MATERI VII KOMPLEKSOMETRI
A. Tujuan
Setelah mengikuti praktikum ini, mahasiswa mampu:
1. Mempelajari metode atau cara analisa pada spektrometri serapan atom.
2. Menentukan kadar/konsentrasi Fe dalam larutan sample dengan metode AAS.
B. Dasar Teori
Spektrofotometri serapan atom (AAS) merupakan suatu metode analisa kimia untuk menentukan unsur-unsur logam dan semi logam dalam jumlah renik (trace), hasil perhitungan akan memberikan kadar total unsur logam / semi logam tersebut dalam sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul logam tersebut dalam sampel, yang didasarkan atas pengukuran jumlah radiasi yang diserap oleh atom- atom apabila sejumlah radiasi dilewatkan melalui sistem yang mengandung atom tersebut. Prinsip kerja dari AAS adalah adanya interaksi antara energi (sinar) dan materi (atom). Ini dapat dilaksanakan dengan menghisap cuplikan melalui tabung kapiler dan menyemprotkan ke dalam nyala api yang memenuhi syarat tertentu sebagai kabut yang halus (aerosol). Jumlah radiasi yang diserap tergantung pada jumlah atom-atom bebas yang terlibat dan kemampuan atom itu untuk menyerap radiasi. Oleh karena itu penerapan metode ini dalam analisa kimia sangat tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan atom bebas. Distribusi atom–atom pada setiap tingkat energi akan mengikuti Hukum distribusi Boltzman.
Nj/No = Pj /Po exp (-Ej /kT) (1)
dengan,
Nj = jumlah atom dalam tingkat eksitasi j No = jumlah atom dalam tingkat dasar
Pj = jumlah keadaan kuantum dengan energi yang sama pada tingkat eksitasi Po = jumlah keadaan kuantum dengan energi yang sama pada tingkat dasar T = temperatur
K = tetapan Boltzman (1,38 X 10-16 erg / derajat)
Sedangkan hubungan antara selisih tingkat energi dengan frekwensi dan panjang gelombang diberikan oleh persamaan Planck sebagai berikut :
Ej-Eo = E = hv = hc/ (2)
Persamaan Boltzman menunjukkan bahwa perbandingan distribusi atom dalam tingkat energi tertentu bergantung pada energi yang diperlukan untuk eksitasi atom dan temperatur sistem. Pada temperatur kamar jumlah atom yang ada dalam tingkat energi tereksitasi jauh lebih kecil dari pada jumlah atom yang ada dalam tingkat energi dasar sehingga dapat dikatakan bahwa praktis semua atom berada dalam tingkat energi dasar.
Spektra serapan atom suatu unsur terdiri atas garis-garis sempit yang jelas batasnya, yang ditimbulkan oleh transisi elektronik antar tingkat energi elektron dari elektron-elektron yang ada pada kulit paling luar, garis tersebut disebut garis resonansi. Setiap unsur akan memiliki garis resonansi, dan apabila mempunyai lebih dari satu garis resonansi maka garis-garir tsb akan memiliki kekuatan osilasi yang berbeda sehingga akan memberikan sensitifitas yang berbeda pula.
Dasar perhitungan pada spektrofotometri serapan atom adalah menggunakan Hukum Lambert Beer:
A =b C (3)
dengan,
= koefisien absorpsi molar b = tebal cuvet
C = konsentrasi.
Terjadinya penyimpangan Hukum Lambert Beer dalam analisa pada prinsipnya dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu
a. Penyimpangan konseptual b. Penyimpangan experimental INSTRUMENTASI dari AAS
Ada 5 bagian utama dalam setiap peralatan AAS yaitu a. Sumber sinar: untuk menghasilkan sinar dengan energi tertentu b. Sistem pengatuman: untuk menghasilkan atom
c. Monokromator: untuk memilih garis resonansi
d. Detektor: untuk mengukur intensitas sinar sebelum dan sesudah melewati medium serapan
e. Sistem pembacaan: untuk menampilkan data yang akan dibaca.
a. Sumber sinar.
Pada analisis dengan menggunakan AAS memerlukan sumber sinar yang benar-benar monokromatis, namun sampai saat ini belum ada monokromator yang dapat menghasilkan cahaya dengan persyaratan tsb, namun masalah ini dapat diatasi setelah Walls (1955) memperkenalkan penggunakan sumber radiasi yang dapat menghasilkan garis spektra dengan panjang gelombang yang tepat sama dengan panjang gelombang serapan atom unsur yang dianalisa. Sumber radiasi ini disebut “Hollow Chatode Lamp” yang terdiri dari elektroda katode yang berbentuk cekung dilapisi dengan logam murni dan elektroda anoda yang terbuat dari wolfram.. Kedua elektroda tsb berada dalam tabung gelas tertutup yang diisi dengan gas mulia pada tekanan rendah (2-3 mm Hg).
b. Sistem pengatuman.
Sistem pengatuman dalam AAS merupakan salah satu bagian yang terpenting karena disinilah senyawa yang akan dianalisa ditempatkan. Bagian ini merupakan tempat untuk mengubah unsur dari keadaan semula (larutan) ke dalam bentuk uap atom bebas yang siap untuk dianalisa Untuk memperoleh atom tsb dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu sistem pengatuman dengan nyala api dan sistem pengatuman tanpa nyala api.
Pengatuman dengan nyala.
Pada pembentukan atom dengan atomisasi nyala, pada prinsipnya terdiri dari 2 bagian utama yaitu Nebulaizer dan Burner. Pada Nebulaizer terjadi perubahan larutan menjadi aerosol sedangkan pada Burner terjadi proses atomisasi dengan nyala, nyala yang dapat digunakan dalam AAS dihasilkan dari pembakaran gas pembakar dengan oksidan pada burner tsb, adapun jenis gas pembakar maupun oksidan tergantung dari suhu yang diperlukan .
Pengatuman tanpa nyala
Atomisasi dengan mengunakan sistem tanpa nyala dapat dilakukan dengan : 1. Tungku grafit
2. Pembentukan hidrida 3. Pembentukan uap dingin
Pada sistem pengatuman dengan tungku grafit hanya memerlukan 10-20l sampel yang ditempatkan pada suatu tungku mini yang terbuat dari karbon, kemudian dipanaskan secara elektrik dengan melewatkan arus listrik melalui tungku tsb sehingga cuplikan akan mengalami penguapan, pengabuan, dan atomisasi, sehingga didapatkan atom yang siap untuk diukur.
Cara pengatuman dengan pembentukan hidrida hanya dapat diterapkan pada unsur yang dapat membentuk hidrida, senyawa tersebut tidak stabil dalam pemanasan sehingga dibentuk senyawa hidrida yang berupa uap dan dapat menyerap sinar dari sumber sinar. Biasanya dilakukan dengan mereduksi unsur menjadi unsur yang mempunyai valensi lebih rendah kemudian baru dibentuk hidrida, dikerjakan pada temperatur rendah (700-900) serta atomisasi dilakukan dalam sel atomisasi tabung kuarsa.
Cara pengatuman dengan pembentukan uap dingin dapat dilakukan untuk air raksa (Hg), karena Hg mempunyai tekanan uap yang tinggi sehingga pada temperatur kamar Hg berada dalam kesetimbangan antara fasa uap dan air.
c. Monokromator
Fungsi monokromator adalah untuk mengisolasi salah satu garis resonansi dari sekian banyak garis resonansi yang dihasilkan oleh sumber sinar.
d. Detektor
Seperti halnya pada semua alat pektrofotometri, fungsi dari pada detektor adalah untuk mengubah energi sinar menjadi energi listrik. Energi listrik ini akan dapat menggerakkan jarum dan akan mengeluarkan angka digital / grafik.
e. Sistem pembacaan
Sistem pembacaan pada AAS bervariasi tergantung pada keperluan, ada sistem pembacaan recorder atau layar monitor tetapi ada pula yang dengan sistem digital atau print out.
INTERVERENSI
Metode AAS ternyata bukan merupakan metode analisa yang bebas dari interverensi. Interverensi yang ada dalam AAS dibedakan menjadi :
a. Interverensi spektral
Interverensi ini terjadi apabila dalam atomisasi terdapat spesies lain yang menyerap radiasi pada panjang gelombang yang overlap atau sangat dekat dengan daerah serapan atom unsur yang dianalisa, sehingga pemisahan oleh monokromator tidak mungkin dapat dilakukan.
b. Interverensi kimia
Interverensi kimia terjadi karena keterlibatan reaksi kimia yang dapat menurunkan konsentrasi uap atom dalam ruang atomisasi.
c. Interverensi fisika
Interverensi fisika ini dapat terjadi karena terbentuknya partikulat yang dapat menurunkan intensitas radiasi melalui hamburan cahaya, juga dapat terjadi karena perbedaan sifat fisika larutan cuplikan dengan sifat fisika larutan standart.
CARA ANALISA
Untuk keperluan analisa kuantitatip secara spektofotometri serapan tom (AAS) dengan menggunakan nyala, cuplikan harus disiapkan berupa larutan.
Untuk memperoleh bentuk larutan, cuplikan ini perlu perlakuan pendahuluan. Yang prosedurnya tergantung pada sifat dan jenis cuplikan yang bersangkutan.
Ada beberapa cara untuk melarutkan cuplikan yaitu :
Cuplikan langsung dilarutkan dalam pelarut yang sesuai
Cuplikan direaksikan dengan asam
Cuplikan dilebur dulu dengan basa kemudian hasil leburan dilarutkan dalam asam.
Prosedur yang banyak digunakan adalah melarutkan sampel dengan asam murni seperti dengan HNO3, H2SO4, HCl, karena tidak menambah kadar zat padat dalam larutan. Disamping itu kebanyakan cuplikan (organik, anorganik) dapat larut di dalam asam. Yang perlu diperhatikan di dalam metode pelarutan adalah apapun
pelarut yang digunakan yang terpenting jangan sampai unsur yang akan dianalisa hilang karena perlakukan tersebut, dan diperoleh larutan yang jernih.
Apabila dalam larutan ternyata banyak terdapat zat pengganggu maka harus dilakukan pemisahan sebelum dilakukan pengukuran absorbansi. Apabila memilih menggunakan pelarut organik jangan menggunakan senyawa aromatik seperti benzen ataupun pelarut halogenida yang sangat mudah menguap seperti CCl4, CHCl3, karena akan mengganggu nyala sehingga tidak stabil.
C. Bahan
Bahan yang digunakan : 1. Larutan FeCl3
2. Aquadest 3. sample air D. Alat
Alat yang digunakan :
1. Seperangkat alat AAS 6. Pipet volum 2. Seperangkat alat komputer 7. Pipet tetes
3. Kompresor 8. Gelas beaker
4. Erlemeyer 9. Botol semprot
5. Labu takar
Gambar 1. Alat spektrofometri serapan atom
E. Cara Percobaan
Menghidupkan dan optimasi alat 1. Cara menghidupkan
Sebelum alat AAS dihidupkan, ada beberapa hal yang perlu dicek:
Tegangan listrik : cek sesuaikan jala-jala (tanyakan pada instruktur)
Tombol pengatur arus lampu katode cekung (HCl) = 0 mA
Tombol pengatur panjang gelombang, apabila dilengkapi dengan tombol untuk scanning maka tombol (scanning) harus di off-kan.
Tombol Mode, apabila dilengkapi dengan tombol Mode maka tombol mode harus dipasang pada posisi Emisi
Gain, tombol gain adalah tombol untuk mengatur perbesaran pengeras (amplifier) maka sebelum dinyalakan tombol ini harus pada posisi minimal (=0) sehingga amplifier tidak ada hentakan beban yang terlalu berat.
Tombol pengatur tekanan gas, baik oksidan maupun bahan baker sebelum alat dinyalakan tombol ini harus pada posisi minimal sehingga apabila gas yang dialirkan ke dalam alat tekanannya terlalu besar alat tidak akan mengalami kerusakan pada saat dinyalakan.
Kepala burner, cek dulu kepala burner sebelum alat dinyalakan, harus pada keadaan terpasang, sehingga apabila alat dinyalakan apinya tidak akan terjadi ledakan yang bias membahayakan operator dan kerusakan alat.
Drainer, cek dulu recervoir harus terisi air sampai tanda safety.
2. Optimasi alat
1) Setelah posisi diatas sudah kita penuhi hidupkanlah alat dengan mengubah sakelar power ke posisi on
2) Pasanglah lampu yang akan kita pakai pada tempat lampu dan panaskan lampu pada arus ± 2 mA selama ± 15 menit
2.1 Optimasi Lampu
2.2 Setelah ± 15 menit lampu dipanaskan, tambah kuat arus lampu sesuai dengan label lampu pada Working range jangan sampai melebihi kuat arus maksimum yang tertera pada label lampu sebab lampu bisa terbakar.
2.3 Optimasi Panjang Gelombang
Atur tombol Gain pada ½ putaran (skala) tombol.
Atur slit pada 0,2 nm.
Cek dulu burner jangan sampai menghalangi jalan sinar.
Dekatkan tombol panjang gelombang pada ± 2 nm dari angka sebelum panjang gelombang yang kita cari dengan tombol kasar.
Misalkan Ca pada= 422,7 nm. Putarlah secara pelan-pelan dari 421,0 nm sampai 424,0 nm maka akan didapat puncak pada 422,7 nm secara optimal (maksimum) dan setelah melewati 422,7 nm puncak akan hilang. Kembalikan pelan-pelan ke puncak 422,7 nm.
Kuncilah tombol supaya dalam analisis nanti tidak bergeser apabila tombol tersentuh. Sebab kalau sampai berubah sedikit saja, analisis tidak akan dapat dilakukan.
2.4 Pemilihan Slit (Band-pass)
Hindarkanlah slit yang terlalu lebar, jika gain sudah cukup, dan lampu masih dalam batas dibawah maximum current. Sebab slit yang terlalu lebar akan mengganggu dalam analisis terutama terhadap unsur yang garis resonansinya sangat dekat.
2.5 Optimasi Burner (Pembakar)
Dalam pengatoman yang menggunakan nyala, zona atom bebas suatu unsur akan berbeda dengan unsur lainnya
2.5.1 Optimasi Tinggi Pembakar
Buatlah larutan Ca 2 ppm
Bacalah dengan AAS pada= 422,7 nm dengan divareasi tinggi burner 1-2-3 ….10 mm yang sebelumnya telah diatur tekanan gasnya.
Buatlah kurva Abs vs tinggi burner.
2.5.2 Menyalakan Burner
Bukalah gas dalam tabung gas C2H2(5 kg/cm2–20 kg/cm2)
Aturlah tekanan supply-nya 0,8 kg/cm2.
Buka regulator tekanan dalam alat AAS ± 0,5 kg/cm2
Buka kompresor udara, atur tekanan supply pada 2 ½ kg/cm2
Buka regulator tekanan dalam alat AAS ± 1 ½ kg/cm2
Hidupkan blower (Exhousfan)
Cek aliran gas C2H2dan udara, untuk C2H2antara 1 l/menit dan udara antara ± 10 l/menit.
Hidupkan nyala burner dengan menekan tombol ignition sampai nyala.
Atur kembali tekanan C2H2dan tekanan udaranya.
Hidupkan tombol safety untuk pressur emonitor dan flame monitor untuk menghindari nyala balik dan kebakaran ruangan karena dijenuhi oleh gas C2H
2.6 Optimasi Kecepatan Alir C2H2(Fuel)
Dalam analisis dengan metode AAS yang menggunakan nyala, cuplikan harus berbentuk larutan yang sebaiknya tidak mengandung suspended matter (kalau ada ukurannya tidak boleh lebih sari 10 nm).
Larutan ini dapat berupa larutan dalam air atau dalam pelarut organic misalnya MIBK (methyl isobuthyl keton) atau MIAK (methyl iso amyl keton), larutan ini boleh mengandung banyak zat terlarut seperti garam dan sebagainya.
Adapun peristiwa yang terjadi di dalam proses pengatoman dengan nyala, mula-mula larutan unsure ditarik ke dalam nebuleizer, diubah olehnya menjadi berbentuk kabut dalam spray chamber kemudian dengan penambahan gas kontinyu terjadilah campuran yang homogen sesaat sebelum masuk ke dalam burner. Campuran gas oksidan dan bahan baker lalu dinyalakan di dalam burner dimana dapat dicapai suhu yang tinggi untuk proses pengatoman.
3. Kondisi alat untuk pengukuran Zn Elemen yang dibaca : Zn
Arus lampu : 10 mA
Panjang gelombang : 213,8 nm
Slit : 1,3 nm
Alat pengatom : standar burner slot 10 cm
Oksidan : Udara
Tekanan ; 1,6 kg/cm2
Flow : 9,5 liter/menit
Bahan bakar : C2H2
Tekanan : 0,20 1,6 kg/cm2
Flow : 2,0 liter/menit
Tinggi pembakar : 7,5 mm
Metode pengukuran : AAS (konsentrasi) 4. Pembuatan larutan induk Zn 100 mg/L
Larutkan 0,1 gr serbuk Zn dalam 20 ml 1 + 1 HCl dan larutkan menjadi 1000 ml