• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pendukung Keputusan (DSS)

BAB V BUSINESS INTELLIGENCE

E. Sistem Pendukung Keputusan (DSS)

Sistem pendukung keputusan (decision support systems) atau DSS adalah sistem informasi yang mendukung kegiatan dalam pengambilan keputusan bisnis atau organisasi. DSS melayani tingkat manajemen, operasi, dan perencanaan suatu organisasi dan membantu dalam membuat keputusan tentang masalah yang mungkin berubah dengan cepat dan tidak mudah ditentukan sebelumnya – yaitu masalah keputusan yang tidak terstruktur dan semi-terstruktur.

Akademisi menganggap DSS sebagai tools untuk mendukung proses pengambilan keputusan, pengguna DSS melihat DSS sebagai alat untuk memfasilitasi proses organisasi.

Beberapa penulis telah memperluas definisi DSS untuk memasukkan sistem apa pun yang mungkin mendukung pengambilan keputusan dan beberapa DSS menyertakan komponen software pengambilan keputusan. Sprague (1980) mendefinisikan istilah DSS dengan tepat sebagai berikut :

1. DSS cenderung ditujukan pada struktur kurang baik, underspecified masalah yang biasanya dihadapi oleh manajer tingkat atas.

2. DSS mencoba untuk menggabungkan penggunaan model atau teknik analitik dengan akses data bersifat tradisional dan fungsi dari pengambilan

3. DSS secara berfokus pada fitur yang membuatnya mudah digunakan oleh orang yang tidak mahir menggunakan komputer dalam mode interaktif, dan ;

4. DSS menekankan fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi untuk mengakomodasi perubahan lingkungan dan pendekatan dalam pengambilan keputusan pengguna.

DSS mencakup knowledge-bases systems. DSS yang dirancang dengan baik adalah software-based sytem yang interaktif yang dimaksudkan untuk membantu pengguna dalam pengambilan suatu keputusan dengan mengumpulkan informasi yang berguna dari kombinasi raw data, dokumen, dan personal knowledge, atau model bisnis untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah serta membuat keputusan.

Informasi umum yang mungkin dikumpulkan dan disajikan oleh aplikasi pendukung keputusan meliputi :

• Inventaris aset informasi (termasuk sumber legacy and relational data, data warehouse, dan data marts),

• Perbandingan angka penjualan antara satu periode dengan periode berikutnya,

• Proyeksi angka pendapatan berdasarkan asumsi penjualan produk.

Aplikasi DSS

DSS secara teoritis dapat dibangun dalam domain knowledge apa pun. Salah satu contohnya adalah sistem pendukung keputusan klinis untuk diagnosis medis. DSS juga banyak digunakan dalam bisnis dan manajemen. Executive dashboard dan performance Business software lainnya memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih cepat, identifikasi tren negatif, dan alokasi sumber daya bisnis yang lebih baik. karena DSS, semua informasi dari organisasi mana pun direpresentasikan dalam bentuk bagan dan grafik yaitu dengan cara diringkas yang membantu manajemen untuk mengambil keputusan strategis. Misalnya, salah satu aplikasi DSS adalah pengolahan dan pengembangan sistem anti-terorisme yang kompleks. Contoh lain termasuk petugas pinjaman bank yang memverifikasi kredit pemohon pinjaman atau perusahaan yang

memiliki tawaran pada beberapa proyek dan ingin tahu apakah mereka dapat bersaing dengan biaya yang mereka berikan.

Tiga komponen fundamental dari arsitektur DSS adalah : - Database (knowledge base)

- Model yaitu konteks keputusan dan kriteria pengguna.

- User Interface

Kerangka Pengembangan DSS

Sama halnya dengan sistem lain, sistem DSS memerlukan pendekatan tertruktur. Kerangka kerja tersebut mencakup manusia, teknologi, dan pendekatan development.

Kerangka Awal Sistem Pendukung Keputusan (DSS) terdiri dari empat fase, yaitu :

- Intelligence – mencari kondisi yang membutuhkan keputusan.

- Design – mengembangkan dan menganalisis kemungkinan tindakan alternatif dari solusi.

- Choice – memilih tindakan di antara mereka.

- Implementation – mengadopsi tindakan yang dipilih dalam situasi keputusan.

Tingkat teknologi DSS (perangkat keras dan perangkat lunak) dapat mencakup :

1. Aplikasi sebenarnya yang akan digunakan oleh pengguna.

Ini dalah bagian dari aplikasi yang memungkinkan pengambil keputusan untuk membuat keputusan di area masalah tertentu. Pengguna dapat bertindak atas masalah tertentu.

2. Generator berisi hardware/software yang memungkinkan orang untuk dengan mudah mengembangkan aplikasi DSS tertentu. Level ini menggunakan alat atau sistem kasus seperti Crystal, Analytica, dan iThink.

3. Tools termasuk hardware/software tingkat rendah.

Generator DSS termasuk bahasa khusus, pustaka fungsi, dan modul penghubung.

Pendekatan pengembangan berulang memungkinkan DSS diubah dan didesain ulang pada berbagai interval. Setelah sistem dirancang, maka perlu diuji dan direvisi jika diperlukan untuk hasil yang diinginkan.

BAB VI

USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH (UMKM)

A. UMKM di Indonesia

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional.

Selain itu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar utama dalam ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan usaha besar dan Badan Usaha Milik Negara (UU No. 20 Tahun 2008).

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mempunyai peranan sangat penting dan strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, UMKM juga berperan dalam mendistribusikan hasil-hasil pembangunan. UMKM juga telah terbukti dapat bertahan di tengah krisis yang menerpa Indonesia pada tahun 1997 sampai 1998, dimana UMKM mampu tetap bertahan dan berdiri kokoh pada saat itu.

Data Badan Pusat Statistik memperlihatkan, pasca krisis ekonomi pada tahun 1997 sampai 1998 jumlah UMKM pada saat itu tidak berkurang, tetapi justru meningkat terus dan bahkan mampu menyerap 85 hingga 107 juta tenaga kerja sampai pada tahun 2012. Pada tahun itu, jumlah pengusaha di Indonesia sebanyak 56.5 juta dan jumlah tersebut, sekitar 99% adalah pelaku usaha UMKM dan sisanya sekitar 0.01% atau sekitar 4.968 unit adalah usaha besar.

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur serta merata dan spritual berdasarkan Pancasila dan Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana peri-kehidupan bangsa yang aman, tertib, dan dinamis dalam lingkungan yang merdeka, bersahabat, dan damai.

Pembangunan nasional yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa diselenggarakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat menjadi pelaku utama dalam pembangunan, dan pemerintah berkewajiban dalam mengarahkan, membimbing, melindungi, serta menumbuhkan suasana dan iklim yang menunjang untuk hal tersebut.

Didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada Bab I Pasal I disebutkan bahwa :

1. Usaha Mikro

Adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro.

2. Usaha Kecil

Adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar.

3. Usaha Menengah

Adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha

Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tersebut.

Selain itu didalam UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) juga diatur kriteria UMKM yang tertuang pada Bab 4 Pasal 6 yang berbunyi seperti berikut : 1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut :

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.

50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.

300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut :

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.

300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus rupiah).

3. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut :

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.

500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.

2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

Tabel 6. 1. Kriteria UMKM Jumlah Aset dan Omset Usaha

Kriteria Usaha Aset Omset

Usaha Mikro Maksimal 50 Juta Maksimal 300 Juta Usaha Kecil > 50 Juta – 500 Juta > 300 Juta – 2.5 Miliar Usaha Menengah > 500 Juta – 10 miliar > 2.5 Miliar- 50 Miliar

Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada Bab 3 Bagian Kedua tentang Tujuan Pemberdayaan Pasal 5 disebutkan bahwa tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah sebagai berikut :

1. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan;

2. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan;

3. Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

Untuk meningkatkan kesempatan, kemampuan, dan perlindungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, telah ditetapkan berbagai kebijakan tentang pencadangan usaha, pendanaan, dan pengembangannya namun belum optimal. Hal itu dikarenakan kebijakan tersebut belum dapat memberikan perlindungan, kepastian berusaha, dan fasilitas yang memadai untuk pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Sehubungan dengan itu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah perlu diberdayakan dengan cara (UU No. 20 Tahun 2008) :

a. Penumbuhan iklim usaha yang mendukung pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan;

b. Pengembangan dan pembinaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan peran serta kelembagaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam perekonomian nasional, maka pemberdayaan tersebut perlu dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara menyeluruh, sinergis, dan berkesinambungan.

B. Karakteristik UMKM

Adanya definisi mengenai UMKM secara jelas sangat diperlukan untuk tujuan perencanaan dan penetapan kebijakan dalam pengembangan sektor usaha tersebut. Selain itu, definisi tersebut dibutuhkan untuk mengidentifikasi kebutuhan UMKM dan efektivitas dari program pembinaan kepada unit usaha yang dimaksud. Indikator yang biasanya digunakan dalam mendefinisikan UMKM antara lain berupa besarnya volume usaha, besarnya modal yang dimiliki, jumlah tenaga kerja, nilai aset, serta kekayaan bersih.

Karakteristik UMKM merupakan sifat atau kondisi aktual yang melekat pada aktivitas usaha maupun perilaku pelaku usaha yang bersangkutan dalam menjalankan bisnis usahanya.

Karakteristik ini menjadi ciri pembeda antar pelaku usaha sesuai dengan skala usaha yang dimilikinya. Menurut World Bank, UMKM dapat dikelompokkan kedalam tiga bagian yaitu : (1) Usaha Mikro (jumlah karyawan 10 orang); (2) Usaha Kecil (jumlah karyawan 30 orang); dan (3) Usaha Menengah (jumlah karyawan hingga 300 orang).

Dalam perspektif usaha, UMKM dapat diklasifikasikan ke dalam empat bagian, yaitu :

• UMKM sektor informal, contohnya seperti pedagang kaki lima

• UMKM Mikro merupakan para pelaku UMKM dengan kemampuan sifat pengerajin namun kurang memiliki jiwa kewirausahaan dalam mengembangkan usahanya.

• Usaha Kecil adalah kelompok UMKM bersifat dinamis yang mampu berwirausaha dengan menjalin kerjasama seperti menerima pekerjaan sub-kontrak dan ekspor.

• Usaha Menengah atau Fast Moving Enterprise adalah UMKM yang mempunyai kewirausahaan yang cakap dan telah siap berstransformasi menjadi usaha besar.

Di Indonesia, UU yang mengatur tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah UU No. 20 Tahun 2008.

Dalam undang-undang tersebut UMKM dijelaskan sebagai :

“Sebuah perusahaan yang digolongkan sebagai UMKM adalah perusahaan kecil yang dimiliki dan dikelola oleh seseorang atau dimiliki oleh kelompok kecil orang dengan jumlah kekayaan dan pendapatan tertentu”.

Tabel 6. 2. Kriteria UMKM dan Usaha Besar

Ukuran Usaha Karakteristik

Usaha Mikro

Jenis barang/komoditi tidak selalu tetap;

sewaktu-waktu dapat berganti.

Tempat usahanya tidak selalu menetap;

sewaktu-waktu dapat berpindah.

Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun.

Tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha.

Sumber daya manusia (pengusaha) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai.

Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah.

Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian sudah akses ke lembaga keuangan non bank.

Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.

Contoh : usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang di pasar.

Ukuran Usaha Karakteristik

Usaha Kecil

Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap dan tidak gampang berubah.

Tempat usahanya umumnya sudah menetap dan tidak berpindah-pindah.

Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walaupun hanya sederhana.

Keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga.

Sudah memuliki neraca usaha.

Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas termasuk NPWP.

Sumber daya manusia (pengusaha) memiliki pengalam dalam wirausaha.

Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah.

Sebagian sudah akses ke perbankan dalam keperluan modal.

Sebagian besar belum membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning.

Contoh : usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang di pasar.

Usaha Menengah

Memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain pada bagian keuangan, pemasaran dan produksi.

Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan.

Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan.

Sudah memiliki persyaratan legalitas antara lain izin usaha.

Sudah memiliki akses kepada sumber- sumber pendanaan perbankan.

Ukuran Usaha Karakteristik

Contoh : usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang di pasar.

Usaha Besar

Usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau penjualan tahunan lebih besar dari Usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.

Selain itu, berdasarkan aspek komoditas yang dihasilkan, UMKM juga memiliki beberapa karakteristik tersendiri antara lain sebagai berikut :

• Kualitasnya yang belum berstandar, karena sebagian besar UMKM belum memiliki kemampuan teknologi yang memadai. Produk yang dihasilkan biasanya dalam bentuk handmade sehingga kualitas yang dihasilkan beragam.

• Desain produk terbatas. Hal ini dipicu dengan adanya keterbatasan pengetahuan dan pengalaman mengenai produk. Mayoritas UMKM bekerja berdasarkan order atau pesanan dan belum banyak mencoba untuk berkreasi dengan desain baru dan inovatif.

• Jenis produknya yang terbatas sehingga UMKM hanya mampu memproduksi beberapa jenis produk saja dan apabila jika ada permintaan terhadap yang model baru, UMKM sulit untuk memenuhinya dan kalaupun menerima permintaan tersebut, UMKM biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama.

• Kapasitas dan daftar harga produk terbatas. Dengan kesulitan dalam menetapkan kapasitas produk dan harga membuat konsumen kesulitan.

• Bahan baku yang kurang terstandar karena diperoleh dari berbagai sumber yang berbeda.

• Kontinuitas produk yang tidak terjamin dan kurang sempurna dikarenakan produksi yang belum teratur

sehingga produk-produk yang dihasilkan sering apa adanya.

C. Profil Sektor Bisnis UMKM

Menurut Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) terdapat 7 sektor bisnis UMKM diantaranya adalah : (1) Sektor Perdagangan, (2) Sektor Industri Pengolahan, (3) Sektor Pertanian, (4) Sektor Perkebunan, (5) Sektor Peternakan, (6) Sektor Perikanan, (7) Sektor Jasa.

Gambaran Umum Bisnis UMKM Sektor Perdagangan

Perdagangan merupakan aktivitas penjualan kembali barang baru juga barang bekas. Perdagangan adalah urat nadi perekonomian seemua bangsa. Rangkaian kegiatan usaha perdagangan sangat sederhana yang terdiri dari berdasarkan pembelian, penyimpanan, dan penjualan.

Sumber: Azis, et al. 2009

Gambar 6.1. Rangkaian Aktivitas Bisnis Perdagangan

Perdagangan secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu perdagangan umum dan perdagangan bisnis penyalur/distributor.

Jenis kegiatan perdagangan umum antara lain adalah : - Perdagangan Sembilan Bahan Pokok

- Perdagangan Klontong/Pracangan - Perdagangan Bahan Bangunan

- Perdagangan Peralatan Elektronika/Listrik - Perdagangan Hasil Bumi, dll.

Sementara itu aktivitas bisnis usaha penyalur/distributor melakukan penjualan secara tunai/kredit suatu produk tertentu secara grosir (pada jumlah besar). Bisanya satu perusahaan

distributor mengangani satu atau lebih produk dari beberapa pabrik dengan wilayah kerja distribusi yang sudah ditentukan. Adapun prosedur dari keseluruhan proses rantai nilai bisnis sektor perdagangan dapat dilihat dalam Gambar 6.2. berikut :

Sumber : Azis, et al. 2009

Gambar 6.2. Rangkaian Aktivitas Bisnis Perdagangan

Gambaran Umum Bisnis UMKM Sektor Pengolahan

Industri pengolahan merupakan aktivitas ekonomi yang mengelola bahan mentah, bahan baku, bahan 1/2 jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang nilai yang lebih tinggi buat penggunaannya, termasuk aktivitas rancang bangun dan perekayasaan industri.

Industri pengolahan merupakan suatu aktivitas ekonomi yang melakukan aktivitas mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya menjadi lebih dekat kepada pemakai akhir, termasuk jasa industri dan pekerjaan perakitan (assembly). Berikut ini merupakan rantai nilai bisnis sektor industri pengolahan :

Sumber : Azis, et al. 2009

Gambar 6.3. Rantai Nilai Bisnis Sektor Industri Pengolahan

Rantai nilai bisnis sektor industri pengolahan dimulai berdasarkan adanya input supply yang diproses menjadi produksi bahan baku ½ jadi kemudian finishing dan diperdagangkan dalam distribusi hasil yang pada akhirnya untuk industri konsumsi. Input supply berupa

bahan baku, bahan pendukung dan bahan packing yang diperoleh dari pemasok (supplier), baik diperoleh langsung dari pemasok ataupun melalui saluran distribusi. Kemudian masuk ke proses produksi mulai dari produksi 1/2 jadi, barang jadi, dan pengemasan (packaging). Setelah itu mulai dipasarkan baik secara langsung ataupun melalui saluran pemasaran kepada pembeli. Adapun Jalur pemasaran hasil industri pengolahan dapat dilihat pada gambar berikut :

Sumber : Azis, et al. 2009

Gambar 6.4. Skema Jalur Pemasaran Industri Pengolahan

Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri pengolahan biasanya dikelompokkan menjadi empat diantaranya :

1. Industri Mikro atau rumah tangga (1-4 orang tenaga kerja).

2. Industri Kecil (5-19 orang tenaga kerja).

3. Industri Sedang atau Menengah (20-99 orang tenaga kerja).

4. Industri Besar (100 atau lebih orang tenaga kerja).

Selain berdasarkan tenaga kerja, industi pengolahan juga dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Aneka Industri, seperti industri pakaian, makanan, dan minuman.

2. Industri Kecil, seperti industri roti, makanan ringan, es, dan minyak goreng curah.

3. Industri Kimia Dasar, seperti industri semen, obat-obatan, kertas, dan pupuk.

4. Industri Mesin dan Logam Dasar, seperti industri pesawat terbang, kendaraan bermotor dan tekstil.

Selain itu, terdapat juga industri rumah tangga yang biasanya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Memiliki modal yang sangat terbatas.

2. Tenaga kerja berasal dari anggota keluarga atau masyarakat sekitar.

3. Pemilik atau pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota keluarganya.

Beberapa contoh usaha yang termasuk dalam industri rumah tangga seperti industri anyaman, industri kerajinan, industri tempe/tahu, industri makanan ringan dan minuman, suvenir, pakaian, peralatan rumah, dan industri bordir.

Gambaran Umum Bisnis UMKM Sektor Pertanian

Usaha pertanian secara umum dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu usaha pertanian dalam skala kecil atau usaha keluarga dan usaha pertanian dalam skala besar. Usaha pertanian skala dalam kecil memiliki karakteristik yang berbeda dengan usaha pertanian skala dalam besar.

Rantai nilai bisnis pertanian mencakup input awal dan adanya modal awal, pengadaan lahan, pembelian bibit serta investasi peralatan. Setelah itu proses bisnis dilanjutkan dalam proses budidaya atau penanaman dan perawatan tanaman pertanian. Pada proses budidaya, petani akan membutuhkan pupuk dan melakukan proses perawatan rutin. Pada proses ini, petani akan membutuhkan modal untuk pembelian pupuk dan perawatan tanaman. Setelah melalui proses penanaman, pemberian pupuk dan perawatan yang baik, tahap selanjutnya merupakan proses pemanenan dan proses produksi dari hasil pertanian.

Selanjutnya petani akan melakukan pemanenan lalu diikuti dengan tahapan menggunakan tahapan distribusi atau penyimpanan hasil panen pertanian. Untuk produk pertanian yang membutuhkan pemrosesan lebih lanjut, maka petani akan membutuhkan alat bantu mesin atau tenaga manusia pada proses lanjutan untuk

menghasilkan produk pertanian siap jual. Para distributor atau pedagang produk pertanian biasanya secara aktif akan datang ke petani pada saat musim panen. Pedagang akan membeli produk pertanian dan menjualnya ke pasar atau distributor lain yang siap untuk memasarkan produk pertanian.

Petani akan memperoleh pendapatan atau menerima uang kas setelah petani melakukan penjualan dan para pedagang langsung membayar pembeliannya ke petani. Siklus usaha dari produk pertanian untuk tiap-tiap jenis tanaman pertanian sangat berbeda- beda sehingga arus kas dari setiap jenis tanam memiliki siklus waktu yang berbeda-beda, dan sebagian produk pertanian juga bergantung pada musim tanam sehingga pada proses pembiayaan, bank perlu memperhatikan siklus ini. Rantai nilai bisnis pertanian seperti yang terlihat pada Gambar 6.5. dibawah ini.

Sumber : Azis, et al. 2009

Gambar 6.5. Rantai Nilai Bisnis Sektor Pertanian

Gambaran Umum Bisnis UMKM Sektor Perkebunan

Perkebunan adalah segala aktivitas yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan juga memasarkan barang dan jasa hasil dari tanaman tersebut dengan bantuan ilmu pengetahuan