• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusan dalam Perkara Hukum Adat

Dalam dokumen Buku ajar hukum adat (Halaman 183-190)

Dalam proses persidangan dan pemeriksaan di pengadilan negara yang menggunakan hukum adat, maka hakim dapat mengambil putusan-putusan sebagai berikut:

a. Putusan menyamakan, artinya di sini putusan hakim itu mengandung isi yang sama dengan putusan hakim terdahulu, karena perkaranya sama atau bersamaan;

b. Putusan menyesuaikan, di mana putusan seorang hakim mengandung isi yang disesuaikan dengan kaidah-kaidah hukum yang tradisional;

c. Putusan menyimpang, di mana putusan seorang hakim itu mengandung isi yang menyimpang dari kaidah-kaidah hukum adat yang berlaku;

d. Putusan menyampingkan, di mana putusan seorang hakim itu mengandung isi yang mengesampingkan atau menyisihkan kaidah hukum adat yang berlaku;

e. Putusan jalan tengah, di mana putusan ini biasanya seorang hakim mengambil jalan tengah di antara keterangan kedua belah pihak yang tidak jelas;

f. Putusan mengubah, di mana putusan hakim yang mengandung isi mengubah kaidah hukum adat yang lama dengan kaidah hukum adat yang baru;

g. Putusan baru, di mana putusan hakim mengandung kaidah hukum yang menggantikan kaidah hukum yang lama yang tidak sesuai lagi;

h. Putusan menolak, di mana putusan seorang hakim mengandung isi menolak tuntutan atau gugatan para pihak berperkara karena bukan pada tempatnya.

2. Sifat Putusan Hakim

Fungsi hakim dalam memeriksa dan mempertimbangkan perkara menurut hukum, adat, tidak dibatas Undang-undang.

Hakim tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan tentang pembuktian. Bagi hakim yang penting adalah memperhatikan apakah hukum adat itu masih hidup dan dipertahankan masyarakat adat bersangkutan dan apakah hukum adat itu masih patut untuk dipakai sebagai bahan pertimbangan; atau kah hukum adat itu sudah tidak sesuai lagi dengan perasaan dan kesadaran hukum masyarakat yang umum; apakah hukum adat itu masih mempunyai kekuatan materiil; atau kah malahan bertentangan dengan tujuan pembangunan nasional.

Aturan-aturan hukum adat yang masih mempunyai kekuatan materiil dapat terlihat dari keadaan-keadaan sebagai berikut:

a. Apakah struktur masyarakat adatnya masih tetap dipertahankan atau kah sudah berubah;

b. Apakah kepala adat dan perangkat hukum adatnya masih tetap berperan sebagai petugas hukum adat;

c. Apakah masih sering terjadi penyelesaian perkara dengan keputusan-keputusan yang serupa;

d. Apakah akidah-akidah hukum adat yang formal masih dipertahankan atau kah sudah bergeser atau berubah;

e. Apakah hukum adat itu tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar serta politik hukum nasional.

Pertimbangan hakim dalam pemeriksaan perkara tidak mengikat. Menurut Van Vollenhoven bahwa “jika dari atas telah diputuskan untuk mempertahankan hukum adat padahal hukum itu sudah mati, maka peraturan-peraturan itu sia-sia belaka. Sebaliknya, jika dari atas diputuskan bahwa hukum adat itu harus diganti, padahal di dusun-dusun, di desa-desa dan pasar-pasar hukum adat itu masih kokoh dan kuat, maka putusan hakim akan sia-sia belaka.”

3. Hakim Terikat dan Bebas

Penyelesaian perkara di dalam masyarakat adat secara damai merupakan budaya hukum (adat) masyarakat di Indonesia. Pada zaman Hindia Belanda, penyelesaian perkara secara damai sering kali disebut “Peradilan Desa”, sebagaimana diatur dalam berdasarkan Pasal 3a Rechterlijke Organisatie, dengan menyebutkan bahwa:

a. Semua perkara yang menurut hukum adat termasuk kekuasaan hakim dari masyarakat hukum kecil (hakim desa), tetap diadili oleh para hakim tersebut;

b. Ketentuan pada ayat di muka tidak mengurangi sedikit pun hak yang berperkara untuk setiap waktu mengajukan perkaranya kepada hakim-hakim yang dimaksud dalam Pasal 1, 2, dan 3 (hakim yang lebih tinggi);

c. Hakim-hakim yang dimaksud dalam ayat 1 mengadili perkara menurut hukum adat, mereka tidak boleh menjatuhkan hukuman.

Daftar Pustaka

Effendy. Pengantar Hukum Adat. Semarang: Tradan Jaya. 1994

Iman Sudiyat. Asas-asas Hukum Adat (Bekal Pengantar). Yogyakarta:

Liberty. 2000

Muhammad Bushar. Asas-asas Hukum Adat (Suatu/Pengantar). Jakarta:

Pradnya Paramita. 1981

Soepomo. Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramita. 1993

DAFTAR PUSTAKA

Ali Muhammad Daud. Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo. 2002

Dewi Wulansari. Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar. Bandung:

Refika Aditama. 2010

Effendy. Pokok-Pokok Hukum Adat. Semarang: Duta Grafika. 1990 _________. Pengatar Hukum Adat. Semarang: Tradan Jaya. 1994 Freddy Tengker. et. al. Asas-asas dan Tatanan Hukum Adat. Bandung:

Mandar Maju. 2011

Hasbullah Bakry. Pedoman Islam di Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. 1990

Hilman Hadikusuma. Pengantar Ilmu Hukum Adat. Bandung: Mandar Maju. 2003

Iman Sudiyat. Asas-asas Hukum Adat (Bekal Pengantar). Yogyakarta:

Liberty. 2000

Jamaluddin. Hukum Adat di Indonesia: dalam Dimensi Sejarah dan Perkembangannya. Banda Aceh: GEI. 2015

Muhammad Bushar. Asas-asas Hukum Adat (Suatu Pengantar). Jakarta:

Pradnya Paramitha. 1981

Soebakti Poeponoto. Asas-asas dan Susunan Hukum Adat. Jakarta:

Pradnya Paramitha. 1981

Soepomo. Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramitha. 1983

___________. Bab-bab Tentang Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramitha. 1996

Soerjono Soekanto. Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. 1975

____________________. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Rajawali. 1996

Sri Warjiyati. Memahami Hukum Adat. Surabaya: IAIN Surabaya. 2006 Subekti. Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa. 2003

Suritaman Mustari Pide. Hukum Adat Dahulu, Kini dan Akan Datang.

Jakarta: Prenada. 2014

Surojo Wignjodipuro. Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat. Bandung:

Penerbit Alumni. 1979

Van Dijk. Pengantar Hukum Adat Indonesia. Cetakan VI. Bandung:

Sumar. 1984

Van Vollenhoven. Orientasi dalam Hukum Adat Indonesia. Jakarta:

Djambatan. 1983

Wawan Muhwan Hariri. Hukum Perikatan. Bandung: Pustaka Setia.

2011

Zahri Hamid. Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang- undang Perkawinan di Indonesia. Surabaya: Bina Cipta. 1978

TENTANG PENULIS

Dr. H. Erwin Owan Hermansyah Soetoto, S.H., M.H.

Penulis lahir di Jakarta, 19 April 1964. Memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta (UTA’45 Jakarta), Magister Ilmu Hukum dan Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Pelita Harapan. Gelar kesarjanaan lainnya adalah Sarjana Teknik dan Manajemen Industri dari Universitas Islam Jakarta, Sarjana Ekonomi dari Universitas Terbuka, Magister Manajemen dari STIE Indonesia Sains dan Manajemen, Magister Manajemen Investasi dari STIE Institut Pengembangan Manajemen Indonesia, dan Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Gunadarma. Adapun gelar profesional yang diperolehnya meliputi RFAÒ (Registered Financial Associate) dari International Association of Regitered Financial Consultants (IARFC), Middletown, Ohio, USA; Akta Mengajar IV dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Terbuka; Applied Approach Kopertis Wilayah III Jakarta, serta Sertifikasi Pendidik dari Universitas Pasundan. Saat ini menjabat sebagai Ketua Tim Penilai Angka Kredit pada Fakultas Hukum, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya). Beliau menikah dengan dr. Hj. Ika Budiyanti dan dikaruniai 2 (dua) anak kembar perempuan laki-laki Rr. Ayu Wulan Windie Annisa (mahasiswa tingkat skripsi Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya) beserta R. Bregasz Lintang Muhammad Akbar (Alumnus Sekolah Musik “Yayasan Pendidikan Musik”, Jakarta).

Dalam dokumen Buku ajar hukum adat (Halaman 183-190)