meningkatnya kyphosis pada pertengahan vertebrae thoracalis yang disertai dengan meningkatnya lordosis lumbal. Kyphosisnya biasanya smooth (merupakan lengkungan membusur) dan kaku, dan sering disertai ketegangan pada fascia thoracolumbal dan ketegangan otot-otot hamstring (Pappas 1989). Kondisi ini sering dijumpai pada remaja yang aktif yang menderita nyeri thoracal atau lumbal selama atau sesudah melakukan aktivitas fisik.
Oleh karena kondisi ini paling sering ditemukan pada 2-3 tahun terakhir dari masa pertumbuhan skelet, maka diagnosa dini dan modifikasi aktivitas fisik yang signifikan untuk meminimalkan gerakan flexi dan extensi spina yang berulang-ulang disertai pengobatan konservatif dan agresif sangat perlu. Bila telah terjadi wedging yang signifikan (>5o), perlu tindakan rehabilitasi medik khusus. Program fisioterapi yang komprehensif hendaknya diarahkan untuk meminimalkan ketegangan fascia thoracolumbal dan otot- otot hamstring serta perlu juga memperkuat otot-otot abdominal.
Penyakit Blount
Penyakit Blount (osteochondrosis deformans tibiae) dapat terjadi pada bagian posteromedial dari lempemg pertumbuhan tibia bagian proximal. Hal ini mengakibatkan deformitas rotasi dan varus pada tibia proximal. Bila sampai menimbulkan masalah, perlu tindakan ortopedik.
panjang tungkai bawah, tulang-tulang tarsal, metatarsal, femur, tulang- tulang panggul dan corpora vertebrales. Stress fraktur diafise dapat didiagnosa dengan mudah secara klinis, atau bila terdapat keraguan, dilakukan scanning tulang. Stress fraktur pada lempeng pertumbuhan telah pula dijumpai khususnya pada epifisis radial distal pada pesenam.
Penyembuhan meliputi modifikasi kegiatan dalam batas rasa nyeri dan hanya sedikit terjadi kasus gangguan pertumbuhan akibat cedera demikian. Stress fraktur kritis tertentu, khususnya pada collum femoris, os naviculare dan pars artikularis spina lumbalis memerlukan diagnosa dini untuk mencegah komplikasi dan kadang memerlukan pertolongan operasi. Atlet muda yang terlibat dalam kegiatan fisik dengan hiperextensi dan kerap rotasi pada spina lumbalis misalnya senam, loncat indah, blocking pada American football atau fast-bowling pada cricket, berisiko mengalami stress fraktur pada pars artikularis spina vertebra lumbalis bagian yang lebih di bawah. Kondisi ini sering berkaitan dengan teknik yang salah, dan nyeri pinggang yang lebih berat terjadi pada aktivitas. Berdiri dengan extensi spina lumbalis dan flexi ke arah sisi yang nyeri dengan berat badan pada tungkai ipsilateral akan menimbulkan rasa nyeri. Perlu dilakukan scanning tulang dini untuk meyakinkan diagnosa oleh karena stress fraktur pars interartikularis bilateral dapat menyebabkan terganggunya fungsi saraf (spondylolysis). Hal ini dapat menyebabkan terjadinya pergeseran corpus vertebra yang bersangkutan ke depan (spondylolisthesis), yang bila parah memerlukan tindakan operasi untuk mencegah deformitas, nyeri punggung, dan nyeri tunjukan (referred pain) yang permanen. Dalam kasus yang unilateral, diperlukan istirahat, dengan identifikasi kesalahan teknik atau faktor lain, disertai program rehabilitasi yang penuh.
Sindrom malalignment (kesalahan penjajaran)
Malformasi muskuloskeletal congenital atau malalignment dapat menjadi masalah yang signifikan bagi anak yang terlibat dalam aktivitas fisik.
Misalnya sindrom kaki dan tungkai bawah. Dalam Bab ini hanya akan dibahas Koalisi Tarsal untuk sekedar mendeskripsikan diagnosa dan managemen masalah demikian pada atlet remaja.
KOALISI TARSAL
Koalisi tarsal disebabkan oleh adanya fusi antar tulang-tulang tarsal. Hal ini terjadi paling umum antara tulang calcaneus dengan tulang naviculare dan antara calcaneus dengan talus. Lebih banyak dijumpai pada laki-laki, sering bersifat keturunan dengan trait autosomal yang dominan dan oleh karena itu biasanya terdapat riwayat keluarga yang jelas mengenai adanya nyeri kaki yang sama. Koalisi tarsal hanya terjadi pada 1% populasi umum tetapi sekitar 40% pada keluarga dekat orang-orang yang didiagnosa dengan koalisi tarsal. Biasanya bilateral dan didapat sejak lahir, tetapi biasanya tidak timbul sampai sesudah usia pubertas oleh karena terjadinya trauma minor pada ankle, atau aktivitas lari dan lompat yang berulang-ulang.
Gejala yang paling umum adalah nyeri pertengahan kaki yang kronik, kadang disertai dengan pincang. Gerakan sendi subtalar sering jelas terhambat, khususnya pada koalisi talocalcaneal dan sering disertai dengan kaki yang datar (flat foot) dan kaku (kelainan valgus). Kaki juga dapat memendek pada bagian depan dan pada sejumlah kecil kasus terdapat spasme otot-otot peroneal yang persisten.
Pada kasus yang ringan, dengan sedikit hambatan pada gerakan subtalar, pengaturan orthotik sering bermanfaat. Immobilisasi jangka pendek dengan gips tungkai yang pendek untuk 3-6 minggu dengan kaki belakang sedikit dalam posisi varus, juga dapat berguna untuk mengurangi gejala dan
memungkinkan kembali ke aktivitas. Kasus yang berat memerlukan tindakan orthopedic khusus. Bila nyeri tidak juga hilang walau telah diberi terapi konservatif, atau spasme otot menjadi masalah, perlu dilakukan tindakan bedah sebelum terjadinya perubahan-perubahan degeneratif.
Kepustakaan
Watson,A.S. : Children in Sport, dalam Textbook of Science and Medicine in Sport, Blackwell Scientific Publications, 1992.
Australian Sports Commission (1990): Beginning for Coaching, Coaching Children, pp 87-91.
PENYAKIT KRONIK, PENYAKIT AKUT DAN KEGIATAN OLAHRAGA PADA ANAK
H.Y.S.Santosa Giriwijoyo dan Lucky Angkawijaya Roring PENYAKIT KRONIK DAN PARTISIPASI DALAM OLAHRAGA
Banyak atlet muda yang keterlibatannya dalam aktifitas olahraga terhambat oleh masalah kesehatannya yang kronik. Beberapa kegiatan olahraga tertentu dapat menyebabkan masalah khusus atau risiko bagi individu demikian. Pemahaman terhadap keterbatasan yang disebabkan oleh penyakit demikian memungkinkan dokter olahraga dan mereka yang terlibat dalam supervisi medis terhadap kegiatan olahraga, memberikan rekomendasi keterlibatan dalam macam olahraga dan latihan apa, dengan meminimalkan risiko dan memaximalkan manfaat dari kegiatan fisik itu.
Asthma
Hampir semua anak muda yang asthmatic akan mengalami bronchospasme yang diinduksi oleh olahraga (exercise-induced- bronchospasm = EIB) atau asthma yang diinduksi oleh olahraga (exercise- induced-asthma = EIA). EIB juga dapat terjadi pada sebagian non-asthmatik yang menderita hay fever (demam alergi terhadap serbuk bunga), bronchitis atau fibrosis cystica. Asthma yang terjadi dapat bervariasi dari yang sangat berat (sangat sesak nafas) sampai kepada yang sangat ringan yang hanya