• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu pengerasan (Setting Time)

Dalam dokumen MAKALAH LAPORAN HASIL OBSERVASI KELOMPOK 3 (Halaman 36-41)

F. Efek samping

3. Waktu pengerasan (Setting Time)

Waktu pengerasan adalah waktu yang dibutuhkan gips mulai dari mencampur, mengaduk sampai mengeras. Tanda bahwa adonan gips mulai mengeras dapat diketahui dengan mengamati permukaan adonan secara visual. Bila permukaan adonan mulai buram (loss of gloss) maka adonan gips telah mulai mengeras sehingga bila kita tuang ke dalam cetakan tidak mempunyai daya alir. Keadaan ini disebut “initial set”. Sedangkan final set adalah waktu yang diukur ketika bahan dipisahkan dari cetakan tanpa distorsi atau patah. Karena pada reaksi pengerasannya terjadi reaksi eksotermis (mengeluarkan panas), hal ini bisa menjadi salah satu indikator telah mengerasnya adonan gips. Beberapa faktor yang memengaruhi proses pengerasan :

● Makin cepat spatulasi, waktu pengerasan dipercepat

● Makin panjang waktu pengadukan, waktu pengerasan dipercepat

● Penambahan zat mempercepat waktu pengerasan (accelerator) atau zat yang memperlambat waktu pengerasan (retarder)

● Kotoran atau sisa gips yang telah mengeras dan tertimggal di dalam bowl atau spatula akan mempercepat proses pengerasan.

● Bubuk hemihidrat bersifat higroskopis sehingga dapat mengabsorpsi uap air dari lingkungan yang lembab sehingga membentuk dihidrat.

● Perlu diperhatikan agar bubuk gips tidak rusak maka harus disimpan dalam wadah yang kedap air dan tertutup rapat.

2.2.4 Alginate

A. Material Cetak Alginat (Hydrocoloid Irreversible)

Material cetak digunakan untuk mencetak jaringan rongga mulut. Hasil cetakan berupa reproduksi negatif, kemudian diisi dengan model (gips) sehingga menghasilkan model positif. Model gips ini digunakan untuk pembuatan alat-alat kedokteran gigi di luar rongga mulut. Material cetak digunakan untuk pembuatan alat-alat prostetik (GTP dan GTSL) serta pencetakan alat ortodontik.

Berdasarkan sifat elastisnya, material cetak diklasifikasikan dalam 2 kelompok, yaitu material cetak elastik dan nonelastik. Material cetak elastik terdiri atas 2 jenis, yaitu hidrokoloid dan elastomer. Material cetak alginate termasuk jenis material cetak hidrokoloid irreversible.

Alginate acid merupakan bahan dasar alginat yang diperoleh dari bahan-bahan tumbuhan laut yang merupakan polymer dariAnhydro β – d Mannoronic Aciddengan

berat molekul yang tinggi. Alginate acid ini tidak larut dalam air , tetapi beberapa garamnya bisa larut dalam air (Craig et al., 2004).

Alginat tersedia dalam bentuk powder atau bubuk yang memerlukan air dalam pemanipulasiannya. Bila alginate dicampur dengan air maka bahan tersebut tidak dapat lagi kembali ke bentuk semula. Oleh karena itu bahan cetak alginate merupakan bahan cetak irreversible hydrocolloid (bahan cetak yang tidak dapat di pakai lebih dari satu kali pemakaian).

B. Komposisi dan Reaksi Setting Alginate

Bahan dasar material cetak alginate adalah asam alginat yang berasal dari rumput laut. Komposisi material cetak alginate terdiri dari : sodium alginate 18 %, kalsium sulfat dihidrat 14%, Sodium pospat 2%, potassium sulfat 10%, bahan pengisi (tanah diatom) 56 % dan sodium silikofluorida 4%.Sediaan material cetak alginate berupa serbuk dalam kantong besar atau kantong kecil sekali pakai (sachet).

Dalam penggunaannya serbuk alginate dicampur air dengan perbandingan tertentu. Bila material cetak alginate dicampur dengan air, maka akan terbentuk hydrosol yang kemudian berubah menjadi hidrogel. Reaksi setting terjadi karena sodium alginate dengan kalsium sulfat membentuk kalsium alginate. Waktu setting alginate tergantung pada tipenya, untuk tipe regular set 1-4,5 menit dan fast set 1-2 menit.

2.3 Alur Ketersediaan

Alur ketersediaan obat di Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Universitas Sam Ratulangi mencakup beberapa tahap mulai dari produksi obat hingga sampai ke tangan konsumen di apotek RSGM

1. Produksi Obat

Obat-obatan yang digunakan di RSGM Universitas Sam Ratulangi berasal dari berbagai sumber, baik dari produsen farmasi lokal maupun internasional. Produksi obat ini dilakukan oleh perusahaan farmasi yang sudah terdaftar dan diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Obat yang diproduksi oleh pabrik farmasi harus melalui tahap uji klinis dan pemenuhan standar kualitas yang ketat sebelum mendapatkan izin edar.

2. Distribusi Obat

Setelah obat diproduksi dan mendapatkan izin edar dari BPOM, obat akan didistribusikan ke distributor farmasi resmi. Distributor farmasi inilah yang memiliki izin untuk menyalurkan obat ke berbagai fasilitas kesehatan, termasuk apotek yang ada di rumah sakit seperti RSGM. Distribusi dilakukan dengan memperhatikan persyaratan khusus, seperti kondisi penyimpanan yang tepat (suhu, kelembaban) agar obat tetap terjaga kualitasnya.

3. Pengadaan Obat di RSGM

Bagian pengadaan obat di RSGM Universitas Sam Ratulangi bertanggung jawab untuk melakukan permintaan dan pembelian obat-obatan dari distributor. Bagian ini bekerja sama dengan Apotek RSGM dalam memastikan stok obat selalu tersedia sesuai kebutuhan.Pengadaan obat juga memperhitungkan masa kadaluarsa, permintaan, serta jenis-jenis obat yang paling banyak dibutuhkan di RSGM.

4. Penerimaan Obat oleh Apotek RSGM

Setelah obat diterima oleh RSGM dari distributor, obat tersebut akan disimpan di gudang farmasi RSGM di bawah pengawasan apoteker yang bertanggung jawab.

Setiap obat yang diterima akan diperiksa kualitasnya, kelengkapannya (nomor batch, tanggal kadaluarsa), dan kesesuaiannya dengan pesanan. Obat yang sudah siap dipakai akan disimpan di apotek dengan pengaturan yang baik agar mudah ditemukan dan dipantau stoknya.

5. Pemberian Obat kepada Pasien/Konsumen

Ketika pasien membutuhkan obat, dokter akan memberikan resep yang sesuai. Pasien membawa resep tersebut ke Apotek RSGM, di mana apoteker akan memproses dan memberikan obat yang sesuai dengan resep. Sebelum memberikan obat kepada pasien, apoteker biasanya akan memberikan penjelasan terkait dosis, cara penggunaan, serta efek samping yang mungkin terjadi selama penggunaan obat tersebut.

6. Pengawasan dan Pemantauan Stok

Apotek RSGM bekerja sama dengan bagian farmasi dalam mengawasi stok obat yang tersedia. Jika stok mulai menipis atau ada obat yang mendekati masa kadaluarsa, apotek akan melakukan re-order ke bagian pengadaan atau distributor. Sistem inventarisasi obat yang baik diperlukan untuk menghindari kekurangan obat atau pemborosan.

Dengan demikian, alur ketersediaan obat di RSGM Universitas Sam Ratulangi melibatkan koordinasi yang baik antara produsen obat, distributor, bagian pengadaan, gudang farmasi, apotek, hingga apoteker yang bertugas memberikan obat kepada pasien. Pengawasan yang ketat dilakukan di setiap tahap untuk menjamin keamanan, mutu, dan efektivitas obat sampai ke tangan pasien.

BAB III

Dalam dokumen MAKALAH LAPORAN HASIL OBSERVASI KELOMPOK 3 (Halaman 36-41)

Dokumen terkait