• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. KERANGKA PEMIKIRAN

2.3 Relationship (Hubungan)

2.3.2 Social Penetration Theory (SPT)

perempuan lebih menyukai jenis percintaan yang mengutamakan pertemanan, kemampuan untuk diandalkan, dan komitmen (Hendrick dan Foote dalam Devito, 2004:292). Perempuan juga ditemukan mengalami pengalaman hubungan percintaan lebih awal daripada laki-laki. Penelitian lain menyebutkan bahwa laki- laki lebih romantis daripada perempuan (LeVine, 1994 dalam DeVito, 2004:293).

Seiring dengan berjalannya waktu hubungan tersebut akan menjadi semakin intim. Namun tidak semua hubungan akhirnya berakhir pada hubungan intim. Pada banyak kasus hubungan berhenti di tengah-tengah antara hubungan dangkal dan intim.

 Perkembangan hubungan pada umumnya sistematik dan dapat diprediksi. Seperti hal nya dalam proses komunikasi walaupun bersifat dinamis dan seringkali berubah tetapi perkembangan hubungan akan mengikuti pola tertentu.

 Perkembangan hubungan juga termasuk depenetration dan dissolution. Dalam hubungan selain berubah menjadi intim berlaku pula kebalikannya yaitu saat hubungan hancur.

Self disclosure merupakan inti dari perkembangan hubungan. Self disclosure adalah proses yang disengaja untuk mengungkapkan informasi pribadi kepada orang lain. Informasi yang dibagi adalah yang sifatnya penting dan akan bermakna pada perubahan hubungan menuju tahap selanjutnya.

Analogi Bawang

Model pertama yang digunakan oleh Altman dan Taylor untuk menjelaskan SPT adalah analogi bawang. Altman dan Taylor (dalam Wood, 2004:200) menggunakan bawang untuk menganalogikan manusia yang memiliki kepribadian berlapis-lapis. Setiap lapisannya terdiri dari kepribadian tertentu yang semakin lama semakin mendalam. Altman dan Taylor menyatakan bahwa untuk mengembangkan hubungan, seseorang akan menembus lapisan kepribadian dari manusia, dimulai dari lapisan terluar (sesuatu yang dangkal seperti jenis musik, makanan, atau buku yang disukai atau hal-hal yang dapat dilihat dengan mata telanjang seperti suku atau penampilan fisik), kemudian ke lapisan tengah (pandangan politik dan perilaku sosial), lapisan dalam (nilai spiritual, kepercayaan, tujuan hidup, harapan, dan ketakutan), dan kemudian akhirnya menuju inti dari konsep diri.

Lebih lanjut Altman dan Taylor (dalam West dan Turner, 2007:191)

menyebutkan bahwa pertukaran pesan (reciprocity) menjadi hal yang penting

yaitu ketika kedua belah pihak sama-sama terbuka tentang dirinya, bukan hanya satu pihak. Masih terkait dengan self-disclosure, terdapat dua dimensi untuk menjelaskannya yaitu keluasan (bredth) dan kedalaman (depth).Keluasan berarti banyaknya informasi yang didiskusikan dalam hubungan tersebut. Selain itu juga terkait dengan banyaknya waktu yang digunakan untuk saling berkomunikasi.

Kedalaman merupakan tingkat intimasi yang mengarahkan pada topik diskusi.

Pada awal hubungan seseorang akan mendiskusikan hal-hal yang remeh temeh.

Namun, seiring dengan meningkatnya intimasi maka topik diskusi akan beralih ke hal-hal yang lebih intim dan penting.

Dari analogi bawang diatas tentang kedalaman dan keluasan dapat ditarik kesimpulan. Pertama, perubahan pada lapisan dalam seseorang (nilai, tujuan) akan berefek lebih besar daripada perubahan pada lapisan terluar (penampilan, hobi).

Kedua, semakin dalam dan intim berkomunikasi maka seseorang akan merasa semakin rapuh. Kerapuhan seesorang tersebut bergantung pada respon pasangan.

Bila pasangan menunjukkan dukungan maka perasaan tersebut akan semakin kecil.

Berikutnya Altman dan Taylor (dalam West dan Turner, 2007:194) membagi tahap perkembangan hubungan menjadi empat bagian yaitu orientation, exploratory affective exchange, affective exchange, dan stable exchange. Tahap pertama adalah orientation yaitu tahap awal dari sebuah hubungan yang berlangsung di ruang publik ketika seseorang hanya menyatakan sedikit tentang dirinya kepada orang lain. Seseorang akan sangat berhati-hati dalam berperilaku.

Dalam tahap ini komentar seringkali klise dan dangkal. Seseorang akan berperilaku secara normatif sesuai dengan keinginan masyarakat dan takut akan mengecewakan harapan orang lain akan dirinya. Selain itu seseorang akan tersenyum dan bertingkah sopan. Dalam tahap ini seseorang tidak akan mengkritik karena akan dinilai sebagai hal yang tidak pantas dan akan membahayakan tahapan selanjutnya. Kedua belah juga menghindari terjadinya konflik sehingga mereka memiliki kesempatan untuk mengenal satu sama lain.

Tahap kedua adalah exploratory affective exchange terjadi ketika

kepribadian seseorang mulai tampak di mata orang lain. Sesuatu yang dulunya

merupakan rahasia sekarang telah diketahui bersama. Tahap ini sering disamakan

dengan hubungan tetangga yang dekat. Tahap ini juga melibatkan komunikasi

verbal dan non verbal. Dalam tahapan ini seseorang akan mulai mengungkapkan sesuatu secara spontan karena merasa lebih santai satu sama lain. Selain itu, mereka juga menunjukkan keintiman melalui sentuhan atau ekspresi wajah.

Altman dan Taylor menyatakn bahwa banyak hubungan yang tidak akan melampaui tahapan ini.

Tahap ketiga adalah affective exchange yang seringkali disamakan dengan pertemanan dekat atau pasangan kekasih. Dalam tahapan ini komunikasi terjalin lebih lepas dan spontan yaitu ketika individu seringkali membuat keputusan secara spontan yang terkadang mengabaikan hubungan itu sendiri. Tahapan ini menunjukkan adanya komitmen antar individu ketika keduanya telah merasa nyaman satu sama lain. Dalam hubungan tahap ini kedua belah pihak akan menggunakan cara-cara yang unik untuk berkomunikasi. Misalnya tersenyum untuk menyatakan “aku mengerti”. Mereka juga menggunakan personal idiom yang merupakan cara privat untuk menyatakan keintiman melalui kata, frasa, atau perilaku. Misalnya menggunakan panggilan sayang seperti “sweety” atau “honey”.

Tahap yang terakhir adalah stable exchange yang hanya terdapat pada sebagian kecil hubungan. Tahapan ini tekait keterbukaan sepenuhnya dalam pemikiran, perasaan, dan perilaku yang kemudian mengarahkan pada tingkat spontanitas dan keunikan yang tinggi. Dalam tahap ini pasangan sangat intim dan mereka mampu memprediksi perilaku pasangannya dengan tepat.

Teori ini juga tidak lepas dari kritikan terkait sifatnya yang linear. Para ahli mempertanyakan apakah dengan begitu maka hubungan antar individu akan selalu mencapai tahap intim tanpa ada kemungkinan hancur atau kembali ke tahap sebelumnya. Selain itu, tahapan yang dikemukakakan terkesan hanya menangkap image atau event yang berlangsung di masyarakat. Selain itu, tahapan ini sifatnya juga tidak mutlak dan bergantung pada lingkungan, latar belakang, dan nilai-nilai yang dianut oleh seseorang.