• Tidak ada hasil yang ditemukan

Problematika Hukum Recall Anggota DPR oleh Partei Polltik dan Pola Ideal Pengatartn Recall

Dalam dokumen PENELITIAN - Unissula (Halaman 48-53)

TINJAUAI{ PUSTAI(A A. Kedaulatan Rakyat

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Thun 20ll) menentukan

C. Problematika Hukum Recall Anggota DPR oleh Partei Polltik dan Pola Ideal Pengatartn Recall

Negara Indonesia berdasarkan

UUD

Negara

Republik

Indonesia

Tahun

1945 merupakan negara yang berkedaulatan

rakyat

dengan

perwakilan.

Dengan menganut

demo}rasi perwakilan maka

penyelengg,araan

pemilihan umum merupakan

suatu keharusan.

Meskipun

calon anggola

DPR

sebagar calon

wakil

rakyat diusulkan oleh partai

politik,

tetapi untuk dapat menjadi anggota

DPR

harus

dipilih

secara langsung oleh

rakfat.

Anggota DPR yang dipilih langsung oleh rakyat tersebut

seharusnya

menlr:arakan dan

memperjuangkan

aspirasi dan kepentingan rakyat yang

telah

memilihnya, tidak lagi

memperjuangkan kepentingan

Frtai politiknya,

karena ketika telah

t€rpilih

menjadi anggota DPR. mereka berposisi sebagai

wakil

rakyat, bukan lagi

wakil partai politik.

RakTat dapat melakukan

kontrol

apabila anggota

DPR

sebagai

wakil ralaat tidak memperjuangtan aspirasi dan kepentingan rakaat,

bahkan

63

seharusnya

rakyat

dapat menarik

kembali

dukungannnya dengan mengganti anggota DPR dalam masa jabatannya.

Perkembangan yang

terjadi

saat

ini, wakil

rakyat hanya sekedar nama tanpa mempunyai

makra.

Karena kenyataannya, pa.ra

wakil rakyat tidak

m€mpeduangkan

aspirasi dan

kepentingan

rakyat

sama

sekali. Wakil rakyat

seolah-olah

tidak

lagi mempunyai hubungan apapun dengan rakyat yang memilihnya. Hubungan institusional

antara

anggota

DPR

sebagai

wakil rakyat

dengan

rakyat

sebagai

pemilih

setelah

pemilihan umum

selesai,

tidak

terbangun dengan

baik. Hal ini

menyebabkan

tidak adanya

mekanisme

konfrol

rakyat

pemilih

dengan

wakilnya

yang duduk dalam badan perwakilan. Akuntabiltas

wakil

rakyat

juga

lemah bahkan hampir tidak ada. Lemahnya

akuntabilitas wakil rakyat ini tidak

dapat dilepaskan

dari tidak

adanya mekanisme

kontrol

dari rakyat terhadap wakilnya yang duduk

di

badan perwakilan. Demikian pula rakyat

juga tidak

dapat melakukan

kontrol

terhadap

kinerja wakilnya. Rakyat

hanya dibutuhkan

ketika pemilihan

umum diselenggarakan. Selesai pemilihan umum rakyat

ditinggalkan,

bahkan

oleh wakil

rakyat yang

terpilih

dan berhasil

duduk di

lembaga

DPR. Ketika mereka berhasil duduk dalam lembaga DPR, mereka jwtru

mempe{uangkan kepentingan partai

politik

pengusungnya.

Salah satu alasan

yang

mendorong mereka

tetap menjadi wakil partai

dan bukan

wakil rakyat

adalah adanya kewenangan

partai politik

untuk memberhentikan

antar waktu alau recall

anggota

DPR yang

suaranya

tidak

sesuai dengan kebijakan partai.Kewenangan

ini diberikan oleh undang-un&ng baik

Undang-Undang tentang

Partai Politik maupun

Undang-Undang

tenlang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daeratr. dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

64

Anggota DPR yang bersuara

kritis

dalam menyikapi suatu kebijakan pemerintah yang

tidak berpihak kepada rakyat, karena mereka memperjuangkan aspirasi

dan kepentingan rakyat,

justru

menjadi korban recall oleh partai

politik.

Peraturan perundang-undangan

di

Indonesia

tidak

memberikan kewenangan

kepda

rakyat

pemilih

unluk berperan serta dalam melakukan pergantian antar

waklu

anggota DPR. Kewenangan diberikan kepada partai

politik

yang mencalonkan anggota

DPR

tersebut. Sehingga dapat saja

terjadi

seorang anggota

DPR yang

benar-benar berkepentingan menyuarakan dan memperjuangkan kepantingan rakyat tetapi

srx

anya berbeda dengan suara partai

politik

pengusungnya, akan menjadi korban recall.

Hal ini

akan menyebabkan bergesemya kedaulatan

ralyat menjadi

kedaulatan

partai politik,

atau bahkan mungkin kedaulatan elite partai, bukan kedaulatan anggota partai.

Undang-Undang Dasar Negara Republik lndonesia Tahun 1945 di dalam Pasal

22B

menyebutkan bahwa anggota

DPR dapal

diberhentikan

dari

jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya

diatur di dalam

undang-undang. Ketentuan Pasal 22B Undang-Undang Dasar Negara

Republik

lndonesia

Tahun

1945 tersebut

tidak

boleh ditafsirkan secan sewenang-wenang oleh pembentuk undang-undang. Undang-Undang yang mengatur pemberhentian anggota DPR dari jabatannya harus mencerminkan rasa keadilan bagi partai

politik

maupun bagi

ra$at

sebagai

pemilih.

Sebagai

tindak

lanjut dari ketentuan Pasal22B tersebu!

di

dalam Undang-Undang tentang MPR,

DP&

DPD, dan

DPRD

mensyaratkan alasan pemberhentian anggota DPR adalah karena meninggal dunia" mengurdurkan

diri,

atau terlibat dalam tindak pidana.

Alasan pemberhentian antar

waktu

selain tersebut

di

atas, salah satu alasan lairurya adalah karena usulan partai

politik.

Undang-Undang

tidak

memberikan

kriteria tenlang

anggota

DPR yang melakukan

perbuatan

atau

kesalahan

yang

bagaimana

66

s€hingga partai

politik

dapot

memberhertikamya Hal ini

akan sangat tergantung dari snhjektifitas

Fmprmn

pertai

politik ahu eliE psrhi politik.

Begitu pula dengan alasan pemberhentian

dari keangotaan DPR karcna anggota DPR yang

bersangkutan diberhentikan sebagai anggota

parai politik. tlal ini juga

akan sangat tergantung dari

subjehifitas pimpinan partai politik

atau

elite partai politik.

Padahal

yang memilih anggota DPR adalah rakyat

secara langsrmg. Seharusnya

rakyat

sebagai

pemilih

dilibatkan dalam mekanisme pemberh€rtian antar waktu arggota DPR.

Mekanisme

recall

alau pemberhentian antar waktu anggota DPR berdasarkan

peraturan

perundang-undangan

yang berlaku dilakukan melalui dua pintu, yaitu

mekanisme

recall melalui partai politik, dan

mekanisme

recall melalui

Mahkamah Kehormatan Dewan.

Pemberhentian antar

waktu

anggota

DPR melalui

mekanisme

partai politik culup

sederhana,

yaitu

Dewan Pimpinan Partai mengusulkan kepada Pimpinan DPR, kemudian piminan DPR meneruskannya kepada Presiden untuk dikeluarkan Keputusan

Presiden tentang

pemberhentian

antar waktu anggota DPR. Pimpinan DPR

dan Presiden

dalam hal ini tidak

dalam

posisi menolali

atau mengabulkan usulan, tetapi

hanya melakukan tindakan administratif saja

dengan

memberikan

persetujuan dan pengesahan terhadap usulan Dewan Pimpinan Pusat partai

politik.

Beberapa kasus

yang telah tedadi berkaitan

dengan pemberhentian antar

waktu

anggota

DPR oleh partai politik telah

memakan

korban. Dikaakan

sebagai

korban karena

anggota

DPR yang diberhentikan antar waktu tenebut

sebenamya

mempe{uangkan aspirasi dan kepentingan ra$at, tetapi

suaranya berseberangan dengan

suara partai politikrya. Misalnya

pemberhentian

Lily Wahid dan Effendi

Choirie oleh partai

politik

pengusungnya yaitu Partai Kebangkitan Bangsa

(PKB). Lily

Wahid diberhentikan antar waktu karena sturanya dianggap menyalahi kebijakan partai

67

dalam

kasus

Bank Century,

sedangkan pemberhentian antar

waldu

terhadap

Effendi Choirie

karena

dia

mendukung hak

angka

mafia pajak, sementara

PKB

menolak usul penggunaan

hak angket.

Padahal

dalam kedua

kasus

itu

mereka mempeduargkan aspirasi rakyat. Suara rakyat menghendaki agar kedua kasus tersebut dapat diselesaikan secara tuntas.

Pemberhentian

antar waktu melalui mekanisme Mahkamah

Kehormatan

Dewan

berdasarkan

Pasal 122

Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2014

dilakukan setelah adanya hasil penyelidikan dan

verifikasi

atas pengaduanterhadap anggota DPR karena:

a.

Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8163

b. Tidak

melaksanakan

tusas

secara

berkelanjutan atau

berhalangan tetapsebagai anggota DPR selama tiga bulan berturut-turut tanpa keterangan yang sah

c. Tidak

lagi memenuhi syarat sebagai anggota DPR sebagaimana ketentuan mengenai syarat calon anggota

DPR

yang

diafur

dalam undang-undang mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD, dan/atau

d.

Melanggar ketentuan larangan s€bagaimana diatur dalam Undang-Undang

ini.

Pengaduan kepada Mahkamah Kehormatan

Dewan

dapat disampaikan oleh pimpinan DPR atas aduan anggota DPR terhadap anggota DPR, anggota DPR terhadap

a Pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 menentukan kewajiban anggota DPR yaitu:

a.

Memegang teguh dan mergamalkan Panc:sila

b.

Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negar. Republik lndonesia Tahun 1945 dan menaati ketentuan peraturan perundang-undangan

c.

Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik lndonesia

d,

Mendahulukan kepentintan negara diatas kepentinSan pribadi, kelompok, dan golongan

e.

Memp€riuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat

f.

Menaati pdnsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara

g-

Menaatitata tertib dan kode etik

h.

Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain

i.

Menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala

i.

Menampung dan menindaklanjutiaspirasi dan pengaduan masyarakat, dan

k.

Memberikan pertanggurqjawaban secara moral dan politis kepada konstituien di daerah pemilihantrya.

68

Dalam dokumen PENELITIAN - Unissula (Halaman 48-53)

Dokumen terkait