BAB III METODE PENELITIAN
E. Teknik Analisis Data
Proses analisis dalam penelitian ini dimulai dari dokumentasi data,penyajian data dan kesimpulan. Langkah-langkah pertama yang diambil yaitu dokumentasi data, dalam hal ini data yang dihasilkan laporan keuangan berupa laporan neraca dan laporan laba rugi, laporan informasi lainnya.
Kemudian, setelah data terkumpul langkah selanjutnya yaitu penayajian data, dari penyajian data hasilnya akan dianalisis menggunakan analisisrasio Non performing Loan, Loan deposit ratio, Cash ratio, Return on asset, Retrun on equity, Net interest margin, Beban operasional terhadap Pendapatan
54Suryani& Hendryadi,Metode Riset Kuantitatif Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Pernamedia Group, 2018), hlm.108.
operasional dan rasi Capital adequancy ratio pada laporan keuangan PD. BPR NTB Lombok Barat, kemudian di tarik kesimpulan.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis diantaranya :
a. Non Performing Loan
Keterangan :
Kredit Bermasalah = Kredit kurang lancar +diragukan + macet.
Total Kredit = Kredit Lancar + kurang lancar +diragukan + macet Standar pengukuran kriteria penilaian kesehatan NPL dapat dilihat pada lampiran pemeringkatan komposit non performing loan dimana
Semakin rendah hasil perhitungan rasio, maka NPL pada bank tersebut semakin sehat. Kriteria komponen dikatakan sangat sehat ketika hasil < 2.
b. Loan Deposit Ratio
Keterangan :
Jumlah Kredit yang diberikan = Kepada non bank pihak terkait - penyisihan kerugian
Dana Pihak Ketiga = Jumlah Simpanan + Tabungan
Standar Kriteria penilaian kesehatan dapat dilihat pada tabel dalam lampiran terkait peringkat komposit loan deposit ratio
c. Cash Ratio
d. Return On Asset
Adapun standar pengukuran dalam penilaian return on assets (ROA), yaitu sebagai berikut:55
Jika ROA berada pada peringkat komposit 1 dengan nilai rasio > 1,450%
maka berda dalam katagori sangat baik tetapi jika nilai rasio ROA berada pada nilai < 0,765 maka rasio tersebut dalam kategori tidak baik adapun terkait kriteria penilaian ini ada pada bab terakhir atau lampiran.
e. Return On Equity
Standar Pengukuran Penilaian Return On Equity (ROE)
Adapun standar pengukuran dalam penilaian return on equity (ROE), yaitu sebagai berikut:56
55Ramlan Ginting, dkk, Kelembagaan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank, (Pusat Riset, PRES Bank Indonesia, 2012), hlm.293.
56Ramlan Ginting, dkk, Kelembagaan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank, (Pusat Riset, PRES Bank Indonesia, 2012), hlm.294.
Jika rasio ROE > 23% maka berada pada peringkat komposit 1 atau dapat dikatakan sangat sehat tetapi jika nilai rasio ini < dari 8% maka rasio tidak baik dalam mengelola labanya adapun terkait pemeringkatan rasio ini dapat dilihat pada daptar lampiran.
f. Net Interest Margin
Standar kriteria penilaian kesehatan net intrest margin dapat dilihat jika nilai peringkat komposit I, maka NIM > 3% maka berada dalam kategori sangat sehat tetapi jika berada pada peringkat komposit 5 maka berda dalam kategori tidak sehat dengan nilai < 1% hal ini dapat dilihat pada daftar lampiran penilaian sesuai dengan standar yang telah di tetapkan terletak pada daftar lampiran 1.4.
g. Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional
Standar kriteria penilaian kesehatan BOPO dapat dilihat dengan mengetahui peringkat komposit yang dimiliki sesuai standar, jika nilai komposit rasio BOPO berada pada peringkat I dengan nilai < 94% maka berada dalam kategori yang sehat tetapi jika berada pada peringkat komposit 5 dengan nilai > 97% maka berada dalam kategori tidak sehat, hal ini dapat dilihat pada daftar lampiran tabel 1.5.
h. Capital Adequency Ratio
Standar kriteria kesehatan permodal dapat dilihat dengan mengetahui peringakt komposit yang dimiliki dihitung dengan rumus di atas, adapun jika rasio CAR berada pada peringkat komposit I dengan nilai CAR > 12% maka berada dalam kategori sangat sehat tetapi jika berada pada peringkat komposit 5 dengan nilai CAR < 6% maka berada dalam kategori tidak baik hal ini dapat dilihat pada lampiran peringkat komposit pada daftar lampiran 1.6.
Semakin tinggi hasil perhitungan rasio, maka faktor permodalan semakin sehat.
Kriteria bank dikatakan sangat sehat ketika rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum > 12
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Dan Hasil Penelitian
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
a. Sejarah PD. BPR NTB Lombok Barat
Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (PD BPR) NTB Lombok Barat yang pada awalnya berasal dari Lumbung Kredit Pedesaan didirikan secara bertahap berdasarkan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Barat Nomor:320 Tahun 1986 tentang Pembentukan Lumbung Kredit Pedesaan (LKP).
Kurun waktu tahun 1986-1989 di Kabupaten Lombok Barat telah terbentuk 9 LKP, berdasarkan perkembangan yang ada dan berdasarkan peraturan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor:
10 Tahun 1998 tentang Perbankan, maka LKP yang ada di Kabupaten Lombok Barat dilakukan perubahan status menjadi Bank Perkreditan Rakyat dengan nama PD BPR LKP, dimana dari 9 LKP yang ada di Lombok Barat 7 diantaranya memenuhi syarat untuk menjadi BPR sesuai hasil penilaian Bank Indonesia Mataram.
Bahwa dalam rangka penguatan kelembagaan dan rangka memperkuat daya saing PD BPR LKP, maka semua Pengurus dan Pemegang Saham sepakat untuk melakukan konsolidasi PD BPR LKP
40
yang ada di Kabupaten Lombok Barat berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan nama : PD BPR NTB Lombok Barat dengan izin Deputi Gubernur Bank Indonesia Nomor: 12/6/KEP.
DpG/2010 tentang pemberian izin peleburan usaha (konsolidasi) PD BPR LKP Lembuak, PD BPR LKP Gunungsari, PD BPR LKP Jagaraga, PD BPR LKP Perampuan, PD BPR LKP Gerung, PD BPR LKP Anyar Bayan dan PD BPR LKP Kayangan menjadi PD Bank Perkreditan Rakyat NTB Lombok Barat.
b. Fungsi, Tugas, Kegiatan Usaha Dan Sasaran
Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa PD. BPR NTB Lombok Barat merupakan salah satu PD. BPR yang ada di Nusa Tenggara Barat yang memiliki tugas, fungsi serta kegiatan usaha sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor: 10 Tahun 2007 tentang PD BPR Nusa Tenggara Barat pada pasal 5 s/d 7 disebutkan antara lain :
1. Fungsi PD BPR
Sebagai salah satu lembaga intermediasi dibidang keuangan yang merupakan penggerak ekonomi kerakyatan dan menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah.
2. Tugas PD BPR
a. Menjalankan usaha sebagai Bank Perkreditan Rakyat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Memberikan pelayanan modal usaha bagi usaha mikro, kecil dan menengah untuk pengembangan kesempatan berusaha berdasarkan prinsip kehati-hatian.
c. Menjalankan tugas perbankan lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Kegiatan Usaha PD BPR
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa Deposito berjangka, Tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
b. Memberikan kredit dan melakukan pembinaan kepada nasabah.
c. Menghimpun, menyediakan pembiayaan dan penempatan dana yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Deposito berjangka, Sertifikat deposito, dan atau Tabungan.
e. Menjalankan usaha-usaha perbankan lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Sasaran Yang Ingin Dicapai
Bahwa dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana tersebut diatas, agar berjalan secara maksimal dan betul-betul dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat banyak serta stakeholders lainnya, PD BPR NTB Lombok Barat berusaha untuk mengacu pada ketentuan serta perubahan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia/ Otoritas Jasa Keuangan.
Bahwa dalam rangka terciptanya industri perbankan yang tangguh, kuat dan efisien termasuk didalamnya Bank Perkreditan Rakyat, Bank Indonesia telah menyusun cetak biru mengenai tatanan industri perbankan ke depan, serta bagaimana visi, arah dan bentuk yang akan dicapaikedepan tersebut dikenal sebagai Arsitektur Perbankan Indonesia (API).
API merupakan visi atau arah perbankan kedepan dengan visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.Untuk memudahkan tercapainya visi API tersebut maka ditetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai antara lain : 1. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu
memenuhi keinginan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi yang berkesinambungan.
2. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan yang efektif dan mengacu pada standar internasional.
3. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi resiko (resiko likuiditas, resiko kredit, resiko hukum, resiko reputasi dan resiko operasional).
4. Menciptakan good corporate governance ( tata kelola yang baik ) dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan.
5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat.
6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan nasabah.
PD. BPR NTB Lombok Barat merupakan bagian dari jajaran perbankan dalam kategori Bank Perkreditan Rakyat yang harus tunduk dan taat menjalankan peraturan dan kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia /OJK.Sebagai bentuk loyalitas PD. BPR NTB Lombok Barat dalam menjalankan kebijakan pemerintah telah melakukan salah satu pilar arsitektur perbankan Indonesia yaitu memperkuat kelembagaan PD.BPR Lombok Barat dengan melakukan konsolidasi PD. BPR LKP se-Kabupaten Lombok Barat dengan nama Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Nusa Tenggara Barat-Lombok Barat ( PD. BPR NTB Lobar ) terhitung sejak tanggal 01 Oktober 2010.
c. Dasar Hukum BPR. NTB
Dasar hukum yang melandasi beroperasionalnya PD. BPR NTB Lombok Barat adalah sebagai berikut :
1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor : 22 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Bank Perkreditan Rakyat Milik Pemerintah Daerah.
2. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor : 10 Tahun 2007 tentang Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Nusa Tenggara Barat.
3. Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor : 17 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nomor : 14A Tahun 2010
tentang Anggaran Dasar dan Pedoman Operasional PD.BPR Nusa Tenggara Barat.
4. Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia Nomor:
12/6/KEP.DpG/2010 tentang Peberian Izin Peleburan Usaha Konsolidasi PD. BPR LKP Lembuak, PD. BPR LKP Gunungsari, PD.
BPR LKP Jagaraga, PD. BPR LKP Perampuan, PD. BPR LKP Gerung, PD. BPR LKP Anyar-Bayan dan PD. BPR LKP Kayangan menjadi PD.
BPR NTB Lombok Barat.
d. Visi dan Misi BPR NTB Lombok Barat a. Visi
Menjadi Bank Perkreditan Rakyat yang sehat, maju dan mandiri yang terpercaya sebagai mitra dan sarana membangun perekonomian Daerah.
2. Misi
a. Memberikan pelayanan prima kepada masyarakat yang didukung oleh teknologi yang memadai dan sumber daya manusia yang handal dan professional,
b. Mengoptimalkan laba dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD),
c. Melakukan inovasi produk Bank sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
e. Produk PD. BPR NTB Lombok Barat 1. Simpanan
a. Deposito
b. Tabungan terdiri dari : 1) Tabungan Sukses 2) TabunganKU 2. Kredit
a) Kredit Modal Kerja (KMK) dengan sektor pembiayaan perdagangan, pertanian, perindustrian, jasa, dll
b) Kredit Konsumtif
Divisi Pemasaran ( Sirath Mardanus,SP )
Seksi Dana &
Likuiditas 1.Hj.Rostinah 2.Habibah Seksi Kredit
1.Rohati, S.Sos 2.Kamarudin 3.Lalu Marzan 4. M.Agisni
Bagian Dana&likuiditas Bq.Enik Nuriwayati,SE Bagian Kredit
Galuh Mardi P., SE
Divisi Operasional L.Suharman, SE
Seksi Akuntansi & TSI 1.L.Mukhtar Iswadi Seksi Umum
1. L.Muslihin, SE 2. Bq.Ayu Rosiani, SE
Bagian Akuntansi & TSI Sugeng Wijanarko Bagian Umum
Ir.H.Rauhullah
KC.Gn.
Sari
KC.
Labuapi
KC.
Kuripan
KC.
Kayangan KC.
Narmada
KC.
Bayan Direktur Utama
( H.HUSNI, SE ) Diretur
( Denda Sucihartiani, SE )
Dewan Pengawas H.Lalu Syamsudin,S Sos, MM
Divisi SPI Ketut Sudarmana. SP
Bagian Auditor KP / KC 1.L. Zakaria
Seksi Penyelamatan Kredit
1.Mizwar
Bagian Penyelamatan Kredit Bq,Padmi Ratnawati,SE SE
2. Analisis data Rasio Keuangan PD. BPR NTB Lombok Barat
Analisis kinerja keuangan BPR NTB dilakukan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan. Dengan demikian diharapkan dapat diketahui baik atau buruknya kinerja perusahaan sehingga berpengaruh terhadap kesehatan BPR jika dilakukan penilaian dengan menggunakan rasio keuangan.
Adapun rasio-rasio keuangan yang dipakai untuk menganalisis Tingkat Kesehatan Bank dalam penelitian ini adalah dari segi risk profile menggunakan pendekatan dua risiko yaitu rasio kredit dengan menghitung NPL atau kredit bermasalah kemudian risiko likuiditas dengan menghitung Loan Deposit Ratio, Loan to Asset Ratio , dan cash ratio. Kemudian dari segi Good Corporate Governance peneliti mengambil data dari publikasi terkait tata kelola BPR NTB.Kemudian dari sisi Earning peneliti menggunakan rasio Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), dan Net Interest Margin (NIM). Adapun pemilihan risiko dan rasio tersebut didasarkaan pada kerelevanannya dengan peningkatan aset dan kesesuaian dengan standar laporan keuangan yang dipublikasi. Berikut adalah paparan data yang telah peneliti ambil dari Laporan Keuangan Tahunan PD. BPR NTB tahun 2017-2018 sebagai berikut :
Tabel 4.1 Data Rasio Keuangan PD.BPR NTB Lombok Barat
(RibuanRp)
Rasio Keuangan 2017 2018
NPL 9.296,294 18,887,212
LDR 94,276,000 92,846,831
CR 26,287,296 17,652,188
ROA 7,137,645 4,520,572
ROE 5,538,708 3,506,728
NIM 18,156,682 16,870,074
BOPO 11,848,770 13,742,634
MODAL 33,582,301 32,585,921
Sumber : Laporan Keuangan BPR NTB Lombok Barat a. Non performing Loan (NPL)
Merupakan risiko kolektabilitas kredit akibat tidak terkumpulnya kembali jumlah kredit bank yang disalurkan karena kondisi angsuran atau pelunasan yang tidak lancar atau dalam non performing loan yang sering disingkat NPL yang terdiri dari kredit dalam kondisi kurang lancar, diragukan, atau macet. Semakin banyak kredit dalam kolektabilitas NPL semakin besar risiko yang akan terjadi, atau sebaliknya. 57 NPL merupakan suatu cara yang digunakan oleh bank untuk mengetahui apakah kondisi tingkat kesehatan bank dalam koridor yang sehat atau tidak sehingga besarannya NPL yang diperbolehkan oleh Bank Indonesia saat ini atau
57I wayan Sudirman, Manjemen Perbamkan., hlm. 204.
OJK adalah maksimal 5%, jika melebihi 5% maka akan mempengaruhi penilaian tingkat kesehatan bank yang bersangkutan, yaitu akan mengurangi nilai atau skor yang di perolehnya. Semakin besar tingkat NPL ini menunjukan bahwa bank tersebut tidak profisional mengelola kreditnya, sekaligus memberikan indikasi bahwa tingkat risiko atas pemberian kredit pada bank tersebut cukup tinggi searah dengan tingginya NPL yang dihadapi bank.58
Rasio kredit dihitung dengan menggunakan rasio Non performing loan atau risiko kredit yang meggunakan kredit bermasalah (kredit yang diberikan lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar diragukan dan macet dikali dengan 100%). Dari laporan keuangan BPR NTB peneliti mendapatkan data terkait NPL terletak pada tabel 2.1
Dari data tabel di atas dapat kita dikatakan bahwa NPL BPR mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 2017-2018 sehingga dalam penelitian ini rumus yang digunakan untuk menghitung NPL adalah NPL= Keredit Bermasalah : Total Kredit x 100%
Adapun dalam laporan keuangan BPR NTB sesuai dengan hasil wawancara pada BPR NTB yang menjadi acuan sesuai rumus di atas adalah kredit bermasalah yang dimaksud yaitu kredit kurang lancar, diragukan , dan macet kemudian dibagi dengan total kredit yaitu kategori
58 Selamet Riyadi., hlm. 161.
kredit lancar, kurang lancar, diragukan dan macet, dimana posisi dari komponen ini terletak pada laporan informasi lain dalam publikasi PD.BPR NTB.
b. Risiko likuiditas
Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor.
18/POJK.03/2016,59risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidak mampuan bank dalam memenuhi kewajibannya yang jatuh tempodari sumber pendanaan arus kas, dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat digunkan, tanpa menggangu aktivitas dan kondisi keuangan bank. Sedangkan dalam buku Dr. Selamet riyadi dikatakan Risiko yang timbul karena tidak dapat dipenuhinya kewajiban pada saat dibutuhkan, yang diakibatkan oleh tidak cukupnya alat likuiditas pada bank (jangka pendek).60 Adapun rasio likuiditas dihitung dengan menggunakan rasio- rasio sebagai berikut :
1. Loan Deposit Ratio (LDR)
LDR adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber. LDR dapat dihitung dengan cara total kredit (kredit yang diberikan lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan,
59 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.18/POJK.03/2016
60Selamet Riyadi., hlm. 51.
macet) dibagi dana pihak ketiga (giro, tabungan, deposito berjangaka) dikali 100%.61
Adapun dari laporan Keuangan BPR NTB peneliti medapatkan data yang terletak pada tabel 2.1 sehingga dari data di atas akan dilakuakan analisis tingkat kesehatan bank dengan menggunkan rumus yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga untuk mengetahui LDR dihitung dengan rumus :
Dimana jumlah kredit yang dberikan BPR NTB kemudian dibagi dengan dana pihak ketiga dalam laporan keuangan, menurut hasil wawancara dengan pihak BPR NTB yang termasuk dalam dana pihak ketiga pada laporan keuangan BPR.NTB terdiri dari simpanan dalam bentuk tabungan dan deposito.62 Adapun terkait tabungan dan deposito pada laporan keuangan BPR NTB terletak pada pos-pos kewajiban.
2. Cash Ratio
Rasio kas adalah perbandingan antara jumlah kas yang dimiliki oleh perusahaan dan jumlah kewajiban yang segera dapat ditagih. Cash Ratio dapat dihitung dengan alat-alat likuid yang dikuasai (uang kas) dibagi dana pihak ketiga (giro, tabungan, deposito berjangaka) dikali 100%. Adapun
61Dahlan Siamat, Manajemen Keuangan Kebijakan Moneter Perbankan, (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005), hlm, 215.
62Irfan Taufiq, Wawancara, BPR NTB Tanggal 3 September 2019
data yang di dapat pada BPR NTB terkait cash ratio diantaranya terletak pada tabel 2.1 terkait jumalh kas BPR NTB tahun 2017 sampai 2018
c. Return On Asset (ROA)
Return On Asset (ROA) merupakan rasio keuangan yang digunakan untuk menggambarkan tingkat kemampuan perusaaan untuk mendapatkan keuntungan dari setiap penggunaan aktiva perusaaan dengan menghitung laba sebelum pajak kemudian di bagi dengan total aktiva dan dikali 100%. Data yang di peroleh dari laporan keuangan BPR yang terletak pada tabel 2.1 terkait laba yang dimiliki pada tahun 2017 sampai 2018.
Dinama :
Laba sebelum pajak : keuntungan atau return yang didapatkan dari hasil kegiatan perusahaan sebelum dipotong pajak.
Total Asset: keseluruhan harta yang dimiliki oleh bank atau perusahaan.
Dari kriteria yang telah paparkan dapat di interpretasikan penilaian terhadap ROA, yaitu :
a) ROA ≥ 1,5% (Efektif dan Efisien), artinya jika ROA mengalami kenaikan yang melebihi atau sama dengan 1,5%, maka setiap aktiva yang digunakan perusahaan dalam mencari keuantungan efektif dan efisien atau tepat dan benar.
b) ROA ≤ 1,5% (Tidak Efektif dan Efisien), artinya jika ROA mengalami penurunan atau sama dengan 1,5%, maka setiap aktiva yang digunakan perusahaan dalam mencari keuantungan tidak tepat atau benar.
Dari tabel diatas digambarkan bahwa, keuntungan yang didapatkan oleh BPR NTB dalam kurun waktu 2 tahun mengalami Penurunan.
d. Return On Equity (ROE)
Return on equity (ROE) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih. Rasio ini juga sangat penting bagi para pemegang saham untuk menilai suatu perusahaan.
Para investor akan terbantu oleh rasio ini dalam menilai perusahaan dalam menginvestasikan uangnya agar mendapatkan deviden yang besar.
ROE dari laporan keuangan BPR NTB sebagai berikut : ROE =Laba setelah pajak :Rata-rata modal inti x100%
Dimana :
Laba Bersih :laba atau keuntungan yang diperoleh selama periode yang ditentukan setelah di kurangi dengan pajak.
Rata-rata Modal Inti :Modal yang di setor oleh pemilik perusahaan atau disebut dengan tier 1.
Dari kriteria yang telah dipaparkan pada tabel 2.6, dapat di interpretasikan bahwa :
a) ROE ≥ 12% (Baik), artinya bahwa apabila ROE mengalami kenaikan lebi dari atau sama dengan 12%, maka perusahaan mengelola dengan baik ekuitasnya sehingga mendapatkan laba yang banyak.
b) ROE ≤ 12% (Buruk), artinya apabila ROE mengasilkan atau sama dengan 12%, maka perushaan masih belum maksimal dalam mengelola ekuitasnya yang nantinya akan mendatangkan laba atau keuntungan bagi perusahaan.
Dari laporan keuangan BPR NTB, peneliti mendapatkan data yang terletak pada tabel 2.1 terkait jumlah ROE yang dimiliki tahun 2017- 2018.
e. Net Interest Margin (NIM)
Net Interst Margin merupakan rasio antara pendapatan bunga bersih terhadap jumlah kredit yang diberikan. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 06/23/DPNP Tanggal 31 mei 2004 bahwa NIM adalah Perbandingan antara pendapatan bunga bersih (pendapatan bunga– beban bunga) dengan rata-rata aktiva produktif.63 Pendapatan bunga bersih diperoleh dari selisih antara bunga pinjaman yang diperoleh dari kegiatan penyaluran kreditnya dengan bunga simpanan yang dibayarkan kepada masyarakat karena telah menyimpan dananya di bank.
NIM suatu bank dikatakan sehat apabila mempunyai tingkat NIM diatas 2%. Semakin besar rasio ini maka semakin meningkat pula pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank.64 Sehingga kemungkinan suatu bank bank bermasalah jika nilai ini semakin kecil.
63Surat Edaran Bank Indonesia No. 06/23/DPNP Tanggal 31 mei 2004
64Elisa Puspita Sari “ Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Net Interest Margin pada Bank-Bank Umum Indonesia”,(jurnal Imu Managemen, vol.2, Nomor 4, Oktober 2014.)
NIM memiliki hubungan positif terhadap tingkat kesehatan bank, karena semakin tinggi NIM yang dimiliki oleh bank, hal ini mengidikasikan semakin baik kinerja yang dihasilkan. Sehingga apabila terjadi perubahan kecil dalam margin maka akan sangat berdampak besar pada profitabilitas. Rasio ini dirumuskan sesuai SE No.6/23/DPNP tanggal 31 mei 2004. Adapun data yang di peroleh peneliti terkait NIM pada tabel 2.1 terkait jumlah pendapatan bunga tahun 2017 sampai 2018.
Dari tabel diatas menggambarkan bahwa pendapatan bunga BPR NTB mengalami penurunan dari tahun 2017-2018 sehingga perlu dilakukan analisi terkait pendapatan bunga BPR NTB untuk menegetahui apa saja faktor yang mempengaruhi penurunan pendapatan bunga BPR NTB.
f. Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efisiensi dan efektivitas operasional suatu perusahaan dengan membandingkan yang satu dengan yang lain. Juga untuk mengukur bank dalam melakukan kegiatan operasinya, terutama kredit. Dengan menggunakan rasio ini nantinya nasabah atau investor dapat melihat kinerja perbankan dalam memanajemen sumber daya yang ada di perusahaannya untuk mendapatkan keuntungan atau pendapatan yang besar.
BOPO dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
BOPO = Total Biaya Operasional : Pendapatan Operasional x 100%