tidak percaya diri yang dapat menyebabkan individu melakukan perilaku menyontek.

Efikasi diri juga menjadi alasan seseorang untuk menyontek, senada

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Shara, 2016) menunjukkan

bahwa seseorang yang memiliki self efficacy yang tinggi maka memiliki

perilaku menyontek yang rendah, dan sebaliknya seseorang yang

memiliki perilaku menyontek tinggi maka akan memiliki self efficacy

yang rendah. Berdasarkan data mean empirik yang diperoleh yaitu self

efficacy 86,69 dan perilaku menyontek 80,91 dapat diketahui bahwa

responden dalam penelitian memiliki self efficacy yang tergolong kedalam kategori tinggi, sedangkan perilaku menyontek tergolong kedalam kategori sedang.

Faktor Demografi, yang berkaitan dengan jenis kelamin menurut hasil penelitian (McCabe, Trevino & Butterfield, 2001) menunjukan bahwa laki-laki lebih sering menyontek dibandingkan perempuan. Usia, mempengaruhi individu untuk menyontek seperti hasil penelitian Jansen (dalam Anderman & Murdock, 2007) menemukan bahwa mahasiswa yang lebih muda lebih sering menyontek dibandingkan dengan mahasiswa yang lebih tua.

Faktor selanjutnya yang mempengaruhi perilaku menyontek yaitu motivasi berprestasi (Hartanto, 2012) menjelaskan bahwa mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi sangat menyukai tantangan dan berbagai macam tugas akademik seperti ujian yang diberikan kepadanya. Semakin banyak tantangan dalam menyelesaikan pekerjaan maka akan semakin intensif mahasiswa tersebut menggunakan kemampuannya sendiri. Berbeda halnya dengan mahasiswa yang memiliki motivasi berpresasi rendeh justru akan menyelesaikan pekerjaan yang diberikan dengan apa adanya dan lebih memilih untuk meminta bantuan dari orang lain.

Faktor lainnya yang mempengaruhi perilaku menyontek adalah

prokrastinasi akademik. (Hartanto, 2012) menyatakan bahwa

prokrastinasi menjadi gejala yang ditemui pada mahasiswa yang

menyontek. Hal ini terjadi karena mahasiswa yang diketahui menunda-

nuda pekerjaan memiliki kesiapan yang rendah dalam menghadapi ujian

atau tes. Mahasiswa yang menunda-nunda pekerjaan pada akhirnya memiliki pengetahuan yang rendah mengenai ujian atau tes yang dihadapi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan (Hasanah & Muslimin, 2016) menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara prokrastinasi akademik dan perilaku menyontek. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi prokrastinasi akademik yang dilakukan oleh siswa maka perilaku menyonteknya akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah prokrastinasi akademik yang dilakukan oleh siswa maka perilaku menyontek akan semakin rendah.

Hasil penelitian ini juga didukung penelitian (Sah, 2014) menunjukkan bahwa individu yang tidak memiliki ketakutan akan kegagalan, cenderung rendah keterlibatannya dalam perilaku menyontek. Perilaku menyontek dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan ketegangan dan kegelesihan akibat adanya tuntutan untuk mendapatkan prestasi yang baik (Winkel, 2009).

Selain itu penelitian sebelumnya yang dilakukan (McGregor & Elliot,

2005) menunjukkan bahwa individu yang tinggi fear of failure

ditunjukkan dengan cara mengarahkan dirinya ke kemungkinan untuk

gagal, dan memberikan tekanan melampaui kapasitasnya. Individu ini

tampaknya telah belajar untuk mendefinisikan kegagalan sebagai

peristiwa yang tidak dapat diterima yang membawa konsekuensi negatif

untuk harga diri dan keamanan relasional mereka, sehingga dalam

pencapaiannya individu akan mengarahkan dirinya untuk mengantisipasi

dan berusaha untuk menghindari kegagalan.

Dokumen terkait