• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Golongan Dan Rotasi

Dalam dokumen Full Book Sistem Irigasi dan Bangunan Air (Halaman 125-137)

Bab 8 Manajemen Pemberian Air, Pola Tanam, Sistem Golongan Dan

8.4 Sistem Golongan Dan Rotasi

Sistem golongan dan rotasi dapat dilakukan karena bisa mengurangi debit puncak kebutuhan air irigasi. Untuk memperoleh tanaman dengan pertumbuhan yang optimal guna mencapai produktivitas yang tinggi, maka penanaman di sawah harus memperhatikan pembagian air secara merata ke semua petak tersier dalam jaringan irigasi (Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Direktorat Irigasi dan Rawa, 2013).

Gambar 8.2: Sistem Tata Nama Petak Tersier dan Sub Tersier (Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Direktorat Irigasi dan

Rawa, 2013)

Sumber air yang ada terkadang tidak selalu dapat menyediakan air irigasi sesuai dengan dibutuhkan, sehingga harus dibuat rencana pembagian air yang baik, agar air yang tersedia dapat terbagi dan digunakan secara merata dan seadil- adilnya. Kebutuhan air puncak untuk suatu petak tersier adalah Qmaks, yang diperoleh dalam perencanaan sistem dan jaringan irigasi. Besarnya debit yang tersedia di areal irigasi tidak tetap, semuanya tergantung pada sumber dan luas areal tanaman. Kadang kala dalam pengaplikasian di lapangan, ada daerah- daerah yang kondisi airnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman dengan pemberian air secara terus menerus dan serentak, maka pemberian air tanaman dilakukan secara bergiliran atau rotasi. Dalam kondisi musim kemarau atau di mana keadaan air mengalami kritis atau kekurangan, maka pemberian air untuk tanaman dapat diberikan/diprioritaskan kepada tanaman yang telah direncanakan.

Dalam sistem pemberian air secara bergiliran, areal sawah dibagi menjadi golongan-golongan dan permulaan awal tanam biasanya dilakukan tidak serentak, tetapi bergiliran menurut jadwal yang telah ditentukan, dengan maksud agar penggunaan air dapat lebih efektif dan efisien.

Keuntungan yang bisa diperoleh dari sistem golongan atau secara giliran adalah:

1. Berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak.

2. Kebutuhan pengambilan bertambah secara berangsur-angsur pada awal waktu pemberian air irigasi (pada periode penyiapan lahan).

Sedangkan kerugian yang ditimbulkan dari penerapan sistem ini adalah:

1. Timbulnya komplikasi sosial.

2. Eksploitasi lebih kompleks.

3. Kehilangan air akibat eksploitasi sedikit lebih tinggi.

4. Waktu irigasi untuk tanaman pertama lebih lama, akibatnya lebih sedikit waktu tersedia untuk tanaman kedua.

5. Daur/siklus gangguan serangga, pemakaian insektisida (Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Direktorat Irigasi dan Rawa, 2013).

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan jika di lapangan terjadi kekurangan air, maka dapat dilakukan sistem golongan dan sistem rotasi terhadap areal sawah irigasi. Cara tersebut seperti dibawah ini:

1. Dengan melakukan rotasi pada petak sub tersier (Rotasi 1) yang artinya: 1 (satu) pintu petak sub tersier ditutup pemberian airnya, sedang petak sub tersier yang lain tetap mendapatkan air.

2. Rotasi dilakukan dengan menutup 2 (dua) atau beberapa petak sub tersier sedang petak sub tersier yang lain tetap mendapatkan air (Rotasi 2).

Pembagian areal petak sub tersier ini tergantung dari kondisi medan atau areal yang ada di lapangan.

Contoh Soal 1:

Hitunglah kebutuhan debit puncak, jika suatu daerah layanan irigasi memiliki total luasan petak tersier sebesar 135,65 hektar yang terdiri dari 3 petak sub tersier dengan masing-masing luas sebagai berikut:

• Petak sub tersier S1 memiliki luas 19,0 hektar dengan kebutuhan air irigasi sebesar 2,28 liter/detik/hektar.

• Petak sub tersier S2 memiliki luas 20,0 hektar dengan kebutuhan air irigasi sebesar 2,40 liter/detik/hektar.

• Petak sub tersier S3 memiliki luas 18,0 hektar dengan kebutuhan air irigasi sebesar 2,16 liter/detik/hektar.

Penyelesaian:

a. Cara Pemberian I (Pemberian air secara serentak dan terus menerus dilakukan jika Q ≥ 65% Qmaks, namun jika Q < 65% Qmaks maka perlu dilakukan rotasi atau golongan). Maka kebutuhan debit puncak maksimum (diasumsikan pemberian air sebanyak Q = 100% Qmaks) adalah:

• Petak sub tersier S1 = Luasan hektar sawah x kebutuhan air

= 19,0 hektar x 2,28 liter/detik/hektar

= 43,32 liter/detik.

• Petak sub tersier S2 = 20,0 hektar x 2,40 liter/detik/hektar

= 48,00 liter/detik.

• Petak sub tersier S3 = 18,0 hektar x 2,16 liter/detik/hektar

= 38,88 liter/detik.

Jadi total kebutuhan debit puncak adalah:

Qmaks = Jumlah total kebutuhan air petak sub tersier

= 43,32 + 48,00 + 38,88

= 130,20 liter/detik

b. Cara Pemberian II (Bila 65% Qmaks > Q ≥ 30% Qmaks maka dilakukan 2 pintu petak sub tersier di buka, 1 pintu petak sub tersier di tutup).

Kebutuhan debit bila diberikan:

Q = 65% Qmaks

= #$$!" × 130,20 = 84,63 liter/detik

Metode yang digunakan didasarkan pada cara pemberian II, yaitu:

• Rotasi I

Pintu petak sub tersier S1 + S2 di buka

Luas petak sub tersier S1 + S2 = 39,0 hektar Petak sub tersier S1 = #+,$

(#+,$ . /$,$)× 84,63

= 41,23 liter/detik Petak sub tersier S2 = /$,$$

(#+,$ . /$,$)× 84,63

= 43,40 liter/detik

• Rotasi II

Pintu petak sub tersier S1 + S3 di buka

Luas petak sub tersier S1 + S3 = 37,0 hektar

Petak sub tersier S1 = #+,$

(#+,$ . #4,$)× 84,63

= 43,46 liter/detik Petak sub tersier S3 = (#+,$ . #4,$)#4,$ × 84,63

= 41,17 liter/detik

• Rotasi III

Pintu petak sub tersier S2 + S3 di buka

Luas petak sub tersier S2 + S3 = 38,0 hektar Petak sub tersier S2 = /$,$

(/$,$ . #4,$)× 84,63

= 44,54 liter/detik Petak sub tersier S3 = #4,$

(/$,$ . #4,$)× 84,63

= 40,09 liter/detik

c. Cara Pemberian III (Bila Q < 30% Qmaks maka yang perlu dilakukan 1 pintu petak sub tersier di buka, 2 pintu sub tersier di tutup).

Kebutuhan debit bila diberikan:

Q = 30% Qmaks

= 5$

#$$× 130,20 = 39,06 liter/detik

Cara pemberian III ini diberikan secara bergiliran untuk mengairi satu persatu petak sub tersier. Lamanya giliran didasarkan sesuai dengan perhitungan jam rotasinya.

Untuk hasil perhitungan kebutuhan debit puncak selengkapnya disajikan ke dalam tabel 8.2.

Tabel 8.2: Kebutuhan Debit Puncak Petak Sub Tersier Petak

Sub Tersier

Luasan Petak (hektar)

Debit (liter/detik)

Debit Rencana (liter/detik)

100% 65% 30%

S1 19 hektar 43,32 43,46 39,06 43,46

S2 20 hektar 48,00 44,54 39,06 48,00

S3 18 hektar 38,88 41,17 39,06 41,17 Total 57 hektar 130,20 84,63 39,06

Dari tabel 8.2. dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kebutuhan debit puncak yang dibutuhkan tidak selalu diambil dari dari Q = Qmaks .

Contoh Soal 2:

Dengan menggunakan data luasan daerah layanan irigasi contoh soal No. 1, hitunglah kebutuhan jam rotasi dengan berbagai alternatif solusi.

Penyelesaian:

a. Solusi I (Rotasi I)

Semua petak sub tersier S1, S2, dan S3 mendapatkan air secara serentak dan terus menerus (ketersediaan air melimpah).

b. Solusi II (Rotasi II)

2 (dua) pintu petak sub tersier dibuka atau mendapat air, dan 1 (satu) pintu petak sub tersier di tutup atau tidak mendapatkan air. Maka dihitung lama pemberian air adalah:

• Petak S1 + S2 = #+,$ . /$,$

(#+,$ . /$,$ . #4,$) × 55! 678/

= 5+,$

"9,$× 168 jam

= 115 jam ≈ 4 hari 19 jam

• Petak S1 + S3 = #+,$ . #4,$

(#+,$ . /$,$ . #4,$) × 55! 678

/

= 59,$

"9,$× 168 jam

= 109 jam ≈ 4 hari 13 jam

• Petak S2 + S3 = /$,$ . #4,$

(#+,$ . /$,$ . #4,$) × 55! 678

/

= 54,$

"9,$× 168 jam

= 112 jam ≈ 4 hari 16 jam

c. Solusi III (Rotasi III)

1 (satu) pintu petak sub tersier mendapatkan air atau terbuka, dan 2 (dua) pintu petak sub tersier lainnya tidak mendapat air atau tertutup.

Maka dihitung lama pemberian air adalah:

• Petak S1 = (#+,$ . /$,$ . #4,$)#+,$ ×#!4 678#

= #+,$

"9,$× 168 jam

= 56 jam ≈ 2 hari 8 jam

• Petak S2 = /$,$

(#+,$ . /$,$ . #4,$) ×#!4 678

#

= /$,$

"9,$× 168 jam

= 59 jam ≈ 2 hari 11 jam

• Petak S3 = #4,$

(#+,$ . /$,$ . #4,$) ×#!4 678

#

= #4,$

"9,$× 168 jam

= 53 jam ≈ 2 hari 5 jam

Dari perhitungan di atas, lalu hasilnya ditampilkan seperti pada tabel 8.3.

Tabel 8.3: Lama Pemberian Air

HARI

Solusi I (Rotasi I)

Solusi II (Rotasi II)

Solusi III (Rotasi III) Jam

Petak yang di

airi

Jam

Petak yang di

airi

Jam

Petak yang di

airi

Senin 10.30 10.30 10.30

Petak Sub Tersier S1 + S2 +

S3

Petak Sub Tersier S1 + S2

Petak Sub Tersier

S1 Selasa

Rabu 18.30

Petak Sub Tersier

S2 Kamis

Jum’at

Sabtu 05.30 05.30

Petak Sub Tersier S1 + S3

Petak Sub Tersier

S3 Minggu

Senin 10.30

Petak Sub Tersier

S1 Selasa

Rabu 18.30 18.30

Petak Sub Tersier S2 + S3

Petak Sub Tersier

S2 Kamis

Jum’at

05.30

Petak Sub Tersier

S3 Minggu

Senin 10.30 10.30 10.30

Bab 9

Desain Kapasitas Tampang Saluran Irigasi

9.1 Pendahuluan

Sebagai suatu ilmu pengetahuan, irigasi tidak saja membicarakan dan menjelaskan metode-metode dan usaha yang berhubungan dengan pengambilan air dari bermacam-macam sumber, menampungnya dalam suatu waduk atau menaikkan elevasi permukaannya, serta menyalurkan serta membagi- bagikannya ke bidang-bidang tanah Irigasi adalah segala usaha manusia yang berhubungan dengan perencanaan dan pembuatan sarana untuk menyalurkan serta membagi air ke bidang-bidang tanah pertanian secara teratur, serta membuang air kelebihan yang tidak diperlukan lagi yang akan diolah, tapi juga mencakup masalah-masalah pengendalian banjir, sungai dan segala usaha yang berhubungan dengan pemeliharaan dan pengamanan sungai untuk keperluan pertanian.

Tidak semua daerah yang terdapat usaha-usaha pertanian atau perkebunan memerlukan irigasi. Irigasi biasanya diperlukan pada daerah-daerah pertanian di mana terdapat satu atau kombinasi dari keadaan-keadaan berikut:

1. Curah hujan total tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan air.

2. Meskipun hujan cukup, tetapi tidak terdistribusi secara baik sepanjang tahun.

3. Terdapat keperluan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian yang dapat dicapai melalui irigasi serta dinilai layak dilaksanakan baik ditinjau dari segi teknis, ekonomis maupun sosial.

Pada umumnya proyek-proyek irigasi dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan, meskipun akhir-akhir ini kita banyak mendengar apa yang dinamakan proyek kemanusiaan yang tidak terlalu memperhitungkan keuntungan langsung yang dapat dinilai dalam bentuk mata uang.

Karena disamping keuntungan langsung, terdapat juga keuntungan tidak langsung antara lain:

1. Membantu pengembangan daerah secara umum.

2. Meningkatkan daya pengadaan bahan baku.

3. Penyediaan lapangan kerja terutama pada waktu pelaksanaan proyak irigasi.

4. Meningkatkan nilai tanah milik.

5. Membuka kemungkinan pengusahaan penanaman jenis-jenis tanaman lainnya yang memberikan hasil cukup besar.

6. Membuka peningkatan kebudayaan masyarakat.

7. Pelayaran.

8. Penyediaan sumber air minum atau air bersih.

Disamping keuntungan-keuntungan yang ditimbulkan, irigasi dapat juga menimbulkan akibat yang kurang baik pada daerah bersangkutan, yaitu antara lain:

1. Iklim menjadi dingin dan lembab, sehingga menimbulkan gangguan pada daerah yang sebelumnya sudah dingin dan lembab.

2. Jaringan irigasi yang perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan kurang baik akan menimbulkan genangan air yang dapat memberikan kesempatan bagi perkembangbiakan nyamuk yang dapat menjadi sumber penyakit malaria.

3. Irigasi secara berlebihan dapat menimbulkan kejenuhan yang terlalu tinggi pada tanah, yang dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman.

Ini terjadi terutama pada daerah-daerah yang drainasenya kurang baik.

Tujuan irigasi secara langsung maupun tidak langsung untuk pertanian adalah sebagai berikut:

1. Membasahi tanah. Dengan membasahi tanah dimaksudkan agar:

a. Tanah menjadi lunak sehingga mudah diolah.

b. Zat-zat makanan dalam tanah yang diperlukan tanaman dapat larut sehingga mudah diserap oleh akar tanaman.

c. Mencukupi lengas lapang dari tanah agar tetap dalam prosentase yang diperlukan tanaman untuk tumbuh terutama pada musim kering.

d. Merabuk atau menambah kesuburan tanah.

e. Mengatur suhu tanah.

f. Memberantas hama.

g. Membersihkan tanah.

h. Mempertinggi muka air tanah

2. Kolmatasi, yaitu peninggian muka tanah dengan mengendapkan lumpur dari air irigasi sehingga dengan demikian diperoleh suatu lapisan permukaan tanah yang subur.

Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran aliran air dan lengkapnya fasilitas, jaringan irigasi dapat dibedakan dalam 3 tingkatan, yaitu:

1. Jaringan irigasi sederhana 2. Jaringan irigasi semi teknis 3. Jaringan irigasi teknis

Dalam konteks standarisasi ini, hanya jaringan irigasi teknis saja yang ditinjau.

Bentuk irigasi yang lebih maju ini cocok dipraktikkan disebagian proyek irigasi di Indonesia. Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya 4 unsur fungsional pokok, yaitu:

1. Bangunan-bangunan utama di mana air diambil dari sumbernya, umumnya dari sungai atau waduk.

2. Jaringan pembawa atau saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak- petak tersier.

3. Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif, air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan kesawah- sawah serta kelebihan air ditampung dalam suatu sistem pembuangan di dalam petak tersier.

4. Sistem pembuangan yang ada diluar daerah irigasi untuk membuang kelebihan air ke sungai atau saluran-saluran alamiah.

9.2 Jaringan Irigasi Sederhana

Di dalam proyek-proyek sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur, air kelebihan akan mengalir ke selokan pembuangan. Para pemakai air tergabung dalam suatu kelompok sosial yang sama dan tidak diperlukan keterlibatan pemerintah dalam jaringan organisasi semacam ini. Persediaan air biasanya melimpah dan kemiringan berkisar antara sedang sampai curam. Oleh karena itu hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian air. Jaringan irigasi yang masih sederhana ini mudah diorganisir tapi memiliki kelemahan yang serius. Pertama-tama ada pemborosan air, dan karena pada umumnya jaringan irigasi itu terletak di daerah yang tinggi, air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang subur. Kedua terdapat banyak penyadapan yang memerlukan banyak biaya dari penduduk karena setiap desa membuat jaringan dan pengambilan sendiri-sendiri. Karena bangunan pengelaknya bukan bangunan tetap atau permanen, maka umurnya mungkin pendek.

9.3 Jaringan Irigasi Semi Teknis

Dalam kebanyakan hal, perbedaan satu-satunya antara jaringan irigasi sederhana dengan jaringan irigasi semi-teknis ialah bahwa yang yang belakangan ini terletak di tepi sungai lengkap dengan pengambilan dan bangunan pengukur dibagian hilirnya. Mungkin juga dibangun beberapa bangunan permanen dijaringan saluran. Sistem pembagian air biasanya serupa

dengan jaringan sederhana. Adalah mungkin bahwa pengaliran dipakai untuk melayani daerah yang lebih luas daripada daerah layanan jaringan sederhana.

Oleh karena itu biayanya ditanggung oleh lebih banyak daerah layanan.

Organisasinya lebih rumit dan jika bangunan tetapnya berupa pengambilan dari sungai, maka diperlukan lebih banyak keterlibatan dari pemerintah, dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum.

9.4 Jaringan Irigasi Teknis

Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang. Hal ini berarti bahwa baik saluran irigasi maupun saluran pembuang bekerja tetap sesuai dengan fungsinya masing-masing, dari pangkal hingga ujung. Saluran air irigasi mengalirkan air lebih dari sawah-sawah ke selokan-selokan pembuang yang alamiah yang kemudian akan membuangnya ke laut.

Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis. Sebuah petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas keseluruhannya berkisar antara 50 s/d 100 ha, kadang-kadang sampai 150 ha. Petak tersier menerima air dari suatu tempat dalam jumlah yang sudah diukur dari suatu jaringan pembawa yang diatur oleh Dinas Pengairan. Pembagian air dalam petak tersier diserahkan kepada petani. Jaringan saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah.

Kelebihan air ditampung dalam suatu jaringan pembuang tersier dan kuarter yang selanjutnya dialirkan ke saluran pembuang primer.

Jaringan irigasi teknis yang didasarkan pada prinsip di atas adalah cara pembagian air yang paling efisien dengan mempertimbangkan waktu merosotnya persediaan air serta kebutuhan-kebutuhan pertanian. Jaringan irigasi teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan air secara lebih efisien. Jika petak tersier hanya memperoleh air pada salah satu tempat saja pada jaringan utama, hal ini akan memerlukan jumlah bangunan yang lebih sedikit disaluran primer, ekploitasi yang lebih baik dan pemeliharaan yang lebih murah dibandingkan dengan apabila setiap petani diizinkan untuk mengambil sendiri air dari jaringan pembawa. Kesalahan dalam pengelolaan di petak-petak tersier juga tidak akan memengaruhi pembagian air di jaringan utama. Dalam hal ini khusus dibuat sistem gabungan (fungsi saluran irigasi dan pembuang digabung). Walaupun jaringan ini memiliki keuntungan- keuntungan tersendiri, kelemahannya juga amat serius sehingga sistem ini

umumnya tidak akan diterapkan. Keuntungan yang dapat diperoleh dari jaringan ini adalah pemanfaatan air yang lebih ekonomis dan biaya pembuatan saluran lebih rendah, karena saluran pembawa dapat dibuat lebih pendek dengan kapasitas yang lebih kecil.

Kelemahannya adalah jaringan-jaringan semacam ini sulit diatur dan dieksploitasi, lebih cepat rusak dan menampakkan pembagian air yang tidak merata. Bangunan-bangunan tertentu di dalam jaringan tersebut akan memiliki sifat-sifat seperti bendungan dan relatif mahal.

9.5 Peta Petak

Pada peta irigasi terlebih dahulu dibuat peta petak yang merupakan dasar untuk menentukan ukuran berbagai pekerjaan yang diperlukan. Dari peta terlihat seluruh daerah yang akan dialiri, batas dan luasan petak, petak sekunder, tersier dan saluran pembuang. Lokasi pengambilan air pada irigasi, baik berupa bangunan bebas maupun bangunan bendung juga terlihat.

Dalam perencanaan jaringan, saluran pembawa harus diletakkan pada daerah tinggi, dapat merupakan saluran garis tinggi atau saluran garis punggung sedangkan saluran pembuang berada di lembah-lembah. Pada pembuatan peta petak digunakan peta mozaik sebagai peta situasi dan peta garis tinggi (contur) dengan skala 1: 5000 di mana lukisan garis tinggi atau trances yang berinterval 0,5 m.

Setelah peta tersebut dipelajari dengan seksama dan telah mendapatkan kesan serta informasi kemiringan lapangan, maka dapat diambil ketentuan tanah tinggi yang akan dialiri, dan tempat pengambilan di sungai. Bila bangunan pengambilan di sungai merupakan bangunan bebas (free intake) maka perlu dicarikan tempat di mana aliran sungai tidak berpindah. Sedangkan apabila bangunan pengambilan dilengkapi dengan bendung, maka harus dicari lokasi yang agak lurus lalu tentukan ketinggian saluran induk di hilir bangunan pengambilan.

9.6 Saluran dan Bangunan-Bangunan yang Ada

Pada jaringan irigasi, saluran pembawa dapat dibagi:

1. Saluran Induk (primer) adalah saluran yang dimulai dari pintu pemasukan atau pengambilan bebas sampai ke bangunan bagi.

2. Saluran sekunder adalah saluran yang mengairi satu atau lebih petak tersier dan menerima air dari saluran induk atau saluran tersier sebelumnya.

3. Saluran tersier adalah saluran yang mengairi satu petak tersier dan menerima air dari saluran sekunder. Luas petak tersier 50 -– 150 ha.

4. Saluran kuarter adalah saluran yang mengairi satu petak sawah dan menerima air dari saluran tersier. Luas petak kuarter 8 -– 15 ha.

5. Saluran pembuang adalah saluran yang dipakai untuk membuang air yang telah dipakai pada petak-petak petani dan mengaliri daerah garis tinggi atau tegak lurus di atasnya dan terletak pada daerah rendah atau lembah-lembah.

Pada jaringan irigasi juga terdapat beberapa bangunan, yang terdiri atas:

1. Bangunan bagi adalah bangunan yang membagi air dari saluran induk maupun sekunder sesuai jumlah air yang dibutuhkan dalam setiap petak sekunder.

2. Bangunan bagi sadap adalah bangunan yang membagi air dari saluran- saluran sekunder dan saluran induk, di mana terdapat bangunan sadap untuk satu atau lebih petak tersier.

3. Bangunan sadap adalah bangunan yang membagi air dari saluran sekunder ke saluran tersier sesuai jumlah air yang dibutuhkan.

9.7 Syarat-Syarat yang Harus Dipenuhi Dalam Perencanaan

1. Saluran kuarter. Petak kuarter mendapat air dari box tersier melalui saluran kuarter dengan syarat:

a. Panjang saluran kuarter 500 m

b. Panjang antara saluran kuarter ke saluran pembuang 350 m.

2. Petak tersier. Petak tersier harus mandapat air hanya dari satu bangunan sadap ke saluran induk maupun sekunder.

a. Harus sedapat mungkin kelihatan bebas dan jarak sawah yang terjauh dari bangunan sadap 3 km, agar dapat memudahkan dalam pembagian air.

b. Luas petak tersier tergantung dari bentuk lapangan yang berkisar 50 – 150 ha.

c. Batas-batas petak tersier sedapat mungkin nyata kelihatan, misalnya ditentukan menurut:

• Jalan raya/jalan desa

• Saluran induk/saluran sekunder

• Saluran pembawa/saluran pembuang

• Batas kabupaten/kecamatan/desa

Untuk menghitung luas petak dengan tepat, biasanya digunakan alat plannimeter. Namun cara pendekatan, petak sawah dapat dibagi atas bentuk segitiga, trapesium, empat persegi panjang dan sebagainya, kemudian dikali skala pada peta, maka luas sesungguhnya dapat diperoleh.

9.8 Klasifikasi Jaringan Irigasi

Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran, serta kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu (1) jaringan irigasi sederhana, (2) jaringan irigasi semi teknis dan (3) jaringan irigasi teknis.

Karakteristik masing-masing jenis jaringan diperlihatkan pada Tabel 9.1.

Tabel 9.1: Klasifikasi Jaringan Irigasi Persyaratan Klasifikasi Jaringan Irigasi

Teknis Semi Teknis Sederhana Bangunan

utama

Bangunan permanen

Bangunan permanen atau semi permanen

Bangunan sementara Kemampuan

dalam

mengukur dan mengatur debit

Baik Sedang Tidak mampu

mengatur/mengukur

Jaringan saluran Saluran pemberi dan pembuang terpisah

Saluran pemberi dan pembuang tidak terpisah

Saluran pemberi dan pembuang menjadi satu Petak tersier Dikembangkan

sepenuhnya

Belum dikembangkan identitas bangunan tersier

Belum ada jaringan terpisah yang dikembangkan Efisiensi secara

keseluruhan

50-60% 40-50% <40%

Ukuran Tidak ada batasan

<2000 hektar <500 hektar

Jaringan irigasi sederhana biasanya diusahakan secara mandiri oleh suatu kelompok petani pemakai air, sehingga kelengkapan maupun kemampuan dalam mengukur dan mengatur masih sangat terbatas. Ketersediaan air biasanya melimpah dan mempunyai kemiringan yang sedang sampai curam, sehingga mudah untuk mengalirkan dan membagi air. Jaringan irigasi sederhana mudah diorganisasikan karena menyangkut pemakai air dari latar belakang sosial yang sama. Namun jaringan ini masih memiliki beberapa kelemahan antara lain, (1) terjadi pemborosan air karena banyak air yang terbuang, (2) air yang terbuang tidak selalu mencapai lahan di sebelah bawah yang lebih subur, dan (3) bangunan penyadap bersifat sementara, sehingga tidak mampu bertahan lama.

Gambar 9.1 memberikan ilustrasi jaringan irigasi sederhana.

Gambar 9.1: Skematis contoh jaringan irigasi sederhana (Kriteria perencanaan irigasi KP 01)

Jaringan irigasi semi teknis memiliki bangunan sadap yang permanen ataupun semi permanen. Bangunan sadap pada umumnya sudah dilengkapi dengan bangunan pengambil dan pengukur. Jaringan saluran sudah terdapat beberapa bangunan permanen, namun sistem pembagiannya belum sepenuhnya mampu mengatur dan mengukur. Karena belum mampu mengatur dan mengukur dengan baik, sistem pengorganisasian biasanya lebih rumit. Gambar 9.2 memberikan ilustrasi jaringan irigasi semi teknis sebagai bentuk pengembangan dari jaringan irigasi sederhana.

Gambar 9.2: Skematis contoh jaringan irigasi semi teknis (Kriteria perencanaan irigasi KP 01)

Jaringan irigasi teknis mempunyai bangunan sadap yang permanen. Bangunan sadap serta bangunan bagi mampu mengatur dan mengukur. Disamping itu terdapat pemisahan antara saluran pemberi dan pembuang. Pengaturan dan pengukuran dilakukan dari bangunan penyadap sampai ke petak tersier. Untuk memudahkan sistem pelayanan irigasi kepada lahan pertanian, disusun suatu organisasi petak yang terdiri dari petak primer, petak sekunder, petak tersier, petak kuarter dan petak sawah sebagai satuan terkecil. Gambar 9.3 memberikan ilustrasi jaringan irigasi teknis sebagai pengembangan dari jaringan irigasi semi teknis.

Gambar 9.3: Skematis contoh jaringan irigasi teknis (Kriteria perencanaan irigasi KP 01)

9.9 Petak Tersier, Sekunder dan Primer

Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kurang lebih 8 sampai dengan 15 hektar. Pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan di petak tersier menjadi tanggung jawab para petani yang mempunyai lahan di petak yang bersangkutan di bawah bimbingan pemerintah. Petak tersier sebaiknya mempunyai batas-- batas yang jelas, misalnya jalan, parit, batas desa dan batas-batas lainnya. Ukuran petak tersier berpengaruh terhadap efisiensi pemberian air. Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh dalam penentuan luas

Dalam dokumen Full Book Sistem Irigasi dan Bangunan Air (Halaman 125-137)