• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Perdagangan Internasional

2.1.2 Teori Modern

2.1.2.1Jhon Stuart Mill dan David Ricardo

Teori yang dikemukakan J.S.Mill menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage (suatu barang yang dapat dihasilkan dengan biaya yang lebih murah, dan jika mengimpor barang yang dihasilkan sendiri, maka akan memakan biaya yang lebih besar).

Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dikerahkan untuk memproduksi barang tersebut. Sebagai contoh:

Tabel 2.3 Produksi 10 orang dalam 1 minggu

Produksi Amerika Prancis

Gandum 6 karung 2 karung

Pakaian 10 Yard 6 Yard

Sumber: Salvatore (2006).

Menurut teori modern perdagangan antara negara Amerika dengan negara Prancis tidak akan timbul, karena absolute advantage dalam memproduksi gandum dan pakaian sudah tersedia pada negara Amerika. Tetapi yang penting disini bukan absolute advantage akan tetapi comparative advantagenya. Besarnya

comparative advantage untuk negara Amerika dalam memproduksi 6 karung gandum dibandingkan 2 karung gandum dari negara Prancis yaitu 3 : 1, dan produksi 10 yard pakaian dibandingkan dengan 6 yard yang dimiliki negara

Prancis atau sekitar 5/3 : 1. Dalam hal ini negara Amerika memiliki comparative advantage dalam memproduksi gandum yaitu sebesar 3 : 1 dimana lebih besar dari 5/3 : 1.

Negara Prancis memproduksi gandum sebanyak 2 karung dibandingkan negara Amerika yang memproduksi 6 karung gandum atau 1/3 : 1. Oleh karena itu perdagangan akan timbul antara negara Amerika dengan negara Prancis, dengan spesialisasi gandum untuk negara Amerika dan menukarkan sebagian gandumnya dengan produksi pakaian dari negara Prancis. Dasar nilai pertukaran (term of trade) ditentukan dengan batas-batas nilai tukar oleh masing-masing barang di dalam negeri. Kelebihan untuk teori comparative advantage yaitu teori ini dapat menerangkan berapa besar keuntungan karena adanya pertukaran, di mana kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage.

David Ricardo (1772-1823) merupakan seorang tokoh aliran klasik yang menyatakan bahwa nilai pertukaran ada jika barang tersebut memiliki nilai kegunaan. Dengan demikian suatu barang dapat ditukarkan jika barang tersebut memiliki nilai guna yang dibutuhkan oleh orang lain. Selanjutnya David Ricardo juga membuat perbedaan antara barang yang dapat dibuat atau barang yang dapat diperbanyak sesuai dengan keinginan orang lain. Dilain pihak, ada barang yang sifatnya terbatas ataupun bersifat monopoli, dalam hal ini untuk jenis barang yang sifatnya terbatas tersebut maka nilainya sangat subyektif dan relatif sesuai dengan kerelaan membayar dari calon pembeli. Sedangkan untuk barang yang ditambah jumlah produksinya sesuai dengan keinginan, maka nilai pertukarannya

berdasarkan atas pengorbanan yang diperlukan. David Ricardo mengemukakan bahwa berbagai kesulitan yang timbul dari ajaran nilai kerja adalah:

1. Perlu diperhatikan adanya kualitas kerja, yaitu ada kualitas kerja terdidik dan tidak terdidik, kualitas kerja dan lain sebagainya. Aliran klasik dalam hal ini tidak memperhitungkan jam kerja yang dipergunakan untuk pembuatan barang, tetapi jumlah jam kerja yang biasa dan semestinya diperlukan untuk memproduksi barang. Dari kesimpulan ini maka kemudian mengganti ajaran nilai kerja dengan “teori biaya produksi”. 2. Kesulitan yang terdapat di dalam nilai kerja yakni bahwa selain kerja

masih banyak lagi jasa produktif yang ikut membantu dalam pembuatan suatu barang dan itu harus dihindarkan. Selanjutnya David Ricardo menyatakan bahwa perbandingan antara kerja dan modal yang dipergunakan dalam produksi dikarenakan tetap besarnya dan hanya sedikit sekali perubahan.

Teori perdagangan internasional ditengahkan oleh David Ricardo yang memulai dengan anggapan bahwa lalu lintas pertukaran internasional hanya berlaku antara dua negara, dimana antara dua negara tersebut tidak ada pabean dan di antara kedua negara tersebut hanya beredar uang dalam bentuk emas. David Ricardo memanfaatkan hukum pemasaran yang secara bersama-sama dengan teori kuantitas uang untuk mengembangkan teori perdagangan internasional. Walaupun suatu negara memiliki keunggulan absolute, apabila dilakukan perdagangan tetap akan menguntungkan bagi kedua negara yang melakukan perdagangan.

Teori perdagangan telah merubah dunia menuju globalisasi dengan lebih cepat. Dahulu negara yang memiliki keunggulan absolute belum berani dalam melakukan perdagangan, berkat “law of comparative costs” dari Ricardo, negara Prancis mulai membuka kembali sistem perdagangan bebas antara beberapa negara lain. Teori comparative advantage telah berkembang menjadi dynamic comparative advantage yang menyatakan bahwa keunggulan komparatif dapat dengan mudah diciptakan, oleh karena itu penguasaan teknologi dan kerja keras menjadi salah satu faktor keberhasilan suatu negara. Bagi negara yang menguasai teknologi maka akan semakin diuntungkan dengan adanya perdagangan bebas, sedangkan negara yang hanya mengandalkan kepada kekayaan alam akan kalah dalam persaingan internasional.

1. Cost Comparative Advantage (Labor Efficiency)

Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang, dimana negara tersebut dapat memproduksi serta mengimpor barang relatif lebih efisien. Berdasarkan contoh hipotesis di bawah ini maka dapat dikatakan bahwa teori comparative advantage

dari David Ricardo adalah cost comparative advantage

Tabel 2.4 Data Hipotesis Comparative Cost

Produksi 1 kg Gula 1 meter Kain

Indonesia 3 Hari Kerja 4 Hari Kerja

Dalam tabel di atas negara Indonesia memiliki keunggulan absolute dibandingkan dengan negara Cina untuk produk gula dan kain. Maka tetap terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan kedua negara melalui spesialisasi jika negara-negara tersebut memiliki cost comparative advantage atau labour efficiency.

Berdasarkan perbandingan Cost Comparative Advantage Efficiency, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia lebih efisien dibandingkan dengan tenaga kerja Cina dalam memproduksi 1 kg gula (atau hari kerja) dari pada produksi 1 meter kain (pada saat hari kerja). Hal ini akan semakin mendorong Indonesia dalam melakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula. Sebaliknya tenaga kerja Cina ternyata lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Indonesia dalam memproduksi 1 meter kain (pada hari kerja) dari pada produksi 1 kg gula (pada hari kerja), hal ini mendorong Cina melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain.

2. Production Comparative Advantage (Labor Productivity)

Suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang, dimana negara tesebut dapat berproduksi relatif kurang/tidak produktif. Walaupun negara Indonesia memiliki keunggulan absolute dibandingkan negara Cina untuk kedua produk, namun perdagangan internasional dapat terjadi dan saling menguntungkan keduanya melalui spesialisasi di masing-masing negara yang memiliki labor productivity. Kelemahan yang terdapat di dalam teori klasik Comparative Advantage tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi

antara dua negara. sedangkan kelebihannya adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap terjadi walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolute asalkan masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam Cost Comparative Advantage atau Production Comparative Advantage. Teori ini mencoba melihat keuntungan atau kerugian dalam perbandingan relatif. Teori ini berlandaskan pada asumsi: Labor Theory of Value,

yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, dimana nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk memproduksinya.

2.1.2.2 Teori Hecksher-Ohlin (H-O)

Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa elemen perdagangan dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif. Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain dikarenakan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu memiliki keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:

1. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor yang ada di dalam suatu negara.

2. Faktor intensity, yaitu teknologi yang digunakan di dalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity.

Teori modern Heckscher-Ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva, yang pertama yaitu kurva isocost. Kurva isocost adalah kurva yang menggambarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro, kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva isoquant pada saat titik optimal. Maka dari itu, dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu. Analisis hipotesis H-O dikatakan sebagai berikut:

1. Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.

2. Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilikinya.

3. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya.

4. Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya.

5. Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama dengan harga barang yang sejenis dan sama sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.

Teori Perdagangan Internasional modern dimulai ketika dua ahli ekonom asal Swedia yaitu Eli Heckscher (1919) dan Bertil Ohlin (1933) mengemukakan penjelasannya mengenai teori perdagangan internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori keunggulan komparatif. Sebelum masuk ke dalam pembahasan teori H-O, maka terlebih dahulu mengemukakan kelemahan yang terdapat di dalam teori klasik yang mendorong munculnya teori H-O. Teori Klasik

Comparative Advantage menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam productivity of labor (faktor produksi yang dinyatakan secara eksplisit) antar negara, namun teori ini tidak memberikan penjelasan mengenai penyebab perbedaan produktivitas tersebut (Salvatore, 2006).

Teori H-O kemudian mencoba memberikan penjelasan mengenai penyebab terjadinya perbedaan produktivitas tersebut. Teori H-O menyatakan penyebab perbedaan produktivitas tersebut karena adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing negara, sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu teori Modern H-O dikenal sebagai “The Proportional Factor Theory”.

Selanjutnya negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak atau murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi untuk kemudian mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka atau mahal dalam memproduksinya.

2.1.2.3 Hipotesis Teori H-O

Sebelum melakukan kritik terhadap teori H-O, di bawah ini akan dikemukakan hipotesis yang telah dihasilkan oleh Teori H-O, antara lain:

1. Produksi barang ekspor di setiap negara naik, sedangkan produksi barang impor di tiap negara turun.

2. Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.

3. Harga labor di kedua negara cenderung sama, harga barang A di kedua negara cenderung sama, demikian pula harga barang B di kedua negara cenderung sama.

4. Perdagangan akan terjadi antara negara yang kaya Kapital dengan negara yang kaya Labor.

5. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk melakukan produksi. Sehingga negara yang kaya akan capital maka ekspornya dikatakan padat capital dan impornya padat karya, sedangkan negara kaya labor ekspornya padat karya dan impornya padat capital.

2.1.2.4 Kelemahan Asumsi dari Teori H-O

Untuk lebih memahami kelemahan teori H-O dalam menjelaskan perdagangan internasional, akan dikemukakan beberapa asumsi:

1. Asumsi bahwa kedua negara menggunakan teknologi yang sama dalam memproduksi barang tidak sesuai. Fakta yang ada di lapangan menunjukkan bahwa negara sering menggunakan teknologi yang berbeda. 2. Asumsi persaingan sempurna dalam semua pasar produk dan faktor

produksi lebih menjadi bermasalah. Hal ini dikarenakan sebagian besar perdagangan merupakan produk negara industri yang bertumpu pada diferensiasi produk dan skala ekonomi yang belum bisa dijelaskan dengan model faktor endowment H-O.

3. Asumsi tidak adanya mobilitas faktor internasional. Adanya mobilitas faktor secara internasional mampu mensubstitusikan perdagangan internasional yang menghasilkan kesamaan relatif harga produk dan faktor antar negara. Maknanya adalah hal ini merupakan modifikasi H-O tetapi tidak mengurangi kenyataan dari model teori H-O.

Dokumen terkait