• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BIOGRAFI BUYA HAMKA DAN TAFSIR AL-AZHAR

B. Tafsir al-Azhar

1. Latar Belakang Penulisan Kitab

Seperti yang dikemukkan oleh Hamka dalam Muqaddimah tafsir Al-Azhar dilatar belakangi beberapa Faktor, diantaranya bahwa tafsir ini merupakan kajian pada Masjid Agung Al-Azhar sendiri dan juga sebagai ucapan terima kasih Hamka kepada Al-Azhar yang telah memberikan Hamka gelar ilmiah Ust𝑎̅dziyyah Fakhriyyah (Doctor Honoris Causa)53

Setelah menyampaikan kuliah Subuh kepada sekitar seratus jama’ah wanita di Masjid Agung Al-Azhar, tidak lama kemudian Hamka ditangkap tepatnya Pada hari senin 27 Januari 1964 Hamka oleh penguasa Orde Lama, sehingga kegiatan dalam menafsirkan Al-Qur’an di Masjid Agung Al-Azhar terpaksa dihentikan.

Setelah Orde Lama tumbang dan mulai muncul Orde Baru, Hamka memperoleh kebebasannya kembali. Hamka dibebaskan pada tanggal 21 Januari 1966 dengan kurun waktu dua tahun dalam penahanan. Kesempatan bebas dari tahanan ini

53 Husnul Hidayati, Metodologi Tafsir Kontekstual Al-Azhar Karya Buya Hamka, dalam Jurnal El- Umda Jurnal El-Umda Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Vol. 1. No. 1, (Mataram: UIN Mataram, 2018), h. 30.

30

digunakan oleh Hamka untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan penulisan tafsir Al-Azhar, yang telah di garapnya di sejumlah tempat tahanan. Ketika perbaikan dan penyempurnaan itu dirasakan memadai, barulah kemudian buku Tafsir Al-Azhar diterbitkan.

2. Metode Tafsir Al-Azhar

Metode yang di gunakan dalam tafsir Al-Azhar adalah tafsir Tahl𝑖̅l𝑖̅ (korelasi metode dengan tafsir) karena di awali dari surah Al-F𝑎̅tihah dan di akhiri dengan surah An-N𝑎̅s, dengan pendekatan tafsir Bi Al-Ma’ts𝑢̅r dan tafsir Bi Al-Ra’yi serta dengan corak Adabi Ijtim𝑎̅’i yaitu sebuah corak tafsir Al-Qur’an yang cenderung kepada persoalan sosial kemasyarakatan dan lebih banyak mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan perkembangan kebudayaan yang sedang berlangsung. Dalam kajian tafsir Al-Azhar, Buya Hamka menghindari pertikaian mazhab dan tidak Ta’assub (fanatik/intoleransi) pada suatu paham.54

Buya Hamka dalam menyampaikan tafsirnya menggunakan bahasa yang mudah untuk di fahami, dan menyatakan bahwa penafsirannya tidak terlalu tinggi dan mendalam. Sehingga yang dapat memahaminya tidak hanya sesama ulama melainkan masyarakat awam maupun intelektual.55

Kemudian Buya Hamka dalam menjelaskan tafsirnya menggunakan metode Muqarrin yaitu tafsir berupa penafsiran sekelompok ayat-ayat yang berbicara dalam suatu masalah dengan membandingkan antara ayat dengan ayat atau ayat dengan hadits, dan dengan menonjolkan segi-segi perbedaan tertentu antara objek yang di bandingkan dengan cara memasukkan penafsiran ulama tafsir yang lain.56

54Bazid Akhmad, Studi Metodologi Tafsir, (Sumatra Barat: Insan Cendikia Mandiri, 2021), h. 90.

55Ibid., h. 77.

56Aviv Alviyah, “Metode Penafsiran Buya Hamka dalam Tafsir AL-Azhar”, Vol. 15, Nomor 1, Januari 2016, h. 31.

31

Dalam kitab ini Hamka menunjukkan penekanan pada penjelasan makna dari kosa kata, Buya Hamka cukup banyak memberikan penekanan dengan menyeluruh pada pemahaman, makna maupun petunjuk pada ayat yang ditafsirkan. 57

3. Corak Tafsir Al-Azhar

Tafsir Al-Azhar memiliki corak kebudayaaan masyarakat, namun tafsir ini juga membahas mengenai fiqih, tasawuf, sains, filsafat dan sebagainya. Corak yang mendominasi tafsir Al-Azhar adalah Adabi Ijtim𝑎̅𝑖 () dengan keindahan bahasa Melayu yang disajikan berdasarkan konteks sosial masyarakat di masanya. Gaya bahasa yang digunakan dalam mengembangkan tafsirnya begitu beragam dan merupakan corak bahasa yang bisa digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, sehingga relatif mudah bagi pembacanya yang mayoritas warga Indonesia untuk memahami maksud dari tafsirnya.58

Di samping itu, Buya Hamka memberikan penjelasan berdasarkan kondisi sosial yang sedang berlangsung (Pemerintahan Orde Lama) dan situasi politik. Misalnya:



































































“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang

57M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pena Madani, 2003), Cet ke II, h. 23-24.

58Ibid., h. 35.

32

menyembunyikannya, Maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya;

dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”59

Adapun terkait kisah Isr𝑎̅’iliyy𝑎̅t, Buya Hamka memberikan penjelasan bahwa itu adalah sebuah dinding yang menhambat orang dari kebenaran Al-Qur’an. Apabila terdapat riwayat-riwayat Isr𝑎̅’iliyy𝑎̅t dalam tafsir ini maka tidak lain hanyalah sebagai pengingat saja.60

4. Berbagai Komentar Terhadap Tafsir Al-Azhar Karya Buya Hamka

Salah satu ciri yang paling menonjol pada diri Buya Hamka yaitu Hamka tidak pernah menuntut ilmu di Timur Tengah secara formal, akan tetapi Hamka mampu menafsirkan Al-Qur’an yang memiliki kesamaan dengan tafsir-tafsir yang ada di dalam Islam. Namun demikian, tafsir Al-Azhar tidak lepas dari berbagai sentuhan problem-problem umat Islam di Indonesia dan juga menzahirkan upaya penafsiran dalam mengetengahkan corak pemikiran dan penafsiran yang kontemporer.61

Adapun pendapat para Ulama tentang tafsir Al-Azhar yaitu: Menurut Abu Syakirin tafsir Al-Azhar merupakan karya Hamka yang memperlihatkan akan keluasan pengetahuan dan hampir mencangkup semua disiplin ilmu penuh informasi, sedangkan Moh. Syauqani Md Zhahir mengatakan tafsir Al-Azhar merupakan kitab tafsir Al-Qur’an yang lengkap dalam bahasa Melayu yang boleh di anggap sebagai yang terbaik untuk masayarakat Melayu Muslim.62

Kemudian keistimewaan dari tafsir Al-Azhar yaitu di awali dengan dengan pendahuluan yang membicarakan tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an seperti; definisi Al- Qur’an, Makiyyah atau atau Madaniyyah, Nuz𝑢̅l Al-Qur’an, pembukuan mushaf,

59QS. Al-Baqarah [2]: 283, Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an ..., h. 49.

60Ibid., h. 32.

61Aviv Alviyah, “Metode Penafsiran Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar”, Vol. 15, Nomor 1, Januari 2016, h. 34.

62Ibid.

33

haluan tafsir, sejarah tafsir Al-Azhar dan I’j𝑎̅z. Dan menggunakan bahasa Indonesia atau Melayu sehingga memudahkan pembaca memahami tafsirnya. Buya Hamka tidak hanya menafsirkan menggunakan pendekatan bahasa, ilmu-ilmu sosial, dan Ushul Fiqh saja, akan tetapi dengan bidang yang lain juga. Adapun kelemahan dari tafsir Al-Azhar yaitu; yang dicantumkan terkadang hanya arti dari hadits saja tanpa mencantumkan teks haditsnya, dan terkadang juga tidak ditemukan sumber haditsnya.

Contohnya: “... Hadits Abu Hurairah secara umum menyuruh takbir apabila imam telah takbir dan berdiam diri apabila imam telah membaca surah Al-F𝑎̅tihah.” Inipun umum. Maka dikecualikan dia oleh hadits ‘Ubadah tadi, yang menegaskan larangan Rasulullah SAW membaca apapun, kecuali membaca surah Al-F𝑎̅tihah. Dan bahasa yang digunakan dalam menafsirkan dan menjelaskan tentang suatu bahasa terkadang tidak mengikuti kaidah EYD, karena masih bercampurnya antara bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu.63

63Ibid., h. 34-35.

34 BAB III

Dokumen terkait