• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PRAKTIK SEWA HEWAN TERNAK PEJANTAN MELALUI

B. Praktik Sewa Menyewa Hewan Ternak Pejantan

24

di desa Banyu Urip sebagian besar adalah milik sendiri, dan sisanya adalah milik pemerintah yang dikontrakkan kepada warga masyarakat yang ingin bercocok tanam. Untuk lebih jelasnya mengenai keadaan ekonomi mayarakat desa Banyu Urip

6. Keadaan pendidikan di desa Banyu Urip

Pendidikan bukanlah menjadi tanggung jawab pemerintah semata, tetapi merupakan tanggung jawab semua lapisan masyarakat, baik individu maupun kelompok untuk melaksanakannya. Pendidikan bukan hanya ada pada lembaga formal saja, melainkan pendidikan juga bisa diperoleh dilembaga non formal seperti majelis ta‟lim dan pengajian-pengajian yang sering diadakan oleh masyarakat sebagai wujud kesadaran akan kehausan terhadap ilmu pengetahuan.

25

atau lazimnya terfokus pada barang dan jasa, mulai mengalami perkembangan dalam hal objek yang disewakan.

Adapun praktik sewa menyewa hewan ternak pejantan, sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan beberapa masyarakat Desa Banyu Urip yang terlibat dalam kegiatan tersebut, dapat penulis paparkan sebagai berikut:

1. Proses/Tahapan Perjanjian Sewa Hewan Ternak Pejantan

Pada praktiknya, proses atau pun tahapan perjanjian yang dilakukan oleh para pihak yaitu pemilik dan penyewa hewan ternak pejantan. Secara turun temurun dilakukan berdasarkan proses atau pun tahapan sebagai berikut:

a. Pengutaraan Niat

Pengutaraan niat merupakan proses awal dilakukan oleh para pihak atau pun salah satu pihak dalam memulai perjanjian sewa menyewa khususnya sewa hewan ternak pejantan. Dalam praktiknya seringkali pengutaraan niat untuk melakukan sewa hewan ternak pejantan didasarkan atas permintaan dari penyewa yang memilik hewan ternak betina yang berjenis kelamin biasa. Penyewa tentunya akan melakukan/mendatangi pemilik-pemilik hewan ternak pejantan yang tentunya memiliki jenis yang berbeda dari miliknya atau dapat memberinya keuntungan lebih jika keturunannya nanti mengikuti jenis pejantan yang disewa. Ini lah yang mendasari para peternak Desa Banyu Urip khususnya yang tidak memiliki modal lebih (ekonomi menengah) melakukan sewa menyewa hewan ternak pejantan.

Tentunya, kegiatan di atas didasari dari ungkapan beberapa narasumber yang peneliti wawancarai di Desa Banyu Urip. Berikut pemaparan narasumber tersebut:

26

Amaq Muhdar mengungkapkan, sebelum melangkah lebih jauh terkadang saya memikir terlebih dahulu apakah hal tersebut mendatang keuntungan bagi saya, atau justru mendatangkan kerugian.

Karena, proses menernak hewan tentunya akan memakan waktu yang lama, dan terkadang keturunannya pun belum bisa diperkirakan apakah mengikuti pejantan yang disewa atau justru sebaliknya. Akan tetapi, saya kembali melihat kebiasaan yang dipraktikkan oleh orang- orang terdahulu yang sedikit tidaknya banyak dari mereka berhasil melakukan hal tersebut. Inilah yang membuat tekad saya kuat untuk menyewa hewan ternak pejantan dari para pemilik hewan tersebut.

Biasanya pemilik hewan ini dari orang-orang yang mampu artinya yang memiliki modal yang cukup untuk membeli hewan ternak yang jenisnya mahal.18

Hal senada juga diungkapkan oleh Amaq Irah, dalam penuturannya ia menegaskan:

Dik, tentunya setiap apa yang kita lakukan harus dipikirkan dan diniatkan terlebih dahulu apalagi hal tersebut kegiatan yang cukup besar dan dapat membuat kerugian juga. Sama halnya dengan saya sebagai peternak, terkadang selama menjadi peternak ya tentunya pasti ada aja kerugian, misalnya dari kematian atau pun dari kualitas hewan. Praktik sewa pejantan ini saya lihat dari praktik yang dilakukan oleh teman saya di Desa sebelah, menurutnya ia mendapatkan keuntungan yang sangat menjanjikan dari yang dipraktikkannya. Dari itulah saya mencoba mencari para peternak yang memiliki hewan peternak pejantan yang kualitasnya mahal atau bagus ketika dijual di Pasaran. Kalau di dusun ini rata-rata peternaknya hampir mirip kayak saya hanya memiliki hewan ternak jenis biasa.19

Berbeda halnya dengan pemaparan Inaq Nurni, yang menurutnya praktik tersebut tidak begitu menjanjikan. Berikut penuturannya:

Begini dik, perkawinan anatara betina biasa dan pejantan dengan jenis berbeda, menurut saya keberhasilannya sanagat lah kecil. Sehingga saya sendiri tidak mau mengambil resiko, di satu sisi harus menjaga dan merawat pejantan milik orang dan di sisi lain juga saya harus merawat hewan ternak yang saya miliki ditambah lagi saya harus membayar biaya sewa atas hewan ternak pejantan tersebut. Untuk itu, saya lebih memilih jalanin peternakan saya yang ada walaupun keuntungan sedikit, yang penting saya bisa menghidupi keluarga saya.20

18Amaq Muhdar, Wawancara, pada 27 April 2019, pukul 14:42 WITA

19Amaq Irah, Wawancara, pada 28 April 2019, pukul 13:21 WITA

20Inaq Nurni, Wawancara, pada 29 April 2019, pukul 15:42 WITA

27

Informan ke empat, yaitu pemilik hewan ternak dalam hal ini Amaq Darwan. Berikut penuturannya:

Mengenai penyewaan hewan ternak pejantan, saya pribadi mendukung dan menerima jika ada para peternak yang ingin melakukakan penyewaan. Terpenting buat saya, hewan ternak milik saya harus dirawat dan dijaga seperti pada saat saya menyerahkan hewan tersebut kepada pihak penyewa. Karena, hewan yang saya miliki rata-rata berjenis smental yang tentunya memiliki harga tinggi di pasaran.21 Mendasari pemaparan di atas, pada dasarnya kegiatan pengutaran niat ini, di awali atas permintaan penyewa dalam hal ini pemilik hewan ternak betina berjenis biasa. Dan pemilik pejantan yang disewa bersedia dengan niat tersebut yang terpenting pihak penyewa menjaga dan merawat hewan yang disewa hingga tenggang waktu yang mereka sepakati. Kondisi ini merupakan awal dari perjanjian sewa menyewa antara pemilik dan penyewa hewan ternak di Desa Banyu Urip, yang penawarannya kebanyakan dilakukan oleh penyewa atau pemilik hewan ternak betina dengan jenis biasa.

b. Negosiasi Pemilik dan Penyewa Hewan Ternak Pejantan

Tahapan negosiasi ini, terjadi apabila pengutaraan niat di antara kedua belah pihak telah selesai dibicarakan. Di mana pihak penyewa melakukan penawaran mengenai sewa menyewa hewan ternak pejantan milik pihak lain untuk dikawinkan dengan betina biasa miliknya dengan melakukakan perjanjian sewa menyewa. Dalam tahapan ini, sangat diperlukan adanya negosiasi antara kedua pelah pihak, mulai dari aturan-aturan yang harus ditaati oleh kedua belah pihak seperti merawat dan menjaga ternak yang menjadi objek sewa menyewa, hingga persoalan batas waktu dan harga sewa dari hewan ternak pejantan. Adapun beberapa model negosiasi yang

21Amaq Darwan, Wawancara, pada 24 Maret 2019, pukul 17.25 WITA

28

dipraktikkan oleh penyewa dan pemilik hewan ternak di Desa Banyu Urip, antara lain:

1) Negosiasi Terkait Penetapan Harga Sewa

Pada praktiknya, hal yang paling krusial yang ditanyakan oleh pihak penyewa ketika sudah mengutarakan niat diawal adalah mengenai biaya sewa dari penyewaan hewan ternak pejantan. Karena sampai dengan saat ini pemberian biaya sewa atas objek yang dimanfaatkan belum memiliki kejelasan dari pihak pemilik hewan ternak pejantan, hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh beberapa informan di bawah ini:

Inilah terkadang dik, yang membuat saya bingung dan tidak enak seringkali ketika pemilik sapi ditanyakan mengenai persoalan biaya sewa. Mereka hanya menjawab “hewannya dibawa saja dulu hingga hewan betina mengalami pembuahan. Nanti, mengenai ongkos berapa-berapa yang diberikan, yang penting sapinya selalu sehat". Jawaban seperti ini terkadang membuat saya kebingungan, akan tetapi jika sapi saya hamil (mengalami pembuahan), biasanya saya memberikan biaya paling sedikit Rp.

100.000,- akan tetapi jika tidak mengalami pembuahan selama 1 (satu) atau 2 (dua) kali kawin saya tidak membayar biaya sewa.

Akan tetapi, jika percobaan saya hingga 3 (tiga) kawin namun tidak membuahkan hasil. Maka saya hanya memberikan biaya sesuai kemampuan saya biasanya Rp. 100.000,- sampai Rp.

150.000,-22

Hal senada juga diutarakan oleh Amaq Irah, dalam penuturannya:

Rata-rata di daerah sini, jarang pemilik hewan ternak yang disewa menetapkan biaya sewa. Seringkali mereka lebih merasa tidak enak dan menyerahkan kepada penyewa seutuhnya artinya sesuai dengan kemampuan para penyewa. Sehingga, terkadang kami disini lebih memilih menetapkan sendiri, namun apabila selama tiga kali perkawinan tidak membuahkan hasil. Saya lebih memilih mengembalikan dan memberikan uang sewa sebesar Rp.

100.000,-23

Pendapat di atas, menurut Inaq Nurni benar adanya, karena pada dasarnya peternak-peternak yang berada di Desa Banyu Urip, ketika

22Amaq Muhdar, Wawancara, pada 27 April 2019, pukul 14:42 WITA

23Amaq Irah, Wawancara, pada 28 April 2019, pukul 13:21 WITA

29

melakukan penyewaan hewan ternak pejantan sama-sama mengarah kepada pemilik hewan ternak Amaq Darwan dan Amaq Ruhman, hal ini sebagaimana ungkapan Inaq Nurni di bawah ini:

Peternak-peternak hewan di daerah Banyu Urip ini, banyak yang melakukan penyewaan kepada Amaq Darwan dan Amaq Ruhman. Karena hanya mereka yang memiliki hewan ternak pejantan yang jenisnya berbeda dan mahal di pasaran ketika dilakukan penjualan. Sehingga, menurut pengetahuan saya jarang Amaq Darwan dan Amaq Ruhman menetapkan ongkos terhadap para peternak yang menyewa hewan ternak miliknya. Dan oleh peternak di sini kebanyakan hanya memberikan berdasarkan kemampuannya apalagi para peternak yang tidak mendapatkan hasil dari perkawinan tersebut, tentunya banyak pengeluaran yang sudah mereka keluarkan untuk menjaga dan memelihara baik hewan ternak miliknya maupun hewan yang disewa.24

2) Negosiasi Terkait Isi dan Syarat-syarat Perjanjian

Mengenai negosiasi dan isi perjanjian antara para pihak pada dasarnya tidak mengaturnya secara rinci, karena bentuk perjanjian yang biasa mereka sepakati hanya sebatas lisan. Sehingga, isi dan syarat- syaratnya pun dibuat sesederhana mungkin agar bisa diingat oleh pemilik hewan ternak pejantan dan penyewa. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Amaq Irah:

Perjanjian yang kami buat hanya sekedar lisan, sehingga isi dan syarat-syarat perjanjian terkadang mengikuti apa yang telah dilakukan oleh orang-orang sebelumnya, seperti adanya syarat yang sudah lazim mengenai menjaga dan memelihara hewan ternak yang disewa sampai telah selesai digunakan, dan pengembaliannya tidak memakan waktu yang cukup lama artinya jika percobaan perkawinan telah selesai maka hewan ternak dapat dikembalikan terlebih dahulu.25

Dalam penuturannya Amaq Muhdar lebih menegaskan pada persoalan waktu atau pengembalian hewan ternak setelah dilakukan

24Inaq Nurni, Wawancara, pada 29 April 2019, pukul 15:42 WITA

25Amaq Irah, Wawancara, pada 28 April 2019, pukul 13:21 WITA

30

proses perkawinan dengan hewan betina, hal ini sebagaimana ungkapannya:

Pada saat negosiasi mengenai waktu atau pengembalian dengan pemilik, ini didasarkan pada kebiasaan yang dilakukakan secara turun temurun. Artinya, ketika hewan ternak pejantan telah dibawa oleh penyewa dan dikawinkan dengan hewan betina miliknya. Maka, apabila proses tersebut telah selesai dalam waktu sehari atau pun dua hari maka hewan ternak pejantan harus dikembalikan terlebih dahulu sampai menunggu si betina mengalami pembuahan, namun apabila tidak berhasil si penyewa dan mengambil kembali hewan ternak pejantan untuk dikawinkan kembali. Ini lah isi ataupun syarat-syarat perjanjian yang diambil dan diikuti secara turun temurun hingga saat ini.

Mengenai pemilik hewan ternak pejantan sendiri, mengenai persoalan isi dan syarat perjanjian pada persoalan menjaga dan memelihara, karena hal ini lah yang sangat penting. Sehingga salah satu pihak tidak dirugikan secara materi. Berikut penuturan Amaq Ruhman:

Saya sendiri dik, mengenai isi atau pun syarat perjanjian seperti halnya di dunia perbankan misalnya yang lengkap tidak terlalu menuntut dik. Karena saya sendiri yang terpenting hewan ternak pejantan yang disewa dijaga dan dirawat serta dikembalikan sesuai dengan penyerahan di awal. Alhamdulillah selama ini, pihak penyewa tidak ada yang melakukan pelanggaran- pelanggaran seperti itu, justru saya pribadi mendapatkan uang dari hasil tersebut, walaupun tidak terlalu banyak.

3) Negosiasi Terkait dengan Risiko Perjanjian Sewa Menyewa

Selain negosiasi mengenai hal-hal di atas, yang paling terpenting di dalam sebuah perjanjian adalah membicarakan risiko yang dialami nantinya dan siapa yang akan menanggung hal tersebut jika terjadi masalah atau problem di kemudian hari. Risiko dalam perjanjian ini sangat lah rentan terjadi, misalnya terjadi kematian terhadap objek yang disewa atau hal-hal lain yang membuat objek tersebut mengalami cidera ataupun sakit dikarenakan hal-hal yang tidak diketahui, bisa saja karena

31

faktor makanan atau faktor pada saat terjadinya perkawinan hewan jantan dengan hewan ternak betina berjenis biasa.

Kondisi seperti penjelasan di atas, peneliti temukan dari hasil wawancara penulis dengan para peternak dan pemilik hewan ternak pejantan, sebagaimana penuturannya di bawah ini:

Saya beberapa kali melakukan praktik sewa menyewa hewan ternak pejantan. Selama ini, saya sendiri hampir tidak pernah mengalami hal-hal yang membuat hewan ternak pejantan yang disewa sakit ataupun dalam keadaan mati. Karena, saya sendiri sangat merawat dan menjaganya dengan cukup hati-hati, dan apabila proses kawin selesai langsung dikembalikan. Hal ini lah yang mengakibatkan praktik sewa menyewa ini jarang mengalami risiko yang cukup tinggi. Mengenai risiko tidak mengalami pembuahan secara langsung (tidak hamil), peristiwa yang sering kami temukan di lapangan. Tentunya, risiko ini sudah wajib saya terima, karena tidak selamanya hasil dari perkawinan tersebut membuahkan hasil yang baik.26

Risiko atas perjanjian yang dibuat, pada dasarnya hanya terletak pada persoalan apakah hewan tersebut sukses mengalami pembuahan atau tidak. Sebab, dalam perjanjian ini berisi penyewaan hewan ternak jantan dengan jenis tertentu dengan hewan betina dengan jenis biasa.

Sehingga, ketiga terjadi kegagalan pihak penyewa akan bertanggung jawab atas hal tersebut, karena perkawinan tersebut tidak selalu membuahkan hasil yang baik. Berbeda halnya jika, hewan ternak yang menjadi objek sewa justru sakit ataupun meninggal akibat kegiatan perkawinan tersebut, pihak penyewa harus tetap bertanggung jawab atas terjadinya hal tersebut. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Amaq Muhdar, dalam penuturannya:

Mengenai risiko, di dalam setiap transaksi pasti akan selalu ditemukan. Misalnya saja dalam perjanjian sewa menyewa hewan

26Amaq Irah, Wawancara, pada 28 April 2019, pukul 13:21 WITA

32

ternak pejantan, risiko yang penyewa akan hadapi tidak hamilnya (tidak mengalami pembuahan) hewan ternak betina miliknya.

Karena, tidak selamanya perkawinan kedua hewan tersebut akan berhasil mengalami pembuahan secara langsung, otomatis hal ini akan menjadi tanggung jawab saya. Sama halnya dengan sakit atau meninggalnya hewan ternak pejantan akibat proses tersebut ini akan mengakibatkan saya sendiri akan bertanggung jawab.

Sebab pada saat penyerahan hewan ternak pejantan dalam keadaan sehat dan berisi kecuali ada hal-hal yang disembunyikan oleh pihak pemilik hewan ternak pejantan.

Ungkapan di atas ditegaskan oleh Amaq Darwan dalam penuturannya:

Selama ini, dalam proses penyewaan hewan ternak pejantan tidak pernah terjadi hal-hal yang membuat saya rugi. Karena, pada dasarnya risiko ini terjadi jika hewan betina milik penyewa tidak mengalami pembuahan, dan ini bukan menjadi tanggung jawab saya, sebab saya hanya memberikan bantuan dalam menyewakan hewan ternak pejantan milik saya. Mengenai hasilnya bisa tidak dan bisa berhasil, kecuali dalam proses perkawinan tersebut si penyewa tidak pernah memelihara atau pun menjaga (lalai) yang mengakibatkan hewan ternak milik saya terkena penyakit atau pun hilang maka otomatis hal demikian menjadi tanggung jawab pihak penyewa. Aturan ini sudah menjadi turun temurun yang dipraktikkan oleh pendahulu-pendahulu sebelumnya, jadi ketika dalam negosiasi saya hanya sekedar mengingatkan sehingga menjadi perhatian oleh pihak penyewa.

Negosiasi mengenai risiko ini amatlah penting dibicarakan diawal perjanjian, karena tidak ada yang mengetahui persoalan/peristiwa yang timbul ketika akan melaksanakan sebuah prestasi yang disepakati bersama. Namun, apabila merujuk dari penuturan informan di atas, bahwa pada dasarnya negosiasi yang mereka lakukan lebih kepada mengingatkan satu sama lain, sebab hal-hal yang mereka atur dalam perjanjian lebih banyak merujuk pada kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang sebelumnya. Karena, mereka menganggap apa yang dipraktikkan oleh orang-orang sebelumnya sudah dapat memenuhi dan

33

memberikan pemahaman mengenai isi atau syarat serta risiko dalam perjanjian sewa menyewa yang dipraktikkan di Desa Banyu Urip.

c. Pengembalian Hewan Ternak Pejantan

Praktik sewa menyewa hewan pejantan dengan jenis tertentu, pasti memiliki batas akhir dalam sebuah perjanjian, sehingga hewan tersebut kembali kepada pemiliknya dan penyewa memiliki kewajiban untuk memberikan uang sewa sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat diawal perjanjian. Menariknya, berdasarkan penuturan dari informan yang peneliti wawancarai, mengenai pengembalian hewan ternak pejantan di Desa Banyu Urip dilakukan pada saat hewan ternak pejantan telah kawin dengan hewan ternak betina milik penyewa. Ketika, proses tersebut selesai maka pemilik menuntut si penyewa mengembalikannya terlebih dahulu. Namun, apabila hasil perkawinan tersebut selama beberapa minggu dicek belum menghasilkan pembuahan secara langsung, maka pihak penyewa dapat mengambil kembali hewan ternak pejantan di pemiliknya dan mencobanya kembali. Hal ini sebagamaina yang diungkapkan oleh beberapa informan yang penulis wawancarai berikut ini:

Informan pertama adalah pihak penyewa dalam hal ini diungkapakan langsung oleh Amaq Muhda, yang dalam penuturannya:

Inilah terkadang dik, yang membuat saya bingung dan tidak enak seringkali ketika pemilik sapi ditanyakan mengenai persoalan biaya sewa. Mereka hanya menjawab “hewannya dibawa saja dulu hingga hewan betina mengalami pembuahan. Nanti, mengenai ongkos berapa-berapa yang diberikan, yang penting sapinya selalu sehat".

Jawaban seperti ini terkadang membuat saya kebingungan, akan tetapi jika sapi saya hamil (mengalami pembuahan), biasanya saya memberikan biaya paling sedikit Rp. 100.000,- akan tetapi jika tidak mengalami pembuahan selama 1 (satu) atau 2 (dua) kali kawin saya tidak membayar biaya sewa. Akan tetapi, jika percobaan saya hingga 3 (tiga) kawin namun tidak membuahkan hasil. Maka saya hanya

34

memberikan biaya sesuai kemampuan saya biasanya Rp. 100.000,- sampai Rp. 150.000,-27

Hal senada juga diutarakan oleh Amaq Irah, dalam penuturannya:

Rata-rata di daerah sini, jarang pemilik hewan ternak yang disewa menetapkan biaya sewa. Seringkali mereka lebih merasa tidak enak dan menyerahkan kepada penyewa seutuhnya artinya sesuai dengan kemampuan para penyewa. Sehingga, terkadang kami disini lebih memilih menetapkan sendiri, namun apabila selama tiga kali perkawinan tidak membuahkan hasil. Saya lebih memilih mengembalikan dan memberikan uang sewa sebesar Rp. 100.000,-

Pendapat di atas, menurut Inaq Nurni benar adanya, karena pada dasarnya peternak-peternak yang berada di Desa Banyu Urip, ketika melakukan penyewaan hewan ternak pejantan sama-sama mengarah kepada pemilik hewan ternak Amaq Darwan dan Amaq Ruhman, hal ini sebagaimana ungkapan Inaq Nurni di bawah ini:

Peternak-peternak hewan di daerah Banyu Urip ini, banyak yang melakukan penyewaan kepada Amaq Darwan dan Amaq Ruhman.

Karena hanya mereka yang memiliki hewan ternak pejantan yang jenisnya berbeda dan mahal di pasaran ketika dilakukan penjualan.

Sehingga, menurut pengetahuan saya jarang Amaq Darwan dan Amaq Ruhman menetapkan ongkos terhadap para peternak yang menyewa hewan ternak miliknya. Dan oleh peternak di sini kebanyakan hanya memberikan berdasarkan kemampuannya apalagi para peternak yang tidak mendapatkan hasil dari perkawinan tersebut, tentunya banyak pengeluaran yang sudah mereka keluarkan untuk menjaga dan memelihara baik hewan ternak miliknya maupun hewan yang disewa.

2. Alasan Pemilik dan Penyewa Hewan Ternak Pejantan melakukan Perjanjian Sewa Menyewa

Berikut alasan pemilik dan penyewa hewan ternak pejantan melakukan perjanjian sewa menyewa, selama dalam kurung waktu yang mereka sepakati bersama. Pemaparannya secara rinci dapat peneliti sajikan di bawah ini:

27Amaq Muhdar, Wawancara, pada 27 April 2019, pukul 14:42 WITA

35 a. Pemilik Hewan Ternak Pejantan

Mengenai alasan para pemilik hewan ternak memberikan penyewaan terhadap hewan ternak pejantan miliknya, berdasarkan data yang peneliti dapatkan semata-mata untuk menolong/membantu perekonomian para peternak lainnya yang tidak memiliki cukup modal untuk membeli hewan ternak pejantan dengan jenis tertentu. Di sisi lain, juga pemilik mendapatkan keuntungan yang tidak begitu besar dari pendapatan sewa hewan ternak pejantan oleh para peternak (penyewa hewan ternak pejantan). Penjelasan tersebut didasarkan pada penuturan para pemilik hewan ternak pejantan berikut ini:

Berikut penuturan Amaq Ruhman:

Saya sendiri dik, mengenai isi atau pun syarat perjanjian seperti halnya di dunia perbankan misalnya yang lengkap tidak terlalu menuntut dik. Karena saya sendiri yang terpenting hewan ternak pejantan yang disewa dijaga dan dirawat serta dikembalikan sesuai dengan penyerahan di awal. Alhamdulillah selama ini, pihak penyewa tidak ada yang melakukan pelanggaran-pelanggaran seperti itu, justru saya pribadi mendapatkan uang dari hasil tersebut, walaupun tidak terlalu banyak.

Ungkapan di atas ditegaskan oleh Amaq Darwan dalam penuturannya:

Selama ini, dalam proses penyewaan hewan ternak pejantan tidak pernah terjadi hal-hal yang membuat saya rugi. Karena, pada dasarnya risiko ini terjadi jika hewan betina milik penyewa tidak mengalami pembuahan, dan ini bukan menjadi tanggung jawab saya, sebab saya hanya memberikan bantuan dalam menyewakan hewan ternak pejantan milik saya. Mengenai hasilnya bisa tidak dan bisa berhasil, kecuali dalam proses perkawinan tersebut si penyewa tidak pernah memelihara atau pun menjaga (lalai) yang mengakibatkan hewan ternak milik saya terkena penyakit atau pun hilang maka otomatis hal demikian menjadi tanggung jawab pihak penyewa. Aturan ini sudah menjadi turun temurun yang dipraktikkan oleh pendahulu-pendahulu sebelumnya, jadi ketika dalam negosiasi saya hanya sekedar mengingatkan sehingga menjadi perhatian oleh pihak penyewa.

Dokumen terkait