• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sterilisasi Eksplan

Kondisi aseptik pada kultur in vitro diperlukan untuk menghindari kontaminasi, baik yang berupa cendawan maupun bakteri. Salah satu cara untuk meminimalisasi kontaminasi adalah dengan sterilisasi. Sterilisasi eksplan dapat

menggunakan beberapa pensterildi antaranya: calcium hipoklorit, natrium hipoklorit (NaOCl 2), fungisida, bakterisida, alkohol, dan antibiotik. Eksplan yang digunakan untuk inisiasi adalah sisik umbi lili lokal Tawangmangu, lokal Parompong, dan Purple Maroon dengan 3 ulangan yang masing-masing ulangan terdiri dari 10 botol.

Sterilisasi sisik umbi diawali dengan memisahkan umbi menjadi beberapa sisik umbi. Selanjutnya, sisik umbi direndam selama 1 jam dengan fungisida 1% dan antibiotik 1.250 mg/l akuades (Gambar 3A). Setelah satu jam perendaman, eksplan dibilas dengan akuades 6-7 kali hingga bersih. Di dalam laminar air flow, eksplan kembali direndam pada larutan alkohol 70%-80% selama 3 menit, lalu bilas dengan akuades 6-7 kali. Langkah selanjutnya sisik umbi dikocok dalam larutan natrium hipoklorit 30% selama 15 menit. Setelah 15 menit, sisik umbi dibilas dengan akuades steril sebanyak 6-7 kali hingga bersih (Gambar 3B).

Eksplan sisik umbi yang telah disterilisasi, selanjutnya dilukai di bagian samping dan tengahnya untuk merangsang pertumbuhan tunas (Gambar 3C).

Eksplan yang telah dilukai lalu ditanam pada media inisiasi tunas dan disimpan pada ruang inkubasi pada suhu 250C-280C. Hasil kultur diamati 7 hari setelah tanam.

Gambar 3. Tahapan sterilisasi eksplan sisik umbi, perendaman pada larutan fungisida dan antibiotik (A), perendaman pada larutan alkohol dan NaOCl (B), dan sisik umbi yang telah dilukai (C).

Respons eksplan terhadap media kultur terlihat 7 hari setelah kultur. Respons tersebut dapat berupa pembentukan tunas dan ada tidaknya kontaminasi oleh cendawan atau bakteri. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa lili varietas Purple Maroon dan lili lokal Tawangmangu memiliki tingkat kontaminasi yang paling rendah bila dibandingkan lili lokal Parompong yaitu hanya sebesar 25,00% dan 31,02%. Hal ini disebabkan oleh asal lingkungan media tumbuh lili tersebut. Lili Purple Maroon dan lili lokal Tawang Mangu ditanam di dalam polybag dan ditempatkan di rumah plastik sehingga tingkat kontaminan cukup rendah. Berbeda dengan lili lokal Parompong yang ditanam di lahan terbuka, sehingga tingkat kontaminan cukup tinggi.

Tabel 1. Respons beberapa jenis lili pada media kultur in vitro Jenis lili Persentase

kontaminasi

Waktu terbentuk tunas (hari)

Persentase bertunas

Jumlah tunas

Lokal Tawang Mangu 31,02 7,60 62,81 3,79

Lokal Parompong 60,80 9,00 60,80 2,40

Purple Maroon 25,00 10,00 74,50 6,30

Sisik umbi lili yang tidak terkontaminasi jamur maupun bakteri mengalami perubahan warna dari putih kekuningan menjadi kehijauan. Tampak bagian tepi bekas luka irisan berubah warna menjadi kecokelatan dan muncul tunas mikro dari bekas luka potongan. Eksplan berkembang secara langsung tanpa melalui tahap pembentukan kalus. Lili lokal Tawangmangu memiliki respons lebih cepat bertunas bila dibandingkan dua jenis lili yang lainnya (7,60 hari), akan tetapi tunas yang terbentuk lebih sedikit bila dibandingkan dengan Purple Maroon, yaitu 6,30 tunas, walaupun waktu yang dibutuhkan untuk membentuk bakal tunas cukup lama yaitu 10 hari (Tabel 1).

Persentase bertunas (%) ketiga jenis lili cukup tinggi, yaitu 60,80% hingga 74,50%. Lili Purple Maroon menghasilkan rata-rata tunas terbanyak bila dibandingkan lili yang lain yaitu 74,50%. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena ukuran sisik umbi Purple Maroon lebih lebar sehingga peluang untuk membentuk tunas lebih besar. Dengan demikian, jumlah bulblet yang terbentuk, secara teoritis, ditentukan oleh luas permukaan sisik umbi lili. Hal ini disebabkan semakin besar luas permukaan eksplan, maka (1) jumlah media kultur yang terabsorbsi oleh eksplan semakin besar (Luong dan Ket, 1993), (2) kandungan nutrien, auksin, dan sitokinin endogen juga semakin besar (Gamborg, 1984), dan (3) jumlah sel yang yang akan mengekspresikan totipotensinya juga semakin banyak (Mantell et al., 1985). Waktu terbentuknya tunas relatif lebih cepat (7 hari), hal ini menunjukkan bahwa kandungan dan keseimbangan relatif zat pengatur tumbuh endogen (auksin dan sitokinin) pada sisik umbi lili sudah tinggi. Zat pengatur tumbuh tersebut digunakan untuk beregenerasi membentuk tunas dan bulblet, sehingga dengan penambahan zat pengatur tumbuh yang tepat pada medium kultur, akan mempercepat pertumbuhan (Winarsih et al., 1998)

Gambar 4. Inisiasi tunas lili dari sisik umbi, varietas lokal Tawangmangu (A), varietas lokal Parompong (B), Purple Maroon (C). ( Umur 7-10 hari setelah tanam)

Proses pembentukan tunas mikro diawali dengan pembengkakan pada bekas luka potongan sisik umbi. Proses ini terjadi karena pembelahan sel dalam jaringan subepidermal parenkimatis (Robb, 1957). Pada lili Lokal Tawangmangu dan Lokal Parompong, bakal tunas hanya terbentuk di bagian samping sisik umbi (Gambar 4A dan B), sedangkan pada lili Purple Maroon bakal tunas terbentuk hampir di seluruh bagian yang dilukai (Gambar 4C). Pembengkakan pada umbi selanjutnya berkembang dan membentuk titik tumbuh tunas dan selanjutnya muncul daun pada titik tumbuh tersebut. Ujung daun terus memanjang membentuk helaian daun (lamina) dan pelepah daun yang disusul oleh pembentukan helaian daun baru.

Selanjutnya dalam waktu yang tidak lama (sekitar 2 minggu) setelah munculnya helai daun pertama (Gambar 5A), muncul akar pada dasar tunas mikro (Gambar 5B).

Secara morfologis susunan dan bentuk helaian daun pada tunas mikro hasil kultur in vitro mirip dengan tunas yang dihasilkan dari umbi lili di lapang. Namun, terdapat perbedaan mendasar pada pola pembentukannya. Tunas lili di lapang dihasilkan dari umbi yang didahului dengan pembentukan sisik umbi, tetapi tunas mikro yang dihasilkan secara in vitro tanpa didahului pembentukan sisik umbi (scale) maupun bulblet.

Gambar 5. Tunas mikro lili yang terbentuk (A), akar yang mulai tumbuh (B) 4. Perbanyakan Tunas

Regenerasi lili yang berasal dari sisik umbi merupakan bagian penting dalam perbanyakan lili secara in vitro. Tahapan ini umumnya untuk menyediakan benih secara massal baik berupa planlet maupun umbi lili. Upaya untuk mendapatkan produksi planlet dan umbi lili yang maksimal diperlukan media yang sesuai. Media yang sesuai diperoleh dengan melakukan optimasi media regenerasi lili. Setelah tunas lili terbentuk sempurna atau umur tanaman sekitar 4-7 minggu setelah tanam,

tunas bisa dipisahkan satu persatu kemudian daun dan akar dipotong laluditanam pada media regenerasi tunas yaitu media MS yang ditambah 45 g/l gula (Gambar 6).

Kombinasi media tersebut merupakan media yang paling optimum untuk perbanyakan tunas.

Media MS yang ditambah 45 g/l gula mampu meregenerasi tunas lili.

Subkultur dilakukan setiap 2 minggu sekali ke media yang sama. Tunas yang terbentuk biasanya berjumlah 2 hingga 3 tunas yang tumbuh selain tunas utama yang selanjutnya bisa ditanam kembali ke media yang sama hingga daun dan akar terbentuk sempurna. Menurut Setiawati (2007), jumlah tunas lili yang terbentuk tergantung pada media dan jenis lili yang digunakan. Perbanyakan tunas lili selama enam bulan menghasilkan rata-rata 76 tunas yang berasal dari satu sisik umbi.

Gambar 6. Proses subkultur tunas hasil inisiasi pada media perbanyakan tunas 5. Pembesaran Umbi

Tanaman lili dikembangkan untuk produksi bunga dan umbi. Scale umbi secara morfologi mengandung nutrisi dan menyimpan air yang sangat dibutuhkan oleh tanaman itu sendiri. Pembesaran umbi diperlukan untuk memaksimalkan produksi umbi nantinya di lapang. Pembungaan lili memerlukan ukuran umbi sebesar 4-5 cm, apabila ukuran umbi tidak maksimal akan memengaruhi pembungaan atau bunga yang dihasilkan tidak maksimal. Oleh karena itu, proses perbanyakan lili secara in vitro tidak hanya sampai tahap perbanyakan tunas, akan tetapi diperlukan proses pembesaran umbi. Pembentukan umbi merupakan fenomena kompleks dan dipengaruhi banyak faktor, antara lain nutrisi, lingkungan, genetik, daun, dan asimilasi. Upaya untuk mengurangi beberapa pengaruh tersebut dilakukan dengan pengembangan secara in vitro dalam lingkungan terkontrol (Arteca, 1995).

Pembesaran umbi lili secara optimal dapat diperoleh pada media pengumbian yang sesuai. Pembesaran umbi lebih ditentukan oleh gula pada media tumbuh. Hasil penelitian Kurniati et al. (2014) bahwa gula optimum untuk pembesaran umbi optimal adalah 45 g/l. Lili yang digunakan adalah lili varietas Arum Sari. Deskripsi lili varietas Arum Sari terdapat pada lampiran 2 dan media yang dipakai dalam pembesaran umbi mikro adalah media pupuk majemuk (20:20:20) dengan perlakuan gula 10 g/l, 20 g/l, 30 g/l, dan 40 g/lt. Pupuk majemuk mengandung hara makro- mikro yang lengkap. Pupuk tersebut mengandung N, P, K, S, Mg, Fe, Zn, Ca, Co, Mn, Mo, B, dan Cu yang hampir sama dengan komponen hara makro-mikro medium MS.

Tabel 2 menunjukkan bahwa lili yang ditanam pada media yang mengandung gula 40 g/l memiliki rata-rata jumlah daun tertinggi dibandingkan dengan lili yang ditanam pada media lain yaitu 1,00. Panjang daun, diameter umbi, dan rata-rata tertinggi diperoleh pada lili yang ditanam di media UB-4. Penambahan diameter umbi lili kemungkinan disebabkan oleh kandungan gula yang tinggi pada media UB- 4, yaitu sebesar 40 g/l. Kandungan gula yang tinggi berpengaruh dalam morfogenesis. Pada konsentrasi gula yang lebih tinggi, tanaman bertunas menjadi berkurang dan ukuran sisik umbi menjadi meningkat (Yamagishi, 1995).

Akar lili mulai terbentuk pada dua minggu setelah tanam pada kondisi kurang cahaya dengan intensitas 25%. Pembentukkan akar terbanyak pada media UB-3 atau media pupuk majemuk dengan gula 30 g/l (1,79).

Tabel 2. Data pengamatan pembesaran umbi lili varietas Arum sari Media Jumlah daun

(helai)

Panjang daun (cm)

Diameter umbi (mm)

Jumlah akar

Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata

UB-1 0,74±0,60 2,80±2,55 0,77±0,18 1,09±0,69

UB-2 0,99±0,55 3,59±2,26 0,73±0,18 1,43±0,96

UB-3 0,90±0,64 3,22±2,50 0,78±0,17 1,79±1,11

UB-4 1,00±0,55 3,61±2,25 0,79±0,15 1,77±0,98

ket: UB-1 : Pupuk majemuk + 10 g/l gula, UB-2 : Pupuk majemuk + 20 g/l gula, UB-3 : Pupuk majemuk + 30 g/l gula, dan UB-4 : Pupuk majemuk + 40 g/l gula.

Respons umbi yang terbentuk pada beberapa media 4 minggu setelah kultur diawali dengan pembentukan daun, selanjutnya akar mulai terbentuk dan diameter umbi mulai bertambah. Pada lili yang ditanam pada media UB-4, umbi yang terbentuk terlihat lebih besar bila dibandingkan lili yang lainnya (Gambar 7). Pupuk majemuk dapat digunakan untuk pembesaran umbi karena mampu menstimulasi pertumbuhan eksplan yang maksimal dan tetap memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan propagula in vitro.

Gambar 7. Pengaruh media pembesaran umbi pada lili varietas Arum Sari. (A) UB- 1, (B) UB-2, (C) UB-3 , dan (D) UB-4

Dokumen terkait