• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pengertian Tindak Pidana

Pengertian Tindak Pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum Pidana Belanda yaitu strafbaar felt. Pada dasarnya tidak ada yang mengatur arti kata strafbaar felt seacar resmi didalam WvS Belanda maupun WvS Hindia Belanda (KUHP). Para ahli hukum akhirnya berusaha untuk memberikan arti dan visi dari istilah kata dari strafbaar felt, tetapi sampai saat ini masih belum adanya keseragaman dalam pengertian kata tersebut.

Ada beberapa istilah yang digunakan dalam Bahasa Indonesia untuk menterjemahkan kata strafbaar felt. Istilah-istilah ini digunakan didalam perundang-undangan maupun juga didalam beberapa literature hukum, antara lain adalah sebagai berikut:

a. a.Tindak pidana, b. Peristiwa Pidana c. Delik

d. Pelanggaran Pidana

e. Perbuatan yang boleh dihukum f. Perbuatan yang dapat dihukum g. Perbuatan Pidana.

Moeljatno, berpendapat bahwa “pengertian tindak pidana menurut istilah beliau yakni perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut”.23

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli diatas maka dapat diartikan apa yang dimaksud dengan tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang dapat

bertanggungjawab dimana perbuatannya adalah perbuatan yang dilarang oleh undang-undang yang mana mempunyai sanksi pidana.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Dalam mengkaji unsur-unsur tindak pidana terdapat 2 (dua) aliran yaitu aliran monisitis dan aliran dualistis. Menurut Moeljatno maksud dari pandangan monisitis yaitu melihat keseluruhan (tumpukan) syarat untuk adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan. Sedangkan pandangan dualistis membedakan dengan tegas dapat dipidananya

perbuatan dan dapat dipidannya orangnya dan sejalan dengan ini Moeljatno memisahkan antar pengertian perbuatan pidana dan

pertanggungjawaban pidana, oleh karena dipisahkan, maka pengertian perbuatan pidana tidak meliputi pertanggungjawaban pidana.24

H.B, Vos, W.P.J. Pompe, Molejatno adalah kelompok sarjana dari aliran dualistis. Moeljatno mengemukakan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut:

23Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm 54 24Ibid., hlm. 35.

a. Perbuatan (manusia)

b. Memenuhi rumusan undang-undang c. Bersifat melawan hukum

Memenuhi rumusan undang-undang merupakan syarat formil.

Keharusan demikian merupakan konsekuensi dari asas legalitas. Bersifat melawan hukum merupakan syarat materil. Keharusan demikian, karena perbutan yang dilakukan itu betul-betul oleh masyarakat dirasakan sebagai perbuatan yang tidak patut dilakukan. Bersifat melawan hukum itu

merupakan syarat mutlak untuk tindak pidana.

3. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Dalam membahas tindak pidana kita pasti menemukan beragam tindak pidana yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat baik sengaja maupun tidak sengaja. Menurut sistem KUHP itu sendiri telah

mengklarifikasi tindak pidana atau delik ke dalam dua kelompok besar yaitu dalam Buku Kedua dan Ketiga masing-masing menjadi kelompok kejahatan dan pelanggaran, kejahatan adalah perbuatan yang bertentangan dengan keadilan meskipun peraturan perundang-undangan tidak

mengancamnya dengan pidana.

Sedangkan pelanggaran atau tindak pidana undang-undang adalah perbuatan yang oleh masyarakat baru dirasa sebagai tindak pidana karena ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, kemudian babnya dikelompokkan menurut sasaran yang hendak dilindungi oleh KUHP

terhadap tindak pidana tersebut. Misalnya bab satu buku kedua adalah kejahatan terhadap keamanan Negara.25

Untuk lebih jelasnya tindak pidana kejahatan dan pelanggaran akan diuraikan sebagai berikut:

a. Kejahatan Pelanggaran

Bahwa kejahatan merupakan rechdelic atau delik hukum dan pelanggaran merupakan wetsdelict atau delik undang-undang. Delik hukum adalah pelanggaran hukum yang dirasakan melanggar rasa keadilan, misalnya perbuatan seperti pembunuhan, melukai orang lain, mencuri dan sabagainya. Sedangkan delik undang-undang melanggar apa yang telah ditentukan oleh undang-undang.

b. Delik Formal (formil) dan Delik Material (materil)

Delik formal adalah delik yang dianggap selesai dengan dilakukannya perbuatan itu atau dengan perkataan lain titik beratnya pada perbuatan itu sendiri. Sedangkan delik material titik beratnya pada akibat yang dilarang, delik itu dianggap selesai jika akibatnya sudah terjadi, bagaimana cara melakukan perbuatan itu tidak menjadi masalah.

c. Delik Dolus dan Delik Culpa

Dolus dan culpa merupakan bentuk kesalahan (schuld) yaitu:

1. Delik dolus ialah delik yang memuat unsur kesengajaan rumusan kesengajaan itu mungkin dengan kata yang tegas dengan sengaja, 25Ismu Gunadi, Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2014, hlm 58.

tetapi mungkin juga dengan kata-kata lain yang senada, contohnya adalah Pasal 162, 197, 310, 338 KUHP tentang kealpaan yang meyebabkan orang mati atau luka.

2. Delik culpa didalam rumusanya memuat unsur kealpaan dengan kata karenna kealpaannya, misalnya Pasal 359 KUHP tentang kealpaan yang menyebabkan orang mati atau luka.

d. Delik Commisionis dan delik Omissions

1. Delik commisionis yaitu tindak pidana yang berupa perbuatan aktif. Perbuatan aktif adalah perbuatan yang untuk mewujudkan di isyaratkan adanya gerakan dari aggota tubuh orang yang berbuat mengambil, menganiaya, menembak, mengancam dan sebagainya.

2. Delik omissions yaitu tindak pidana yang berupa tidak berbuat sesuatu, dapat kita jumpai pada Pasal 552 (tidak datang menghadap ke pengadilan sebagai saksi). Tindak pidana ini dapat disebut sebagai tindak pidana pengabaian suatu kewajiban hukum.

e. Delik aduan dan delik biasa (bukan aduan)

Delik aduan (klachtelict) adalah tindak pidana yang

penuntutannya hanya dilakukan atas adanya pengaduan dari pihak yang berkepentingan atau merasa dirugikan. Misalnya : penghinaan atau perzinahan. Jumlah delik aduan ini telah tercantum dalam KUHP dimana dalam tindak pidana biasa tersebut tanpa ada aduan dari siapapun, pelaku dari tindak pidana tersebut dapat dituntut secara hukum.

Terdapat dua jenis delik aduan, yaitu delik aduan absolute (yang penuntutanya berdasarkan pengaduan), dan delik aduan relative disini karena adanya hubungan istimewa antara pelaku dan korban.26