• Tidak ada hasil yang ditemukan

“ (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.”

Subsidair melanggar Pasal 11 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang bunyinya sebagai berikut:

“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya”.

Subsidair melanggar Pasal 15 jo. Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang bunyinya sebagai berikut:

“Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14”.

Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Dakwaan Kedua yakni melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Dakwaan Ketiga Subsidiair yakni melanggar Pasal 15 Jo. Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Dr. Pinangki Sirna Malasari, SH., MH.

dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun penjara dikurangi selama Terdakwa dalam masa penahanan dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan dalam rumah tahanan negara

3. Menjatuhkan pidana denda terhadap Terdakwa sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta Rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan.

4. Barang bukti sebagaimana daftar barang bukti dalam berkas perkara berupa : 1. 1 (satu) rangkap copy warna Paspor Jenis P Kode Negara IDN Nomor : C2902615 atas nama Rahmat, kewarganegaraan Indonesia, berikut terlampir halaman 8, 9, 10, 11, 12, 13 yang tertera cap atau pas kunjungan ke Malaysia; 2. 1. 1 (satu) buku Asli Pasport Republik Indonesia Nomor Pasport W 407014 atas nama Rahmat, kewarganegaraan Indonesia, tanggal lahir 01 Juni 1966 tanggal pengeluaran 15 Desember 2010 tanggal habis berlaku 15 Desember 2015; 2. 1 (satu) buku Asli Pasport Republik Indonesia Nomor Pasport A 4245344 atas nama Rahmat, kewarganegaraan Indonesia, tanggal lahir 01 Juni 1966 tanggal pengeluaran 06 Desember 2012 tanggal habis berlaku 06 Desember 2017.

5. (satu) buah kartu nama bertuliskan Mulia Property Development SDN BHD atas nama Joe Chan No. M : +60 17 695 2004, level 105, Exchange 106, Lingkaran TRX. 55188 Tun Razak Exchange, Kuala Lumpur, Email : chanjoe89@gmail.com 5. 1 (satu) unit handphone Iphone Seri 11 Pro Max warna merah; 6. 1 (satu) unit handphone merk IPhone 8 model number MX182PA/A serial number FFMZ74PVN1N2, IMEI 35 639510 071230 0; 7. 1 (satu) unit handphone NOKIA N86 warna hitam dengan IMEI 354203033922594; 8. 1 (satu) unit iPhone 11 model number MWM62PA/A serial number DNPD1FQYN73K IMEI : 35 298311 903659 9; 9. 1. 1 (satu) unit Iphone 7 Plus warna hitam doff, 2. 1 (satu) unit Iphone X warna silver, 3. 1 (satu) unit Iphone 7 Plus warna hitam glossy, 4. 1 (satu) unit Iphone X

warna glossy, 5. 1 (satu) unit Iphone 6 warna gold IMEI 354430065718497, 6. 1 (satu) unit Iphone 6 Plus warna silver IMEI 354439068174566, 7. 1 (satu) unit Ipad model A1671 warna gold S/N DLXWL058HPQJ, 8. 1 (satu) unit hardisk Fujitsu 60 GB, S/N PQP070319001, 9. 1 (satu) unit hardisk internal (HDD DVR) merek Seagate kapasitas 4 TB S/N ZGY5W6DS, 10. 1 (satu) unit hardisk internal (HDD DVR) merek Seagate kapasitas 4 TB S/N ZGY6LECB, 11. 11 (sebelas) unit Mini SD Card, 12. 13 (tiga belas) unit Micro SD Card, 13. 1 (satu) unit flasdisk merek Sandisk kapasitas 32 GB, S/N SOCZ600-032G, 14. 1 (satu) unit flashdisk merek Kingston warna merah kapasitas 8 GB, 10. 1 (satu) unit handphone iPhone 7 warna hitam model A1784 FCC ID : BCG-E3092A IC: 579C-E3092A, dirampas untuk negara.

4. Putusan Hakim dalam Tindak Pidana Korupsi Perkara Nomor38/Pid.Sus- TPK/2020/PN.Jkt.Pst

Penulis akan mencantumkan amar putusan Pengadilan Negeri perkara Terdakwa Dr. Pinangki Sirna Malasari SH.,MH sebagai berikut :

1. Menyatakan Terdakwa Dr. Pinangki Sirna Malasari, SH., MH. tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan dalam dakwaan ke satu primair dan ke tiga primair;

2. Membebaskan Terdakwa tersebut oleh karena itu dari dakwaan ke satu primair dan ke tiga primair;

3. Menyatakan Terdakwa Dr. Pinangki Sirna Malasari, SH., MH. terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “korupsi” sebagaimana didakwakan dalam dakwaan ke satu subsidair dan “pencucian uang” sebagaimana didakwakan dalam dakwaan ke dua dan “permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi” sebagaimana didakwakan dalam dakwaan ke tiga subsidair;

4. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun dan denda sebesar Rp600.000.000,00 (enam ratus juta Rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan;

5. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

6. Memerintahkan Terdakwa tetap ditahan;

7. Memerintahkan barang bukti yang sebagian disita untuk negara.

Penulis mencermati terdapat perbedaan yakni penafsiran pada penerapan yang diberikan dimana terdapat pada Putusan Pengadilan Negeri terkait pertimbangan pemenuhan unsur pada dakwaan Primer yang harusnya diperiksa dan dipertimbangkan kesatu primair berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan maka setelah itu mengecualikan dakwaan ke satu subsidair.

5. Pertimbangan Hakim Menerapkan Pidana Tindak Pidana Korupsi dalam Tindak Pidana Korupsi Nomor38/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst

Penulis mencermati pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor Perakara 38/Pid.Sus –TPK/2020/PN.Jkt.Pst yang memfokuskan pada penggunaan pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara Tindak Pidana Korupsi Pinangki. Pertama pada dakwaan primair Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adalah sebagai berikut :

“1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara;

2. Menerima pemberian atau janji;

3. Dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;”

Kedua membebaskan Terdakwa tersebut oleh karena itu dari dakwaan ke satu primair, yang menurut penulis pertimbangan pemenuhan unsur pada dakwaan Primer yang harusnya diperiksa dan dipertimbangkan. Melakukan Tindak Pidana yang diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Melakukan Tindak Pidana yang diatur dan diancam Pidana dalam

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Bahwa Penulis menguraikan dengan beberapa bahan pertimbangan hakim yang dijadikan rujukan pada Dakwaan Jaksa Penuntut Umum beserta bukti-bukti antara lain, bahwa unsur-unsur Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan bunyi sebagai berikut :

“1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara;

2. Menerima pemberian atau janji;

3. Dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.”

Pada bagian menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan membuktikan unsur- unsur tersebut satu per satu, sebagai berikut :

1. Unsur “pegawai negeri atau penyelenggara negara”

Dengan unsur yang dijadikan kajian pertimbangan-pertimbangan Hakim melihat bahwa unsur yang dimaksud “Pegawai Negeri” dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana bunyi pada Pasal 1 angka 1, adalah meliputi :

“a. pegawai negeri sebagaimana undang-undang tentang Kepegawaian;

b. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana;

c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;

d. orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau

e. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.”

- Pada bagian Unsur Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara, adanya terkandung makna perbedaan tafsir dengan sifat alternatif pada status Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara.

- Rumusan pada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara telah melekat sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bebas dan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme adalah pejabat yang tugas dan kewenangannya berkaitan sebagai penyelenggara Negara sehingga dapat menunjukan bahwa orang yang dijadikan Terdakwa dalam perkara ini merupakan Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara.

- Yang kemudian dimaksud dengan “Pegawai Negeri” sebagaimana berdasarkan pada Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 jo Undang-Undang 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yaitu Pegawai Negeri Sipil disingkat PNS adalah Pegawai Negara Sipil adalah warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

- Pada pokoknya yang dimaksud sebagai Penyelenggara Negara adalah Pejabat yang diangkat dan ditugaskan pada fungsi strategis yang dimana fungsi strategis yang dimaksud sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 2 angka 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme, disebutkan : “Yang dimaksud dengan "Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis" adalah pejabat yang tugas dan wewenangnya di dalam melakukan penyelenggaraan negara rawan terhadap praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, yaitu :

“1. Direksi, Komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada Badan usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah;

2. Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan Badan Penyehatan Perbankan Nasional;

3. Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri;

4. Pejabat Eselon 1 dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

5. Jaksa;

6. Penyidik;

7. Panitera Pengadilan; dan

8. Pemimpin dan bendaharawan proyek”

- Dengan memperhatikan fakta-fakta sebagaimana dimaksud pada angka 1 s/d 8 dapat diketahui bahwa Terdakwa Pinangki telah memenuhi sebagai Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara sebagaimana Jabatan yang melekat sebagai Jaksa Republik

Indonesia yang menjalankan fungsi sebagai Jaksa pada angka 5 telah menjalankan fungsinya sebagai Jaksa dan menerima gaji atau Upah dari keuangan negara sebagaimana dalam kedudukan Terdakwa tersebut terpenuhi unsur pertama

“pegawai negeri dan penyelenggara negara” telah terpenuhi pada diri dan identitas Terdakwa.

2. Unsur “Menerima hadiah atau Janji”

Pada uraian diatas Penulis terpenuhinya sebagai pertimbangan-pertimbangan Hakim yang dimaksud sebagai unsur “Menerima hadiah atau Janji” sebagai berikut:

- Unsur “menerima hadiah atau janji” menunjukan bahwa merupakan sebuah alternatif perbuatan yang dilarang maka perbuatan dapat dibuktikan bila terpenuhi unsur

“menerima hadiah” atau “menerima janji” saja dapat dianggap unsur delik telah terbukti.

- Bahwa yang dimaksud “hadiiah” menurut Putusan Hoge Raad tanggal 25 April 1916 adalah Pengertian memberi sesuatu mempunya pengertian lain dari pada pemberian sukarela. Memberi sesuatu meliputi setiap penyerahan barang sesuatu yang untuk orang lain mempunyai nilai, sebagaimana disebut dalam Pasal 209 KUHP, dan sedangkan janji dapat berupa kesanggupan, bahwa pihak ke tiga akan memberi sesuatu pembayaran atau suatu keuntungan Hoge Raad 21 Oktober 1918.

- Pasal 418 KUHP, rumusan unsur kedua yaitu menerima hadiah atau janji, yang rumusan dalam bahasa Belandanya berbunyi eene gift of befolte aannemen yang oleh P.A.F Lamintang diterjemahkan menerima suatu pemberian atau janji. Dengan demikian menerima hadiah juga mempunyai arti menerima suatu pemberian. Dari pengertian- pengertian menerima hadiah tersebut di atas, maka menerima hadiah mempunyai arti menerima suatu pemberian yang mempunyai nilai, dimana suatu pemberian yang mempunyai nilai tersebut dapat berupa benda berwujud dan tidak berwujud.1 - Bahwa yang dimaksud janji menurut R. Wiyono adalah tawaran sesuatu yang diajukan dan

akan dipenuhi oleh si pemberi tawaran. Menimbang, bahwa selesainya perbuatan menerima sesuatu atau janji, harus nyata-nyata telah diterima oleh orang yang menerima, maka dalam tindakpidana formil dengan perbuatan menerimapun diperlukan syarat materiil, terutama pada perbuatan menerima sesuatu berupa benda/hadiah yang baru dianggap perbuatan menerima hadiah selesai, kalau nyata- nyata benda itu telah diterima oleh yang menerima yakni diperlukan syarat telah beralihnya kekuasaan atau benda ke dalam kekuasaan si penerima, maka perbuatan menerima belumlah dianggap terwujud secara sempurna. Demikian juga dengan obyek sesuatu janji yang diberikan oleh si pemberi pada pegawai negeri atau penyelenggara negara, untuk selesainya perbuatan menerima suatu janji, haruslah

secara nyata janji tersebut diterima oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara.26

- Sedangkan yang dimaksud dengan “hadiah” itu segala sesuatu yang memiliki nilai (H.R tanggal 25 April 1916, Burgersdijk : 275). Noyon memberi komentar atas hal ini dengan “segala yang dapat dipindahtangankan dengan juga yang mempunyai nilai, yang absolut tidak bernilai tidak dapat dikatakan pemberian atau janji”.1

- Dalam Putusan H.R 25 Nopember 1890, W. 5969 dikatakan : Pasal ini (Pasal 209 KUHP) juga dapat diterapkan seandainya hadiah itu tidak diterima. Hal tersebut diperkuat sebagaimana Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 22 Juni 1956 Nomor 145K/Kr/1955, antara lain memberikan pertimbangan hukum bahwa Pasal 209 KUHP tidak mensyaratkan bahwa pemberian itu harus diterima. Berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI tersebut orang dapat mengetahui bahwa walaupun pegawai negeri yang akan disuap tidak mau menerima hadiah yang diberikan oleh seorang pelaku, akan tetapi pelaku tersebut sudah dapat dipandang sebagai telah melakukan tindak pidana penyuapan seperti yang diatur dalam Pasal 209 ayat (1) KUHP.27

- Berdasarkan sebagaimana fakta-fakta pada muka persidangan bahwa Saksi Joko Soegiarto Tjandra bersedia memberikan uang down payment sebesar USD500.000 (lima ratus ribu Dollar Amerika Serikat) dari sebesar USD1.000.000 (satu juta dolar Amerika Serikat) yang dijanjikan Saksi Joko Soegiarto Tjandra karena menurut pikiran Saksi Joko Soegiarto Tjandra, Terdakwa dalam kapasitasnya sebagai Jaksa.

- Berdasarkan sebagaimana fakta-fakta diatas telah diuraikan bahwa fakta Terdakwa telah menerima hadiah atau janji berupa uang Bahwa benar uang down payment sebesar USD500.000 (lima ratus ribu Dollar Amerika Serikat) tersebut diberikan oleh Saksi Joko Soegiarto Tjandra kepada Terdakwa melalui Saksi Andi Irfan Jaya yang penyerahannya dilakukan setelah Terdakwa.

- Maka dapat disimpulkan bahwa uang Down Payment (DP) 50% berupa uang sebesar USD500.000 (lima ratus ribu Dollar Amerika Serikat) tersebut, adalah merupakan bagian 50% dari seluruh kesepakatan pemberian berupa uang sebesar USD1.000.000 (satu juta Dollar Amerika Serikat) yang dijanjikan oleh Saksi Joko Soegiarto Tjandra sebagai biaya operasional yang dijanjikan Saksi Joko Soegiarto Tjandra kepada Terdakwa dalam kapasitasnya sebagai Jaksa, berdasarkan

26 R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Cetakan III, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal., 98.

27 F Lamintang, Delik-Delik Khusus Jabatan dan Kejahatan-Kejahatan Jabatan Tertentu sebagai Tindak Pidana Korupsi, PionirJaya, Bandung, cetakan Pertama, Oktober 1991, hal. 259.

pertimbangan-pertimbangan tersebut, unsur “menerima hadiah atau janji” telah terpenuhi pada perbuatan Terdakwa sebagaimana terdapat pada unsur Ke-2 dari dakwaan Primair pada Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. Unsur “Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dengan jabatannya”

Pada bagian ini penulis menemukan pertimbangan-pertimbangan Hakim melihat pada Unsur-Unsur yang bunyinya “Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dengan jabatannya” sebagai berikut:

- Bahwa memaknai pada kata “dengan maksud” pembuat Undang-Undang memiliki maksud tertentu agar yang diberi tersebut melakukan sesuatu yang lain sesuai keinginan pemberi “dengan maksud” merupakan unsur kesalahan atau “Dolus”

(Pasal 340, 259 ayat-2, 257 KUHP, dll), “yang diketahui” (Pasal 480 ke-1 KUHP) dan lain-lain atau dengan kesengajaan dari perilaku tindak pidana korupsi. namun ada kalanya perumusan kesengajaan dalam peraturan perundangan cukup hanya mensyaratkan pembuat telah “mengetahui” atau “patut diduga mengetahui” maksud dari si pemberi hadiah atau janji.

- Sehingga Terdakwa dimaknakan telah mengerti bahwa dengan dingini dengan sendirinya juga timbul keadaaan lain yang tidak diingini maka tujuan terdakwa meliputi kedua-duanya pada keadaan tersebut.

- Sedangkan frasa pada ““supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya” dapat dimaknai dalam Pasal 209 ayat (1) KUHP atau kaliman

“dalam jabatannya” dalam pasal 5 ayat (1) telah ditafsikan tidak perlu syarat harusnya sebagai Pegawai Negeri itu mempunyai wewenang untuk melakukan sesuatu seperti yang diharapkan oleh yang memberikan atau menjanjikan sesuatu, akan tetapi sudah cukup jika karena jabatannya Pegawai Negeri tersebut memberikan kemungkinan untuk dapat melakukan perbuatan tersebut yakni tindak pidana korupsi.

- Bahwa penulis menemukan pada bagian pertimbangan hakim bahwa dikarenakan Terdakwa tidak pernah mendapatkan urat Perintah Pelaksanaan Putusan Hakim bukti ke-48 yang isinya menugaskan Terdakwa untuk melakukan eksekusi kepada Saksi Joko S. Tjandra selaku Terpidana Kasus Korupsi Cesie Bank Bali berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali Nomor 12 tanggal 11 Juni 2009. Dan juga, Terdakwa tidak memiliki dasar hukum atau legalitas apapun untuk melaksanakan permintaan Fatwa Mahkamah Agung (MA) sehubungan dengan Putusan Pidana perkara Tindak Pidana Korupsi Cessie Bank Bali berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali Nomor 12 tanggal 11 Juni 2009 beranggapan bahwa terdakwa hanya membantu konsultasi dan tertuang pada action plan dan” Saksi Joko Soegiarto Tjandra sebagai “orang yang memberikan hadiah atau janji”, pemberian hadiah dan janji tersebut “ada hubungannya dengan jabatan” Terdakwa sebagai Jaksa, Saksi Dr. Dewi Anggraeni Kolopaking, SH., MH. dalam kapasitasnya sebagai pengacara, dan Saksi Andi Irfan Jaya sebagai konsultan yang diharapkan dapat membantu menyelesaikan persoalan hukum yang dihadapinya.

- Pada analisa penulis melihat bahwa pada salah satu unsur dari pasal yang didakwakan dalam dakwaan ke satu primair tidak terpenuhi, maka Terdakwa harus dinyatakan tidak terbukti secara sah menurut hukum dan meyakinkan berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, telah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan ke satu primair dan oleh karenanya dibebaskan dari dakwaan tersebut.

Penulis kembali mencermati pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor Perakara 38/Pid.Sus –TPK/2020/PN.Jkt.Pst yang memfokuskan pada penggunaan pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara Tindak Pidana Korupsi Pinangki. Pertama pada dakwaan ke satu subsidair, bahwa unsur-unsur Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, adalah sebagai berikut sebagaimana bunyinya:

“1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara;

2. Menerima hadiah atau janji;

3. Padahal diketahui atau patut diduga,”

bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran

orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Menimbang, bahwa selanjutnya penulis menganalisa pandangan Majelis yang membuktikan unsur-unsur tersebut satu per satu, sebagai berikut.

1. Unsur “pegawai negeri atau penyelenggara negara”

Menimbang, bahwa pengertian “pegawai negeri” dan “penyelenggara negara”

adalah sebagaimana telah diuraikan di muka; Menimbang, bahwa dalam pertimbangan unsur pertama dakwaan KE SATU primair, unsur “pegawai negeri dan penyelenggara negara” telah dinyatakan terpenuhi pada diri dan identitas Terdakwa, maka dengan mengambil alih pertimbangan dakwaan KE SATU primair, Majelis Hakim berpendapat, unsur “pegawai negeri dan penyelenggara negara”

telah terpenuhi pada diri dan identitas Terdakwa.

- Memperhatikan Unsur pertama pada bagian pengertian dibagian dakwaan ke satu primair maka dengan jelas terpenuhi identitas Terdakwa sebagai Jaksa yaitu aparatur sipil negara sebagaimana dikemukakan pada bagian atas.

2. Unsur “menerima hadiah atau janji”

Menimbang, bahwa pengertian “menerima hadiah atau janji” adalah sebagaimana telah diuraikan di muka; Menimbang, bahwa dalam pertimbangan unsur ke dua dakwaan ke satu primair, unsur “menerima hadiah atau janji” telah dinyatakan terpenuhi pada pada berbuatan Terdakwa, maka dengan mengambil alih pertimbangan dakwaan ke satu primair, Majelis Hakim berpendapat, unsur

“menerima hadiah atau janji” telah terpenuhi.

- Melihat fakta-fakta di muka persidangan terletak pada kesaksian serta bukti dan ada pada dakwaan ke satu primair, unsur “menerima hadiah atau janji” telah dinyatakan terpenuhi pada berbuatan Terdakwa dan Penulis sependapat dengan Majelis bahwa telah terpenuhi.

3. Unsur “padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya”

Bahwa adanya kata “atau” pada unsur ke dua tersebut menunjukkan adanya alternatif perbuatan yang dilarang, sehingga terpenuhinya unsur ini sudah cukup bila salah satu alternatif perbuatan dapat dibuktikan, tidak perlu seluruh alternatif perbuatan itu dibuktikan, dengan tidak menutup kemungkinan lebih dari satu alternatif perbuatan yang dilarang itu terbukti secara bersamaan; Menimbang, bahwa dari Putusan Hoge Raad,

Dokumen terkait