• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Teori yang Relevan

6. Memelihara prinsip pembaruan (tajdid), inovasi dalam menjalankan amal usaha dibidang pendidikan.

Penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap isi konsep pendidikan dalam Muhammadiyah sangat memperhatikan pembentukan karakter Ke-Islaman yang berlandaskan Al-Quran dan As-sunnah, hal ini sangat penting disertakan dalam setiap pembelajaran baik untuk sekolah-sekolah negeri milik pemerintah terkhusus kepada Madrasah.

a. Teori Anomie

Emile Durkheim dalam Nursalam dan Suardi (2016 : 247) mengatakan anomie adalah suatu kondisi tiadanya norma atau tidak adanya aturan-aturan atau norma-norma bersama. Teori anomie mendeskripsikan kondisi tanpa norma yang terjadi dalam masyarakat. Teori ini menjelaskan keadaan dimana dalam suatu masyarakat terdapat beberapa nilai dan norma yang dianut namun antara nilai dan norma yang satu dengan yang lainnya tidak memiliki unsur keselarasan untuk menerapkan nilai dan norma mana yang akan dipatuhi. Sehingga masyarakat tersebut tidak memiliki pegangan yang tetap sebagai pedoman nilai dan norma yang akan mengatur arah perilaku masyarakat.

Robert K. Merton dalam Nursalam dan Suardi (2016 : 248) mengilustasikan munculnya keadaan anomi dalam masyarakat sebagai berikut:

Pada masyarakat industry modern seperti Amerika Serikat yang lebih mementingkan pencapaian kesuksesan materi yang diwujudkan dalam bentuk kemakmuran atau kejayaan dan pendidikan yang tinggi.

Apabila hal itu tercapai mereka dianggap sebagai orang telah mencapai tujuan-tujuan status atau Kultutal (cultural goals) yang dicitaka-citakan masyarakat. Untuk mencapai tujuan-tujuan status tersebut, ternyata masih harus melalui akses atau cara pelembagaan yang sah ( institutionalized means ) misalnya : sekolah, pekerjaan formal, kedudukan politik.

Pada kondisi anomi, tidak semua orang mampu menerima maupun menolak tujuan budaya dan cara-cara yang telah diinstitusonalisasikan. Bahkan untuk mencapainya sering kali orang menggunakan tujuan dan cara-cara yang tidak disetujui budaya, mengapa demikian karena dalam masyarakat terdapat lapisan- lapisan sosial, terkhusus kepada masyarakat yang kurang mampu (miskin) pasti memiliki hambatan atau sekelompok masyarakat yang mengalami

diskriminasi dilingkunganya akibat perbedaan etnis sehingga memiliki ketertabatasan akses untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan. Dengan demikian anomie adalah keadaan dimana suatu masyarakat ingin mencapai tujuan-tujuan status dengan cara yang sah, namun kesempatan untuk mencapai tujuan tersebut sedikit. Adanya struktur sosial dalam masyarakat yang mengakibatkan hanya lapisan-lapisan tertentu dalam masyarakat yang dapat mendapatkan akses atau kesempatan untuk meraihnya. Dari situasi seperti ini yang memungkinkan munculnya perilaku menyimpang dalam masyarakat, pada akhirnya masyarakat bias saja menempuh jalan yang tidak sah untuk mencapai hal tersebut. Seperti perampokan, penipuan dan kejahatan kriminal lainnya.

b. Teori Sosialiasi

Nursalam dan Suardi (2016 : 250) mengemukakan bahwa pandangan dasar teori ini adalah bahwa penyimpangan sosial merupakan produk dari proses sosialisasi yang kurang sempurna atau gagal. Dalam artian seseorang melakukan perilaku menyimpang akibat dari proses sosialisasi atau pengenalan suatu sikap atau tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang dianut oleh masyarakat yang diperolehnya dari lingkungan sekolah, lingkungan keluarga maupun lingkungan pergaulan.

Perbedaan aturan diberbagai kelompok sosial, seperti didalam keluarga, sekolah, maupun teman sebaya bisa membingungkan individu untuk mengikuti norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, sehingga muncul konflik normatif dalam diri individu. Hal ini terjadi karena adanya gangguan pengahayatan pada

nilai dan norma akibat perbedaan pembelajaran yang berbeda antara lingkungan yang satu dengan lingkungan yang lain. Menurut pendapat Shaw, Mc Kay dan Mc Donald dalam Ahmad Rus (2014) bahwa di kampung-kampung yang berantakan dan tidak terorganisir secara baik, perilaku jahat meruapakan perilaku yang norma dan wajar.

c. Teori Labbeling

Becker dalam Nursalam dan Suardi (2016 : 251) mengatakan bahwa lebeling penyimpangan adalah suatu konsekuensi dari penerapan aturan-aturan dan sanksi oleh orang lain kepada seorang pelanggar sehingga penyimpangan merupakan suatu yang bersifat relative bahkan juga membingungkan. Pemberian label atau cap kepada seseorang sering kali mengubah perilaku masyarakat terhadap seseorang yang menyimpang. Dengan memberikan cap atau julukan kepada seseorang sebagai pelaku penyimpangan dapat mendorong seseorang berperilaku menyimpang. Hal inilah yang membentuk pernyimpangan primer dan penyimpangan sekunder. Misalnya seseorang yang tadinya hanya melakukan penyimpangan primer maka lambat laun akan menyimpangan sekunder karena adanya dorongan dari masyarakat akibat pemberian label sebagai pelaku penyimpangan.

Ketika seseorang tertangkap basah mencuri, lalu kemudian diberitakan di media massa dan diketahui oleh masyarakat sekitar, maka kemudian ia akan menanggung beban cap oleh masyarakat sebagai penjahat, sekalipun telah mempertanggung jawabkan kejahatannya ia tetap telah memperoleh cap dari

masyarakat sehingga ia memiliki kemungkinan besar untuk mengulang kembali perbuatannya.

d. Teori Kontrol

Menurut Hirschi dalam Nursalam dan Suardi (2016 : 253) mengatakan bahwa penyimpangan kriminalitas atau perilaku kriminalitas merupakan bukti kegagalan kelompok sosial yang konvensional untuk mengikat individu agar tetap conform, seperti keluarga, sekolah atau intuisi pendidikan dan kelompok- kelompok lainnya. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa gagalnya lembaga- lemabaga sosial yang ada dalam masyarakat seperti lembaga keluarga, lembaga pendidikan, lembaga adat dan hukum untuk mengawasi serta mengendalikan masyarakat untuk tidak melakukan penyimpangan.

Hirschi dalam Nursalam dan Suardi (2016 : 253) mengemukakan ada empat unsur utama dalam unsur sosial adalah sebagai berikut :

1) Kasih Sayang (attachment) sumber kekuatan yang diperoleh individu dari hasil sosialisasi dalam kelompok primernya seperti keluarga.

2) Tanggung jawab (commitment) kesadaran dari dalam diri individu bahwa ketika melakukan penyimpangan dampaknya tidak akan baik untuk masa depan.

3) Keterlibatan (involvement) dengan adanya kesadaran kemudian mendorong individu untuk terlibat dalam ketentuan yang telah dianut dalam masyarakat, sehingga mengurangi kesempatan individu untuk melakukan penyimpangan.

4) Kepercayaan (believe) kepada nilai dan norma yang dianut dalam masyarakat pada akhirnya akan tertanam kuat dalam diri individu.

Penjelasan tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa terjadinya menyimpangan dalam masyarakat dikarenakan lemahnya sosial dalam lembaga- lembaga sosial dalam masyarakat. Sehingga masyarakat berbuat diluar nilai dan norma yang berlaku.

Dokumen terkait