• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM

1.4 Wanita Karir

Wanita karier adalah wanita yang mempunyai kesibukan selain kesibukan rumah tangga, baik itu dilakukan di dalam rumah atau di luar

rumah, baik itu bersifat bisnis atau sosial. Hanya saja pada umumnya wanita karier itu hanya dihubungkan dengan wanita yang bekerja dan menghasilkan uang saja. Sebenarnya wanita karir melakukan aktivitasnya karena didorong oleh keinginan untuk maju, ingin mendapatkan ilmu pengetahuan, ingin mendakwahkan ajaran agamanya, ingin hidupnya bermanfaat bagi orang lain, atau karena motivasi tertentu.

Dalam ajaran Islam, istri atau ibu tidak diperintahkan atau diwajibkan untuk bekerja. Karena nafkahnya dicukupi suami demikian juga anak-anak dan semua kebutuhan rumah tangganya. Kewajiban istri hanya taat dan takut kepada Allah SWT dan suaminya, menjaga diri, keluarga dan harta suaminya ketika ia pergi (ghaib) sesuai dengan Firman Allah dalam AlQur‟an Surat An-Nisa„ ayat 34 dikatakan:

ِم اوُقَفْنَأ اَمِب َو ٍضْعَب ٰىَلَع ْمُهَضْعَب ُ َّاللَّ َلَّضَف اَمِب ِءاَسِّنلا ىَلَع َنوُما َّوَق ُلاَج ِّرلا ُتاَحِلاَّصلاَف ۚ ْمِهِلا َوْمَأ ْن

... َنُهو ُرُجْها َو َّنُهوُظِعَف َّنُه َزوُشُن َنوُفاَخَت ًِت َّلالا َو ۚ ُ َّاللَّ َظِفَحَمِب ِبٌَْغْلِل ٌتاَظِفاَح ٌتاَتِناَق ا

Terjemahannya:

“Kaum lelaki (suami) itu penanggung jawab/pelindung bagi wanita (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atau sebagian yang lain dan karena mereka telah memberi nafkah sebagian dari harta mereka. Maka wanita yang baik adalah yang taat (kepada Allah dan suaminya) lagi memelihara diri ketika suaminya pergi sebagaimana Allah telah menjaga (mereka).”

Pada ayat tersebut jelaslah pembagian tugas antara suami dan istri, suami sebagai penanggung jawab, pelindung dan pemimpin bagi istri.

Dijelaskan pula di sini karena suami memiliki kelebihan dan memberi nafkah, maka kewajiban istri adalah taat dan menjaga diri dan rumah

tangga suaminya serta memimpin anak-anaknya sebagaimana sabda Nabi SAW :

اَهِتٌَِع َر ْنَع ُةَل ْوُئْسَم ًَِه َو اَه ِج ْو َز ِتٌَْب ًِْف ُةٌَِعا َر ُةَأ ْرَمْلا َو Terjemahannya:

“Dan istri adalah pemimpin di rumah tangga suaminya dan anak- anaknya dan ia dimintai pertanggungjawaban tentang mereka dalam (kepemimpinannya)”.

Dengan demikian, maka istri tidak dituntut untuk bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun dalam kenyataan kita banyak menemui wanita atau istri yang bekerja. Hal ini dimungkinkan karena beberapa sebab antara lain:

1) Disuruh suami atau orang tua karena kondisi keuangan keluarga masih belum mencukupi.

2) Karena keinginan istri atau wanita itu sendiri karena memiliki ilmu dan keterampilan, meskipun keuangan keluarga tidak kekurangan dan mendapat izin dari suami.

3) Keinginan wanita atau istri karena kekurangan keuangan keluarga dan diizinkan suami.

Wanita istri yang bekerja karena sebab-sebab tersebut di atas dibolehkan dalam ajaran Islam dengan syarat sebagai berikut :

1) Mendapat izin dari suami atau orang tua (bagi wanita yang belum bersuami).

2) Dalam rangka taat kepada Allah dan suaminya.

3) Dapat menjaga diri.

4) Berjilbab atau menutup aurat.

5) Tidak menimbulkan fitnah danh ma‟siat.

6) Tugas pokok kodrat wanita, istri dan ibu tidak terabaikan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diutarakan di sini tentang beberapa hukum wanita /istri bekerja:

1) Wajib, jika disuruh oleh suami atau orang tuanya dan dapat melaksanakan syarat-syaratnya.

2) Sunnah, jika mendapat izin dari suami/orang tua dan dapat melaksanakan syarat-syaratnya serta hasilnya dibutuhkan oleh keluarga.

3) Makruh, jika mendapat izin dari suami/orang tua dan dapat melaksanakan syarat-syaratnya, tapi hasilnya tidak dibutuhkan oleh keluarga karena sudah tercukupi dari hasil kerja suaminya.

4) Haram, jika tidak mendapatkan izin dari suami/orang tua atau tidak dapat melaksanakan syarat-syaratnya. Karena hal ini akan menimbulkan kerusakan di rumah anatra lain terjadinya PIL (Pria Idaman Lain), WIL, perzinaan dan bentuk-bentuk kemaksiatan yang lain.

Wanita/istri yang bekerja memang ada keuntungan atau segi positifnya antara lain: bertambahnya sumber finansial, meluasnya network (jaringan hubungan), adanya kesempatan menyalurkan bakat dan hobi, terbukanya kesempatan untuk mewujudkan citra diri yang positif dan lain-

lain, namun di sisi lain kadang-kadang dihadapkan pada resiko yang buruk antara lain:

1) Terabaikannya keluarga karena kesibukan di luar rumah.

2) Terkurasnya tenaga dan pikiran.

3) Sulitnya menghadapi konflik peran antara kedudukan sebagai ibu rumah tangga dan sebagai wanita karir.

4) Timbulnya stres dan beban pikiran.

5) Berkurangnya waktu untuk diri sendiri dan keluarga.

Resiko ini dapat menyebabkan hilangnya keharmonisan hubungan dengan keluarga. Jika dibiarkan berlarut-larut, kemungkinan akan terjadi perceraian yang madlorotnya (bahaya) sangat besar bagi kehidupan masa depan anak-anak. Meskipun perceraian itu halal, tapi paling dibenci oleh Allah SWT, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :

ِّاللَّ ُل ْوُس َر َلاَق ُ َلاَّاَل ِلَلاَحلْا ُضَغْبَا ب َمَّلَس َو ٌََِْلَع ُ ّاللَّ ىَّلَص

Teremahannya:

“Rasulullah SAW bersabda: “Hal yang paling dibenci atau dimarahi oleh Allah adalah cerai“.

Hal ini adalah masalah yang harus segera dilakukan solusinya antara lain :

1) Melakukan pekerjaan dengan ikhlas karena Allah, jika ada masalah atau beban, segera dicari pemecahannya, bisa melalui musyawarah dengan suami dan selalu bertawakkal.

2) Wanita/istri yang bekerja harus bisa membagi waktu untuk keluarga dan pekerjaan sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan harus disiplin mematuhinya.

3) Tugas istri dalam rumah tangga agar didelegasikan atau diwakilkan pada orang lain yang dipercaya : pembantu yang lain kecuali dua hal yang tidak bisa diwakilkan yaitu melayani suami ditempat tidur dan mendidik anak.

4) Musyawarah dengan suami sehingga tercapai kesepakatan karena istri membantu suami bekerja di luar rumah, maka suami juga membantu istri menyelesaikan pekerjaan rumah.

5) Bagi istri/wanita karier dalam mendidik anak-anak yang diperlukan adalah meningkatkan kualitas pertemuan dengan mereka untuk menanamkan nilai-nilai agama, moral, sosial, baik secara langsung ataupun tidak langsung (melalui telepon atau yang lainnya), sehingga anak tetap merasa dalam perhatian dan pengawasan ibunya meskipun tidak ditunggui.

6) Luangkan waktu untuk berkumpul dengan keluarga dalam keadaan santai baik di rumah atau rekreasi di tempat wisata sehingga tetap terjalin hubungan baik dan saling merasa dapat perhatian.

Sedangkan pernyataan kedua, mengandung arti jika istri bekerja, hal ini tidak lepas dari jasa suami, minimal mengizinkan, mendukung dengan segala resikonya. Selain itu juga, peran kedua belah pihak yang

sama dalam keluarga, sehingga hasil (harta yang diperoleh) adalah milik bersama.

Kewajiban Wanita Karier sebagai Ibu Rumah Tangga

Kewajiban sebagai istri pada suami dalam Al Qurán disebutkan hanya dua, yaitu: Taat pada Allah dan suamimenjaga diri dan keluarganya jika suaminya pergi.Surat An Nisa‟ ayat 34 ialah:

ي Terjemahannya:

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).

Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.

Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.

Kewajiban Wanita Karir Adalah Taat Kepada Allah dan Suami.

Pekerjaan rumah tangga (memasak, mencuci, membersihkan rumah bahkan sampai menyusui anak) itu tidak wajib bagi istri karena bias diwakilkan atau diserahkan pada orang lain, kecuali kalau suaminya memerintahkan dia, maka menjadi wajib. Dalam arti kalau dilaksanakan mendapat pahala sama dengan ibadah yang lain dan sebaliknya.

Dalam hal ini pun jika istri merasa tidak mampu melakukannya, sedangkan suami mampu memberi ongkos pembantu, maka pilihan ini yang harus dilakukan, berdasarkan Firman Allah dalam Al Qur‟an surat Al Baqarah ayat 223.

اوُمَلْعا َو َ َّاللَّ اوُقَّتا َو ۚ ْمُكِسُفْنَ ِلِ اوُمِّدَق َو ۖ ْمُتْئِش ٰىَّنَأ ْمُكَث ْرَح اوُتْؤَف ْمُكَل ٌث ْرَح ْمُكُإاَسِن ۗ ُهوُق َلاُم ْمُكَّنَأ

ِرِّشَب َو

. َنٌِنِم ْإُمْلا Terjemahannya:

“Istri-istrimu adalah (seperti) lading atau tempat bercocok tanam bagimu.”

Tumbuh subur atau tidaknya tanaman tergantung pada ladangnya suburkah atau tandus. Untuk itu maka seorang ibu sangat perlu berilmu, berakhlak mulia, berpengetahuan Agama Islam yang luas serta mengamalkannya.

Dokumen terkait