• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekontruksi Kebijakan Criminal Justice System Terhadap Proses Pemidanaan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Yang

H. Metode Penelitian Disertasi 1. Paradigma Penelitian

I. Hasil Penelitian dan Pembahasan

3. Rekontruksi Kebijakan Criminal Justice System Terhadap Proses Pemidanaan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Yang

yang didakwa tinggi sekalipun dakwaannya alternatif. Perma Nomor 4 Tahun 2014 mewajibkan diversi dalam tindak pidana yang didakwa dengan dakwaan alternatif, hal ini terjadi karena para penegak hukum jarang menggunakan Perma Nomor 4 Tahun 2014. Selain tidak menerapkan Perma Nomor 4 Tahun 2014, kendala lainya adalah tindak pidana narkotika merupakan tindak pidana tanpa korban sehingga penerapan diversi hanya dapat dilakukan di penyidik, hal inilah yang membuat penuntut umum dan hakim jarang menerapkan diversi dalam tindak pidana narkotika.

Para penegak hukum seharusnya tidak dengan mudah begitu saja melepaskan diversi dalam tindak pidana narkotika tetapi juga mencermati bahwa diversi dalam tindak pidana anak wajib dilakukan sekalipun tindak pidana itu tanpa korban. Para penegak hukum seharusnya dapat menjunjung tinggi keadilan terhadap anak yang anak sendiri memiliki keistimewaan dan hak-hak yang harus dijaga agar kedepannya anak dapat diarahkan untuk bisa tumbuh dan berkembang dengan baik mengingat anak merupakan generasi penerus bangsa.

3. Rekontruksi Kebijakan Criminal Justice System Terhadap Proses

diversi terhadap anak pelaku tindak pidana. Dalam hal ini penulis mengajukan rekonstruksi pasal pasal 81 ayat (1) yaitu ; (1) Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan Anak akan membaha-yakan masyarakat, serta tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara 10 (serpuluh) tahun atau lebih.

Rekonstruksi norma hukum pelaksanaan diversi terhadap anak pelaku tindak pidana berbasis nilai keadilan tersebut adalah sebagaimana tercantum dalam Tabel sebagai berikut.

Tabel

Rekonstruksi Norma Hukum Pengaturan Diversi pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Berbasis Nilai Keadilan

No

Pengaturan Divesi pada UU No. 11 Tahun 2012

(SPAA)

Problematika/

Kelemahan Rekonstruksi 1. Pasal 7 :

(1)Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemerik-saan perkara Anak di pengadilan negeri wajib

diupayakan Diversi (2)Diversi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1)dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:

a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan

Problematika/

Kelemahan UU No. 11 Tahun 2012, pasal 7, dalam setiap prosesnya wajib dilakukan Diversi yang berakibat

berlarut-larutnya pemeriksaan perkara anak.

Ketidakjelasan pnegaturan tindak pidana yang di ancam pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun;

Pasal 7:

(1)Pada tingkat

penyidikan, penuntutan, dan pemerik-saan perkara Anak di

pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi (2)Diversi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:

a.diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan

b.bukan merupakan pengulangan tindak pidana

No

Pengaturan Divesi pada UU No. 11 Tahun 2012

(SPAA)

Problematika/

Kelemahan Rekonstruksi b. bukan merupakan

pengulangan tindak pidana

(3)Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)apabila tidak dilaksanakan maka putusan batal demi hukum.

2. Pasal 32:

(1)Penahanan terhadap Anak tidak boleh dilakukan dalam hal Anak memperoleh jaminan dari orang tua/Wali dan/atau lembaga bahwa Anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghi-langkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana

(2)Penahanan terhadap Anak hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:

a.Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih; dan b.diduga melakukan

tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih.

(3)Syarat penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dinya-takan secara tegas dalam

Kelemahan dari penerapan penahanan adalah sanksi yang dapat diberikan terhadap penyidik anak tidak diatur atau akibat hukum dari tindakan penahanan tersebut tidak jelas.

Pasal 32:

(1)Penahanan terhadap Anak tidak boleh dilakukan dalam hal Anak memperoleh jaminan dari orang tua/Wali dan/atau lembaga bahwa Anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghi- langkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana

(2)Penahanan terhadap Anak hanya dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut:

a.Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih; dan b.diduga melakukan

tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih.

(3)Syarat penahanan sebagai-mana dimaksud pada ayat (2) harus dinya-takan secara tegas dalam surat perintah penahanan.

a.Penahanan dapat dilakukan sebagai

No

Pengaturan Divesi pada UU No. 11 Tahun 2012

(SPAA)

Problematika/

Kelemahan Rekonstruksi surat perintah

penahanan.

(4)Selama Anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial Anak harus tetap dipenuhi.

(5)Untuk melindungi keamanan Anak, dapat dilakukan penempatan Anak di LPKS

upaya

terakhir/tindakan terakhir dan dalam jangka waktu singkat.

b. Penahanan harus mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak, dan kelangsungan hidup dan tumbuh

kembang anak, proporsional (4)Selama Anak ditahan,

kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial Anak harus tetap dipenuhi.

(5)Untuk melindungi keamanan Anak, dapat dilakukan penempatan Anak di LPKS

3. Pasal 71 ayat (1) huruf e (1)Pidana pokok bagi

Anak terdiri atas:

a.pidana peringatan;

b.pidana dengan syarat:

1)pembinaan di luar lembaga

2)pelayanan masyarakat arau 3)pengawasan c.pelatihan kerja;

d.pembinaan dalam lembaga; dan e.penjara

Kelemahan dari pasal 71 ayat (1) huruf e tidak sepesifik dalam menentukan penjara terhadap pelaku tindak pidana

Pasal 71 ayat (1) huruf e (1)Pidana pokok bagi

Anak terdiri atas:

a.pidana peringatan;

b.pidana dengan syarat:

1)pembinaan di luar lembaga

2)pelayanan masyarakat arau 3)pengawasan c.pelatihan kerja;

d.pembinaan dalam lembaga; dan e.pidana penjara

dapat dijatuhkan kepada Anak apabila Anak melakukan tindak pidana yang

No

Pengaturan Divesi pada UU No. 11 Tahun 2012

(SPAA)

Problematika/

Kelemahan Rekonstruksi diancam pidana penjara 10 (sepuluh) tahun atau lebih.

4. Pasal 79:

(1)Pidana pembatasan kebebasan

diberlakukan dalam hal Anak melakukan tindak pidana berat atau tindak pidana yang disertai dengan kekerasan

(2)Pidana pembatasan kebebasan yang dijatuhkan terhadap Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum pidana penjara yang

diancamkan terhadap orang dewasa.

(3)Minimum khusus pidana penjara tidak berlaku terhadap Anak.

(4)Ketentuan mengenai pidana penjara dalam KUHP berlaku juga terhadap Anak sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Kelemahan dari pasal 79 ayat (1) tidak sepesifik dalam

menentukan pembatasan kebebasan.

Pasal 79:

(1)Pidana pembatasan kebebasan

diberlakukan dalam hal Anak melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara 10 (sepuluh) tahun atau lebih (2)Pidana pembatasan

kebebasan yang dijatuhkan terhadap Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum pidana penjara yang

diancamkan terhadap orang dewasa.

(3)Minimum khusus pidana penjara tidak berlaku terhadap Anak.

(4)Ketentuan mengenai pidana penjara dalam KUHP berlaku juga terhadap Anak sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

5. Pasal 81:

(1) Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan Anak akan membahayakan masyarakat.

Kelemahan dari pasal 81 ayat (1) tidak sepesifik dalam

menentukan pidana penjara di LPKA apabila

Pasal 81:

(1) Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan Anak akan membahaya-kan masyarakat, serta tindak pidana yang

No

Pengaturan Divesi pada UU No. 11 Tahun 2012

(SPAA)

Problematika/

Kelemahan Rekonstruksi (2)Pidana penjara yang

dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.

(3)Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai Anak berumur 18 (delapan belas) tahun.

(4)Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.

(5)Pidana penjara terhadap Anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir.

(6)Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.

keadaan dan perbuatan Anak akan

membahaya-kan masyarakat.

dilaku-kan diancam dengan pidana

penjara 10 (serpu-luh)