• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perspektif yang Lain

Dalam dokumen SALAM REDAKSI - Pusdiklat APU-PPT (Halaman 32-36)

Seeing the Pandemic from Another Perspective

Maliki Sukmana

Majalah IFII Vol. 3 No. 2 | Jul-Des 2020 33 Amerika Serikat adalah lebih banyak dari jumlah total korban jiwa akibat

aksi teror di dalam negeri, penembakan masal, dan aksi-aksi perang setelah Perang Dunia Kedua.1 Belum lagi ditambah dampak lainnya pada sektor ekonomi dan sosial yang tak kalah menyedihkan.

Ternyata ada hal lain yang layak pula untuk disimak dan direnungkan terutama bagaimana pandemi ini mampu untuk menghadirkan optimisme sehingga ia memacu manusia untuk berfikir dan bertindak sebagai sebuah respon atas kondisi eksternal yang terjadi di luar dirinya yang mampu untuk mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya. Seperti yang tersurat pada cuplikan wawancara di atas, peristiwa pandemi COVID19 yang menghadirkan sebuah ketakutan ternyata mampu untuk menjadi sebuah pendongkrak atas perubahan yang lebih baik.

Takut adalah naluri, adalah rasa, adalah seni. Begitulah sebaris lagu dari satu band metal asal Kota Kembang. Takut pada baris lagu tersebut jika dimaknai secara bebas menghadirkan rasa takut sebagai sesuatu yang manusiawi, ia yang akan selalu muncul dan tenggelam dalam diri manusia. Namun ia mampu untuk mengetengahkan keindahan.

Benarkah demikian? Apakah rasa takut mampu untuk menghadirkan keindahan seperti kemampuan berfikir kreatif bagi manusia?

Penulis mencoba menelusuri rasa takut (fear) maupun rasa cemas (anxiety) dalam kategori ilmiahnya dan menemukan bahwa rasa takut sebagai sebuah emosi sangatlah kompleks dan diskursif. Investigasi ilmiah atas rasa takut ternyata melibatkan berbagai disiplin ilmu dan sangat terbuka atas perbedaan sudut pandang. Kemudian melalui pendekatan multidisiplin tersebut dapat disimpulkan bahwa memang terdapat hubungan antara rasa takut dengan kemampuan manusia untuk berfikir rasional tentang bagaimana manusia mampu untuk mengatasi kesulitan dan permasalahan yang dihadapi.

Penjelasan ilmiah akan keterhubungan tersebut dapat dicermati dari

Independent stated that the number of deaths due to COVID19 in the United States was more than the total of fatalities due to domestic terror acts, mass shootings, and acts of war after World War II.1 Not to mention the added impact on the economic and social sectors that are so pathetic as well.

In fact, there are other things that deserve to be considered and pondered, especially how this pandemic is able to bring optimism so that it drives humans to think and act in a response to external conditions that occur outside of themselves that are able to affect all aspects of their lives. As stated in the snippet of interview above, the COVID19 pandemic event, which brings a fear, in fact is able to become a booster for better change.

Takut adalah naluri, adalah rasa, adalah seni (Fear is instinct, is feeling, and is art). That is a line of songs from a metal band from the City of Flowers. If the word Fear on that line of song is freely interpreted, it defines fear as something common, it will always come and go in human beings, but it is able to present beauty. Is that right? Is fear able to bring beauty like the ability to think creative for humans?

The author tries to analyze both fear and anxiety in his scientific category and finds that fear as an emotion is very complex and discursive. The scientific investigation of fear actually involves multiple disciplines and is very open to different points of view. Then through this multidisciplinary approach, it can be concluded that there is indeed a relationship between fear and human ability to think rationally about how humans are able to cope with the difficulties and problems they face.

The scientific explanation of this relationship can be

1 https://www.independent.co.uk/news/world/americas/coronavirus-us- death-toll-update-covid-19-vietnam-war-9-11-terror-attack-a9531146.

html

1 https://www.independent.co.uk/news/world/americas/coronavirus-us- death-toll-update-covid-19-vietnam-war-9-11-terror-attack-a9531146.

html

observed from a scientific paper by a professor of history named Joanna Bourke entitled Fear and Anxiety: Writing about Emotion in Modern History.2 In that paper that emphasizes the importance and complexity of a scientific investigation of emotion in history, Bourke presented a debate starting from the basic level, namely how emotion or fear is defined as a unit of analysis. As a unit of analysis, we need an explanation of how an emotion is present at an event either at the individual or collective or social level.

Bourke’s explanation of this matter is very interesting because to explain the presence or sensibility of fear or emotion at an event and on the humans involved in it is very much determined by the scientific field. The implication is that both fear and emotion can have different definitions. Furthermore, it turns out that confusion can still occur even when using the same scientific point of view. Bourke gave an example of how a human’s physical response to fear can be the same as a response to enthusiasm.

The Bourke’s interesting explanation for the author is that fear as a result of a two-way interaction between humans and their environment because it is relevant to the purpose of this paper. This is what the authors consider as an initial explanation why, for example, a state-owned bank is able to transform on the basis of fear of the COVID19 pandemic.

Humans create fear in themselves for what they see in their environment, and on the other hand, this environment presents fear in humans that appears through changes or physical or psychological reactions. Then not only a reaction to these two things, but an analysis of fear, if seen through the perspective of social constructivism, can also be observed through manifestations in human efforts or rational responses.

The example given by Bourke is through the collapse of the Tay Bridge in 1879 which apparently concluded that fear was manifested in progress in the form of technical changes in the construction of bridges that were more resilient to disasters.

From this explanation, can we conclude that creativity or progress is one of the forms of fear? Or in Bourke’s own sentence, “... fear cannot only wreck the process of rationality, it can also animate rational thought”, of course this connection must be empirically proven. But at least Bourke’s own writing can spark our curiosity about the relationship between these two things.

Actually, if we spend a little time searching for information on search engines on the internet, we will get a lot of information if many people and organizations are taking advantage of this pandemic moment to take a moment and rethink in order that their activities continue to run as usual to meet their needs or even to able to create a breakthrough. Notwithstanding how terrifying COVID19 is, there may be some people out there who would rather see some light on this pandemic than stand by, and it seems that we only have those two options.•

PANDEMI | PANDEMIC

salah satu tulisan ilmiah oleh seorang profesor ilmu sejarah bernama Joanna Bourke yang berjudul Fear and Anxiety: Writing about Emotion in Modern History.2Dalam tulisan yang menekankan betapa penting dan kompleks sebuah investigasi ilmiah tentang emosi di dalam ilmu sejarah, Bourke mengetengahkan perdebatan mulai dari tingkat dasar yaitu tentang bagaimana emosi atau rasa takut didefinisikan sebagai sebuah unit analisis. Sebagai sebuah unit analisis maka diperlukan sebuah penjelasan tentang bagaimana sebuah emosi hadir pada suatu peristiwa baik pada tingkat individu maupun kolektif atau sosial.

Penjelasan Bourke atas hal tersebut sangat menarik karena untuk menjelaskan kehadiran atau sensibilitas rasa takut atau emosi pada suatu peristiwa dan pada manusia-manusia yang terlibat di dalamnya ternyata sangat ditentukan oleh bidang keilmuan. Dampaknya adalah rasa takut maupun emosi dapat memiliki definisi yang berbeda- beda. Lebih jauh lagi, ternyata kegamangan pun masih bisa terjadi walaupun menggunakan sudut pandang keilmuan yang sama. Bourke mencontohkan bagaimana respon fisik manusia atas rasa takut bisa saja sama dengan respon terhadap antusiasme.

Penjelasan Bourke yang penulis anggap menarik karena sesuai dengan tujuan tulisan ini adalah rasa takut sebagai hasil atas interaksi dua arah antara manusia dan lingkungannya. Inilah yang penulis anggap sebagai sebuah penjelasan awal mengapa contohnya sebuah bank BUMN mampu untuk bertransformasi dengan dasar ketakutan atas pandemi COVID19.

Manusia menciptakan rasa takut dalam dirinya atas apa yang dia lihat pada lingkungannya, dan sebaliknya lingkungan tersebut menghadirkan rasa takut pada manusia yang nampak melalui perubahan atau reaksi fisik maupun psikis. Kemudian tidak hanya reaksi pada dua hal tersebut, analisis atas rasa takut yang jika dilihat melalui kacamata konstruktivisme sosial dapat pula diamati melalui manifestasi berupa usaha atau respon rasional manusia. Contoh yang diberikan oleh Bourke adalah melalui peristiwa runtuhnya jembatan Tay Bridge pada tahun 1879 yang ternyata menyimpulkan bahwa rasa takut termanifestasi dalam kemajuan berupa perubahan-perubahan teknis pembangunan jembatan yang lebih tahan terhadap bencana.

Melalui penjelasan tadi, apakah dapat disimpulkan jika kreativitas atau kemajuan adalah salah satu wajah dari rasa takut? Atau yang dalam kalimat Bourke sendiri, “…, fear cannot only wreck process of rationality, it can also animate rational thought”, tentunya keterhubungan tersebut harus dibuktikan secara empiris. Namun setidaknya tulisan Bourke sendiri dapat memantik rasa penasaran kita akan keterhubungan dua hal tersebut.

Sebetulnya jika kita luangkan sedikit waktu untuk mencari informasi pada mesin pencari di internet, akan kita dapatkan banyak keterangan jika banyak orang dan organisasi yang memanfaatkan momen pandemi ini untuk senderan bentar dan berfikir ulang agar aktivitasnya tetap berjalan seperti biasanya sehingga dapur tetep ngebul tetep makan atau bahkan mampu untuk menciptakan terobosan. Dengan tidak mengecilkan betapa menakutkannya COVID19, mungkin di luar sana ada beberapa jumlah orang yang lebih memilih untuk melihat titik terang atas pandemi ini daripada berdiam diri, dan nampaknya kita hanya memiliki dua pilihan tersebut.•

2 Bourke, Joanna, Fear and Anxiety: Writing about Emotion in Modern His- tory, History Workshop Journal Issue 55, 2003.

2 Bourke, Joanna, Fear and Anxiety: Writing about Emotion in Modern His- tory, History Workshop Journal Issue 55, 2003.

alfa rozi

1. Introduction

Setiap organisasi baik publik sektor maupun privat sektor mengalami ketidakpastian yang bermanisfestasi dalam bentuk peluang dan ancaman dalam usahan pencapaian tujuan dan sasaran.

Faktor ketidakpastian ini bersumber dari lingkungan internal ataupun eksternal yang dihadapi dalam operasional di organisasi. Ancaman dan peluang merupakan manifetasi dari ketidakpastian yang dikenal sebagai risiko. Saat ini semua organisasi di dunia mengalami ketidakpastian yang bersumber dari faktor eksternal dengan adanya risiko Covid-19.

Corona Virus Diseases 2019 atau disebut dengan nama lain Covid-19 menjadi permasalahan yang banyak menyoroti perhatian masyarakat di berbagai belahan dunia. Sejak pertama sekali diketahui dari pasien yang terinfeksi Covid-19 di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina pada 8 Desember 2019, kini virus ini telah menyebar ke 216 negara (WHO, 13 Juni 2020).

Indonesia mengonfirmasi kasus pertama infeksi virus corona penyebab Covid-19 pada awal Maret 2020. Sejak itu, berbagai upaya penanggulangan dilakukan pemerintah untuk meredam dampak dari pandemi Covid-19 di berbagai sektor. Hampir seluruh sektor terdampak, tak hanya kesehatan. Sektor ekonomi juga mengalami dampak serius akibat pandemi virus corona. Pembatasan aktivitas masyarakat berpengaruh pada aktivitas bisnis yang kemudian berimbas pada perekonomian. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Agustus ini menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 minus 5,32 persen (Kompas.com, diakses tanggal 6 September 2020).

Untuk meminimalkan dampak dari risiko Covid-19, hendaknya organisasi mempertahankan kinerja untuk menjaga kelangsungan organisasi. Namun kinerja juga tidak luput dari ancaman hal ini disebabkan kinerja harus disesuaikan dengan situasi pandemi. Oleh

MEMPERTAHANKAN KINERJA

Dalam dokumen SALAM REDAKSI - Pusdiklat APU-PPT (Halaman 32-36)

Dokumen terkait