Tahun 2019
B. Siapakah M. Tabrani?
Nama M. Tabrani masih asing di telingan para generasi muda. Muh Yamin maupun Sanusi Pane, pejuang seangkatan beliau kala itu yang lebih dikenal. M. Tabrani sekitaranya menjadi tokoh yang sangat pemberani dan penuh percaya diri, bagaimana tidak? Keyakinannya akan istilah bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan diperjuangkan sampai titik darah penghabisan.
Saat itu, yang dimaksud bahasa Indonesia oleh M. Tabrani memang bahasa Melayu.
Akan tetapi, beliau bersikukuh menamai bahasa Melayu yang saat itu dituturkan di wilayah nusantara sebagai bahasa Indonesia. Bukan tanpa alasan, M. Tabrani menginginkan adanya jiwa kebersamaan dari nama Indonesia yang tersemat sebagai bahasa nasional (Sinar Harapan.net, 2019).
169 C. Pemikiran-pemikiran M. Tabrani
Sempat diusulkan sebagai pahlawan nasional, M. Tabrani memiliki jasa-jasa yang besar terhadap kemerdekaan Indonesia, khsususnya di bidang bahasa. Generasi muda patut meneladani beliau sebagai sosok yang cinta tanah air atas kegigihannya memperjuangkan bahasa persatuan, bahasa Indonesia. M. Tabrani fokus pada masa depan negara yang akan merdeka, yaitu Indonesia sehingga harus memiliki nama bahasa dengan sebutan Indonesia pula. Berikut ini adalah beberapa pemikiran M.
Tabrani yang dapat diteladani oleh generasi muda.
1. Persatuan Adalah yang Utama
Hal inilah yang wajib menjadi teladan utama bagi generasi muda. Persatuan, kiranya hal tersebut kian luntur dari masa ke masa. Selang 91 tahun dari ikrar Sumpah Pemuda, jiwa dan semangat persatuan makin sulit diupayakan. Padahal, kemerdekaan yang kita nikmati saat ini adalah buah dari sikap tolerasi sehingga melahirkan persatuan.
M. Tabrani muda bukanlah orang yang memiliki sentiment kelompok tinggi. Beliau sangat menyadari harus ada satu bahasa yang akan menjembatani proses kemerdekaan di Indonesia. Ketika saat itu terdapat bermacam-macam bahasa daerah yang dituturkan di Nusantara, M. Tabrani meyakini harus ada satu bahasa yang menjadi sumber persatuan. Ide ini tampaknya sejalan dengan para peserta kongres bahasa pertama saat itu, seperti M. Yamin dan Sanusi Pane. Sekiranya terdapat satu bahasa yang dapat dikuasai oleh seluruh masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang.
Akhirnya, atas kerelaan beberapa suku, dipilihlah bahasa Melayu. Pemilihan bahasa Melayu ini bukan tanpa alasan (Sugihastuti dan Saudah, 2016). Pertama, bahasa Melayu tidak mengenal sistem tingkatan (high and low language) sebagaimana bahasa-bahasa daerah lainnya. Misalnya, bahasa Jawa yang terdapat tingkatan karma inggil, krama, dan ngoko. Kedua, kerelaan berbagai suku yang menyadari bahasa Melayu merupakan bahasa perantara di kawasan Asia Tenggara.
170
Bahasa Melayu sudah dikenal masyarakat yang bertahan hidup dengan cara berdagang. Tidak akan sulit mempelajari bahasa Melayu daripada bahasa daerah lainnya. Ketiga, kemampuan bahasa Melayu menjelaskan budaya-budaya yang ada di Indonesia. Setiap budaya di berbagai daerah disajikan prosesinya menggunakan bahasa daerah pula. Akan tetapi, bahasa Melayu mampu menjelaskan prosesi kedaerahan tersebut sehingga nilai-nilai kearifan lokalnya dapat dipahami orang lain yang tidak berasal dari daerah tersebut.
Pemikiran tersebut dapat diteladani oleh generasi muda, mengingat saat ini berbagai persoalan sering kali diputuskan secara voting (suara terbanyak).
Seharusnya, terdapat beberapa hal yang dapat dicapai dengan cara mufakat untuk kebaikan semua pihak, apalagi dengan perspektif kebaikan di masa yang akan datang.
2. Percaya Diri dengan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan
Sikap percaya diri M. Tabrani dapat menjadi teladan generasi muda masa kini yang kadang didera sikap pesimis. Saat semua orang meragukan pemikiran beliau tentang bahasa persatuan dengan nama bahasa Indonesia, beliau tetap yakin dan percaya diri hal tersebut adalah pemikiran yang tepat. Beberapa teman sejawatnya sempat mengatakan M. Tabrani sebagai pemimpi karena belum ada istilah bahasa Indonesia kala itu. M. Yamin juga sangat yakin menggunakan istilah bahasa Melayu sebagaimana bahasa yang dimaksud oleh M. Tabrani saat itu. Akan tetapi, dengan percaya diri, M. Tabrani yakin bahasa Melayu yang diberi nama bahasa Indonesia ini nantinya akan menjadi bahasa yang berbeda dengan bahasa Melayu yang dituturkan saat ini.
Keyakinan akan bahasa Indonesia yang berbeda dengan bahasa Melayu tersebut tampaknya terbukti. Saat ini, kosakata bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Melayu telah mengalami perkembangan berbeda akibat pengaruh budaya yang berbeda. Pemikiran tersebut tampaknya yang belum disadari oleh beberapa peserta kongres saat itu. Pada bunyi bait pertama jelas, bertumpah darah satu,
171
tanah air Indonesia; berbangsa satu, bangsa Indonesia. Jadi, nama bahasa juga harus jelas, menunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Hal tersebut mengingat Indonesia yang memiliki bermacam-macam bahasa daerah. Maka, bahasa-bahasa tersebut tetap dituturkan, tetapi ada satu bahasa yang dijadikan bahasa persatuan.
3. Menjadi Berbeda Adalah Awal Penemuan Baru
Hal yang makin jarang ditemui saat ini, barang kali adalah penemuan sesuatu yang baru dan berbeda. Padahal, kebaruan tersebut menjadi sumber penemuan yang pastinya akan melahirkan sesuatu yang belum ada sebelumnya. Mental berani dan tampil beda M Tabrani, yang ditunjukkan saat kongres pemuda pertama semestinya menjadi pelajaran bagi kita bahwa sesuatu yang berguna didapatkan dari hal yang tidak biasa. Keseharian untuk melakukan sesuatu yang sudah biasanya dilakukan akan menjadi budaya yang membawa ke zona nyaman. Zona nyaman tersebut terkadang kurang memicu kretaivitas sehingga generasi muda enggan melakukan sesuatu yang baru.
Istilah Bahasa Indonesia belum pernah disebutkan oleh siapapun kala itu.
Akan tetapi, M. Tabrani pertama kali menyebutkan nama bahasa Indonesia yang disejajarkan dengan tanah air dan bangsa. Beliau yakin, kelak setelah merdeka, negara ini akan diberi nama Negara Indonesia. Kejadian tersebut berlangsung sekitar 17 tahun sebelum Indonesia merdeka. Pemikiran yang baru dan berbeda ini dapat menjadi teladan bagi generasi muda untuk mengatasi perbedaan-perbedaan yang sering terjadi. Dengan pemikiran baru, solusi terhadap persoalan dengan argumentasi yang ilmiah juga akan diperoleh.