Kaidah Pengambilan Keputusan Berbasis SIG-JSTBA
Sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya, SIG juga diintegrasikan dengan algoritma Artificial Intelegence (AI) dalam proses pengambilan keputusan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan (PPFKH) yaitu Jaringan Saraf Tiruan (JST) menggunakan transformasi probabilitas bersyarat Bayesian (BA). Penerapan SIG-algoritma Artificial Intelligence (AI) dengan JST dapat membantu peneliti dalam mencapai tujuan secara efisien. JST dapat meniru kemampuan pengenalan otak manusia sehingga peneliti dapat dengan mudah mendefinisikan pengetahuan pakar dengan logika perceptron. Kinerja model JST sering dianggap statis, namun jika hasilnya ditransfer kedalam target probabilitas pola, JST dapat melakukan kinerja yang dinamis. Probabilitas Bayesian cocok untuk penelitian ini
Hasil analisis perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan sebagaimana tersedia pada Tabel 5 (hasil penilaian perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan berbasis multikriteria) dan juga tersedia pada Gambar 15 s.d. Gambar 24, dapat dirumuskan kaidah-kaidah baru dalam proses pengambilan keputusan perubahan kawasan hutan yang mengintegrasikan parameter biofsik dan sosial ekonomi. Hasil rumusan
tersebut diuraikan sesuai hasil yang diperoleh dari setiap lokus.
1. Lokus BL_005
Lokus BL_005 berada di wilayah Kecamatan Bukal Kabupaten Buol.
Lokus ini terdiri atas dua lokasi yang berada pada dua desa yaitu Desa Binuang dan Desa Bukal, yang keduanya berada dalam kawasan hutan produki tetap (HP). Kedua lokasi memiliki permasalahan yang berbeda dengan motivasi usulan penyediaan lahan permukiman (termasuk fasum/fasos) dan lahan garapan pertanian bagi masyarakat.
Lokus BL_005 seluas 106,88 Ha di Desa Binuang, lahan hutan telah ditanami kelapa sawit dan hanya tersisa sedikit hutan alam. Kondisi kelas lereng curam hingga sangat curam, jenis tanah podsolik merah kuning dengan intensitas hujan sangat rendah. Setelah dilakukan pengkajian terhadap kondisi yang ada di lapangan, tampaknya motivasi usulan tidak konsisten karena tanaman sawit yang ada merupakan milik perusahaan perkebunan kelapa sawit. Kondisi tersebut menjelaskan bahwa tidak ada keterkaitan langsung dengan kepentingan sosial ekonomi masyarakat sebagaimana dikemukakan pada motivasi usulan. Sehingga kaidah pengambilan keputusan berbasis SIG-JSTBA:
a. IF status kawasan “HP” AND kelas lereng “curam” AND jenis tanah “podsolik merah kuning” AND intensitas hujan “sangat rendah” AND tutupan lahan “perkebunan sawit” OR “hutan alam”
AND motivasi usulan “tidak sesuai” THEN status kawasan “HPT”.
b. IF status kawasan “HP” AND kelas lereng “sangat curam” AND tutupan lahan “perkebunan sawit” OR “hutan alam” AND motivasi usulan “tidak sesuai” THEN status kawasan “HL”.
Lokus BL_005 seluas 395,88 Ha di Desa Bukal, pada lahan hutan terdapat pemanfaatan lahan untuk permukiman (termasuk fasum/fasos), pertanian lahan kering. Selain itu, juga terdapat semak belukar, dan hutan alam yang masih cukup luas. Kondisi kelas lereng datar, landai, agak curam dan sangat curam, jenis tanah podsolik merah kuning dan alluvial dengan intensitas hujan sangat rendah.
Setelah dilakukan pengkajian terhadap kondisi yang ada di lapangan, tampaknya terdapat motivasi usulan yang konsisten dan tidak konsisten. Usulan konsisten karena terdapat lahan yang telah dimukimi dan diolah menjadi lahan pertanian, namun terdapat usulan yang tidak
konsisten karena masih berupa hutan alam dan luas lahan usulan yang tidak proporsional (lahan usulan sangat luas dibandingkan dengan jumlah penduduk yang akan memanfaatkannya). Sehingga kaidah pengambilan keputusan berbasis SIG-JSTBA:
a. IF status kawasan “HP” AND kelas lereng “datar-agak curam” AND jenis tanah “podsolik merah kuning” OR “alluvial” AND intensitas hujan “sangat rendah” AND tutupan lahan “ permukiman/fasum/
fasos” OR “lahan garapan masyarakat” AND motivasi usulan
“sesuai” THEN status kawasan “APL”.
b. IF status kawasan “HP” AND kelas lereng “datar-landai” AND jenis tanah “podsolik merah kuning” OR “alluvial” AND intensitas hujan “sangat rendah” AND tutupan lahan “hutan alam” AND motivasi usulan “tidak sesuai” THEN status kawasan “HP”.
c. IF status kawasan “HP” AND kelas lereng “agak curam” AND jenis tanah “alluvial” AND intensitas hujan “sangat rendah” AND tutupan lahan “hutan alam” AND motivasi usulan “tidak sesuai”
THEN status kawasan “HP”.
d. IF status kawasan “HP” AND kelas lereng “agak curam” AND jenis tanah “podsolik merah kuning” AND intensitas hujan “sangat rendah” AND tutupan lahan “hutan alam” AND motivasi usulan
“tidak sesuai” THEN status kawasan “HPT”.
e. IF status kawasan “HP” AND kelas lereng “sangat curam” AND tutupan lahan “hutan alam” OR “ pertanian lahan kering campur”
AND motivasi usulan “tidak sesuai” THEN status kawasan “HL”.
2. Lokus BL_010
Lokus BL_010 berada di wilayah Kecamatan Lakea dan Kecamatan Tiloan Kabupaten Buol. Lokus ini terdiri atas satu lokasi yang berada pada tujuh desa yaitu Desa Bukaan, Lakea 2, Ngune di Kecamatan Lakea, dan Desa Monggonit, Airterang, Lomuli, Kokobuka di Kecamatan Tiloan yang seluruhnya berada dalam kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK). Lokasi HPK ini memiliki permasalahan dengan motivasi usulan penyediaan lahan garapan pertanian bagi masyarakat.
Lokus BL_010 seluas 2.524,89 Ha, tutupan lahan masih berupa hutan lahan kering primer dan sekunder. Kondisi kelas lereng datar,
landai, agak curam, curam dan sangat curam, jenis tanah podsolik merah kuning dengan intensitas hujan sangat rendah. Kelas lereng sangat curam mencapai luas 35,67%; lereng curam 7,43%; lereng agak curam 43,18%; lereng landai 13,62%; lereng datar 0,10%.
Setelah dilakukan pengkajian terhadap kondisi yang ada di lapangan, tampaknya motivasi usulan yang tidak konsisten. Sehingga kaidah pengambilan keputusan berbasis SIG-JSTBA:
a. IF status kawasan “HPK” AND kelas lereng “datar-landai” AND jenis tanah “podsolik merah kuning” AND intensitas hujan “sangat rendah” AND tutupan lahan “hutan alam” AND motivasi usulan
“tidak sesuai” THEN status kawasan “HP”.
b. IF status kawasan “HPK” AND kelas lereng “agak curam-curam”
AND jenis tanah “podsolik merah kuning” AND intensitas hujan
“sangat rendah” AND tutupan lahan “hutan alam” AND motivasi usulan “tidak sesuai” THEN status kawasan “HPT”.
c. IF status kawasan “HPK” AND kelas lereng “ sangat curam” AND tutupan lahan “hutan alam” AND motivasi usulan “tidak sesuai”
THEN status kawasan “HL”.
3. Lokus TL_001
Lokus TL_001 berada di wilayah Kecamatan Dondo Kabupaten Tolitoli. Lokus ini terdiri atas satu lokasi yang berada pada empat desa yaitu Desa Ogoweli, Bambapun, Anggasan dan Malulu yang seluruhnya berada dalam kawasan hutan lindung (HL). Lokasi HL ini memiliki permasalahan dengan motivasi usulan penyediaan lahan untuk kepentingan investasi pertambangan.
Lokus TL_001 seluas 4.438,02 Ha, tutupan lahan berupa hutan alam (dominan) dan semak belukar. Lokus ini didominasi kelas lereng sangat curam seluas 89,78%; kelas lereng curam 7,79%, dan kelas lereng landai 2,43%. Jenis tanah podsolik merah kuning dan latosol, intensitas hujan sangat rendah. Lokus merupakan daerah tangkapan air bagi areal persawahan dan termasuk kawasan rawan longsor. Lokus berada di wilayah DAS Ogogasang, Tinabogan, Lais dan Bambapun.
Setelah dilakukan pengkajian terhadap kondisi yang ada di lapangan, tampaknya motivasi usulan yang tidak konsisten, dan lokus ini perlu dipertahankan sebagai kawasan perlindungan sumber air dan tata air bagi kawasan pertanian dibawahnya. Sehingga kaidah pengambilan
keputusan berbasis SIG-JSTBA:
a. IF status kawasan “HL” AND kelas lereng “landai” AND jenis tanah “podsolik merah kuning” OR “latosol” AND intensitas hujan “sangat rendah” AND tutupan lahan “hutan alam” OR
“semak belukar” AND motivasi usulan “tidak sesuai” THEN status kawasan “HP”.
b. IF status kawasan “HL” AND kelas lereng “curam” AND jenis tanah “latosol” AND intensitas hujan “sangat rendah” AND tutupan lahan “hutan alam” AND motivasi usulan “tidak sesuai”
THEN status kawasan “HP”.
c. IF status kawasan “HL” AND kelas lereng “curam” AND jenis tanah “podsolik merah kuning” AND intensitas hujan “sangat rendah” AND tutupan lahan “hutan alam” OR “semak belukar”
AND motivasi usulan “tidak sesuai” THEN status kawasan “HPT”.
d. IF status kawasan “HL” AND kelas lereng “sangat curam” AND tutupan lahan “hutan alam” OR “semak belukar” AND motivasi usulan “tidak sesuai” THEN status kawasan “HL”.
4. Lokus TL_003
Lokus TL_003 berada di wilayah Kecamatan Ogodeide Kabupaten Tolitoli. Lokus ini terdiri atas empat lokasi yang berada pada tiga desa yaitu Desa Sambujan, Labuanlobo, dan Bilo yang seluruhnya berada dalam kawasan hutan lindung (HL). Lokasi HL ini memiliki permasalahan dengan motivasi usulan penyediaan lahan untuk kepentingan fasilitas umum (fasum), fasilitas sosial (fasos), lahan garapan pertanian dan permukiman.
Lokus TL_003 seluas 60,58 Ha, tutupan lahan berupa jalan raya, permukiman dan fasilitas sosial, kebun cengkeh rakyat, tanah terbuka, dan hutan mangrove. Lokus ini terdiri atas kelas lereng datar dan agak curam dengan jenis tanah alluvial dan podsolik merah kuning, serta intesitas hujan sangat rendah. Sebagian besar lokus telah dimukimi dan diolah menjadi lahan pertanian oleh penduduk setempat selama puluhan tahun, juga terdapat jalan raya provinsi.
Setelah dilakukan pengkajian terhadap kondisi yang ada di lapangan, tampaknya motivasi usulan sebagian besar konsisten. Sehingga kaidah pengambilan keputusan berbasis SIG-JSTBA:
a. IF status kawasan “HL” AND kelas lereng “datar-agak curam”
AND jenis tanah “podsolik merah kuning” OR “alluvial” AND intensitas hujan “sangat rendah” AND tutupan lahan “jalan raya”
OR “permukiman” OR “kebun rakyat” AND motivasi usulan
“sesuai” THEN status kawasan “APL”.
b. IF status kawasan “HL” AND tutupan lahan “hutan mangrove”
AND motivasi usulan “tidak sesuai” THEN status kawasan “HL”.
5. Lokus PLW_001
Lokus PLW_001 berada di wilayah Kecamatan Mantikulore Kota Palu.
Lokus ini terdiri atas satu lokasi yang berada pada empat kelurahan yaitu Tondo, Poboya, Lasoani, dan Kawatuna yang seluruhnya berada dalam kawasan pelestarian alam (KPA) Taman Hutan Raya (TAHURA) Sulawesi Tengah. Lokasi KPA ini memiliki permasalahan dengan motivasi usulan penyediaan lahan investasi pertambangan, penyelesaian konflik sosial (tenurial) yang telah berlangsung selama 15 tahun berupa penambangan emas tanpa izin (PETI).
Lokus PLW_001 seluas 2.676,43 Ha, tutupan lahan berupa savanna, semak belukar, tanah terbuka, pertanian lahan kering, kebun rakyat, lahan bukaan bekas galian tambang emas, dan hutan lahan kering sekunder kerapatan rendah. Lokus ini terdiri atas kelas lereng agak curam, curam dan sangat curam dengan jenis tanah podsolik merah kuning, serta intesitas hujan sangat rendah. Lokus di wilayah Kelurahan Poboya dan Tondo yang telah diolah menjadi lahan pertambangan emas tanpa izin mencapai luas ± 107,29 Ha.
Setelah dilakukan pengkajian terhadap kondisi yang ada di lapangan, tampaknya motivasi usulan tidak konsisten untuk perubahan peruntukan menjadi non-kawasan hutan atau Areal Penggunaan Lain (APL). Walaupun demikian, untuk menyelesaikan konflik sosial (tenurial-peti) antara pihak peti (tambang rakyat), koorporasi pemegang kontrak karya, dan pemerintah, dipandang perlu untuk melakukan perubahan fungsi kawasan hutan dari KPA menjadi HL atau HPT agar semua pihak bisa bertindak secara legal sesuai peraturan perundang-undangan.
Hingga selesainya penelitian ini belum ada peraturan yang mengatur pemanfaatan mineral tambang di kawasan hutan konservasi, mulai dari pemanfaatan hingga reklamasi kawasan hutan, disisi
lain tambang rakyat di Poboya telah menjadi permasalahan krusial sehingga apabila tetap dipertahankan sebagai KPA maka konflik sosial sulit terselesaikan dan dampak negatif merkuri terhadap kondisi DAS menjadi sulit dikendalikan. Sehingga kaidah pengambilan keputusan berbasis SIG-JSTBA:
a. IF status kawasan “KPA” AND kelas lereng “agak curam-curam”
AND jenis tanah “podsolik merah kuning” AND intensitas hujan
“sangat rendah” AND tutupan lahan “bekas bukaan tambang/peti”
AND izin pertambangan “kontrak karya” AND motivasi usulan
“tidak sesuai” THEN status kawasan “HPT”.
b. IF status kawasan “KPA” AND kelas lereng “sangat-curam”
AND tutupan lahan “bekas bukaan tambang/peti” AND izin pertambangan “kontrak karya” AND motivasi usulan “tidak sesuai” THEN status kawasan “HL”.
c. IF status kawasan “KPA” AND kelas lereng “agak curam-curam”
AND tutupan lahan “tidak ada bekas bukaan tambang/peti” AND izin pertambangan “bukan kontrak karya” AND motivasi usulan
“tidak sesuai” THEN status kawasan “KPA”.
6. Lokus PLW_003
Lokus PLW_003 berada di wilayah Kecamatan Mantikulore Kota Palu.
Lokus ini terdiri atas satu lokasi yang berada pada lima kelurahan yaitu Layana indah, Tondo, Poboya, Lasoani, dan Kawatuna yang seluruhnya berada dalam kawasan hutan produksi terbatas (HPT).
Lokasi HPT ini memiliki permasalahan dengan motivasi usulan penyediaan lahan hutan pengganti KPA TAHURA Sulawesi Tengah sesuai kondisi biofisiknya.
Lokus PLW_003 seluas 2.606.65 Ha, tutupan lahan berupa hutan alam (hutan lahan kering primer dan sekunder) dengan kerapatan sedang-tinggi. Lokus ini terdiri atas kelas lereng curam dan sangat curam dengan jenis tanah podsolik merah kuning, serta intesitas hujan sangat rendah. Setelah dilakukan pengkajian terhadap kondisi yang ada di lapangan, tampaknya motivasi usulan tidak konsisten karena kawasan hutan termasuk dalam ekosistem hutan sub pegunungan, sedangkan KPA TAHURA merupakan ekosistem hutan savanna.
Sehingga kaidah pengambilan keputusan berbasis SIG-JSTBA:
a. IF status kawasan “HPT” AND kelas lereng “curam” AND jenis tanah “podsolik merah kuning” AND intensitas hujan “sangat rendah” AND tutupan lahan “hutan alam” AND motivasi usulan
“tidak sesuai” THEN status kawasan “HPT”.
b. IF status kawasan “HPT” AND kelas lereng “sangat curam” AND tutupan lahan “hutan alam” AND motivasi usulan “tidak sesuai”
THEN status kawasan “HL”.
7. Lokus SG_036
Lokus SG_036 berada di wilayah Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi. Lokus ini terdiri atas satu lokasi yang berada pada tiga desa yaitu Desa Ngatabaru, Loru, dan Pombewe yang seluruhnya berada dalam kawasan pelestarian alam (KPA) Taman Hutan Raya (TAHURA) Sulawesi Tengah. Lokasi KPA ini memiliki permasalahan dengan motivasi usulan penyediaan lahan permukiman dan lahan garapan pertanian bagi masyarakat serta penyediaan fasilitas umum berupa jalan penghubung poros perkampungan Desa Nagatabaru dengan perkampungan Dusun Tompu.
Lokus SG_036 seluas 1.848,15 Ha, tutupan lahan berupa savanna, semak belukar, jalan raya, permukiman, tanah terbuka, pertanian lahan kering, dan hutan lahan kering sekunder kerapatan rendah.
Lokus ini terdiri atas kelas lereng agak curam, curam dan sangat curam dengan jenis tanah podsolik merah kuning, serta intesitas hujan sangat rendah. Setelah dilakukan pengkajian terhadap kondisi yang ada di lapangan, tampaknya motivasi usulan ada yang konsisten dan ada juga yang tidak konsisten. Kondisi yang menjadikan lokus ini konsisten karena lahan permukiman dan pertanian masyarakat Dusun Tompu telah puluhan tahun ditempati secara turun-temurun, serta perlunya membuka keterisolasian perkampungan melalui pembangunan jalan poros Ngatabaru-Tompu. Adapun kondisi lokus yang dinilai tidak konsisten karena usulan lokasi yang sangat luas apabila dibandingkan dengan kebutuhan luas lahan bagi penduduk yang ada saat ini. Sehingga kaidah pengambilan keputusan berbasis SIG-JSTBA:
a. IF status kawasan “KPA” AND kelas lereng “agak curam-curam”
AND jenis tanah “podsolik merah kuning” AND intensitas hujan
“sangat rendah” AND tutupan lahan “savanna-semak belukar” OR
“hutan alam” AND motivasi usulan “tidak sesuai” THEN status kawasan “KPA”.
b. IF status kawasan “KPA” AND kelas lereng “ sangat curam” AND tutupan lahan “jalan raya” OR “permukiman” OR “pertanian lahan kering” OR “fasum/fasos” AND motivasi usulan “sesuai” THEN status kawasan “APL”.
c. IF status kawasan “KPA” AND kelas lereng “ sangat curam” AND tutupan lahan “hutan alam” OR “hutan savanna-semak belukar”
AND motivasi usulan “tidak sesuai” THEN status kawasan “KPA”.
8. Lokus SG_016
Lokus SG_016 berada di wilayah Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi. Lokus ini terdiri atas tiga lokasi yang berada pada tiga desa yaitu Desa Ngatabaru, Loru, dan Pombewe yang seluruhnya berada dalam kawasan hutan lindung (HL). Lokasi HL ini memiliki permasalahan dengan motivasi usulan penyediaan lahan permukiman dan lahan garapan pertanian bagi masyarakat serta penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial dalam Dusun Tompu.
Lokus SG_016 seluas 529,34 Ha, tutupan lahan berupa permukiman, pertanian lahan kering, fasum/fasos (jalan raya, sekolah, puskesmas, rumah ibadah), dan hutan alam mulai dari kerapatan rendah hingga kerapatan tinggi. Kondisi lokus ini memiliki kelas lereng sangata curam, jenis tanah podsolik merah kunung, intensitas hujan sangat rendah. Setelah dilakukan pengkajian terhadap kondisi yang ada di lapangan, tampaknya motivasi usulan ada yang konsisten dan ada juga yang tidak konsisten. Kondisi yang menjadikan lokus ini konsisten karena lahan permukiman dan pertanian masyarakat Dusun Tompu telah puluhan tahun ditempati secara turun-temurun, serta perlunya membuka keterisolasian perkampungan melalui pembangunan jalan dan fasilitas umum/sosial lainnya. Adapun kondisi lokus yang dinilai tidak konsisten karena usulan lokasi yang sangat luas apabila dibandingkan dengan kebutuhan luas lahan bagi penduduk yang ada saat ini. Sehingga kaidah pengambilan keputusan berbasis SIG-JSTBA:
a. IF status kawasan “HL” AND kelas lereng “sangat curam” AND tutupan lahan “permukiman (termasuk fasum/fasos)” OR
“pertanian lahan kering” AND motivasi usulan “sesuai” THEN
status kawasan “APL”.
b. IF status kawasan “HL” AND kelas lereng “sangat curam” AND tutupan lahan “hutan alam” AND motivasi usulan “tidak sesuai”
THEN status kawasan “HL”.
9. Lokus MORUT_002
Lokus MORUT_002 berada di wilayah Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali Utara. Lokus ini terdiri atas satu lokasi yang berada pada satu desa yaitu Desa Tanauge yang seluruhnya berada dalam kawasan hutan produksi terbatas (HPT). Lokasi HPT ini memiliki permasalahan dengan motivasi usulan penyediaan lahan untuk kawasan industri.
Lokus MORUT_002 seluas 262,81 Ha, tutupan lahan berupa hutan alam, kebun sawit, semak belukar, dan tanah terbuka serta jalan desa. Kondisi lokus ini memiliki kelas lereng datar, agak curam, curam dan sangat curam, jenis tanah mediteran merah kuning, intensitas hujan rendah. Setelah dilakukan pengkajian terhadap kondisi yang ada di lapangan, lokus ini layaknya tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan produksi. Walaupun demikian, mengingat lokus ini telah menjadi bagian pengembangan investasi melalui pembangunan kawasan industri dengan didukung masterplan kawasan serta telah masuk dalam rancangan peraturan daerah (Ranperda) RTRWP Sulawesi Tengah dan masuk dalam peraturan daerah (Perda) RTRWK Morowali Utara maka dinilai motivasi usulan konsisten. Sehingga kaidah pengambilan keputusan berbasis SIG-JSTBA:
a. IF status kawasan “HPT” AND kelas lereng “datar-sangat curam”
AND jenis tanah meditran merah kuning” AND intensitas hujan
“rendah” AND tutupan lahan “hutan alam” OR “kebun sawit” OR
“semak belukar/tanah terbuka” AND kebijakan “tersedia dalam peraturan daerah/RTRWP-RTRWK” AND motivasi usulan
“sesuai” THEN status kawasan “APL”.
10. Lokus BG_048
Lokus BG_048 berada di wilayah Kecamatan Toili Kabupaten Banggai.
Lokus ini terdiri atas satu hamparan lokasi yang luas, berada pada enam desa yaitu Desa Singkoyo, Tolisu, Bukitjaya, Samalore, Uemea, Sindangbaru yang seluruhnya berada dalam kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK). Lokasi HPK ini memiliki permasalahan
besar, pemukiman, lahan garapan pertanian bagi masyarakat, jalan raya, dan fasum/fasos lainnya.
Lokus BG_048 seluas 8.898,62 Ha dibagi kedalam empat blok penilaian, yaitu: (1) blok untuk pengembangan investasi dalam bentuk hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit seluas 3.491,82 Ha;
(2) blok untuk pengembangan permukiman, lahan garapan pertanian bagi masyarakat, fasum/fasos seluas 2.662,80 Ha; (3) blok untuk penyediaan lahan dalam rangka pengembangan investasi dan lahan garapan pertanian bagi masyarakat seluas 2,671.08 Ha; dan (4) blok untuk legalitas lahan garapan pertanian bagi masyarakat seluas 72,92 Ha.
Pada blok 1 dengan luas 3.491,82 Ha terdapat jenis tutupan lahan berupa perkebunan sawit, hutan alam, semak belukar, pertanian lahan kering, tanah terbuka, tubuh air (sungai). Kelas lereng terdiri atas lereng datar seluas 3,28%, landai 38,90%, agak curam 11,33%, curam 38,17%, dan sangat curam 8,32%. Jenis tanah terdiri atas mediteran merah kuning dan latosol dengan intensitas hutan sangat rendah.
Setelah dilakukan pengkajian terhadap kondisi yang ada di lapangan, lokus blok 1 ini seluas 51,07% dinilai konsisten untuk dirubah fungsi hutannya menjadi APL, dan seluas 48,93% dinilai tidak konsisten sehingga perlu ditingkatkan status fungsi kawasan dari HPK menjadi hutan lindung (HL) dan hutan produksi (HPT/HP). Sehingga kaidah pengambilan keputusan berbasis SIG-JSTBA:
a. IF status kawasan “HPK” AND kelas lereng “datar-agak curam”
AND jenis tanah “meditran merah kuning” OR “latosol” AND intensitas hujan “sangat rendah” AND tutupan lahan “perkebunan sawit” OR “pertanian lahan kering” OR “semak belukar” OR “hutan alam kerapatan rendah” AND kebijakan “HGU-perkebunan” AND motivasi usulan “sesuai” THEN status kawasan “APL”.
b. IF status kawasan “HPK” AND kelas lereng “agak curam” AND jenis tanah “meditran merah kuning” AND intensitas hujan “sangat rendah” AND tutupan lahan “hutan alam kerapatan sedang-tinggi”
AND kebijakan “HGU-perkebunan” AND motivasi usulan “tidak sesuai” THEN status kawasan “HP”.
c. IF status kawasan “HPK” AND kelas lereng “curam” AND jenis tanah “latosol” AND intensitas hujan “sangat rendah” AND tutupan