• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Obyek Wisata Pantai Barane

BAB III METODE PENELITIAN

B. Pengelolaan Obyek Wisata Pantai Barane

Sektor pariwisata sebagai salah satu penggerak perekonomian, pembangunan pariwisata mempunyai peranan penting karena diharapkan dapat membuka

kesempatan berusaha dan kesempatan kerja serta peningkatan pendapatan asli daerah sendiri, selain itu pariwisata juga merupakan salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan masyarakat akan kepuasan terhadap hal-hal yang bersifat batiniah.

Dalam rangka memanfaatkan peluang pariwisata yang secara prospektif dapat memberikan keuntungan, maka diperlukan juga iklim usaha yang kondusif agar dapat menjamin berlangsungnya kegiatan pariwisata, serta membuka peluang investasi guna meningkatkan aktifitas pariwisata.

Selanjutnya melalui pengelolaan berbagai potensi secara optimal diharapkan akan dapat menarik dunia usaha untuk melakukan kegiatan penanaman modal di Kabupaten Majene dan dapat dipastikan bahwa aktivitas perkonomian akan meningkat dan pada gilirannya akan mengangkat kesejahteraan masyarakat yang berdampak pada peningkatan pendapatan asli daerah Kabupaten Majene.

Harapan Kabupaten Majene sebagai salah satu daerah tujuan wisata ditempuh dengan berbagai upaya promosi dan pemasaran objek pariwisata dan budaya seperti meningkatkan kerjasama dengan media cetak (surat kabar), penulisan dan pengadaan buku – buku objek dan daya tarik wisata serta berbagai buku mengenai budaya daerah, upaya promosi dan pemasaran juga dilakukan dengan turut serta dalam event tingkat lokal maupun nasional.

Pengelolaan atau yang sering disebut manajemen merupakan suatu proses, yang diartikan sebagai usaha yang sistematis untuk menjalankan suatu pekerjaan.

Proses ini merupakan serangkaian tindakan yang berjenjang, berlanjut dan berkaitan dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses tersebut

merupakan kaitan antara fungsi dari manajemen itu sendiri yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan penilaian.

Demikian pula pada pengelolaan obyek wisata pantai barane di kabupaten Majene yang dalam hal ini dikelolah oleh Dinas pariwisata kabupaten majene senantiasa menerapkan fungsi-fungsi manajemen dalam pengelolaannya agar dalam pelaksanaannya senantiasa merujuk pada upaya pencapaian tujuannya.

1. Perencanaan (planning)

Perencanaan didefenisikan sebagai suatu proses menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana hal tersebut dapat dicapai. Rencana meliputi sumber- sumber yang dibutuhkan, tugas yang diselesaikan, tindakan yang diambil dan jadwal yang diikuti. Untuk mencapai tujuan dalam pelaksanaan pengelolaan obyek wisata pantai barane kabupeten Majene perlu adanya perumusan perencanaan dari Dinas pariwisata Kabupaten Majene. Perencanaan memegang peranan penting dalam upaya pencapaian tujuan yang ditetapkan dalam suatu organisasi.

Pengelolaan pembangunan pariwisata memerlukan kebijakan dan perencanaan yang sistematis. Sebagai contoh pemerintah pada semua level terlibat dalam mempersiapkan infrastruktur, penggunaan tanah atau tata ruang, dan sebagainya. Untuk tercapainya sebuah proses perencanaan yang sistematis diperlukan sebuah proses perencanaan strategis (the strategic planning proses).

Perencanaan yang berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai dalam jangka panjang yaitu keberlangsungan wisata pantai Barane sebagai kawasan konservasi

pelaksanaan untuk mencapai tujuan dengan penghijauan, pembersihan area obyek wisata, pembangunan tempat penginapan, tempat bermain pada area yang banyak dikunjungi oleh pengunjung oleh semua pengelola yang bertugas pada waktu rutin dan berkala.

Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Sutarno (2004:109), “perencanaan diartikan sebagai perhitungan dan penetuan tentang hal yang akan di jalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, dimana menyangkut tempat, oleh siapa pelaku itu atau pelaksana dan bagaimana tata cara mencapai hal tersebut”

Kemudian menurut AB Selaku Sekretaris Dinas Pariwisata Kabupaten Majene menguraikan perencanaan pengembangan Obyek Wisata pantai Barane adalah :

“Untuk mengembangkan Pantai Barane menjadi destinasi unggulan kami membuat rencana awal seperti Memetakan dan mengintegrasikan daya tarik wisata pada objek wisata pantai barane yang ada seperti ; wisata kuliner, wisata kerajinan, wisata olahraga, wisata memancing, wisata budaya, tumpangan perahu/

sampan tradisional serta potensi wisata lainnya, Tersedianya tempat parkir, tempat ibadah, rumah jaga serta MCK yang presentatif, Tersedianya infrastruktur yang memadai seperti pintu gerbang/ gapura, Tersedianya stand/ tempat jualan bagi kuliner dan bengkel kerja pengrajin menjadi showroom yang menarik, sehingga memudahkan pembeli yang hendak belanja, Mengadakan pelatihan tentang kepariwisataan yang berbasiskan masyarakat.”

Dari hasil wawancara diatas menyatakan bahwa perencanaan pengembangan obyek wisata pantai barane yaitu meredisain obyek wisata pantai barane menjada kawasan yang representatife.

Kemudian menurut keterangan MD selaku kepala bidang pengembangan pariwisata bahwa :

“Perencanaan pengelolaan didasarkan pada potensi yang dimilik setiap obyek wisata dengan melihat kondisi fisik kawasan wisata yang ada di majene termasuk pantai barane” (wawancara 26 April 2016)

Dari hasil wawancara diatas menyatakan bahwa perencanaan pengelolaan pada obyek wisata pantai di dasarkan pada potensi yang dimiliki kawasan wisata itu sendiri. Melihat kondisi fisik yang ada pada kawasan Pantai Barane sudah memiliki potensi untuk dikembangkar agar dapat menambah pendapatan asli daerah kabupaten Majene.

Kemudian ia menambahkan bahwa :

“Persoalan mendasar kami dalam proses pengelolaan obyek wisata pantai barane adalah tidak adanya partisipasi masyarakat setempat sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk perbaikan fasilitas, pelayanan, dan infrastruktur yang ada di lapangan”

Dari hasil wawancara diatas maka diketahui persoalan-persoalan yang terjadi dilapangan dimana kurangnya partisipasi dari masyarakat setempat sehingga menghambat pengelolaan kawasan wisata Barane seperti perbaikan fasilitas, pelayanan dan infrastruktur yang ada di lapangan. Pengelolaan suatu Obyek pariwisata sangat bergantung pada partisipasi masyarakat setempat.

Sedangkan menurut IM selaku Kasubag. Perencanaan, evaluasi dan pelaporan Dinas pariwisata mengatakan bahwa :

“Tidak tercapainya target pengelolaan disebabkan partisipasi pengunjung yang kadang menolak untuk membayar retribusi sehingga terjadi perbedaan target yang ditetapkan dengan realisasinya” (wawancara 29 April 2016)

Dari hasil wawancara diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa perencanaan pengelolaan obyek wisata pantai Barane senantiasa dilakukan berdasarkan potensi yang ada dan sangat tergantung pada target penerimaan retribusi yang dicapai

pertahunnya. Namun, perencanaan yang disusun oleh pengelolah wisata pantai Barane masih bersifat umum dan belum terlalu rinci. Serta kurangnya partisipasi masyarakat dan pengunjung yang kadang menolak untuk membayar retribusi (karcis masuk) sehingga membuat pengelolaan kawasan wisata pantai Barane tidak sesuai yang direncanakan.

Tabel 9: PAD pantai Barane 3 tahun terakhir

No. Tahun Pendapatan

1 2013 Rp.54.600.000

2 2014 Rp.68.443.000

3 2015 Rp.67.003.000

Sumber : Kantor Pariwisata Kabupaten Majene

Dari Tabel diatas menjelaskan Bahwa Pendapatan Asli Daerah pada Obyek Wisata Pantai Barane tidak sesuai dengan perencanaan yang ingin docapai pertahunnya.

2. Pengorganisasian (Organizing)

Dalam Arti badan, organisasi adalah sekelompok orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu, dalam arti bagan, organisasi adalah gambaran skematisn tentang hubungan kerjasama antara orang-orang yang terdapat dalam suatu badan untuk mencapai suatu tujuan dan dalam arti dinamis, organisasi adalah suatu proses penetapan hubungan antara unsure-unsur organisasi sehingga memungkinkan orang bekerjasama secara efektif untuk mencapai tujuan ( M.

Fuad, 2001:102)

Istilah organisasi yang didefenisikan secara statis diartikan sebagai suatu gambaran skematis tentang bagian-bagian tugas dan tanggung jawab dan hubungan bagian yang terdapat dalam suatu badan atau suatu lembaga sedangkan

yang akan dilakukan, pembatasan tugas-tugas atau tanggungjawab serta wewenang dan penetapan hubungan antara unsure organisasi sehingga memungkinkan orang-orang dapat bekerja bersama-sama seefektif mungkin untuk pencapaian tujuan. (Manulang, 1971:49). Pengorganisasian merupakan proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya-sumber daya yang dimilikinya, dan lingkungan yang melingkupinya. Dua aspek utama proses susunan struktur organisasi yaitu departementalisasi dan pembagian kerja. Departemetalisasi adalah pengelompokkan kegiatan-kegiatan kerja organisasi agar kegiatan-kegiatan sejenis saling berhubungan dapat dikerjakan bersama. Hal ini akan tercermin pada struktur formal suatu organisasi dan tampak atau ditunjukkan oleh bagan suatu organisasi.

Pengorganisasian terdiri dari tanggung jawab pengelolah berupa tugas pokok pelaksanaan kegiatan teknis operasional dan teknis penunjang. Kekuasaan pengelolah hanya sebatas pada tugas yang diberikan, selain hal-hal tersebut diluar kekuasaan pengelola. Pelaporan dilakukan secara lisan dari petugas kepada coordinator untuk kegiatan operasional, sedangkan pelaporan secara administrasi dilakukan secara tertulis.

Hal ini sesuai dengan yang dikatakan dalam Byars dan Rue (2006:6), “ pengorganisasian merupakan pengelompokan kegiatan-kegiatan, penugasan kegiatan-kegiatan, penyediaan keperluan, wewnang untuk melaksanakan kegiatannya” pengelolaan obyek wisata pantai Barane memiliki pengorganisasian dalam menjalankan fungsinya sebagai petugas yang bertanggung jawab dalam mengurus obyek wisata pantai Barane.

Pembagian kerja adalah perincian tugas pekerjaan agar setiap individu pada organisasi bertanggungjawab dalam melaksanakan sekumpulan kegiatan. Kedua aspek ini merupakan dasar proses pengorganisasaian suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efesien dan efektif karena hasil yang diharapkan dalam suatu pengorganisasian adalah agar dapat menggerakkan pegawai/karyawan sebagai suatu kesatuan dalam rangka pencapaian tujuan.

Dalam proses pengelolaan obyek wisata maka diperlukan adanya sumber daya yang berhubungan dengan pengelolaan seperti sumber daya manusia yaitu petugas pemungut dan pengawas, metode yaitu cara yang digunakan dalam pemungutannya, standar kerja petugas serta sarana dan prasarana penunjang dalam melaksanakan kinerja yang ada di lapangan.

a) Unsur Manusia (man)

Unsur manusia merupakan unsur yang paling mendasar dan memegang peranan penting dalam pengorganisasian. Kualitas pegawai dalam melakukan tugasnya seyogyanya harus menguasai apa yang dikerjakannya agar tujuan dari pelaksanaan tugasnya dapat dikerjakan dengan baik dan secara kuantitas, semestinya dalam suatu organisasi jumlah pegawai harus seimbang dengan jumlah pekerjaan dalam organisasi tersebut dengan maksud bahwa jumlah pegawai tidak berlebihan agar tidak terjadi pemborosan dan tidak kurang agar pekerjaan dapat terselesaikan dengan baik. Dari jumlah pegawai dalam pelaksanaan pengelolaan obyek wisata pantai Barane di ketahui dari AS selaku kepala UPTD (unit pelaksana teknik dinas) yang mengatakan bahwa :

“secara kuantitas jumlah personil kita dilapangan sudah cukup memadai, sampai saat ini terdiri dari 3 shift dalam satu bulan. Dalam satu shift terdiri atas tujuh orang kolektor dan satu orang coordinator dibawah pengawasan kepala UPTD Banggae Timur Dan KASI obyek wisata. (wawancara 16 Mei 2016)

Dari wawancara diatas penulis menyimpulkan bahwa jumlah pegawai/kolektor yang melaksanakan tugas di pantai Barane sudah sangat seimbang, meski belum berjalan dengan efektif dan efesien karena masih banyaknya pengunjung yang menolak untuk membayar retribusi/biaya karcis masuk.

b) Metode Pelaksanaan

Dalam pengelolaan pelaksanaan tugas di kawasan wisata pantai barane dilakukan setiap hari. Adapun metode pelaksanaannya seperti yang dikatakan oleh kepala UPTD Banggae Timur bahwa :

“pelaksanaan yang berjalan selama ini para petugas atau kolektor melayani dengan baik para pengunjung yang datang di pantai Barane ini. Hal ini dilakukan agar proses pembayaran karcis berjalan dengan lancar”.

(wawancara 19 Mei 2016)

Sejalan dengan pendapat diatas sesuai yang dikemukakan oleh FM salah seorang pengunjung di pantai Barane mengatakan bahwa :

“selama ini proses pembayaran karcis yang kami lakukan sangatlah mudah dimana dalam hal ini tersedia pos jaga karcis untuk kami membayar sesuai dengan tariff yang sudah ditetapkan”. (wawancara 19 Mei 2016)

Sedangkan menurut ibu BY salah seorang masyarakat setempat yang ada dilingkungan pantai Barane bahwa :

“metode pembayaran karcis belum bisa dikatakan baik karna belum adanya jalur transportasi khusus ke tempat pariwisata sehingga masyarakat yang ingin berkunjung kerumah keluarga dikawasan tersebut harus membayar sesuai tarif”. ( wawancara 19 Mei 2016)

Dari hasil wawancara diatas maka penulis menyimpulkan bahwa metode pembayaran karcis kepada pengunjung belom nerjalan dengan efektif dan efesien karena belum adanya jalur khusus ke tempat wisata tersebut. Mengingat jumlah pengunjung pantai di pagi hari maka kepala UPTD memerintahkan para kolektor agar melaksanakan tugasnya di pagi hari terutama pengunjung yang yang datang pada subuh hari dimana diketahui bahwa pengunjung tersebut dalam melakukan aktivitasnya hanya sebentar tidak sama dengan pengunjung lainnya yang datang pada siang hari.

Agar pelaksanaan tugas berjalan dengan baik maka harus ada pembagian tugas yang baik agar pelaksanaannya dapat berjalan efektif dan lancar sehingga pengunjung tidak ada yang tidak membayar karcis masuk seperti yang dikatakan oleh kepala UPTD bahwa :

“untuk lebih memudahkan pekerjaan kolektor kami membagi dua pekerjaan 3 orang yang bertugas untuk menjaga pos jaga karcis dan 4 orang bertugas untuk melayani para pengguna fasilitas agar bias berjalan dengan efektif dan efesien”.(wawancara 20 Mei 2016)

Sejalan dengan pendapat diatas ibu NS salah satu kolektor di pantai Barane mengatakan bahwa :

“dalam melakukan tugas kami dibagi menjadi 2, ini sangat membantu kami dalam melaksanakan tugas karena dengan itu kami mengetahui dengan jelas bagaimana melayani para pengunjung dengan baik”(wawancara 20 Mei 2016)

Sedangkan Pak AA yang juga merupakan salah seorang kolektor retribusi di pantai Barane mengatakan bahwa :

“setiap shift kami dibagi 2 bagian, 3 orang kolektor dipos jaga karcis dan 4 orang kolektor bertugas melayani para pengguna fasilitas, itu sangat

memudahkan kami dalam melaksanakan tugas di pantai Barane.”

(wawancara 20 Mei 2016)

Dari wawancara diatas penulis menyimpulkan bahwa untuk lebih memudahkan para kolektor dalam melaksanakan tugasnya maka kepala UPTD banggae Timur membagi 2 pekerjaan, ini dilakukan agar para kolektor mudah dalam melaksanakan tugasnya, sehingga tidak ada lagi pengunjung yang tidak mau membayar karcis.

Para pengunjung yang memanfaatkan fasilitas yang ada dalam kawasan wisata pantai Barane melakukan pembayaran terlebih dahulu. Pengujung yang biasanya ingin menggunakan perahu untuk menikmati pemandangan yang ada pada pantai Barane dan tempat berteduh.

Seperti yang dikatakan oleh pak SH salah seorang kolektor bahwa :

“kami mendahulukan pembayaran terlebih dahulu agar mereka membayar kewajibanya sebelum mereka pulang kerumahnya masing-masing, sehingga tidak ada pengunjung yang memanfaatkan fasilitas tanpa membayar sewa.

(wawancara 20 Mei 2016)

Dari hasil wawancara diatas maka penulis menyimpulkan bahwa pengunjung yang ingin memanfaatkan fasilitas dalam kawasan pantai Barane harus melakukan transaksi terlebih dahulu agar tidak ada pengguna yang tidak membayar sebelum pulang.

Sedangkan untuk sewa fasilitas yang ada dalam kawasan wisata pantai Barane menurut kepala UPTD Banggae Timur bahwa :

“untuk fasilitas renang dan perahu untuk orang dewasa dihargai 20 ribu perunit sedangkan untuk fasilitas renang dan perahu untuk anak-anak di hargai 5 ribu perunit, dan untuk penyewahan tempat istirahat di hargai 50 ribu“

Table 10 : Jenis Fasilitas dan Tarif perunit di kawasan wisata pantai Barane

No Jenis Fasilitas Tarif

1 Perahu 5.000-20.000

2 Ban 5.000

3 Baju Renang 5.000-20.000

4 Tempat Istirahat 50.000

Sumber : Data Sekunder

Dari hasil wawancara diatas maka penulis menyimpulkan bahwa tersedianya fasilitas dan sarana parsarana untuk berenang dan perahu untuk menikmati pemandangan yang ada dari semua fasilitas yang ada di hargai masing-masing perunit. Dengan melihat table diatas Nampak fasilitas tempat istirahat mempunyai tarif yang paling tinggi sedangkan yang mempunyai tarif yang paling rendah adalah fasilitas renang yaitu ban.

Menurut ZF salah seorang pengunjung pantai Barane mengatakan bahwa :

“pembayaran fasilitas yang kami manfaatkan sama sekali tidak memberatkan kami, saya rasa sudah sepadan dengan apa yang kami nikmati dan yang di sediakan di pantai ini” (wawancara 20 Mei 2016)

Dari hasil wawancara diatas maka untuk tarif penyewaan fasilitas tidak sama sekali memberatkan para pengunjung karna sudah sepadan dengan apa ynag diingikan.

c) Standar Kerja

Dalam pengelolaan obyek wisata dibuatlah standar kerja bagi para kolektor agar dapat melaksanakan tugasnya seefektif mungkin. Hal ini diungkapkan kepala UPTD yang mengetakan bahwa :

“untuk kolektor pantai Barane dibuatkan suatu standar kerja yaitu dimulai pukul 05.30 sampai pukul 17.00 ini dilakukan agar para pengunjung tidak ada yang lolos untuk membayar biaya karcis masuk”.(wawancara 26 Mei 2016)

Selain itu ia menambahkan bahwa :

“terkadang juga ketidak disiplinan para kolektor yang datang terlambat membuat banyak pengunjung utamanya para pengunjung yang datang di pagi buta sehingga tidak membayar karcis masuk dan ini sangat mempengaruhi pemasukan” (wawancara 26 Mei 2016)

Setelah dikonfirmasi pada NR seorang kolektor ia mengatakan bahwa :

“jam kerja yang terlalu cepat membuat kami kadang-kadang terlambat datang ketembat wisata Barane untuk melakukan kegiatan” (wawancara 26 Mei 2016)

Dari hasil wawancara diatas penulis menyimpulkan bahwa standar kerja para kolektor dimulai saat pagi-pagi sekitar 05.30 sampai selesai, namun kedisiplinan para kolektor ini masih harus ditingkatkan karena ini sangat berpengaruh terhadap pengelolaan obyek wisata pantai Barane di mana tenaga kolektor sebagai unsure yang sangat dominan dalam menentukan keberhasilan dalam pengelolaan obyek wisata pantai Barane.

d) Sarana dan Prasarana Penunjang

Sarana dan prasarana penunjang juga merupakan bagian yang menunjang dalam pengorganisasian namun dikatakan oleh kepala UPTD bahwa :

“sarana dan prasarana dalam melaksanakan tugas para kolektor saya kira tidak terlalu dibutuhkan karena para kolektor hanya melaksanakan tugasnya di kawasan pantai Barane.” (wawancara 1 Juni 2016)

3. Penggerakan

penggerakan atau actuating adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi actuating artinya adalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara

efektif. Penggerakan merupakan hubungan manusia dalam kepemimpinan yang mengikat para bawahan agar bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya secara efektif serta efesien dalam pencapaian tujuan suatu organisasi. Di dalam manajemen, penggerakan ini bersifat sangat kompelks karena disamping menyangkut manusia juga menyangkut sebagai tingkah laku dari manusia- manusia itu sendiri. Manusia dengan berbagai tingkah lakunya yang berbeda- beda. Adapun bentuk penggerakan yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata kabupaten Majene sesuai dengan keterangan Kasubag perencanaan evaluasi dan pelaporan bahwa :

“sebulan sekali kami turun kelapangan disamping melakukan pengawasan pada proses pemungutan retribusi kami juga memberikan arahan kepada para kolektor agar menjalankan tugasnya dengan baik dan bertanggungjawab”. (wawancara 06 Juni 2016 )

Daro hasil wawancara diatas penulis menyimpulkan bahwa pengarahan yang dilakukan Kasubag Perencanaan evaluasi dan pelaporan kepada para kolektor hanya sebulan sekali, pengarahan ini masih harus ditambah insentitas waktunya karena mengingat masih ada penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para kolektor seperti keterlambatan jam kerja yang sangat berpengaruh pada pengelolaan obyek wisata pantai Barane.

Bentuk penggerakan yang lain bias juga dilihat dari bagaimana system penggajian para kolektor pantai Barane dan adakah reword yang diberikan jika target yang direncanakan bias tercapai. Seperti yang dikatakan oleh Kasubag perencanaan evaluasi dan pelaporan Ilman Mabruk S.kom bahwa :

“tidak insentif atau penghargaan khusus yang diberikan kepada pegawai yang kineerjanya bagus. Kebanyakan kolektor yang bertugas berstatus sebagai honor

daerah jadi olektor yang kenirjanya bagus kami usahakan memasukkkan filenya supaya bias jadi pegawai negeri itupun tidak kami janjikan karena memang sulit.

Tapi kadang-kadang Kepala Dinas memberikan uang saku bagi para kolektor yang kinerjanya bagus dari uang pribadinya sendiri itu dilakukan agar dapat motivasi para kolektor untuk dapat bekerja lebih baik lagi.” (wawancara 06 Juni 2016)

Setelah dikonfirmasi pada Ibu NR salah satu kolektor ia mengatakan bahwa :

“kami memang pernah mendapat bonus dari kepala Dinas tapi sangat jarang dan jumlahnya tidak seberapa”.(wawancara 13 Juni 2016)

Dari hasil wawancara diatas penulis menyimpulkan bahwa sistem penggajian para kolektor yang kadang terlambat membuat mereka tidak semangat dalam melaksanakan tugasnya, pemerintah daerah harus benar-benar memperhatikan hal ini karena ini sangat berpengaruh pada kinerja para kolektor.

4. Pengawasan

Pengawasan merupakan suatu proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Pengawasan manajemen adalah usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan, membandingkan kegiatan nyata dengan tujuan perencanaan, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efesiensi dalam pencapaian tujuan-tujuan.

Pengawasan dalam pengelolaan merupakan hal yang sanga urgen. Tak dapat dipungkiri bahwa pengawasan memegang peranan penting sebagai upaya dalam

meminimalisir ketimpangan-ketimpangan dalam pengelolaan pariwisata.

Pengawasan merupakan proses pemantauan yang dilakukan sebagai langkah untuk mengetahui apakah kegiatan pelaksanaan dilapangan sudah sesuai dengan ketentuan. Dengan pengawasan yang baik maka ketimpangan-ketimpangan yang dapat mengurangi keberhasilan pengelolaan obyek wisata pantai bias di minimalisir.

Demikian halnya dalam pengelolaan obyek wisata pantai Barane di Kabupaten Majene yang dilakukan oleh pemerintah Daerah menghindari menekan seminimal mungkin terjadinya penyimpangan-penyimpangan serta kesalahan lainnya yang mungkin bisa terjadi. Sebab dalam pengelolaan obyek wisata pantai Barane tanpa dilakukan pengawasan, maka akan mengalami kesulitan dalam mengukur tingkat keberhasilan yang dilaksanakan oleh para kolektor yang bertugas di kawasan pantai Barane.

Dengan pengawasan yang baik maka kecenderungan akan timbulnya kesalahan yang kurang mendukung keberhasil dalam pengelolaan obyek wisata pantai dapat ditekan seminimal mungkin.

Dalam pengawasan pengelolaan obyek wisata pantai Barane di kabupaten Majene dilakukan ada 2 bentuk pengawasan yaitu pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan oleh kepala UPTD (unit pelaksana teknik dinas) dan pengawasan tidak langsung dilakukan oleh kepala bidang pengembangan Dinas pariwisata Kabuoaten Majene.

1. Pengawasan langsung

Dokumen terkait