• Tidak ada hasil yang ditemukan

UU KEHUTANAN No. 41 Tahun 1999

N/A
N/A
Fariz Ikhsan

Academic year: 2023

Membagikan "UU KEHUTANAN No. 41 Tahun 1999"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Pertemuan-6

UU KEHUTANAN

No. 41 Tahun 1999

Oleh:

Wiyono T Putro

Email: [email protected] HP: 08112502512

Mata Kuliah Peraturan Kehutanan

Program Studi Sarjana Terapan Pengelolaan Hutan Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada

(2)

Latar Belakang Lahirnya

Undang-Undang No. 41/1999

(3)

Potret Pembangunan Kehutanan Era Orde Baru

§ Meningkatnya ekspor hasil hutan.

§ Mendorong tumbuhnya industri pengolahan hasil hutan.

§ Membuka lapangan kerja dan mengurangi pengangguran.

§ Membuka akses daerah terpencil/pedalaman.

§ Berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru.

§ Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kehutanan.

§ Meningkatnya kapasitas SDM di bidang kehutanan.

#1. Dampak Positif

Sumber: Tjokrowinoto dalam Awang (ed.), 1999; Yuwono dan Wiyono, 2008

(4)

§ Terkonsentrasinya hak pengusahaan hutan pada segelintir konglomerat.

§ Maraknya illegal logging dan kebakaran hutan.

§ Menurunnya kualitas SDH dan keanekaragaman hayati.

§ Maraknya konflik perebutan kewenangan dan hak pengelolaan atas SDH antara pemerintah pusat dan daerah.

§ Terjadinya marginalisasi atau peminggiran terhadap masyarakat lokal.

§ Tidak diakuinya institusi lokal dalam pengelolaan hutan.

§ Melemahnya peranan kearifan lokal dalam pengelolaan hutan.

Potret Pembangunan Kehutanan Era Orde Baru

#2. Dampak Negatif

Sumber: Tjokrowinoto dalam Awang (ed.), 1999; Yuwono dan Wiyono, 2008

(5)

§ Adanya pergeseran paradigma pembangunan dari paradigma pertumbuhan ekonomi menuju paradigma ekonomi kerakyatan, konsekuensinya harus ada perubahan pandangan terhadap fungsi hutan yang semula hanya dianggap sebagai salah satu engine of growth menjadi medium of social justice and income distribution.

§ Berakhirnya hegemoni penguasa dan birokrasi atas civil society sehingga menciptakan balanced polity yang lebih demokratis dan lebih efektif dalam memainkan peran control sosialnya.

§ Berawalnya proses empowering pemerintah daerah vis a vis

pemerintah pusat dalam bentuk otonomi dan desentralisasi urusan kehutanan.

§ Diakuinya hak-hak masyarakat adat atas sumber day ahutan

Tumbangnya Orde Baru & Dampakknya thd Kehutanan Tuntutan konfigurasi baru dlm pembangunan kehutanan

Sumber: Tjokrowinoto dalam Awang (ed.), 1999; Yuwono dan Wiyono, 2008

(6)

Pokok-Pokok Aturan

Undang-Undang No. 41/1999

(7)

Pengertian Hutan

Menurut UU No. 41 Tahun 1999, pasal 1 (2)

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam

persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan

Menurut UU No. 41 Tahun 1999, pasal 1 (1)

Kehutanan, yaitu system pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu.

Menurut UU No. 41 Tahun 1999, pasal 1 (3)

Kawasan hutan, yaitu wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaanya sebagai hutan tetap.

(8)

Pembagian Hutan Berdasarkan Status

Menurut UU No. 41 Tahun 1999, pasal 5 (1)

ü Hutan negara, yaitu hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah (hutan yang tumbuh pada lahan negara) ü Hutan hak, yaitu hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak

atas tanah (hutan yang tumbuh pada lahan milik)

Menurut UU No. 41 Tahun 1999 pasca putusan MK No. 35 tahun 2012 ü Hutan negara, yaitu hutan yang berada pada tanah yang tidak

dibebani hak atas tanah (hutan yang tumbuh pada lahan negara) ü Hutan hak, yaitu hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak

atas tanah (hutan yang tumbuh pada lahan milik)

ü Hutan adat, yaitu hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat

(9)

Pembagian Kawasan Hutan Berdasarkan Fungsi

Menurut UU No. 41 Tahun 1999, pasal 6 (2)

ü Hutan Konservasi, yaitu kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman

tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

ü Hutan Lindung, yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

ü Hutan Produksi, yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

(10)

Penyelenggaraan Kehutanan

UUK No. 41 Tahun 1999 Pasal 2

Penyelenggaraan kehutanan berasaskan : ü Manfaat dan lestari

ü Kerakyatan ü Keadilan

ü Kebersamaan

ü Keterbukaan

ü Keterpaduan

(11)

Penyelenggaraan Kehutanan

UUK No. 41 Tahun 1999 Pasal 3

Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan:

a. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional.

b. Mengoptimalkan aneka fungsi hutan.

c. Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai.

d. Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasistas dan keberdayaan masyarakat.

e. Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan

berkelanjutan

(12)

Penguasaan Hutan oleh Negara

UUK No. 41 Tahun 1999, pasal 4 (2)

Penguasaan negara atas hutan memberikan wewenang kepada pemerintah untuk:

a. Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.

b. Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan.

c. Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan

hukum mengenai kehutanan.

d. Penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak

masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya masih ada

dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan

kepentingan nasional.

(13)

Pengurusan Hutan

Pengurusan Hutan (pasal 10) a. Perencanaan kehutanan

b. Pengelolaan hutan

c. Penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, serta penyuluhan kehutanan

d. Pengawasan.

Perencanaan Kehutanan (pasal 12) a. Inventarisasi hutan

b. Pengukuhan kawasan hutan c. Penatagunaan kawasan hutan d. Pembentukan wilayah pengelolaan

hutan

e. Penyusunan rencana kehutanan.

Pengelolaan Hutan (pasal 21)

a. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan

b. Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan c. Rehabilitasi dan reklamasi hutan d. Perlindungan hutan dan konservasi

alam

Penguasaan Hutan oleh Negara (pasal 4)

(14)

Perencanaan Kehutanan

Perencanaan Kehutanan (pasal 12) a. Inventarisasi hutan

b. Pengukuhan kawasan hutan c. Penatagunaan kawasan hutan

d. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan e. Penyusunan rencana kehutanan.

Inventarisasi Hutan (pasal 13)

§ Invent hutan Tk. Nasional

§ Invent hutan Tk. Wilayah

§ Invent hutan Tk. DAS

§ Invent hutan Tk. UP

Pengukuhan Kw Hutan (pasal 15)

§ Penunjukkan kw hutan

§ Penataan batas kw hutan

§ Pemetaan kw hutan

§ Penetapan kw hutan

Penatagunaan Kw Hutan (pasal 16)

§ Penetapan fungsi hutan

§ Penetapan penggunaan kawasan hutan

Pembentukan Wil Hutan (pasal 17)

§ Tk propinsi

§ Tk kabupaten

§ Tk unit pengelolaan

Kecukupan luas kawasan hutan (pasal 18)

§ Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan

§ Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30%

dari luas DAS atau pulau

Penyusunan Rencana Kehutanan (pasal 20)

§ Mempertimbangkan faktor lingkungan, kondisi sosial masyarakat

§ Disusun menurut jangka waktu perencanaan, skala geografis, dan fungsi pokok kawasan hutan

(15)

Pengelolaan Hutan

Pengelolan Hutan (pasal 21) a. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan b. Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan c. Rehabilitasi dan reklamasi hutan

d. Perlindungan hutan dan konservasi alam

Tata Hutan (pasal 22)

§ Pembagian blok

berdasarkan ekosistem, tipe, fungsi, dan rencana pemanfaatan hutan

§ Pembagian petak

berdasarkan intensitas dan efisiensi pengendalian

§ Pembuatan rencana pengelolaan hutan untuk jangka waktu tertentu

Pelaku pemanfaatan hutan (pasal 27-19)

§ Perorangan

§ Koperasi

§ Badan usaha milik negara

§ Badan usaha milik daerah

§ Badan usaha milik swasta

Rehabilitasi Hutan (pasal 41)

§ Reboisasi

§ Penghijauan

§ Pemeliharaan

§ Pengayaan tanaman

§ Penerapan teknik KTA

Perlindungan Hutan (pasal 47)

§ Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan

§ Mempertahankan hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan Pengelolaan kawasan

hutan untuk tujuan khusus (pasal 34)

§ Masyarakat hukum adat

§ Lembaga Pendidikan

§ Lembaga penelitian

§ Lembaga sosial dan keagamaan

Jenis pemanfaatan hutan (pasal 23-28)

§ Pemanfaatan kw hutan

§ Pemanfaatan jasling Pemanfaatan kayu

§ Pemanfaatan bukan kayu

§ Pemungutan kayu

§ Pemungutan non kayu

(16)

Larangan

UUK No. 41 Tahun 1999, pasal 50 (3) Setiap orang dilarang:

a. Mengerjakan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.

b. Merambah kawasan hutan.

c. Melakukan penebangan pohon di dalam kawasan hutan.

d. Membakar hutan

e. Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan tanpa izin f. Menerima, membeli atau menjual …dll…hasil hutan yang dipungut secara

tidak sah

g. Melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri.

h. Mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan tang tidak dilengkapi dengan surat keterangan sahnya hasil hutan.

i. Menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan.

j. Membawa alat-alat berat atau alat lainnya di dalam kawasan hutan

(17)

Hak Masyarakat Adat Atas Hutan

UUK No. 41 Tahun 1999 Pasal 67 (1)

ü Melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dari masyarakat adat yang bersangkutan

ü Melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang- undang

ü Mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan

kesejahteraannya

(18)

Ciri-Ciri Masyarakat Adat

Penjelasan UUK No. 41 Tahun 1999 Pasal 67 (1).

Masyarakat adat yang diakui keberadaaanya jika:

a. Masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechtsgemeenschap)

b. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya

c. Ada wilayah hukum adat yang jelas

d. Ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat yang masih ditaati

e. Masih melakukan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Pengukuhan atas keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah (UUK No. 41 tahun 1999 pasal 67 (2)

(19)

Bahan Bacaan

§ Tjokrowinoto, M., 1999, Desentralisasi Pengelolaan Sumberdaya Hutan, Politik Pemberdayaan Daerah, dan Integrasi Nasional.

Dalam: Awang, S.A., Ed. Forest for People Berbasis Ekosistem.

Pustaka Hutan Rakyat. Yogyakarta: Bayu Indra Grafika, 156-160.

§ Yuwono, T. dan Wiyono, 2008, Cooperative Forest Management:

Potret Pengelolaan Hutan Kabupaten Ngawi Di Era Otonomi Daerah, Yogyakarta: Datamedia.

§ Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

(20)

Instagram/Facebook/YouTube/Twitter: wiyono putro

SEKIAN ….

Terima Kasih

Referensi

Dokumen terkait

P.6/ Menhut-I I / 2007 tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem Dalam Hutan Alam Pada Hutan

P.6/ Menhut-I I / 2007 tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan

P.6/ Menhut-I I / 2007 tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan

P.6/ Menhut-I I / 2007 tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam pada Hutan

P.6/ Menhut-I I / 2007 tentang Rencana Kerja, Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem Dalam Hutan Alam Pada Hutan

bahwa berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor SK.06/ I V-KKH/ 2008 tentang Kuota Pengambilan Tumbuhan Alam dan Penangkapan Satwa

Kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar (dalam RKTN/RKTP/ RKTK) menjadi acuan awal dalam merancang Blok yang dapat berupa Blok Perlindungan atau Blok Pemanfaatan

Hutan-hutan yang telah ditetapkan sebagai Hutan Tetap, Suaka Margasatwa, dan Cagar Alam oleh Pejabat- pejabat yang berwenang, baik berdasarkan Ordonansi dan Verordening