Kepastian adalah suatu komponen yang tidak bisa lepas dari hukum atau norma tertulis. Tanpa nilai kepastian norma hukum akan kehilangan makna karena tidak bisa digunakan sebagai pedoman perilaku bagi masyarakat. Arti kata kepastian yaitu adanya kejelasan, tidak menimbulkan multitafsir, tidak menimbulkan kontradiktif dan dapat dilaksanakan.
Hukum harus berlaku tegas di dalam kehidupan masyarakat, Hukum harus mengandung unsur keterbukaan hingga semua orang dapat memahami arti atas suatu peraturan hukum. Peraturan Hukum yang satu dengan peraturan hukum yang lainnya tidak boleh kontradiktif sehingga tidak menjadi sumber keraguan.22
1. Banyak sarjana yang mengungkapkan mengenai pengertian hukum. Beberapa pengertian hukum menurut sarjana adalah sebagai berikut:23
a) Pada buku pengantar hukum indonesia, E.Utrecht mempunyai pendapat hukum merupakan sebuah petunjuk hidup masyarakat yang wajib ditaati
22 Fence M. Wuntu, Peranan Hakim Dalam Mewujudkan Kepastian Hukum Keadilan &
Kemanfaatan Di Peradilan Perdata, Disertasi, Fakultas Hukum, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2011, hal. 58.
23 Yulies Tiana Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 6- 7.
oleh semua masyarakat tanpa terkecuali oleh karena pelanggaran terhadap petunjuk itu dapat menimbulkan tindakan dari pemerintah masyarakat itu.
b) Immanuel Kant, dalam bukunya Inleiding Tot De Rechtswetsnschap mengungkapkan bahwa hukum merupakan keseluruhan syarat-syarat yang merupakan adanya kehendak bebas seseorang untuk dapat menyesuaikan diri terhadap kehendak bebas milik orang lainnya untuk menaati peraturan hukum mengenai kemerdekaan.
c) Pada buku inleiding tot de studie van nederlands recht yang ditulis oleh J.Van Apeldoom berpendapat bahwa tidak ada definisi dari hukum, karena sifatnya begitu luas. Hanya tertdapat tujuan hukum untuk mengatur pergaulan hidup pada masyarakat secara damai.
Berdasarkan pendapat para sarjana diatas, bisa diambil kesimpulan mengenai pengertian tentang hukum yang merupakan suatu norma yang sifatnya mengatur segala tingkah laku masyarakat pada pergaulan hidu sehari- hari.Apeldoon berpendapat hukum mempunyai tujuan untuk menciptakan kehidupan secara damai.24
Beberapa teori mengenai tujuan hukum adalah sebagai berikut:25
a) Teori Etis, Bahwa tujuan hukum adalah semata-mata untuk mewujudkan keadilan. Berbicara tentang keadilan, Aristoteles mengajarkan dua macam keadilan, yaitu keadilan distributif dan keadilan komutatif. Keadilan distributif merupakan keadilan yang memberikan jatah menurut jatahnya.
Sedangkan keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan jatah
24 L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 2000, hal. 10.
25 Dudu Duswara Machmudin, Pengantar Ilmu Hukum, Sebuah Sketsa, Refika Aditama, Jakarta, 2003, hal. 24-28.
kepada setiap orang sama banyaknya tanpa harus mengingat bentuk jasanya.
b) Teori Utilitas, Betham mengungkapkan bahwa hukum bertujuan untuk mewudkan apa yang berfaedah atau yang sesuai dengan daya guna. Ajaran Betham terkenal dengan sebutan eudaemonisme atau utilitarisme.
Para ahli mendefinisikan pengertian dari kepastian hukum adalah sebagai berikut:
a) Gustav Radbruch mengemukakan terdapat 4 dasar yang berkaitan dengan arti suatu kepastian hukum: (i) Bahwa hukum itu bersifat positif, merupakan peraturan perundang-undangan. (ii) Hukum itu harus didasarkan pada fakta yang ada, artinya didasarkan pada kenyataan; (iii) sebuah fakta atau kebenaran harus dirumuskan secara transparan sehingga tidak ada kesalahan atau kekeliruan terhadap pemaknaan, serta mudah untuk diterapkan Bahwa fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga tidak ada kekeliruan dalam pemaknaan, disamping mudah dilaksanakan; (iv) suatu hukum positif tidak boleh mudah diubah.26 Pendapat Gustav Radbruch mengenai kepastian hukum merupakan suatu kepastian yang ada pada isi hukum itu sendiri dan merupakan produk dari hukum serta peraturan perundang-undangan.
b) Pada buku the morality of law yang ditulis oleh Lon Fuller, terdapat 8 asas yang harus atau wajib dipenuhi oleh hukum. Apabila 8 asas tersebut tidak dipenuhi, hukum akan dianggap gagal untuk disebut sebagai perangkat hukum. Dengan kata lain diperlukan suatu kepastian hukum. Berikut ini adalah 8 asas menurut Lon Fuller:
26 Fence M. Wuntu, Op.Cit, hal. 59.
i. Kegagalan membentuk suatu aturan atau hukum, sehingga tiap ada isu diputuskan secara ad hoc.
ii. Terjadi kegagalan dalam mempublikasikan atau mensosialisasikan aturan hukum pada masyarakat serta pada pihak yang dianggap berkepentingan yang diharapkan mempelajari aturan tersebut
iii. Dilarang memuat aturan yang berlaku surut.
iv. Kegagalan dalam menciptakan suatu aturan yang dapat dimengerti.
v. Tidak boleh memuat aturan yang kontradiksi dengan peraturan lainnya.
vi. Tidak boleh membuat aturan yang mencantumkan persyaratan di luar kemampuan pihak yang terkait.
vii. Perubahan aturan secara cepat sehingga menimbulkan kebingungan pada subjek hukum
viii. Kegagalan menyelaraskan antara aturan dengan penerapan di lapangan.27
Menurut Lon Fuller, diperlukan kepastian antara peraturan danpenerapannya, hukum positif sudah bisa jalan apabila sudah memasuki ranah aksi, perilaku dan faktor lainnya.
c) Sudikno Mertokusumo, memaparkan bahwa kepastian hukum ialah jaminan bahwa hukum akan dilaksanakan dan yang berhak menurut hukum yang berlaku dapat memperoleh kembali haknya dan putusan hakim pegadilan
27 Lon L. Fuller, The Morality of Law, (New Haven and London: Yale University Press, revised edition, 1969), hlm.39. Dikutip dari tesis Nadia Valentina, Kepastian Hukum Berlakunya Perjanjian Kawin Yang Sudah Disahkan Namun Tidak Dimuat Dalam Kutipan Akta Perkawinan Yang Dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil, (Tesis, Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang, 2015).
dapat dilaksanakan dan ditegakkan. Sebagaimana diketahui bahwanya keadilan dan kepastian hukum memiliki keterkaitan akan tetapi tidak bisa disamakan antara keadilan dan kepastian hukum. Hukum bersifat umum mengikat setiap orang, besifat menyamaratakan, sedangkan keadilan bersifat subyektif, individualistis, dan tidak menyamaratakan.28
Kepastian hukum mensyaratkan harus tersedia pengaturan hukum pada perundang-undangan yang diciptakan oleh negara melalui alat kelangkapannya, sehingga peraturan perundang-undangan tersebut memilikiaspek yuridis yang bisa menjamin bahwa kepastian hukum berfungsi sebagai peraturan yang wajib ditaati.29
Dari uraian-uraian pendapat tentang kepastian hukum diatas, dapat disimpulkan pengertian kepastian hukum merupakan merupakan seperangkat aturan hukum suatu negara yang didalamnya ada kejelasan, tidak menyebabkan multi penafsiran, bisa diterapkan serta mampu menjamin hak dan kewajiban yang ada dalam masyarakat sesuai dengan budaya masyarakat.
Teori kepastian hukum memiliki makna:30
(1) Memuat aturan (regulasi) umum yang memungkinkan individu memahami perbuatan melanggar dan taat hukum;
(2) Terjaminnya perlindungan hukum bagi individu, dari kemungkinan tindak kesewenangan hukum berdasarkan Peraturan Perundang-undangan dan putusan pengadilan untuk kasus serupa.
28 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, UAJY, Yogyakarta, 2007, Halaman 160,
29 Fernando M Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan Tinjauan Hukum Kodrat &
Antinomi Nilai,Kompas, Jakarta, 2007, Halaman 95.
30Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group,Jakarta, 2008.hlm. 158.
Terdapat tiga aspek penting yang dikemukakan A.V. Dicey, diantaranya:31 1) Tidak seorang pun dapat dihukum atau secara hukum dapat dibuat
menderita tubuh atau harta bendanya, kecuali atas pelanggaran hukum tertentu yang tertuang dalam tata cara, bukan biasa di hadapan pengadilan hukum negara.
2) Tidak seorang pun berada di atas hukum, namun setiap orang apapun pangkat atau kondisinya, tunduk pada hukum biasa yang merupakan lingkup dan berada di dalam yuridiksi biasa.
3) Prinsip-prinsip umum konstitusi (misalnya, terkait dengan hak kebebasan atau hak untuk mengadakan rapat) merupakan hasil dan keputusan yudisial yang menentukan hak-hak individu pada kasus-kasus tertentu yang dibawa ke pengadilan.
Hukum perjanjian mengenal adanya asas kepastian hukum (asas pacta sunt servanda) untuk mengantisipasi akibat perjanjian. Siapapun termasuk penyelenggara hukum tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak perikatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang- Undang Hukum Perdata.
B. Defenisi Operasional