• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saran

Dalam dokumen ILMU PENDIDII'4N (Halaman 71-86)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

Dengan adanya novel Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang dinamika sosial dan politik yang ada di Indonesia serta penelitian ini diharapkan bisa dijadikan dasar untuk penelitian mengenai masalah sosial dan politik yang kemudian bisa dikembangkan dengan cara penelitian lapangan. Selain itu, penelitian ini akan

menjadi lebih baik jika peneliti yang lain mampu menggabungkannya dengan berbagai sudut, terutama sudut sejarah, sebab novel merupakan bentuk pengalaman pengarangnya dengan melihat situasi keadaan yang terjadi saat karya itu diciptakan. Dengan begitu, maka tidak menutup kemungkinan berbagai pandangan muncul dari para pengarang dan disisipi dengan olahan ungkapan dari pengarangnya.

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Manneke, dkk. 2003. Sastra Kota (Bunga Rampai Esai Temu Sastra Jakarta). Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta.

Budiyono, Kabul. 2012. Teori dan Filsafat Ilmu Politik. Bandung: Alfabeta.

Damono, Sapardi Djoko. 1978. 2003. Kita dan Sastra Dunia. (Makalah).

Available at www.kunci.or.id/asia/asa-mb.pdf. diunduh pada 25 April 2015.

Duverger, Maurice. 2005. Sosiologi Politik. Jakarta: Rajawali Press.

Faruk. 2014. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Harjunaini. 2011. Tinjauan Sosiologis Novel Geni Jora Karya Abidah El Khalieqy. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: Unismuh Makassar.

http://www.google.com/csecxUTFSearch&q=konflik+menurut+para+ahli+file+ty pedoc&hl=engsc.tab=0gsc.q=konflikmenurutparaahlifiledoc&gsc.page 1/2015/6/2/16.23:23).

http://www.slideshare.net/LukmanLatahzan/sosiologi-sastra.

Ismawati. 2009. Analisis konflik sosial dan politik dalam novel Nyali karya Putu Wijaya. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: Universitas Negeri Makassar.

Kuntowijoyo. 2003. Wasripin dan Satinah. Jakarta: Kompas.

Kurniawan, Eka. 2006. Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosial.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Lenin, W.I. 1998. Sosialisme dan Agama, (Online), (http://www.geocities.com/indomarxist/vi050019.html, diakses 30 April 2015).

Lukman, Ali (dkk). 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Balai Pustaka.

Maksudi, Beddy Iriawan. 2013. Sistem Politik Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Poerwardarminta, 1992. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Puji, Retno. 2013. Konflik Menurut Para Ahli, (Online), (http://www.google.com/csecxUTFSearch&q=konflik+menurut+para+ah li+file+typedoc&hl=engsc.tab=0gsc.q=konflikmenurutparaahli, diakses 20 April 2015).

Rahim, Abd. Rahman, & Thamrin Paelori. 2013. Seluk Beluk Bahasa dan Sastra Indonesia. Surakarta: Romiz Aisy.

Rajja, 2010. Analisis Aspek Politik Novel Rumah Kaca Karya Pramoedya Ananta Toer. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: Unismuh Makassar.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo.

Syahputra, Iswandi. 2006. Jurnalisme Damai. Yogyakarta: Pilar Media.

Wibowo, Anton Setyo. 2010. Konflik Sosial dan Politik dalam Novel Tanah Api

Karya S. Jai. (Online),

(http://aresearch.upi.edu/operator/upload/s_c0151_045627_chapter1.pdf, diakses 15 April 2015).

Widada, Rh, 2011. Saussure Untuk Sastra, (Online), (http://www.wikipedia.en/maurice_leblanc, diakses 15 April 2015).

Wellek, Rene & Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Penerjemah: Melani Budianta. Jakarta: Gramedia.

Tebal : 250 halaman

SINOPSIS NOVEL

Tokoh utama dalam Novel Wasripin dan Satinah karya Kuntowijoyo adalah Wasripin dan Satinah. Sejak ibunya meninggal ketika Wasripin masih berumur tiga tahun ia dipungut oleh emak angkatnya yang berjualan tahu ketoprak, berpindah- pindah bergantung adanya proyek. Wasripin ingin mencari desa ibunya yang entah dimana. Yang ia tahu hanya desa ibunya berada di dekat pantai. Setelah sampai di dekat pantai ia mencari tempat peristirahatan. Dia tertidur di emperan surau. Sampai ashar, sampai maghrib, sampai isya’. Esoknya orang-orang kampung nelayan berkumpul untuk membangunkannya, tetapi dia hanya tetap tidur. Dia tertidur selama tiga hari dan terbangun pada siang harinya. Kejadian itu menjadi pembicaraan di kampung nelayan.

Ada yang bilang bahwa ia telah bertemu nabi Hidir di dalam mimpinya.

Setelah kejadian ini, maka dimulailah perjalanan hidup Wasripin, dia akan bertemu pak Modin seorang imam surau dan dulu pernah menjabat sebagai perangkat desa tetapi diberhentikan. Satinah seorang penyanyi dan pamannya seorang pemain siter yang buta. Dunia politik, kejahatan, hal-hal yang ghaib dan mistik. Serta fitnah-fitnah yang akan membumbui kisahnya. Wasripin dan Satinah pertama kali bertemu di warung kecil. Untuk kedua kalinya mereka bertemu di pinggir sungai. Pada waktu itu Wasripin sedang mandi di sungai. Maka terjadilah sebuah permainan dan percakapan antara Wasripin dan Satinah.

Wasripin mulai mendapat tawaran dari berbagai orang. Ada yang menawarkannya untuk bergabung dibidang politik, menjadi komandan hansip dan

Ketika Wasripin memulai pekerjaannya sebagai satpam TPI (Tempat Pelelangan Ikan) dia berjaga pada malam hari, kejadian-kejadian aneh menimpanya.

Misalnya, ada pencuri yang ingin mencuri di kantor TPI, bukannya ditangkap malahan ia tolong dengan memberikannya uang karena pencurinya membutuhkan uang dan pencuri itu menyebutnya sebagai pemimpinnya. Pada malam harinya ada seorang wanita yang terikat di balok-balok kayu meminta-minta tolong dan ternyata seorang jin. Setelah dilepaskan ia meminta dan memaksa untuk dijadikan isteri, pelayan atau apa saja. Tetapi Wasripin menolak dan melemparnya. Dibakarnya kantor TPI dan seorang wanita yang menjajahkan dirinya. Dan juga ada lagi jin cewek yang menjajahkan jajannya. Ditolaknya. Dan esoknya banyak orang kesurupan yang berteriak menyuruh Wasripin pergi dari desa karena mereka kepanasan.

Desa nelayan mengadakan pemilihan camat. Banyak warga memilh golput karena pak Modin tidak ikut memilih, Wasripin ingin melaut. Ketika ia sedang melaut ia terkena mabuk laut. Ikan –ikan berebutan memakan muntahannya. Lalu kapal yang diikutinya pulang dengan ikan yang banyak. Berita itu kemudian menyebar. Lalu mereka menempelkan photo Wasripin ketika melaut. Dia dituduh mengajarkan ajaran sesat lalu dibawa ke pengadilan. Dan bebas karena tidak terbukti bersalah. GPL (Gerakan Pemuda Liar) yang meresahkan masyarakat teratasi berkat paman Satinah. Pada waktu itu, setelah pulang dari rumah Wasripin, Satinah dan pamannya dalam perjalanan pulang, GPL menghadangnya dan memaksa berhenti.

Mereka disuruh turun tetapi paman Satinah menolaknya. Ketika GPL mendekat, pamannya berteriak, “Berhenti disitu.” Diluar dugaan mereka tidak bisa bergerak dan tidak ada yang mengetahuinya. Esoknya mereka diciduk.

Ramalan paman Satinah tentang fitnah-fitnah untuk Wasripin ternyata benar.

Wasripin akan dihadapi dengan fitnah-fitnah dari polisi, peradilan agama sampai para politikus. Pak Modin mulai berurusan dengan politik karena dituduh sebagai

Wasripin dituduh memelihara tuyul karena kebanyakan yang meminta bantuannya kehilangan uang dan oleh polisi dia dibawa ke pengadilan. Karena ketiadaan saksi dan bukti, maka sidang diskors dan akhirnya Wasripin dibebaskan. Setelah kejadian itu, dia dituduh lagi memperkosa dan dibawa kembali ke pengadilan dan dipenjara.

Ketika teman-temannya berkunjung mereka menyarankan untuk melakukan sumpah poncong. Sidang di batalkan. Kejadian perkosaan itu hanya rekayasa.

Partai Randu ulang tahun dan akan mengadakan panggung pertunjukan di depan alun-alun tetapi karena suatu hal, panggungnya roboh pada saat acara berlangsung. Kejadiaan itu menjadi pembicaraan dikalangan partai Randu.Kejadian tentang kayu-kayu ilegal di teluk itu membuat TPI terbakar. Masyarakat dilarang ikut campur. Dan kejadian itu membuat Wasripin ditangkap, ketika sedang melaut, bukan oleh polisi tetapi geng. Ia dibawa ke markas mereka. Tidak lama kemudian polisi datang dan terjadi baku tembak. Wasripin lolos dan singgah ke rumah Satinah.

Karena Wasripin tahu kegitan geng itu, maka teman-temannya mendesaknya untuk melaporkannya kepada polisi. Dan Wasripin melaporkannya. Teman-temannya mendapat bocoran kalau Wasripin akan mendapat penghargaan.

Upacara pemberian hadiah untuk Wasripin membuat ketua partai Randu akhirnya menghalalkan segala cara untuk membatalkannya. Kampung Nelayan telah menyiapkan untuk acara pernikahan sekaligus pemberian bintang untuk Wasripin.

Wasripin ditangkap oleh seorang dengan berseragam hijau dan berbaret. Para crew tv, kameramen, wartawan photo dan jurnalist ada di sana. Dan pagi harinya TVRI memberitahkan bahwa Wasripin mati ditembak karena berusaha merebut senjata. Dan ia dituduh sebagai komandan DI/TII. Mayatnya dikuburkan di tempat yang aman agar tidak terjadi syirik. Pernikahan batal dan Satinah pun menghilang. Bendera di lapangan TPI, SD, kantor polisi berkibar setengah tiang walau komandan operasi

Modin dan menangkapnya. Para nelayan berkumpul untuk mencari pak Modin tetapi mereka tidak menemukannya. Nelayan mogok melaut, pasokan ikan tidak ada dan ketua partai desa Nelayan mengajukan surat pembubaran partai. Sebuah jip hijau berhenti. Tiga orang tentara turun. Mereka memapah seorang berpiyama lusuh, lalu menaruh orang tua itu di tepi jalan. Sepotong bambu sepanjang dua meter dilemparkan. Jip itu pergi. Orang tua merangkak memungut bambu itu. Orang tua yang ternyata bongkok itu berjalan mondar-mandir, bertumpu tongkat bambu.

Banyak orang lewat, tetapi tak memperhatikan.

Hari itu hari pasar, sekalipun nelayan belum melaut, pasar sudah buka.

Tukang becak itu turun dan mendorong becaknya.Mereka yang kebetulan melihat penumpang becak berteriak. “Pak Modin! Pak Modin!” Mereka membentuk ekor panjang. Para lelaki sesengrukan dan para perempuan menangis.

seorang budayawan, sastrawan, dan sejarawan dari Indonesia. Semasa hidupnya, Kuntowijoyo adalah guru besar sejarah di Universitas Gadjah Mada. Ia juga dikenal sebagai pengarang berbagai judul novel, cerpen dan puisi, pemikir dan penulis beberapa buku tentang Islam, kolomnis diberbagai media, aktivis berintegritas di Muhammadiyah, dan sangat sering menjadi penceramah di masjid.

Pria yang telah menulis lebih dari 50 buku ini merupakan sastrawan dan budayawan yang sangat arif, dia juga pemikir Islam yang cerdas, jujur dan berintegritas. Sebagai dosen, meski dalam kondisi sakit, ia tetap mau merelakan waktunya untuk membimbing mahasiswanya.

Minat belajar sejarah Kuntowijoyo sudah terlihat sejak ia masih kecil. Ketika ia masih belajar di madrasah ibtidaiyah, Kunto kecil sangat kagum kepada guru mengajinya, Mustajab, yang pandai menerangkan peristiwa sejarah Islam secara dramatik. Ia merasa seolah-olah ia ikut mengalami peristiwa yang dituturkan sang Ustad tersebut. Sejak saat itu, Kunto pun tertarik dengan sejarah.

Di bangku kuliah, Kunto akrab dengan dunia seni dan teater. Ia pernah menjabat sebagai sekretaris Lembaga Kebudayaan Islam (Leksi) dan ketua dari Studi Grup Mantika hingga tahun 1971, sehingga ia berkesempatan bergaul dengan

Kemampuan menulis Kunto diakuinya diasah dengan cara banyak belajar membaca dan menulis sekaligus. Ia kemudian berhasil melahirkan sebuah novel berjudul Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari dan dimuat di Harian Jihad sebagai cerita bersambung. Selain menjadi seorang sejarawan dan seniman, Kunto juga seorang kiai. Ia ikut membangun dan membina Pondok Pesantren Budi Mulia pada 1980 dan mendirikan Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan (PPSK) di Yogyakarta di tahun yang sama. Dia menyatu dengan pondok pesantren yang menempatkan dirinya sebagai seorang kiai.

Kunto merupakan seorang aktivis Muhammadiyah dan pernah menjadi anggota PP Muhammadiyah. Bahkan ia pernah melahirkan sebuah karya Intelektualisme Muhammadiyah: Menyongsong Era Baru.

Berbagai hadiah dan penghargaan atas karya-karyanya sudah Ia terima.

Diantaranya, naskah dramanya yang berjudul Rumput-rumput Danau Bento memenangkan hadiah harapan dari BPTNI. Naskah drama lainnya, Topeng Kayu, pernah pula mendapatkan hadiah dari Dewan kesenian Jakarta pada 1973. Buku kumpulan cerita pendeknya yang juga diberi judul Dilarang Mencintai Bunga-bunga mendapat Penghargaan Sastra dari Pusat Bahasa (1994). Cerpennya yang dimuat di Kompas juga mendapat penghargaan sebagai cerpen terbaik versi Harian Kompas

Anak kedua dari sembilan bersaudara ini menghembuskan napasnya yang terakhir akibat komplikasi penyakit sesak napas, diare, dan ginjal yang diderita setelah beberapa tahun mengalami serangan virus meningo enchephalitis. Ia meninggalkan seorang istri dan dua anak.

Dalam dokumen ILMU PENDIDII'4N (Halaman 71-86)

Dokumen terkait