• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Hambatan Dalam Pelaksanaan Pendaftaran Tanah

4. Penyelenggaraan Pendafataran Tanah Secara Elektronik

Pelaksanaan pendaftaran tanah dengan PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, sehingga perlu dibuatkan dasar hukum untuk sertifikat

elektronik. Oleh pemerintah diterbitkan PP No. 18 Tahun 2021 (PP 18/2021) tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah yang diatur dalam pasal 84 yaitu:

(1) Peneyelengaaran dan pendafataran tanah dapat dilakukan secara elektronik

(2) Hasil Penyenggaraan dan Pelaksaan Pendaftran tanah Secara Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa data, informasi Elektronik dan/atau dokumen Elektronik.

(3) Data informasi Elektronik dan/atau hasil cetakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.

(4) Penerapan Pendaftaran tanah Elektronik dilaksanakan Secara Bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan sistem Elektronik yang dibangun oleh kementrian.75

Terkait dengan dokumen baik data fisik dan yuridis dan terkait dengan pembuktiannya sudah dijelaskan dalam kentuan pasal 85 PP 18/2021 tentang data dan fisik dan data yuridisnya :

(1) Seluruh data dan/atau dokumen dalam rangka kegiatan pendaftran tanah secara bertahap disimpan dan disajikan dalam bentuk dokumen Elektronik dengan memenfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

75 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak pengelolaan, Hak atas tanah. Satuan Rumah susun dan Pendaftran Tanah, Pasal 84

(2) Data atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan secara elektronik dipangkalan data kementrian.

(3) Untuk keperluan pembuktian di pengadilan dan/atau pemberian infomasi pertanahan yang dimohonkan instansi yang memerlukan untuk pelaksanaan tugasnya, data atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan akses melalui sistem Elektronik.

Dalam melakukan percepatan pendaftaran tanah pemerintah sudah menjelaskan prosesnya dalam berbagai aturan yang sudah dikeluarkan terkait pendaftaran tanah begitu juga dengan PP No. 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah. Satuan Rumah susun dan pendaftran tanah disebutkan dalam pasal 87 berbunyi :

(1) Dalam rangka percepatan pendafatran tanah maka pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik wajib diikuti oleh pemilik bidang tanah.

(2) Dalam hal pemilik bidang tanah tidak mengikuti pendaftran tanah secara sistematik sebagaimana dimksud pada ayat (1), pemilik bidang tanah wajib mendaftarkan tanahnya secara sporadik.

Kemudian dari proses tersebut menghasilkan data baik fisik dan yuridis kemudian di umumkan hasilnya sesuai dengan pasal 88 berbunyi :

(1) Pengumuman hasil pengumpulan data fisik dan data yuridis : (a) Dalam pendaftaran tanah secara sistematik dilakukan selama 14

(empat belas) hari kalender;

(b) Dalam pendaftaran tanah secara sporadik selama 30 (tiga puluh) hari kalender.

(2) Penguman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui website yang disediakan oleh kementrian.

Dari berbagai penjelasan diatas terkait tentang prosedur pendaftran tanah untuk mendapatkan sertifikat elektronik dapat ditarik kesimpulan Sementara bahwa proses pendaftran tanah untuk pendaftran tanah yang pertama kali masih mengacu pada PP No. 24 tahun 1997 tetang pendaftran tanah dan untuk tanah yang sudah memilki Sertifikat atau yang telah memilki bukti fisik dan yuridis maka harus didaftrarkan secara elektronik sesuai dengan Permen ATR/BPN Nomor 1 tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik.

B. Studi Kasus

Kasus yang dijadikan acuan penelitian antara lain sebagai berikut : 1. Permohonan Pendaftaran tanah pertama kali melalui pengakuan hak yang

dimohonkan oleh Saudara Achmad sudah dalam tahapan terbit pengumuman namun ada pihak yang keberatan terhadap permohonan Pendaftaran tanah tersebut yang terletak di Kecamatan Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang;

2. Permohonan pendaftaran peralihan yang dimohonkan oleh Ahli Waris Almarhum Darius Ferdinand Sibuea namun Sertipikat sudah beralih kepada Purnawan Hardono.

BAB IV

ANALISIS KEPASTIAN HUKUM PENDAFTARAN TANAH MELALUI PEJABAT PPAT SECARA ONLINE PENGGUNAAN APLIKASI

KEMENTRIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN)

A. Implementasi Sistem Pendaftaran Tanah Secara Online Melalui Aplikasi ATR/BPN Dapat Memastikan Kepastian Hukum Pendaftaran Tanah Di Hadapan PPAT.

Tantangan akan kepastian hukum dalam sistem pendaftaran tanah telah memunculkan implementasi baru, yakni Sistem Pendaftaran Tanah Secara Online Melalui Aplikasi ATR/BPN. Ini adalah tonggak signifikan dalam transformasi digital di ranah hukum properti. Dalam konteks ini, memastikan kepastian hukum pendaftaran tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menjadi esensial. Analisis menyeluruh tentang sejauh mana sistem ini memberikan jaminan hukum yang diperlukan adalah penting. Terciptanya kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah diperlukan pondasi hukum yang kuat. Pondasi hukum terkait dengan masalah keagrariaan di Indonesia secara umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang lebih dikenal dengan sebutan Undang- undang Pokok Agraria (UUPA). Istilah agraria menurut UUPA memiliki pengertian tidak hanya sebatas tanah, melainkan juga meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Bahkan menurut Boedi Harsono,

90

91

ruang angkasa juga termasuk di dalamnya,dimana di atas bumi dan air mengandung tenaga dan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha- usaha memelihara dan mengembangkan kesuburan bumi,air serta kekayaan alam dan hal-hal lain yang berhubungan dengan hal tersebut.76

Kelebihan dan potensi sistem pendaftaran tanah online menjadi fokus utama. Keterjangkauan yang lebih baik bagi masyarakat, pengurangan kesalahan manusia, dan efisiensi waktu adalah poin utama yang mendukung sistem ini. Namun, tantangan muncul seiring dengan kemajuan teknologi.

Ancaman terhadap keamanan data, integritas dokumen elektronik, serta masalah akses teknologi di berbagai daerah perlu diperhatikan secara serius.

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) mengatur pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hukum. Karena UUPA hanya mengatur perihal pertanahan dalam hal yang pokok saja, sehingga dibutuhkan peraturan pelaksana yang mempunyai fungsi untuk menyempurnakan subtansi dari UUPA ini. Peraturan pemerintah yang mengatur tentang pendaftaran tanah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Fungsi pendaftaran tanah adalah untuk memperoleh alat pembuktian yang kuat Pasal 19 Ayat (2) Huruf c UUPA tentang sahnya perbuatan hukum mengenai tanah. Untuk itu sebagai bukti diberikan Sertipikat sebagai tanda bukti hak kepemilikan atas tanah yang berisi salinan Buku Tanah & Surat Ukur.77

76 Rahmat Ramadhani, Jaminan Kepastian Hukum Yang Terkandung Dalam Sertipikat Hak Atas Tanah, Journal De Lega Lata, Volume 2, Nomor 1, Januari – Juni 2017, hal.139

77 Ibid, Budi Harsono, hlm.69

Pentingnya validitas hukum dari dokumen dan data yang dihasilkan oleh sistem ini juga menjadi poin utama analisis. Pertanyaan mengenai pengakuan dokumen digital oleh lembaga hukum dan prosedur validasi tanda tangan digital menjadi krusial. Posisi PPAT sebagai penjaga integritas proses pendaftaran tanah tidak tergantikan. Perannya dalam memverifikasi informasi dan memberikan sertifikasi tetap menjadi fondasi penting dalam memastikan kepastian hukum, meskipun prosesnya dilakukan secara online.

Rekomendasi untuk memperkuat kepastian hukum dalam pendaftaran tanah online melibatkan berbagai aspek. Peningkatan pelatihan bagi PPAT, perbaikan dalam sistem keamanan data, kampanye edukasi untuk masyarakat tentang manfaat dan prosedur pendaftaran tanah online, serta peninjauan regulasi yang relevan semuanya menjadi langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengoptimalkan sistem ini. Kesimpulannya, sejauh mana Sistem Pendaftaran Tanah Secara Online Melalui Aplikasi ATR/BPN dapat memastikan kepastian hukum pendaftaran tanah di hadapan PPAT merupakan refleksi dari seberapa baik dampak positifnya telah mewujud dan bagaimana tantangan dapat diatasi.

Dalam konteks analisis Implementasi Sistem Pendaftaran Tanah Secara Online Melalui Aplikasi ATR/BPN dan dampaknya terhadap kepastian hukum pendaftaran tanah di hadapan PPAT, teori kepastian hukum oleh Gustav Radbruch dapat memberikan wawasan yang berharga. Teori ini mengusung gagasan bahwa hukum harus mengutamakan kepastian dan keadilan.

Dalam teori kepastian hukum Radbruch, kepastian hukum diartikan sebagai suatu prinsip yang memastikan bahwa individu-individu dalam suatu masyarakat memiliki keyakinan yang kuat mengenai konsekuensi hukum dari tindakan dan perilaku mereka. Hal ini berkaitan langsung dengan konsep pendaftaran tanah, di mana pihak yang terlibat dalam transaksi properti perlu memiliki keyakinan yang jelas mengenai kepemilikan dan hak-hak properti yang mereka miliki.

Permasalahan bukti kepemilikan hak atas tanah di Indonesia mendorong pemerintah terus berinovasi dalam menerbitkan Sertipikat hak milik. Inovasi yang dilakukan adalah mengubah dari Sertipikat analog menjadi elektronik.

Sebagaimana peraturan yang terbaru yaitu Peraturan Menteri ATR/BPN tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik, keluaran dari proses tersebut adalah dokumen elektronik. Ditegaskan juga oleh Direktur Pengaturan Pendaftaran Tanah dan Ruang Dwi Purnama, bahwa yang melatarbelakangi diluncurkannya sertipikat tanah elektronik, adalah untuk efisiensi pendaftaran tanah, kepastian hukum dan perlindungan hukum. Mengurangi jumlah sengketa, konflik dan perkara pengadilan mengenai pertanahan dan menaikan nilai registering property dalam rangka memperbaiki peringkat ease of doing business (EoDB). Dalam analisis terhadap implementasi sistem pendaftaran tanah online, teori kepastian hukum Radbruch menjadi relevan dalam beberapa aspek:

1. Prediktabilitas: Implementasi sistem pendaftaran tanah online memiliki potensi untuk meningkatkan prediktabilitas dalam transaksi properti.

Dengan memastikan bahwa informasi mengenai kepemilikan tanah dan

transaksi properti dapat diakses dan diverifikasi dengan mudah, sistem ini dapat memberikan keyakinan yang lebih kuat bagi individu-individu yang terlibat dalam transaksi properti.

2. Keadilan: Aspek keadilan dalam teori Radbruch berkaitan dengan hak- hak individu dan perlindungan hukum yang adil. Dalam konteks pendaftaran tanah, sistem online dapat membantu memastikan bahwa hak- hak properti setiap individu terlindungi dengan baik. Pendaftaran tanah yang tercatat dengan jelas dalam sistem dapat mencegah konflik kepemilikan dan memastikan bahwa transaksi dilakukan secara adil.

3. Aksesibilitas: Salah satu aspek penting dalam teori kepastian hukum adalah aksesibilitas hukum bagi semua individu. Implementasi sistem pendaftaran tanah online dapat memberikan akses yang lebih mudah kepada masyarakat untuk mengajukan dan memeriksa informasi mengenai tanah dan properti. Ini berkontribusi pada terciptanya kepastian hukum yang lebih merata.

Namun, penting untuk diingat bahwa teori kepastian hukum Radbruch juga menekankan pentingnya keseimbangan antara kepastian hukum dan keadilan. Dalam konteks sistem pendaftaran tanah online, keseimbangan ini berarti bahwa sementara efisiensi dan kemudahan akses harus ditingkatkan, perlindungan terhadap keamanan data dan validitas hukum juga harus diperhatikan dengan cermat. Dalam keseluruhan analisis, teori kepastian hukum Radbruch mengingatkan kita untuk mempertimbangkan bagaimana implementasi teknologi dapat memberikan manfaat tanpa mengorbankan prinsip-prinsip keadilan dan kepastian hukum yang mendasar.

Sehingga Implementasi Sistem Pendaftaran Tanah Secara Online Melalui Aplikasi ATR/BPN memiliki dampak yang signifikan terhadap aspek kepastian hukum dalam pendaftaran tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dalam konteks ini, sejumlah hal dapat tergambar mengenai kepastian hukumnya:

1. Prediktabilitas Proses: Implementasi sistem pendaftaran tanah online memiliki potensi untuk meningkatkan prediktabilitas proses pendaftaran.

Dokumen dan informasi terkait kepemilikan tanah dapat diakses dengan lebih mudah dan cepat melalui aplikasi ATR/BPN. Ini memberikan keyakinan bahwa proses pendaftaran akan dilakukan dengan konsistensi dan akurasi yang lebih tinggi, menghindarkan interpretasi yang berpotensi meragukan.

2. Keabsahan Dokumen: Sistem pendaftaran tanah online memiliki tantangan dalam memastikan keabsahan hukum dokumen elektronik.

Namun, dengan penggunaan teknologi yang canggih, seperti tanda tangan digital yang sah secara hukum, sistem ini dapat memberikan tingkat keabsahan yang setara dengan dokumen fisik. Ini berkontribusi pada kepastian bahwa dokumen elektronik diakui secara hukum dan dapat diandalkan dalam transaksi properti.

3. Transparansi dan Verifikasi: Implementasi sistem online memungkinkan transparansi yang lebih tinggi dalam proses pendaftaran.

Informasi dapat diverifikasi dengan lebih mudah oleh pihak-pihak yang terlibat, termasuk PPAT dan pihak yang melakukan transaksi properti.

Transparansi ini

membantu mengurangi risiko kesalahan dan konflik interpretasi, memberikan kepastian mengenai status kepemilikan tanah.

4. Pengurangan Konflik: Kejelasan dan kepastian informasi dalam sistem pendaftaran tanah online dapat mengurangi kemungkinan timbulnya konflik antara pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi properti. Ini disebabkan oleh kemampuan sistem untuk menghindari kesalahan manusia dan menyediakan catatan yang akurat dan dapat diandalkan mengenai status kepemilikan.

5. Perlindungan Terhadap Kecurangan: Sistem online dapat membantu melindungi proses pendaftaran tanah dari potensi kecurangan atau manipulasi data. Audit trail elektronik dan tanda tangan digital dapat membantu dalam melacak setiap perubahan atau akses yang tidak sah ke dalam sistem, memberikan kepastian bahwa proses berjalan sesuai dengan aturan dan regulasi yang berlaku.

Meskipun aplikasi ATR/BPN memiliki potensi untuk memajukan pendaftaran tanah secara online dan meningkatkan kepastian hukum, namun seperti banyak sistem teknologi, ada sejumlah hambatan dan tantangan yang harus dihadapi dalam implementasi dan penggunaannya. Beberapa hambatan yang mungkin muncul berdasarkan data yang ada adalah:

Keterbatasan Akses Teknologi: Di beberapa wilayah atau daerah pedesaan, akses terhadap teknologi dan koneksi internet mungkin masih terbatas. Ini bisa menjadi hambatan serius dalam mengadopsi aplikasi ATR/BPN, karena masyarakat yang tidak memiliki akses yang memadai akan

kesulitan dalam menggunakan sistem online tersebut. Keterbatasan akses ini juga dapat menciptakan kesenjangan digital yang mempengaruhi pemerataan pelayanan.

Kekhawatiran Keamanan Data: Dalam era di mana pelanggaran data dan peretasan sistem bukan hal yang langka, kekhawatiran tentang keamanan data adalah hambatan utama. Masyarakat mungkin ragu untuk menyimpan informasi pribadi dan properti mereka dalam sistem online karena risiko potensial atas pencurian data atau identitas.

Ketidakfamiliaran Teknologi: Bagi sebagian masyarakat, terutama mereka yang tidak terbiasa dengan teknologi, penggunaan aplikasi ATR/BPN mungkin menjadi hambatan. Pemahaman tentang cara menggunakan aplikasi, mengunggah dokumen, dan berinteraksi dengan sistem teknologi dapat menjadi kendala bagi mereka yang kurang terampil dalam teknologi.

Resistensi terhadap Perubahan: Implementasi sistem baru seringkali menghadapi resistensi dari pihak-pihak yang sudah terbiasa dengan cara kerja yang lama. PPAT dan instansi terkait lainnya mungkin mengalami ketidaknyamanan dalam beralih dari proses manual ke sistem online. Edukasi dan pelatihan yang memadai akan diperlukan untuk mengatasi hambatan ini.

Kesesuaian dengan Regulasi dan Hukum: Implementasi aplikasi ATR/BPN harus memastikan kesesuaian dengan kerangka regulasi dan hukum yang berlaku. Persyaratan hukum mengenai penggunaan tanda tangan digital, keabsahan dokumen elektronik, dan perlindungan data pribadi harus

diperhatikan dengan cermat agar sistem ini memiliki validitas hukum yang diperlukan.

Kualitas Data yang Konsisten: Kualitas dan konsistensi data yang dimasukkan dalam aplikasi menjadi penting dalam memastikan kepastian hukum. Tantangan ini mungkin muncul jika data yang diunggah oleh pengguna tidak lengkap, akurat, atau konsisten. Hal ini dapat menyebabkan masalah pada tahap verifikasi dan validasi.

Implementasi sistem pendaftaran tanah secara online melalui aplikasi ATR/BPN adalah langkah yang berpotensi signifikan dalam meningkatkan kepastian hukum pendaftaran tanah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Meskipun memberikan berbagai manfaat, termasuk efisiensi proses, kemudahan akses informasi, dan potensi pengurangan konflik, implementasi ini juga menghadapi tantangan seperti risiko keamanan data dan aksesibilitas teknologi yang merata.

Dalam konteks kepastian hukum, implementasi ini memberikan dampak positif dalam hal prediktabilitas proses pendaftaran, validitas hukum dokumen elektronik, transparansi dan verifikasi informasi, serta perlindungan terhadap potensi kecurangan. Namun, keberhasilan dalam memastikan kepastian hukum melalui aplikasi ATR/BPN bergantung pada keseimbangan yang cermat antara efisiensi teknologi dan prinsip-prinsip keadilan serta kepastian hukum yang berlaku dalam sistem properti.

Urgensi dari diselenggarakannya pendaftaran tanah di Indonesia adalah untuk menjamin kepastian hukum. Tujuan akhir dari proses pendaftaran tanah

adalah terbitnya dokumen tanda bukti hak atas kepemilikan tanah yang kemudian disebut dengan sertipikat. Sertipikat tanah elektronik sebagai bukti kepemilikan elektronik yang diakui oleh UU ITE khususnya yang diatur dalam Pasal 6. Dari sisi hukum persoalan pembuktian Sertipikat Tanah Elektronik tidak menjadi masalah. Dari segi validitas dan kepastian hukum tidak ada persoalan apalagi juga sudah dikuatkan dalam Pasal 5 Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 yaitu :

1. Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah dan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

2. Untuk keperluan pembuktian, Dokumen Elektronik dapat diakses melalui Sistem Elektronik.78

Hal ini juga di perkuat dalam Pasal 175 Undang-Undang Cipta Kerja, pada Ayat 3 menjelaskan bahwa keputusan berbentuk elektronik berkekuatan hukum sama dengan keputusan yang tertulis dan berlaku sejak diterimanya keputusan tersebut oleh pihak yang bersangkutan.

Kepastian hukum terhadap pemegang sertipikat tanah yang rentan terhadap gangguan pihak lain setiap saat, maka dapat dibuktikan dengan :

1. Jenis hak atas tanah. Dalam Sertipikat tanah, dapat diketahui mengenai jenis hak atas tanah yangbersangkutan, apakah itu merupakan Hak Milik, Hak Guna Bangunan (HGB),Hak Pakai, Hak Guna Usaha (HGU), atau

78 Lihat Pasal 5 Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021

Hak Pengelolaan, dan berapa lama hak tersebut berlaku, kecuali untuk hak milik yang tidak ada batas masa berlakunya.

2. Pemegang hak. Di dalam Buku Tanah juga dicatat dalam hal terjadi peralihan hak atas tanah. Misalnya, apabila terjadi transaksi jual beli, maka nama pemegang hak yang terdahulu akan dicoret oleh pejabat yang berwenang (BPN) dan selanjutnya dicantumkan pemegang hak yang baru dan begitu seterusnya, intinya nama pemegang hak yang lama dicoret dan nama pemegang hak yang baru dicantumkan, sehingga dari Sertipikat tersebut selalu dapat diketahui siapa pemegang hak atas tanahnya.

3. Keterangan fisik tentang objek tanah. Keterangan fisik suatu tanah dapat dilihat pada Surat Ukur/Gambar Situasi.Di sini kita bisa mengetahui mengenai luas tanah, panjang dan lebar, bentuk fisiktanah, letak dan batas- batas tanah.

4. Beban di atas tanah. Dari suatu Sertipikat juga dapat diketahui apakah ada beban di atas tanah tersebut. Maksudnya, apakah tanah tersebut sedang dalam keadaan diagunkan atau dijaminkan pada suatu bank atau apakah di atas Sertipikat tersebut terdapat hak lain, misalnya HGB di atas hak milik.

5. Peristiwa yang berhubungan dengan tanah. Semua peristiwa yang berhubungan dengan tanah tersebut juga dicatat oleh Kantor Pendaftaran Tanah (KPT) dalam Sertipikat tersebut, misalnya peristiwa jual beli, hibah,

penyertaan daam suatu Perseroan Terbatas (PT), pewarisan dan sebagainya.79

Kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum dapat dikatakan sebagai bagian dari upaya mewujudkan keadilan. Gustav Radbruch mengemukakan 4 (empat) hal mendasar yang berhubungan dengan makna kepastian hukum, yaitu: Pertama, bahwa hukum itu positif, artinya bahwa hukum positif itu adalah perundang-undangan. Kedua, bahwa hukum itu didasarkan pada fakta, artinya didasarkan pada kenyataan. Ketiga, bahwa fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, di samping mudah dilaksanakan. Keempat, hukum positif tidak boleh mudah diubah. Berdasarkan teori diatas maka :

1. Pemaknaan pertama terkait dengan hukum itu positif, artinya bahwa hukum positif itu adalah perundang-undangan. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Sertipikat Elektronik jelas telah merupakan sebuah hukum positif yang sejak ditetapkan pada 12 Januari 2021 telah tergolong dalam hierarkis peraturan perundangundangan di Indonesia sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. Kedudukan Peraturan Menteri yang dibentuk setelah berlakunya undang- undang tersebut, baik yang dibentuk atas dasar perintah peraturan

79 Abdul Mukmin Rehas, Sertipikat Sebagai Alat Bukti Sempurna Kepemilikan Hak Atas Tanah Ditinjau dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Jurnal Ilmiah Hukum, Volume 01 Oktober 2017, hlm. 82

perundang-undangan yang lebih tinggi maupun yang dibentuk atas dasar kewenangan di bidang urusan pemerintahan tertentu yang ada pada menteri, berkualifikasi sebagai peraturan perundang-undangan.80 2. Pemaknaan yang kedua adalah terkait dengan perumusan hukum yang

didasarkan pada fakta (tatsachen). Fakta yang dimaksud adalah kondisi- kondisi terkait yang kemudian melatarbelakangi urgensi pembentukan peraturan peraturan perundang-undangan, hal tersebut kemudian dapat diketahui dengan merujuk pada konsideran dari Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Sertipikat Elektronik. Pada bagian menimbang diuraikan bahwa bahwa untuk mewujudkan modernisasi pelayanan pertanahan guna meningkatkan indikator kemudahan berusaha dan pelayanan publik kepada masyarakat, perlu mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dengan menerapkan pelayanan pertanahan berbasis elektronik, dimana hasil kegiatan pendaftaran tanah diterbitkan dalam bentuk dokumen elektronik. Sehingga dalam hal ini dapat diketahui bahwa kondisi pelayanan pertanahan saat ini masih membutuhkan peningkatan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan sinergitas dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Dimana kemajuan

80 Rumiarta, I. N. P. B, Kedudukan Peraturan Menteri pada Konstitusi, Kerta Dyatmika, Jurnal Hukum, Vol 12 Nomor 2 tahun 2015, hlm.1

teknologi dan informasi merupakan salah satu indikator dari modernitas suatu Negara.

3. Pemaknaan yang ketiga yakni fakta itu harus dirumuskan dengan cara yang jelas dan mudah diterapkan. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multitafsir) dan logis sehingga menjadi suatu sistem norma dengan norma lain yang tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma.81 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Sertipikat Elektronik disusun secara terstruktur sesuai dengan teknik penyusunan peraturan, dimulai dari judul, pembukaan yang terdiri atas frasa dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, jabatan pembentuk peraturan yakni Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, konsideran sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, dasar hukum dimana dalam peraturan ini terdiri atas 14 dasar hukum, setelah itu bagian pembukaan ditutup dengan diktum. Selanjutnya masuk pada bagian batang tubuh yang terdiri atas ketentuan umum (Pasal 1), materi pokok yang diatur (Pasal 2-19), ketentuan peralihan (Pasal 20) dan ketentuan penutup (Pasal 21-22). Setelah uraian batang tubuh peraturan menteri memasuki bagian penutup serta lampiran. Pada bagian lampiran secara detail dipaparkan dan diberi contoh format dokumen elektronik yang terdiri atas bentuk gambar ukur,

81 Prayogo, T, Penerapan Asas Kepastian Hukum Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Hak Uji Materiil Dan Dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/Pmk/2005 Tentang Pedoman Beracara Dalam Pengujian Undang-Undang, Jurnal Legislasi Indonesia,Vo. 13 Nomor 2, tahun 2018, hlm. 191