• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pewarisan dan Keturunan dalam Hukum Waris

BAB II LANDASAN TEORI

B. Konsep Hukum Waris Adat

2. Sistem Pewarisan dan Keturunan dalam Hukum Waris

Dalam hukum waris adat berlaku suatu asas bahwa hanyalah hak dan kewajiban saja yang dalam lapangan hukum harta kekayaan yang dapat diwariskan termasuk hutang-piutang pewaris, bahwa apabila seorang meninggal dunia, maka seketika itu juga hak dan kewajibannya beralih pada ahli warisnya. Di dalam kehidupan bermasyarakat, jika kita berbicara mengenai seseorang yang meninggal dunia, maka jalan pikiran kita akan menuju kepada permasalahan pewarisan. Dalam hukum adat mengenal tiga sistem pewarisan, yaitu:

65 Ibid., 19.

66 Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, (Bandar Lampung:

Mandar Maju, 1992), 214.

xlviii

a. Sistem pewarisan individual, yakni apabila harta warisan dibagi-bagi dan dapat dimiliki secara perorangan dengan “hak milik”, berarti setiap waris berhak memakai, mengolah dan menikmati hasilnya atau juga mentransaksikannya, terutama setelah pewaris wafat, maka kewarisan demikian itu disebut “kewarisan individual”. Sistem kewarisan ini yang banyak berlaku di kalangan masyarakat yang parental.67 Kebaikan dari sistem ini adalah bahwa dengan pemilikan secara pribadi maka ahli waris dapat bebas menguasai dan memiliki harta warisan bagaimana untuk dipergunakan sebagai modal kehidupannya yang lebih lanjut tanpa dipengaruhi anggota-anggota keluarganya yang lain. Sedangkan kelemahannya adalah pecahnya harta warisan dan merenggangnya tali kekerabatan yang dapat berakibat timbulnya hasrat ingin memiliki kebendaan secara pribadi dan mementingkan diri sendiri.

b. Sistem pewarisan kolektif, yakni, apabila para waris mendapatkan harta peninggalan yang diterima mereka secara kolektif (bersama) dari pewaris yang tidak terbagi-bagi secara perorangan, maka kewarisan demikian itu disebut kewarisan kolektif. Menurut kewarisan kolektif ini para ahli waris tidak boleh memiliki harta peninggalan secara pribadi, melainkan diperbolehkan untuk memakai, mengusahakan atau mengolah dan menikmati hasilnya. Pada umumnya sistem kewarisan kolektif ini terhadap harta peninggalan leluhur disebut “harta pusaka”, berupa sebidang tanah dan atau barang pusaka. Kebaikan dari sistem ini

67 Hilman Hadikusuma, Pengatar Ilmu Hukum Adat Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 1992)

xlix

masih nampak apabila fungsi harta kekayaan diperuntukkan bagi kelangsungan hidup keluarga besar untuk sekarang dan yang akan datang masih tetap berperan tolong-menolong di antara sesama di bawah pimpinan kepala kerabat dengan rasa penuh tanggung jawab masih tetap terpelihara, dibina dan dikembangkan. Sedangkan kelemahan sistem ini adalah menumbuhkan cara berpikir yang terlalu sempit, karena tidak selamanya suatu kerabat mempunyai kepemimpinan yang dapat diandalkan dan aktifitas kehidupan yang semakin meluas bagi para anggota kerabat, maka rasa setia kawan, serta kerabat bertambah luntur.

c. Sistem pewarisan mayorat, yakni apabila harta warisan yang tidak dapat dibagi-bagi dan hanya dikuasai oleh anak tertua, yang berarti hak pakai, hak mengolah dan memungut hasilnya dikuasai sepenuhnya oleh anak tertua dengan hak dan kewajiban mengurus dan memelihara adik- adiknya yang pria dan wanita sampai mereka dapat berdiri sendiri.68 Sistem kewarisan mayorat ini ada dua yaitu:

1) Mayorat laki-laki yaitu anak laki-laki sulung merupakan anak laki- laki tertua pada saat pewaris meninggal dunia atau anak laki-laki sulung merupakan ahli waris tunggal. Di daerah lampung beradat perpaduan seluruh harta peninggalan dimaksud oleh anak tertua lelaki yang disebut “anak punyimbang”

2) Mayorat perempuan yaitu anak perempuan tertua pada saat pewaris

68 Ibid.

l

meninggal dunia merupakan ahli waris tunggal. Di daerah Semendo Sumatera Selatan seluruh harta peninggalan dikuasai oleh anak wanita yang disebut “tunggu tubing” (penunggu harta) yang didampingi “payung jurai”.69

Secara teoritis sistem keturunan itu dapat dibedakan dalam tiga corak, yaitu:

a. Sistem Patrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhya dari kedudukan wanita di dalam pewarisan (Gayo, Alas, Batak, Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa Tenggara, Irian).

b. Sistem Matrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria di dalam pewarisan (Minangkabau, Enggano, Timor).

c. Sistem Parental atau Bilateral, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis orang tua, atau menurut garis dua sisi (bapak-ibu), dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan di dalam pewarisan (Aceh, Sumatera Timur, Riau, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain).

3. Ahli Waris dalam Hukum Waris Adat

Ahli waris dalam sistem hukum waris adat adalah sebagai berikut:

a. Anak kandung

Anak kandung yang merupakan keturunan dari pewaris

69 Ibid.

li

merupakan golongan ahli waris yang terpenting. Hal ini dikarenakan pada hakekatnya anak merupakan satu-satunya golongan ahli waris yang utama, sebab- sebab lain-lain anggota keluarga tidak menjadi ahli waris jika pewaris memiliki keturunan. Soejono Wignjodipoero, mengemukakan bahwa:

Dalam hukum adat anak-anak dari si peninggal warisan merupakan golongan ahli waris yang terpenting oleh karena mereka pada hakekatnya merupakan satu-satunya golongan ahli waris, sebab lain-lain anggota keluarga, tidak menjadi ahli waris apabila si peninggal warisan meninggalkan anak-anak.70

Meskipun anak kandung merupakan ahli waris yang utama, namun di beberapa daerah terdapat perbedaan hukum waris yang berlaku mengenai anak sebagai ahli waris dari orang tuanya. Hal ini ditegaskan oleh Hilman Hadikusuma, di beberapa daerah terdapat hukum waris adat yang berlaku mengenai kedudukan anak sebagai pewaris dari orang tuanya. Disamping itu terdapat pula perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan dalam pewarisan atau juga anak sulung, anak tengah, anak bungsu, dan anak pengkalan. Tetapi betapa pun perbedaannya namun pada umumnya di Indonesia ini menganut asas kekeluargaan dan kerukunan dalam pewarisan.71

Perbedaan kedudukan anak sebagai ahli waris di beberapa daerah disebabkan garis kekeluargaan dari masyarakat yang

70 Soejono Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta: Gunung Agung,1995), 228.

71 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, (Bandung: Alumni, 1983), 77.

lii

bersangkutan, yaitu sifat keibuan (matrilineal), sifat kebapakan (patrilineal) dan sifat keibu-bapakan (parental).

b. Anak tiri

Anak tiri merupakan anak bawaan ke dalam suatu perkawinan ke dua kalinya dari wanita atau pria dan kedudukannya sebagai anak kandung dari pria atau wanita tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari anak tiri dapat ikut menikmati kesejahteraan rumah tangga bersama bapak tiri dan ibu kandungnya atau sebaliknya dengan saudara-saudara tirinya. Hal ini disebabkan dalam Yurisprudensi Landraan Purworejo tanggal 14 Agustus 1937, disebutkan bahwa: “Anak tiri tidak berhak atas warisan bapak tirinya, tetapi ia ikut mendapat penghasilan dan bagian dari harta peninggalan bapak tiri yang diberikan kepada ibu kandungnya sebagai nafkah janda”.

c. Anak angkat

Dalam masyarakat adat Indonesia terdapat kebiasaan dari keluarga yang telah lama kawin dan tidak dianugerahi anak, mengangkat anak saudara dengan harapan nantinya akan dianugerahi anak. Bagi suami isteri yang beragama Islam yang telah menggunakan anak orang lain sebagai keluarganya sendiri, tetapi tidak memutuskan pertalian darah anak angkat terhadap orang tua kandungnya. Di berbagai daerah di Indonesia dalam lingkungan hukum adat kedudukan dari anak angkat berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Di suatu daerah ada yang mendudukan anak angkat tersebut pada

liii

posisi yang kuat, artinya anak angkat itu mewarisi dari orang tua angkatnya.

Dikarenakan tidak mempunyai keturunan anak dan tidak ada anak lelaki sebagai penerus keturunan dilingkungan masyarakat partilineal atau tidak ada anak perempuan penerus keturunan dilingkungan masyarakat matrilineal, maka diangkatlah kemenakan bertali darah. Di karenakan adat perkawinan setempat seperti berlaku didaerah Lampung antara wanita Lampung dengan orang luar daerah di dalam perkawinan memasukan menantu (ngurukken mengiyan), maka di angkatlah si menantu menjadi anak angkat dari salah satu kepala keluarga anggota kerabat, sehingga si suami menjadi anak adat dalam hubungan bertali darah.72

Mengenai kedudukan anak angkat dalam hukum waris dapat dilihat dari latar belakang atau sebab terjadinya anak angkat tersebut.

Pada umumnya pengangkatan anak dilakukan karena alasan-alasan sebagai berikut:

1) Tidak mempunyai keturunan 2) Tidak ada penerus keturunan 3) Menurut adat perkawinan setempat 4) Hubungan baik dan tali persaudaraan 5) Rasa kekeluargaan dan perikemanusiaan 73

72Ibid., 89.

73 Ibid.

liv

Menurut Hilman Hadikusuma, anak dinyatakan sebagai anak tidak sah, apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1) Anak dari kandungan ibu sebelum terjadi pernikahan.

2) Anak dari kandungan ibu setelah bercerai lama dari suaminya 3) Anak dari kandungan ibu tanpa melakukan perkawinan sah 4) Anak dari kandungan ibu karena berbuat zina dengan orang lain d. Janda atau duda

Janda atau duda dalam kewarisan adat sangat ditentukan oleh bentuk perkawinan yang mereka pakai. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan lebih lanjut tentang kedudukan janda/duda berdasarkan bentuk perkawinannya, yaitu:

1) Janda/duda dalam sistem patrilineal

Dalam sistem patrilineal bentuk perkawinan yang lazim dipakai adalah bentuk perkawinan jujur, maka kekuasaan terhadap harta kekayaan berada dipihak suami. Berkaitan dengan ini Hilman Hadisukuma menyatakan bahwa: Janda di daerah Batak, Lampung dan Bali dalam bentuk perkawinan memakai jujur setelah wafat suaminya tetap berkedudukan di tempat kerabat suami, ia tetap berhak menikmati harta kekayaan yang ditinggalkan suami walaupun ia bukan waris dari suaminya.74

2) Janda/duda dalam sistem matrilineal

25Ibid.. 94.

lv

Dalam sistem matrilineal, duda tidak mempunyai hak waris dari kekayaan isterinya yang meninggal dunia, karena ia bukan merupakan orang yang berasal dari kelompok dari pihak isteri, melainkan orang lain dibawa masuk ke dalam keluarga isteri.

e. Para ahli waris lainnya

Dalam hukum adat anak-anak dari si peninggal warisan merupakan golongan ahli waris yang terpenting oleh karena mereka pada hakekatnya merupakan satu-satunya golongan ahli waris, sebab lain-lain anggota keluarga, tidak menjadi ahli waris, apabila si peninggal warisan meninggalkan anak-anak, jadi dengan adanya anak- anak maka kemungkinan lain-lain anggota keluarga dari si peninggal warisan untuk menjadi ahli waris menjadi tertutup”.

Ahli waris lainnya baru memperoleh haknya apabila orang yang meninggal dunia tidak memiliki ahli waris utama. Tentang masalah ini dilihat pula garis keturunan yang berlaku dalam masyarakat tersebut.

Hal ini dikemukakan oleh Hilman Hadikusuma yang mengemukakan bahwa: Di lingkungan masyarakat bergaris kebapakan sudah jelas bahwa jalur waris adalah anak-anak laki-laki ke bawah, jika tidak ada anak laki-laki maka anak perempuan yang ada yang dapat dijadikan laki-laki atau dengan mengambil laik-laki lain untuk kemudian mendapatkan keturunan laki-laki, jika tidak ada saudara-saudara pewaris yang terdapat atau yang jauh sesuai dengan pemufakatan kekerabatan. Segala sesuatu yang menyangkut pewarisan ini diatur dan

lvi

diawasi oleh anak laki-laki sebagaimana di daerah lampung oleh anak lelaki tertua dari keturunan tertua yang disebut penyimbung di lingkungan masyarakat yang bergaris keibuan dasarnya yang menjadi ahli waris adalah kaum wanita anak-anak wanita dan keturunan wanitanya.

Dan jika tidak ada anak perempuan, maka anak-anak laki-laki dapat juga dijadikan wanita atau mengangkat anak wanita dari sudara- sudara terdekat. Segala persolan yang menyangkut pewaris di atur dan diawasi oleh paman, saudara lelaki dari ibunya yang di Minangkabau disebut mamak kapala waris atau didaerah Semendo disebut payung jurai Di lingkungan sebagaimana yang bergaris kebapak-ibuan, di mana sistem pewarisan bukan kolektip melainkan individual sebagaimana berlaku di lingkungan masyarakat Jawa dan beberapa daerah lainnya yang menjadi ahli waris adalah tidak saja kaum pria, tetapi juga kaum wanita yang ada hubungan pertalian darah dan kekeluargaan dengan pewaris.

lvii BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sifat Penelitian

Metode penelitian hakekatnya memberikan pedoman tentang cara- cara seseorang mempelajari, menganalisis dan memahami lingkungan yang dihadapinya. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang mengedepankan penelitian data dengan berlandaskan pada pengungkapan apa-apa yang diungkapkan oleh responden dari data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambaran dan bukan angka-angka. Dengan kata lain metode kualitatif sebagai metode penelitian yang menghasilkan kata-kata teoritis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. 75 Penelitian deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan suatu keadaan atau fenomena-fenomena apa adanya. Sedangkan metode deskriptif kualitatif diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta- fakta yang nampak atau sebagaimana adanya. 76

Berdasarkan definisi di atas yang dimaksud penelitian kualitatif adalah penelitian untuk membahas gambaran yang lebih jelas mengenai situasi-situasi sosial atau kejadian sosial dengan menganalisa dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat dengan mudah dipahami dan disampaikan tanpa melakukan perhitungan statistik.

Metode ini dipilih karena lebih mampu menemukan definisi situasi dan gejala-gejala sosial dari subyek, prilaku, motif-motif subyektif, perasaan dan emosi yang diamati, merupakan definisi situasi subyek yang diteliti.

Maka subyek akan dapat diteliti secara langsung. Selain itu metode ini dapat meningkatkan penajaman peneliti terhadap cara subyek memandang dan menginternalisasikan kehidupannya, karena itu berhubungan dengan subyek dan dunianya sendiri bukan dalam dunia yang tidak wajar yang diciptakan oleh peneliti.

75 Lexy J Moleong , Metodologi Peneltian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), 4.

76 Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Jilid 1, (Jakarta: Rajawali Press, 1992), 18.

lviii

Penelitian dengan model kualitatif memiliki enam ciri antara lain : 1) memperdulikan konteks atau situasi (concern for content), 2) berlatar ilmiah (natural setting), 3) instrument utama adalah manusia (human instrument), 4) data bersifat deskriptif (deskriptif data), 5) rancangan penelitian muncul bersamaan dengan pengamatan, 6) analisis data secara induktif (inductive analysis). 77

Dalam penelitian kualitatif, peneliti berupaya mendeskripsikan sesuai dengan fokus penelitian dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Penggunaan pendekatan kualitatif ini adalah untuk memahami makna peristiwa, situasi sosial, tingkah laku manusia dan latar belakang alamiah secara holistik kontekstual.

B. Sumber Data

Data adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian (analisis atau kesimpulan), data dapat digolongkan menjadi dua macam, data kualitatif dan data kuantitatif.78 Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang sesuai dengan fokus penelitian.

Sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh, dalam penelitian kualitatif jumlah sumber data bukan kriteia utama, tetapi lebih ditekankan kepada sumber data yang dapat memberikan informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata- kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain- lain.79 Penelitian ini peneliti menggunakan dua sumber data yaitu:

1. Sumber data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertamanya yaitu pemangku adat, serta beberapa warga suku

77 Lexy J Moleong , Metodologi Peneltian Kualitatif., 29

78 Wahidmurni, Cara Mudah Menulis Proposal Dan Laporan Penelitian Lapangan, Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif: Skripsi, Tesis dan Disertasi. (Malang: UMPress, 2008), 41.

79 Lexy, J. Moleong, Metodologi Penelitian., 157.

lix

lampung pesisir sebagai calon muwaris dan ahli waris di Pekon Negeri Agung Kecamatan Talang Padang Kabupaten Tanggamus

2. Sumber data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama. Data ini berupa dokumen- dokumen , laporan kegiatan, dan data warga.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis data kualitatif. Karena data yang diperoleh tersebut dapat diukur secara tidak langsung artinya tidak menggunakan angka melainkan menggunakan kata- kata atau kalimat.80 Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Person (nara sumber), merupakan sumber data yang biasa memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara. Dalam hal ini peneliti mendapatkan data-data atau informasi tentang gambaran umum objek penelitian, karena para nara sumber tersebut dibutuhkan guna kelancaran skripsi penelitian ini.

2. Place (tempat /lokasi) merupakan sumber data yang bisa menyajikan tampilan berupa keadaan, dengan penggunaan metode observasi di Kecamatan Talang Padang Kabupaten Tanggamus seperti letak geografis, kondisi dan lain sebagainya.

3. Paper (dokumen/arsip) merupakan sumber data yang menyajikan tanda- tanda berupa huruf, angka, gambar atau simbol lainnya yang ada di Kecamatan Talang Padang Kabupaten Tanggamus.

C. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh informasi yang jelas, tepat dan lengkap maka peneliti menggunakan beberapa metode, antara lain :

80 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I, (Yogyakarta : Andi Offset, 1995), 66.

lx 1. Metode Observasi

Observasi adalah cara pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara cermat dan sistematik.81 Jadi dalam penelitian ini peneliti melakukan pengamatan secara langsung mengenai kegiatan- kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang berkaitan dan mengenai pandangan secara umum tentang proses pembagian warisan adat Lampung Pesisir. Observasi akan dilakukan dengan pedoman yang ada dan dilaksanakan untuk mengetahui seluruh permasalahan penelitian secara mendalam.

2. Metode Interview/Wawancara

Interview (wawancara) adalah salah satu cara pengumpulan informasi dengan tanya jawab dengan bertatap muka dengan responden.

Metode Interview atau wawancara adalah untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan cara bertanya secara langsung kepada responden”.82 Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara bebas. Pada wawancara bebas, terjadi tanya jawab bebas antara pewawancara dan responden, tetapi pewawancara menggunakan tujuan penelitian sebagai pedoman. Peneliti mengadakan wawancara (interview) secara langsung maupun tidak langsung kepada pemangku adat serta beberapa warga suku Lampung Pesisir sebagai calon muwaris dan ahli waris di Pekon Negeri Agung Kecamatan Talang Padang Kabupaten Tanggamus untuk memperoleh data yang lengkap dan akurat.

81 S. Nasution, Metode Research, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 106.

8 Ibid, 192.

lxi 3. Metode Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen, dan data yang diteliti tersebut dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi, akan tetapi hal ini juga dengan cara mencari data mengenai hal-hal berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, notulen hasil rapat agenda dan sebagainya.83

D. Teknik Penjamin Keabsahan Data

Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi dalam menjamin keabsahan data. Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat difahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Karena itu, triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda dengan cara mengurangi sebanyak mungkin perbedaan yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data.

Denzin dalam Moeloeng, membedakan empat macam triangulasi diantaranya dengan memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Pada penelitian ini, dari keempat macam triangulasi tersebut, peneliti hanya menggunakan teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan sumber. Triangulasi dengan sumber artinya membandingkan dan mengecek

83 Irawan Soeharto, Metode Penelitian Sosial, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1999), 70.

lxii

balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan latar yang berbeda dalam penelitian kualitatif, langkah untuk mencapai kepercayaan itu adalah: 84

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.

3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan masyarakat dari berbagai kelas.

5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

E. Teknik Analisis Data

Sebelum menganalisa suatu data, maka alangkah baiknya jika mengetahui terlebih dahulu tentang maksud dari analisa data. Analisa data adalah proses mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.85 Dalam penerapan teknik analisa data kualitatif deskriprif menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:86

1. Reduksi Data

Miles dan Huberman mengatakan bahwa reduksi adalah suatu proes pemilihan, pemusatan, pemerhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data mentah atau data yang muncul dari

84 Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian., 331

85 Ibid., 103

86 Ibid, 288

lxiii

catatan-catatan tertulis dilapangan. Data-data yang terkumpul akan semakin bertambah, oleh sebab itu laporan tersebut harus dianalisis sejak dimulainya penelitian kemudian laporan-laporan tersebut perlu direduksi yaitu dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian yang diteliti, kemudian dicari tentang temannya. Data-data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencarinya jika sewaktu- waktu diperlukan.

2. Display Data (Penyajian Data)

Penyajian data adalah penyusunan informasi yang kompleks ke dalam suatu bentuk yang sistematis sehingga menjadi lebih selektif dan sederhana, serta memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan (Miles dan Huberman). Sehubungan data yang diperoleh terdiri dari kata-kata, kalimat atau paragraf-paragraf, maka uraian (teks) naratif yang panjang dan terpencar-pencar bagian demi bagian tersusun kurang rapi, maka dari itu informasi yang bersifat kompleks disusun ke dalam suatu kesatuan bentuk yang lebih sederhana dan selektif sehingga akan mudah dipahami.

Analisa data dilakukan secara terus menerus guna panarikan suatu kesimpulan yang dapat menggambarkan keadaan yang terjadi di Kecamatan Talang Padang Kabupaten Tanggamus. Analisis data yang terus menerus mempunyai implikasi terhadap pengurangan dan penambahan data yang dibutuhkan, hal ini memungkinkan peneliti untuk kembali lagi kelapangan.

3. Kesimpulan

Tahapan yang paling akhir dalam proses analisa data adalah verifikasi atau kesimpulan hasil yang diperolehnya. Dalam analisa peneliti berusaha mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering muncul dan sebagainya. Jadi dari data yang peneliti dapatkan di Kecamatan Talang Padang Kabupaten Tanggamus itu kemudian peneliti mencoba untuk mengambil kesimpulan, pada mulanya kesimpulan itu kabur tapi lama-kelamaan semakin jelas karena data yang diperoleh semakin banyak dan mendukung serta saling melengkapi satu sama lain.

Dokumen terkait