• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Alat

Dalam dokumen Analisis Data (Halaman 55-61)

BAB III METODE PENELITIAN

E. Perancangan Alat

Pada simulasi ini menggunakan data primer, dengan menggunakan nilai debit dan waktu sesuai dengan model fisik.

1. Model saluran

Saluran yang digunakan adalah saluran tanah yang dihamparkan material pasir dengan penampang bentuk trapezium. Bentuk geometris dari saluran adalah saluran lurus dengan dinding permanen, lebar dasar saluran 0,50 m, tinggi saluran 0,10 m dan panjang saluran percobaan 6 m.

Gambar 13. Model saluran terbuka dengan penampang trapesium

2. Model Pilar

Model pilar yang digunakan pada penelitian ini terbuat dari beton yang dibentuk sesuai model. Penelitian ini menggunakan pilar model silinder dengan ketinggian cm dan dengan diameter pilar 10 cm. Model pilar diletakkan di tengah model saluran pada jarak 6 m dari hulu

Gambar 14. Model silinder

3. Model Tirai

Model tirai yang digunakan pada penelitian ini terbuat dari beton yang dibentuk sesuai model. Penelitian ini menggunakan tirai bentuk persegi dengan sisi depan melengkung (rectanguler with wedge shape curve) dengan ketinggian 25 cm dan dengan lebar tirai 5 cm.Model tirai ini diletakkan di depan model pilar jembatan dengan jarak tiria ke pilar 20cm dan jarak tirai ke tirai lainnya 10cm.

Gambar 15. Dimensi variasi bentuk Tirai persegi sisi depan melengkung

F. Pelaksanan Penelitian

Pada pelaksanaan penelitian direncanakan dengan menggunakan model pilar silinder dan peredam gerusan dengan model tirai bentuk persegi sisi depan melengkung (rectanguler with wedge shape curve) dengan formasi, seperti pada gambar dibawah ini :

Gambar 16. Penempatan model tirai

G. Langkah-langkah pelaksanaan penelitian :

1) Model pilar diletakkan di tengah saluran tanah dengan jarak 6 m dari hulu, kemudian diatur penempatan model peredam di depan pilar serta dihamparkan material pasir dalam keadaan rata.

2) Air dialirkan dari debit kecil sampai debit yang ditentukan sehingga mencapai konstan.

3) Pengamatan yang dilakukan : kecepatan aliran (v), tinggi muka air (h) dilakukan setiap percobaan.

4) Pengamatan kedalaman gerusan , dilakukan melalui pengamatan setiap percobaan dengan mencatat kedalaman dan dari awal running setiap selang waktu tertentu. yaitu 1 – 10 menit dicatat setiap selang waktu 1 menit, 10 – 20 menit dicatat setiap selang waktu 5 menit, 40 – 80 menit dicatat setiap selang waktu 10 menit, 90 – 120 menit dicatat setiap selang waktu 15 menit. Pengamatan kedalaman gerusan dicatat terus menerus selama waktu kesetimbangan.

5) Pengambilan data kontur gerusan di sekitar zona pilar diukur setelah running selesai, dengan cara memperkecil debit aliran secara perlahan agar gerusan di sekitar pilar tidak terganggu oleh adanya perubahan debit. Hal ini dilakukan agar diperoleh data kontur yang mewakili gerusan tersebut. Data kontur diukur dengan menggunakan alat point gauge. Daerah gerusan yang diukur elevasinya dibagi atas beberapa bagian yaitu arah sejajar aliran dan arah melintang aliran.

6) Pengambilan panjang gerusan disekitar zona pilar diukur setelah running selesai.

7) Setelah dilakukan pengukuran tiga dimensi, pasir diratakan kembali untuk selanjutnya dilakukan running dengan model tirai yang lain.

H. Analisis Data

Pada penelitian ini sifat aliran yang digunakan adalah sub kritis (Fr

< 1), kritis (Fr = 1), dan super kritis (Fr > 1). Data hasil pengamatan di plot menjadi grafik hubungan antara bilangan Froude (Fr) dengan kecepatan sebelum dan setelah penempatan model tirai.

Kedalaman aliran (yo) diukur pada titik tertentu yang belum terganggu akibat adanya pilar. Pencatatan kedalaman aliran dilakukan beberapa kali pada saat yang bersamaan untuk mendapatkan data rata-rata kedalaman aliran yang optimal. Begitupula setelah ada bangunan pilar, penempatan model tirai dengan variasi jarak.

Kedalaman gerusan (ys) diukur pada daerah gerusan yang paling maksimal yaitu disekitar ujung pilar setelah bangunan tirai. Kecepatan aliran rata-rata (U) adalah perbandingan data debit yang telah dikalibrasi dengan luas penampang basah (A) . Kecepatan aliran kritis (Uc) diambil pada saat material dasar mulai bergerak.

Data kontur hasil pengukuran kemudian diolah untuk mendapatkan tampilan kontur permukaan di sekeliling pilar dengan program Surver.

FLOWCHART Mulai

Studi Literatur Siapkan Peralatan Siapkan Bahan-bahan

Pembuatan Model Kalibrasi Debit

Running Pengambilan Data

Kecepatan Aliran

Kedalaman

Debit Aliran

Validasi

Pengolahan dan Analisa Data Pergerakan Dasar

Tegangan geser τₒ

Tegangan geser kritis τc

Kecepatan Geser kritis (U*)

Hasil Pengamatan

Analisis Data

Kesimpulan Dan Saran Selesai

Gambar 17.Flow Chart Penelitian

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya mengenai tujuan,maksud serta metode penelitian dalam rangka mengetahui kedalaman gerusan serta besarnya kecepatan aliran,maka berikut disajikan hasil-hasil penelitian dengan berbagai kondisi simulasi.

1. Kedalaman Aliran

Kedalaman aliran diukur pada saat pengaliran air,untuk penelitian ini digunakan tiga variasi debit.Untuk memperoleh nilai kedalaman air yang terjadi, pengukuran dilakukan pada penampang saluran sebelum belokan.Kedalaman aliran yang diperoleh pada penelitian ini adalah h=

0.085 ,yang merupakan rata-rata ketinggian air untuk setiap simulasi yang dilakukan.

2. Kecepatan Aliran

Untuk kecepatan aliran (U0) diukur menggunakan flow watch.Flow watch memberikan data kecepatan secara otomatis terhadap aliran pada saluran untuk setiap titik pengamatan yang ditentukan.

Titik-titik pengamatan kecepatan aliran adalah pada hulu sebelum pilar,pilar dan setelah pilar,pengukuran dilakukan dibagian kiri,tengah dan

kanan saluran pada setiap titik pengamatan,sedangkan untuk simulasi pemasangan tirai pengukuran kecepatan aliran juga dilakukan pada ujung dan belakang tirai.Contoh data hasil pengamatan kecepatan aliran saluran sebagaimana di sajikan pada tabel 2 berikut ini.

3. Bilangan Froude

Bilangan Froude adalah perbandingan antara gaya kelembaman dan gaya grafitasi. Dengan demikian bilangan Froude merupakan fungsi dari semua peristiwa pola aliran yang berada dalam saluran. Hal ini bahwa Tabel 2. Kecepatan Aliran

Titik pemangatan

Model Percobaan

Kecepatan (m/det) h = 0.085 Waktu (t)

10 20 30

1

Pilar

0.880 0.868 0.860

2 0.860 0.848 0.800

3 0.860 0.820 0.800

4 0.848 0.790 0.757

5 0.800 0.776 0.740

6 0.520 0.580 0.540

7 0.820 0.856 0.740

8 0.720 0.740 0.720

9 0.520 0.520 0.520

10 0.460 0.440 0.400

1

Pilar dengan tirai

0.820 0.860 0.880

2 0.860 0.840 0.840

3 0.820 0.808 0.780

4 0.816 0.816 0.749

5 0.788 0.740 0.772

6 0.520 0.580 0.540

7 0.460 0.480 0.400

8 0.440 0.380 0.320

9 0.410 0.340 0.280

10 0.400 0.340 0.260

bilangan Froude sangat penting dalam menentukan kondisi aliran pada aliran kritis , subkritis, maupun superkritis.

Dari hasil perhitungan terlihat bahwa bilangan Froude lebih kecil dari satu, berarti keadaan aliran yang ada menghasilkan suatu kondisi aliran subkritis.

Untuk mengetahui dan menetapkan jenis aliran yang terjadi dalam proses pengaliran dalam saluran dapat dijabarkan berdasarkan dengan bilangan Froude (Fr), sebagai berikut :

Fr =

Perhitungan bilangan Froude:

Dimana: Kecepatan aliran (v) = 0.853 m/dt Tinggi muka air (h) = 0.072 m Gaya gravitasi (g) = 9.81 m/d² Persamaan bilangan Froude, sebagai berikut:

Fr =

=

= 1.149 (tabel 3)

Hasil perhitungan bilangan Froude pada berbagai debit dan waktu yang di gunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3. Hubungan antara kecepatan aliran dengan nilai Froude dengan menggunakan tirai segitiga

No. Tinggi Muka Air (h)

Kecepatan Aliran

(v)

Froud = U0/(g*h)^0.5

Keterangan

m m/det

1 0.072 0.853 1.149 Kritis

2 0.075 0.847 1.126 Kritis

3 0.079 0.803 1.047 Kritis

4 0.078 0.794 1.041 Kritis

5 0.080 0.767 0.993 Kritis

6 0.085 0.547 0.693 Subkritis

7 0.088 0.447 0.559 Subkritis

8 0.095 0.380 0.462 Subkritis

9 0.101 0.343 0.409 Subkritis

10 0.102 0.333 0.395 Subkritis

Tabel 4. Hubungan antara kecepatan aliran dengan nilai Froude tanpa menggunakan tirai segitiga

No. Tinggi Muka Air (h)

Kecepatan Aliran

(v)

Froud = U0/(g*h)^0.5

Keterangan

m m/det

1 0.065 0.872 1.226 Kritis

2 0.066 0.853 1.191 Kritis

3 0.068 0.833 1.152 Kritis

4 0.068 0.827 1.141 Kritis

5 0.069 0.813 1114 Kritis

6 0.070 0.805 1.099 Kritis

7 0.072 0.727 0.982 Kritis

8 0.093 0.753 0.703 Subkritis

9 0.104 0.493 0.580 Subkritis

10 0.115 0.433 0.492 Subkritis

4. Bilangan Reynold

Keadaan atau perilaku aliran pada saluran terbuka pada dasarnya ditentukan oleh pengaruh kekentalan dan grevitasi.

Pengaruh kekentalan (viscosity) aliran dapat bersifat laminar, turbulen dan peraliran yang tergantung pada pengaruh kekentalan relatif dapat dinyatakan dengan bilangan Reynold yang di definisikan sebagai berikut:

Re = V.R v Perhitungan bilangan Reynold:

Dimana: Kecepatan aliran (v) = 0,853 m/d Jari-jari hidrolis ® = 0,056 m Viskositas (v) = 0,84 (27,9)

Persamaan bilangan Reynolds, sebagai berikut:

Re = V.R v

= 0.853 . 0,056 0,84

= 59944 (tabel 5)

Tabel 5. Hubungan antara kecepatan aliran dengan nilai Reynold menggunakan tirai segitiga

No.

Jari-jari Hidrolis (R)

Kecepatan Aliran

(v)

Reynold (Re)

Keterangan m/det

1 0.056 0.853 59944,3 Turbulen

2 0.058 0.847 61034,2 Turbulen

3 0.060 0.803 60133,5 Turbulen

4 0.059 0.794 58804,7 Turbulen

5 0.061 0.767 58257,7 Turbulen

6 0.063 0.547 43360,5 Turbulen

7 0.065 0.447 36313,2 Turbulen

8 0.069 0.380 32818,1 Turbulen

9 0.072 0.343 30782,3 Turbulen

10 0.073 0.333 30287,6 Turbulen

Tabel 6. Hubungan antara kecepatan aliran dengan nilai Reynold tanpa menggunakan tirai segitiga

No.

Jari-jari Hidrolis (R)

Kecepatan Aliran

(v)

Reynold (Re)

Keterangan m/det

1 0.052 0.872 56198,9 Turbulen

2 0.052 0.853 55799,9 Turbulen

3 0.053 0.833 55572,7 Turbulen

4 0.053 0.827 55256,0 Turbulen

5 0.054 0.813 55241,2 Turbulen

6 0.055 0.805 55067,4 Turbulen

7 0.065 0.727 50681,3 Turbulen

8 0.068 0.573 48571,3 Turbulen

9 0.074 0.493 45413,2 Turbulen

10 0.079 0.433 42769,8 Turbulen

5. Debit Aliran

Perhitungan debit aliran menggunakan persamaan (1) dengan data parameter-parameter hasil pengamatan,hasilnya terlihat pada tabel 3 di bawah ini :

Tabel 7. Debit Aliran

Uraian

Kecepatan (m/det)

TMA (m)

Lebar Saluran

(m)

Luas Penampang

Basah (m2)

Keliling Basah

(m)

Jari2 Hidrolis

(m)

Debit A/P (U0*A)

U0 H B A P R Q

Q

0.820 0.072 0.50 0.036 0.644 0.056

0.032 0.860 0.074 0.50 0.037 0.648 0.057

0.880 0.071 0.50 0.036 0.642 0.055

6. Klasifikasi Aliran

Aliran air pada saluran diklasifikasikan berdasarkan bilangan Reynold dan angka Froude,hasil perhitungan bilangan Reynold dan angka Froude sebagaimana disajikan pada tabel 8 berikut:

Tabel 8. Hasil Perhitungan bilangan Reynold dan angka Froude menggunakan tirai

Dari hasil perhitungan pada tabel diatas,aliran pada saluran penelitian ini diklasifikasikan sebagai aliran turbulen dengan nilai bilangan Reynold yaitu Re > 1.000 dan sub kritis dengan nilai Fr < 1.

7. Pola Gerusan

Berdasarkan gambar dapat dilihat perbedaan pola dan kedalaman gerusan yang terjadi antara pilar tanpa menggunakan tirai sayap beton dengan pilar menggunakan tirai sayap beton.

Pada pilar tanpa menggunakan tirai sayap beton terbentuk pola gerusan horseshoe vortek (tapal kuda),hal ini dikarenakan adanya tekanan air yang cukup kuat sehingga terjadi gerusan yang memebentuk lubang kearah sisi-sisi pilar dengan kedalaman yang berbeda.Formasi pusaran air ini merupakan hasil dari penumpukan air dbagian hulu dan perubahan kecepatan aliran disekitar bagian depan pilar .Pada bidang vertikal simetris,aliran dibagian hulu pilar menurun dari permukaan mencapai nol di dasar.

Sedangkan pada pilar yang menggunakan tirai sayap beton kedalaman gerusan lebih kecil di bandingkan pilar tanpa menggunakan tirai sayap beton, karena pada saat terjadi percepatan aliran di hulu di pilar, tirai sayap beton berfungsi untuk memperlemah kecepatan aliran dan mengurangi terjadi gerusan di hulu pilar.

Gambar 18. Pola gerusan di sekitar pilar tanpa tirai beton

Gambar 19. Pola gerusan di sekitar pilar yang menggunakan tirai beton

B. Data Hasil Penelitian dan Pembahasan

Data utama yang diperoleh pada percobaan yang dilakukan di laboratorium adalah data kedalaman gerusan di sekitar pilar. Data-data tersebut akan digunakan untuk mengetahui dan menggambarkan hasil pengamatan fisik dengan kedalaman gerusan lokal.

1. Hubungan Kecepatan Aliran dengan Bilangan Froude

Bilangan Froude adalah perbandingan gaya inersia dengan berat suatu aliran.Dengan demikian,bilangan Froude merupakan fungsi dari semua peristiwa pola aliran yang terjadi dalam saluran.Hal ini bahwa bilangan Froude sangat penting dalam menentukan kondisi aliran pada saat aliran kritis,subkritis maupun super kritis. Hasil perhitungan hubungan bilangan Froude dengan kecepatan pada penelitian ini menggunakan tirai formasi segitiga, dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 20. Hubungan kecepatan aliran dengan angka bilangan Froude pada pilar tanpa menggunakan tirai

Gambar 21. Hubungan Kecepatan Aliran dengan Angka Bilangan Froude pada Pilar dengan menggunakan Tirai

0,000 0,500 1,000 1,500

0,87 0,85 0,83 0,83 0,81 0,81 0,73 0,57 0,49 0,43 Q3 = 0,0071…

Kecepatan Aliran (m/dtk)

Bilangan Froude

0,000 0,500 1,000 1,500

0,85 0,85 0,80 0,79 0,77 0,55 0,45 0,38 0,34 0,33 Q3 = 0,0071… Kecepatan Aliran (m/dtk)

Bilangan Froude

Hubungan antara kecepatan dengan angka Froude dengan tirai formasi segitiga, dari hasil grafik diatas terlihat bahwa bilangan Froude paling rendah adalah 0.400 dari kecepatan 0.33 m/det dan nilai Froude paling tinggi adalah 1.149 dari kecepatan 0.85 m/det penelitian ini menunjukkan bahwa nilai bilangan Froude lebih besar dari 1 (Fr>1) yang berarti kedalaman kecepatan aliran yang ada menghasilkan kondisi aliran super kritis,nilai bilangan Froude sama dengan 1 (fr = 1)maka menghasilkan kondisi aliran kritis,serta bilangan froude lebih kecil dari 1 (fr < 1) maka menghasilkan aliran sub kritis.

2. Hubungan Kecepatan Aliran dengan Bilangan Reynolds

Bilangan Reynolds didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya inersia dan gaya kekentalan (viskositas). Aliran dapat bersifat laminer, transisi, dan turbulen tergantung dari pengaruh kekentalan inersia (viscosity) ketiga aliran tersebut dipengaruhi oleh bilangan Reynolds yang merupakan fungis dari kecepatan (V), Jari-jari hidrolik (R), dan kekentalan kinematik (v) dengan persamaan (6) bilangan Reynolds.

Gambar 22. Hubungan antara kecepatan dan angka Reynolds tanpa menggunakan tirai

Dari hasil perhitungan pada gambar grafik 21 diatas, aliran pada saluran penelitian ini diklasifikasikan sebagai aliran turbulen dengan nilai bilangan Reynolds yaitu Re >1000, dari analisa terlihat bahwa bilangan Reynold pada kecepatan aliran 0,853 m/det, diperoleh bilangan Reynold 59.944,3 m2 /det, dengan kecepatan aliran 0,803 m/det bilangan Reynold yang diperoleh 60.133,5 m2 /det.

Gambar 23. Hubungan Kecepatan dan Angka Reynold menggunakan Tirai

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000

0,87 0,85 0,83 0,83 0,81 0,81 0,73 0,57 0,49 0,43 Q3 = 0,0071…

Kecepatan Aliran (m/dtk)

Bilangan reynold

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000

0,853 0,847 0,803 0,794 0,767 0,547 0,447 0,380 0,343 0,333 Q3 = 0,0115 m3/det

kecepatan aliran (m/det)

reynold

Hubungan antara kecepatan dan angka Reynolds pada tiari formasi segitiga, dari hasil perhitungan pada gambar grafik 22 di atas, aliran pada saluran penelitian ini diklasifikasikan sebagai aliran turbulen dengan nilai bilangan Reynolds yaitu Re >1000, dari analisa terlihat bahwa bilangan Reynold pada kecepatan aliran 0,853 m/det, diperoleh bilangan Reynold 59.944,3 m2 /det, dengan kecepatan aliran 0,847 m/det bilangan Reynold yang diperoleh 61.034,2 m2 /det, dengan kecepatan aliran 0,803 m/det bilangan Reynold yang diperoleh 60.133,5 m2 /det.

3. Pengaruh Tegangan Geser Dasar (τₒ) Terhadap Kedalaman Aliran (h)

Perhitungan tegangan geser dasar (τₒ) τₒ = w.g.h.I Dimana:

τₒ = tegangan geser dasar (kg/m²) w = rapat maasa air

g = percepatan gravitasi (m/d²) Diketahui:

w =1000 kg/m³ g = 9.81 m/d² h = 0,072 m I = 0.0022

Penyelesaian: τₒ = 1000 . 9,81 .0,072 . 0,0022

τₒ = 1.654 kg/m²

Tabel 9. Pengaruh Tegangan Geser Dasar (τₒ) Terhadap Kedalaman Aliran (h) Diameter Kedalaman Kemiringan Bj

Sedimen

Bj Air Ʈo

D (h) (I) Ρs ρw (ρw.g.h.I)

M M M Kg/m3 Kg/m3 Kg/m2

0.0024 0.072 0.0022 2576 1000 1.564

0.0024 0.075 0.0022 2576 1000 1.617

0.0024 0.079 0.0022 2576 1000 1.701

0.0024 0.078 0.0022 2576 1000 1.676

0.0024 0.080 0.0022 2576 1000 1.733

0.0024 0.085 0.0022 2576 1000 1.834

0.0024 0.088 0.0022 2576 1000 1.896

0.0024 0.095 0.0022 2576 1000 2.059

0.0024 0.101 0.0022 2576 1000 2.170

0.0024 0.102 0.0022 2576 1000 2.211

Gambar 24. Hubungan tegangan geser dan kedalaman aliran

0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500

0,072 0,075 0,079 0,078 0,080 0,085 0,088 0,095 0,101 0,102

Q3 = 0,0071 m3/det

Kedalaman Aliran (m) Ʈo (kg/m²)

4. Pengaruh Pemasangan Tirai Terhadap Gerusan di Pilar

Pemasangan tirai dibagian hulu pilar dimaksudkan sebagai peredam kecepatan aliran dan mengarahkan atau membelokkan arah aliran. Sebagai efek nyata dari pemasangan tirai yang diamati di laboratorium, adalah pengurangan kecepatan aliran yang terjadi di belakang tirai. Dengan kondisi semacam ini diharapkan bahwa volume gerusan yang terjadi juga mengalami pengurangan.

Tirai yang dipasang tegak lurus terhadap arah aliran, divariasikan 3 variasi waktu. Waktu untuk setiap pengairan adalah 10, 20, dan 30 menit.

Kondisi pengurangan gerusan yang terjadi pada saluran setelah pemasangan tirai untuk 3 variasi waktu yang berbeda disajikan sebagai berikut.

Pengaruh pemasangan tirai pada hulu pilar sangat besar pengaruhnya terhadap karakteristik gerusan dan mereduksi gerusan yang terjadi di sekitar pilar.

Pada permukaan air interaksi aliran yang bergerak kearah pilar, aliran air di sekitar struktur akan berubah dan gradient kecepatan vertikal (vertical gradient) dari aliran akan berubah menjadi gradien tekanan (pressure gradient) pada ujung permukaan struktur tersebut. Gradien tekanan (pressure gradient) ini merupakan hasil dari aliran bawah yang membentuk bed. Pada dasar struktur aliran bawah ini membentuk pusaran yang pada akhirnya menyapu sekeliling dan bagian bawah struktur dengan memenuhi seluruh aliran.

Terjadi perbedaan pola gerusan di sekitar pilar jembatan yang menggunakan tirai dengan pilar tanpa tirai. Gerusan di sekitar pilar yang tanpa tirai dimulai dari depan (hulu) pilar dengan kedalaman gerusan cm, menuju sisi kanan cm, sisi kiri pilar cm dan belakang (hilir) pilar

Gambar 25. Tampak atas kontur permukaan dasar saluran dengan pilar tanpa menggunakan tirai sayap beton

Gambar 26. Pola pergerakan sedimen pada permukaan dasar saluran dengan pilar tanpa menggunakan tirai sayap beton

Gambar 27. Kontur permukaan dasar saluran dengan pilar tanpa menggunakan tirai sayap beton

Sedangkan pada pilar yang menggunakan tirai, kecepatan aliran yang bergerak kearah tirai akan terhalangi sehingga aliran akan terdistribusi samping tirai dan aliran akan berputar di antara tirai ini diakibatkan oleh bentuk lengkungan di sisi depan tirai gerusan yang terjadi di sekitar pilar dimulai dari depan pilar menuju ke sisi kiri dan sisi kanan pilar, sehingga kecepatan aliran yang menuju pilar akan semakin berkurang yang mengakibatkan gerusan akan semakin dangkal di belakang (hilir) pilar.

Pada sisi kanan dan sisi kiri pilar kedalaman gerusan melebar karena terjadi gerusan lokal (local scouring) yang diakibatkan oleh pemasangan tirai yang menyebabkan aliran menjadi tidak terpusat.

Struktur tirai berfungsi mengurangi gradient tekanan (pressure gradient) sehingga aliran yang menyentuh bed di depan (hulu) pilar berkurang. Selain dipengaruhi oleh gradient tekanan juga disebabkan oleh tarikan dari arus utama (main flow).

Gambar 28. Tampak atas kontur permukaan dasar saluran dengan pilar menggunakan tirai sayap beton

Gambar 29. Pola pergerakan sedimen pada permukaan dasar saluran dengan pilar menggunakan tirai sayap beton

Gambar 30. Kontur permukaan dasar saluran dengan pilar tanpa menggunakan tirai sayap beton

5. Pengaruh Kedalaman Gerusan terhadap Waktu Pengaliran.

Penelitian ini menggunakan kondisi clear water scour, yaitu kondisi dimana tidak terjadi transportasi sedimen selama berlangsungnya penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan variasi waktu 10 menit, 20 menit, 30 menit. Cara mengamati gerusan yaitu dengan mencatat kedalaman gerusan setiap waktu 10 menit, 20 menit, 30 menit.

Kedalaman gerusan yang terjadi di sekitar pilar tanpa tirai dan pilar yang menggunakan tirai mengalami peningkatan kedalaman gerusan di depan (hulu) pilar, sisi (kanan dan kiri) pilar dan belakang (hilir) pilar, yang pada awalnya besar kemudian semakin lama penambahan kedalaman gerusan semakin mengecil hingga pada saat tertentu mencapai kesetimbangan (equilibrium scour depth).

Gambar 31. Perbandingan hubungan kedalaman gerusan (ds) denganwaktu (t) pada pilar tanpa menggunakan tirai

Kedalaman gerusan pada pilar menggunakan tirai, yang terendah pada sisi kiri pilar (2) pada t 4 menit = -0.1 m dan yang tertinggi pada hulu

-2,6-2,5 -2,4-2,3 -2,2-2,1-2 -1,9-1,8 -1,7-1,6 -1,5-1,4 -1,3-1,2 -1,1-1 -0,9-0,8 -0,7-0,6 -0,5-0,4 -0,3-0,2 -0,100,10,20,3

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

kedalaman gerusan lokal

NO. PIAS

Chart Title

T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8

pilar (4) t 14 menit = -2.3 m. Endapan yang terjadi pada pilar menggunakan tirai, yang terendah pada sisi kanan hilir pilar (7) pada t 40 = 0 m dan yang tertinggi pada sisi belakang pilar (5) t 40 = 0.1 m. Terjadi gerusan dan pengendapan di sekitar pilar dan perubahan pola gerusan.

Gambar 32. Grafik Perbandingan Hubungan Kedalaman Gerusan (ds) dengan waktu (t) pada pilar dengan menggunakan tirai

Kedalaman gerusan pada pilar menggunakan tirai, yang terendah pada sisi kiri pilar (2) pada t 4 menit = -0.1 m dan yang tertinggi pada hulu pilar (4) t 14 menit = -2.1 m. Endapan yang terjadi pada pilar menggunakan tirai, yang terendah pada sisi kanan hilir pilar (7) pada t 40 = 0.1 m dan yang tertinggi pada sisi belakang pilar (5) t 40 = 0.3 m. Terjadi gerusan dan pengendapan di sekitar pilar dan perubahan pola gerusan.

-2,3-2,2 -2,1-2 -1,9-1,8 -1,7-1,6 -1,5-1,4 -1,3-1,2 -1,1-1 -0,9-0,8 -0,7-0,6 -0,5-0,4 -0,3-0,2 -0,10,10,20,30

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

kedalaman gerusan lokal

NO. PIAS

Chart Title

T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8

Gambar 33.Grfik kedalaman gerusan sebelum adanya tirai

Gambar 34. Grafik kedalaman gerusan menggunakan tirai

Gambar 35.Penempatan Model Tirai

-0,05 -0,04 -0,03 -0,02 -0,01 0

0 0,05 0,10 0,15 0,20

kedalaman Gerusan (m)

Jarak Melintang Saluran (m)

Series1

PILAR

-0,015 -0,01 -0,005 0 0,005 0,01 0,015

0 0,05 0,10 0,15 0,20

kedalam gerusan (m)

Jarak Melintang Saluran (m) Series1

PILAR

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Pada pilar jembatan tanpa menggunakan tirai sayap beton kecepatan aliran maksimum yaitu 0.872 m/det dan tinggi muka air maksimum yaitu 0.065 m sedangkan kecepatan aliran minimum yaitu 0.433 m/det dan tinggi muka air minimum yaitu 0.115 m dan pada pilar jembatan menggunakan tirai sayap beton kecepatan aliran maksimum yaitu 0.853m/det dan tinggi muka air maksimum yaitu 0.072 m sedangkan kecepatan aliran minimum yaitu 0.333 m/det dan tinggi muka air minimum yaitu 0.102 m. yang berarti semakin tinggi kecepatan aliran maka semakin rendah tinggi muka air

2. Kedalaman gerusan yang terjadi di sekitar pilar tanpa tirai dan pilar yang menggunakan tirai mengalami peningkatan kedalaman gerusan di depan (hulu) pilar, sisi (kanan dan kiri) pilar dan belakang (hilir) pilar, yang pada awalnya besar kemudian semakin lama penambahan kedalaman gerusan semakin mengecil hingga pada saat tertentu mencapai kesetimbangan (equilibrium scour depth).

B. Saran

Dari pengamatan di dalam penelitian ini penulisan memberikan saran- saran untuk penelitian lebih lanjut, yaitu :

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan variasi bentuk tirai dan pilar formasi tirai

2. Perlu memperhatikan pompa air yang digunakan pada penelitian agar aliran tetap konstan selama running berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Andy Dictanata, Lutjito. 2016. “Pengaruh Penempatan Tirai Satu Baris Pada Pilar Jembatan Terhadap Kedalaman Gerusan”, Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan FT UNY, Yogyakarta.

Arie Perdana Putra. Mudjiatko. Siswanto. 2014. “Model Laboratorium Gerusan Lokal Pada Pilar Jembatan Tipe Grouped Cylinder”, Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Riau, Pekanbaru.

Ariyanto, Anton. Bakeman Ikhsan, J., Hidayat, W. 2006. “Analisis Bentuk Pilar Jembatan Terhadap Potensi Gerusan Lokal”. Jurnal APTEK Vol. 2 No.1

Bambang Suciroso, Suprapto, Suyitno Hadi Putro, 2010, ”Rancang Bangun Alat Ukur Kecepatan Aliran (Current Meter) Pada Aliran Rendah”, Yogyakarta, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta, Rekayasa Bidang Teknologi.

Fathona Fajri Junaidi. 2014. “Analisis Distribusi Kecepatan Aliran Sungai Musi (Ruas Jembatan Ampera Sampai Dengan Pulau Kemaro), Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya.

Istiarto. 2011. “Problematika Jembatan”

Jazaul Ikhsan, Wahyudi Hidayat.2017. “Pengaruh Bentuk Pilar Jembatan Terhadap Potensi Gerusan Lokal”. Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Muchtar Agus Tri Windarta, Didik Purwantoro. 2016. “Pengaruh Penempatan Tirai Segitiga Lurus Dan Segitiga Lengkung Terhadap Kedalaman Gerusan Lokal”, Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan FT UNY.

Nenny, Hamzah Al Imran. 2014. “Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Gerusan Lokal Disekitar Pilar Heksagonal (Uji Model Laboratorium)”, Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan Fakultas Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Makassar.

Putro, Suyitno Hadi. "Studi Komparasi Hasil Ukur Kedalaman Gerusan Sekitar Pilar Di Tikungan Berdasarkan Rumus Empiris Terhadap Hasil Ukur Dari Eksperimen Dengan Metode Pengukuran Realtime."

Sudarman. 2011 dalam Sudira dan Tiny.2013. Sifat sungai dipengaruhi oleh bentuk DAS (http://sudarman28.blogspot.com)

Dalam dokumen Analisis Data (Halaman 55-61)

Dokumen terkait