LAPORAN KASUS
PASIEN DENGAN HIPOKALEMIA
PEMBIMBING :
dr. Marcela Indah Jelita Jocom dr. Sherly Friliant Nayoan
DISUSUN OLEH :
dr. Atika Intan Safitri Labatjo
DOKTER INTERNSHIP
RSUD MARIA WALANDA MARAMIS MINAHASA UTARA
2024
HALAMAN PENGESAHAN
Diajukan oleh
dr. Atika Intan Safitri Labatjo
Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi Laporan Kasus:
PASIEN DENGAN HIPOKALEMIA
Hari/Tanggal : Senin, 22 Januari 2024
Tempat : RSUD Maria Walanda Maramis
Disahkan Oleh:
Pembimbing 1 Pembimbing 2
dr. Marcelia Indah Jelita Jocom dr. Sherly Friliant Nayoan
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN...i
DAFTAR ISI ...ii
BAB I PENDAHULUAN ...1
BAB II LAPORAN KASUS ...3
2.1 Identitas Pasien...3
2.2 Anamnesis...3
2.3 Pemeriksaan Fisik...4
2.4 Pemeriksaan Penunjang...5
2.5 Diagnosis ...6
2.7 Tatalaksana...6
2.7 Follow Up Pasien...7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...11
3.1 Definisi...11
3.2 Etiologi...11
3.3 Epidemiologi...13
3.4 Patofisiologi ...13
3.5 Manifestasi Klinis...20
3.6 Pemeriksaan Penunjang ...23
3.7 Diagnosis Banding...22
3.8 Penatalaksanaan ...23
3.9 Prognosis ...25
BAB IV PENUTUP ...45
DAFTAR PUSTAKA ...46
BAB I PENDAHULUAN
Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Pada orang dewasa jumlahnya sebesar 50-60 % dari berat badan. Cairan dalam tubuh dibagi dalam dua kompartemen utama yaitu cairan intrasel sebanyak 60 % dan ekstrasel 40 % dari cairan tubuh total.[1]
Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat elektrolit berupa kation dan anion yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel. Ion Kalium, K
+merupakan antara elektrolit yang terpenting yang berkerjasama dengan ion Natrium, Na
+dan ion Klorida, Cl
-dalam mempengaruhi tekanan osmotik cairan intrasel dan ekstrasel serta berhubungan langsung dengan fungsi sel. K
+adalah penting untuk fungsi normal dari otot, jantung, dan saraf. Hal ini memainkan peran penting dalam mengontrol aktivitas otot polos, otot rangka, serta otot jantung. Hal ini juga penting untuk transmisi normal sinyal listrik seluruh sistem saraf dalam tubuh. Kadar normal kalium sangat penting untuk menjaga irama listrik jantung normal.
Kalium biasanya dapat dengan mudah digantikan dengan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kalium atau dengan mengkonsumsi garam kalium per oral. Kalium dapat mengiritasi saluran pencernaan, sehingga diberikan dalam dosis kecil, beberapa kali sehari.[2]
Salah satu kondisi gangguan keseimbangan konsentrasi K
+kurang
dari batas normal adalah hipokalemia yang merupakan salah satu
gangguan elektrolit yang sering ditemukan. Nilai dewasa normal untuk K
+adalah 3,5-5,3 mEq/L. Apabila keseimbangan ini terganggu maka tekanan
osmolaritas akan terganggu seterusnya menyebabkan fungsi sel
terganggu. Gangguan keseimbangan ini boleh disebabkan oleh karena
diare, muntah dan gangguan pada sistem ekskresi ginjal. Walaupun
kadar K
+dalam serum hanya sebesar 2 % dari K
+total tubuh, namun
penurunan konsentrasi kalium serum ini dapat menimbulkan berbagai
keluhan, mulai dari keluhan ringan berupa badan lemas atau mual-
muntah, sakit otot, kaki lemah seperti hipokalemia periodik paralisis
hingga keluhan serius yang gawat darurat berupa gangguan jantung dan
bahkan kematian.
BAB II
LAPORAN KASUS 2.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. MW
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Matungkas
Tanggal Kunjungan : 22 November 2023
2.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama :
Badan terasa lemah 2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang bersama Istrinya dengna keluhan badan terasa lemah (+) sejak 2 hari SMRS, memberat hari ini sampai pasien tidak sanggup untuk berdiri dan berjalan.
Kelemahan dirasakan sama antara kiri dan kanan. Pasien juga mengeluh merasakan keram di seluruh kaki dan tangannya. Riw. Muntah-muntah disangkal. Pusing dan nyeri kepala disangkal. Demam disangkal. Batuk pilek disangkal. Riw. BAK sering- sering sejak mengkonsumsi obat herbal. BAB dbn.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat KLL sewaktu usia 19 tahun, sempat dioperasi di bagian kepala (+), keluhan saat itu wajah kanan miring, bicara telor dan ekstremitas kiri dan kanan lemah(+). Riwayat mengkonsumsi obat herbal (+) tapi pasien lupa namanya.
4. Riwayat Penyakit dalam Keluarga Riwayat keluarga disangkal.
5. Riwayat Sosial dan Lingkungan
Pasien adalah seorang pekerja swasta. Tinggal dirumah bersama dengan istrinya.
2.3 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang 2. Kesadaran : Compos Mentis 3. Tanda Vital :
a. Tekanan darah : 125/83 mmHg
b. Nadi : 85x/m
c. Respirasi : 20x/m
d. Suhu : 36,3 C
e. SpO2 : 98%
4. Antopometri
a. Berat badan : 62 kg b. Tinggi badan : 170 cm
c. BMI : 21.5
d. Kesimpulan : BB Ideal 5. Kepala : Dalam batas normal 6. Mata
a. Anemis : -/-
b. Ikterik : -/-
c. Pupil : Isokor diameter 3mm/3mm, Refleks Cahaya Langsung (+/+), Refleks Cahaya tidak Langsung (+/+)
7. Telinga : dalam batas normal 8. Hidung : dalam batas normal 9. Mulut : dalam batas normal
10. Leher : dalam batas normal
11. Thorax :
a. Paru – paru : Simetris, Retraksi (-), Rhonki -/-, Wheezing-/- b. Jantung : BJ II-II regular, bising (-)
12. Abdomen :
a. Inspeksi : Datar, distensi (-)
b. Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba c. Perkusi : Timpani seluruh kuadran
d. Auskultasi : BU (+) Normal
13. Ekstremitas : Akral hangat, CRT<2”, oedem -/- 14. Kulit : Dalam batas normal
15. Pemeriksaan Neurologi - TRM : negative
- Refleks Fisiologi : +/+/+/+
- Refleks Patologis : -/- - Tonus otot : Normal/Normal
Normal/Normal - Kekuatan Otot : 5322/2235
532/235 - Sensoris : Normosensoris
2.4 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium (22/11/2023) Jenis
Pemeriksaa n
Hasil Nilai
Rujukan
Jenis Pemeriksaa
n
Hasil Nilai
Rujukan
Hb 16.1 11.0-17.0 GDS 128 65-140
Ht 48.3 40-54
Eritrosit 5.10 4.5-6.5 Natrium 144.2 135-145
MCV 94.7 76-96 Kalium 2.78 3.5-5.5
MCH 31 27-32 Chlorida 108 98-108
MCHC 36.0 32-36
Leukosit 7.9 5.00-10.00 Eosinophil
Basophil Staf Segmen
69.0
0-4 0-1 0-4 50-70
Limfosit 22.9 20-40
Monosit 8.1 2.0-8.0
Trombosit 259 150-450 2. Pemeriksaan EKG
3.5 Diagnosis
Tetraparesis ec Periodik Paralisis Hipokalemia 3.6 Tatalaksana
IVFD NaCl 0,9% + KCL 25 mEq 20 gtt/m
Paracetamol 3x500mg K/P
KSR 3x600mg
Vit B Comp 3x1 tab
Konsul Interna : Drips 4 Siklus KCL 25 mEq dalam Nacl 0,9% 500cc 20 gtt./m
MRS
3.7 Follow-Up Pasien Kamis, 23 November 2023 (Hari Perawatan 1)
S Kelemahan ekstremitas (+) O KU Sedang Kes CM
TD 115/75 N 80 R 20 Sb : 36,4 SpO2 99%
Kep : CA-/-, SI -/- Thorax:
C/ BJ I-II Reguler, Bising (-)
P/ Simetris, retraksi (-), SN Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh-/- Abdomen : BU (+) N, Datar, lemas, NT(-), H/L ttb Eks : Akral Hangat, CRT<2”
Kekuatan Otot : 5322/2235 532/235
Sensoris : Neurosensoris
A Tetraparesis LMN ec Periodik Paralisis Hipokalemia P
- IVFD NaCl 0,9% + KCL 25 mEq 20 gtt/m (4 siklus) - KSR 3x600mg PO
- Paracetamol 3x500mg PO K/P - Gabapentin 2x100mg PO - Diazepam 3x2 mg PO - Vit B 3x1 tab PO
Jumat, 24 November 2023 (Hari Perawatan 2)
S Kelemahan ekstremitas (+) berkurang Pasien sudah mulai bisa duduk
O KU Sedang Kes CM TD 120/79
N 82 R 20 Sb : 36,5 SpO2 99%
Kep : CA-/-, SI -/- Thorax:
C/ BJ I-II Reguler, Bising (-)
P/ Simetris, retraksi (-), SN Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh-/- Abdomen : BU (+) N, Datar, lemas, NT(-), H/L ttb Eks : Akral Hangat, CRT<2”
Kekuatan Otot : 5444/4445 544/445
Sensoris : Neurosensoris
A Tetraparesis LMN ec Periodik Paralisis Hipokalemia
P
- IVFD NaCl 0,9% + KCL 25 mEq 20 gtt/m (4 siklus) - KSR 3x600mg PO
- Paracetamol 3x500mg PO - Vit B Comp 3x1 tab PO
- Cek lab Elektrolit setelah selesai 4 siklus
Hasil Lab Elektrolit ( 24/11/2023)
Sabtu, 25 November 2023 (Hari Perawatan 3)
S Kelemahan ekstremitas (-)
Pasien sudah bisa berjalan sendiri ke Toilet O KU Sedang Kes CM
TD 113/80 N 79 R 20 Sb : 36,3 SpO2 99%
Kep : CA-/-, SI -/- Thorax:
C/ BJ I-II Reguler, Bising (-)
P/ Simetris, retraksi (-), SN Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh-/- Abdomen : BU (+) N, Datar, lemas, NT(-), H/L ttb Eks : Akral Hangat, CRT<2”
Jenis Pemeriksaa
n
Hasil Nilai
Rujukan
Natrium 144.1 135-145
Kalium 3.42 3.5-5.5
Chlorida 108.8 98-108
Kekuatan Otot : 5555/5555 555/555
Sensoris : Neurosensoris
A Tetraparesis LMN ec Periodik Paralisis Hipokalemia P
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/m - KSR 3x600mg PO
- Paracetamol 3x500mg PO - Vit B Comp 3x1 tab PO
- Jika besok tidak ada keluhan boleh rawat jalan
Minggu, 26 November 2023 (Hari Perawatan 4)
S Tidak ada keluhan O KU Sedang Kes CM
TD 120/80 N 87 R 20 Sb : 36,1 SpO2 99%
Kep : CA-/-, SI -/- Thorax:
C/ BJ I-II Reguler, Bising (-)
P/ Simetris, retraksi (-), SN Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh-/- Abdomen : BU (+) N, Datar, lemas, NT(-), H/L ttb Eks : Akral Hangat, CRT<2”
Kekuatan Otot : 5555/5555 555/555
Sensoris : Neurosensoris
A Tetraparesis LMN ec Periodik Paralisis Hipokalemia P
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/m -> AFF - KSR 3x600mg PO
- Paracetamol 3x500mg PO K/P - Vit B Comp 3x1 tab PO - Rawat Jalan
- Kontrol di Poli Saraf Selasa, 28/11/2023
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah dibawah 3.5 mEq/L yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total di tubuh atau adanya gangguan perpindahan ion kalium ke sel-sel. Penyebab yang umum adalah karena kehilangan kalium yang berlebihan dari ginjal atau jalur gastrointestinal.[1]
3.2 ETIOLOGI
Penyebab Hipokalemia diantaranya ialah :
Deplesi Kalium
Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium tubuh. Dalam keadaan normal, kalium total tubuh diperkirakan 50 mEq/kgBB dan kalium plasma 3,5-5 mEq/L. Asupan K+ yang sangat kurang dalam diet menghasilkan deplesi cadangan kalium tubuh. Walaupun ginjal memberi tanggapan yang sesuai dengan mengurangi ekskresi K+, melalui mekanisme regulasi ini hanya cukup untuk mencegah terjadinya deplesi kalium berat. Pada umumnya, jika asupan kalium yang berkurang, derajat deplesi kalium bersifat moderat. Berkurangnya asupan sampai <10 mEq/hari menghasilkan defisit kumulatif sebesar 250-300 mEq (kira-kira 7-8% kalium total tubuh) dalam 7 —10 hari. Setelah periode tersebut, kehilangan lebih lanjut dari ginjal minimal. Orang dewasa muda bisa mengkonsumsi
sampai 85 mmol kalium per hari, sedangkan lansia yang tinggal sendirian atau lemah mungkin tidak mendapat cukup kalium dalam diet mereka.[3]
Disfungsi Ginjal
Ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena suatu kondisi yang disebut Asidosis Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan mengeluarkan terlalu banyak kalium.
Obat yang menyebabkan RTA termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B.
Kehilangan K+ Melalui Jalur Ekstra-renal
Kehilangan melalui feses (diare) dan keringat bisa terjadi bermakna. Pencahar dapat menyebabkan kehilangan kalium berlebihan dari tinja. Ini perlu dicurigai pada pasien yang ingin menurunkan berat badan. Beberapa keadaan lain yang bisa mengakibatkan deplesi kalium adalah drainase lambung (suction), muntah-muntah, fistula, dan transfusi eritrosit.
Kehilangan K+ Melalui Ginjal
Diuretik boros kalium dan aldosteron merupakan dua faktor yang bisa menguras cadangan kalium tubuh. Tiazid dan furosemid adalah dua diuretik yang terbanyak dilaporkan menyebabkan hipokalemia. Obat-obat lain yang bisa menyebabkan hipokalemia dirangkum dalam tabel :
Tabel 1. Drug induced hypokalemia
Endokrin atau Hormonal
Aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit tertentu dari sistem endokrin, seperti aldosteronisme, atau sindrom Cushing, dapat menyebabkan kehilangan kalium.
3.3 EPIDEMIOLOGI
Asupan kalium berbeda-beda tergantung dari usia, jenis kelamin, latar belakang etnis dan status ekonomi. Kadar kalium dipengaruhi dari asupan makanan seseorang. Pada populasi umum, kalium didapatkan dalam jumlah yang cukup dalam makanan sehari-hari, meskipun diperkirakan didapatkan < 1 % orang yang sehat memiliki kadar kalium < 3,5 mmol/L, tetapi tidak menimbulkan gejala.[4,5]
Hipokalemia sering ditemukan dalam klinik, prevalensi yang dilaporkan bervariasi antara 3,5-24%, dan sering ditemukan pada pasien rawat inap. Hipokalemia dapat terjadi pada semua usia, namun jarang terjadi pada anak-anak dan sering terjadi pada pasien lanjut usia, hal ini karena rendahnya asupan diet pada pasien lansia. Hipokalemia juga sering terjadi pada penggunaan diuretik, terutama tiazid.[5]
Pada penggunaan tiazid, hipokalemia terjadi hingga 20% dengan kadar hipokalemia yang bermacam-macam, pada penggunaan diuretik hemat kalium masih dapat terjadi meskipun jarang. Pada orang dengan gangguan pola makan, hipokalemia ditemukan pada 4,6%-19,7% pada pasien, pada pasien dengan AIDS ditemukan hipokalemia pada 23,1%
pasien, dan juga pada pasien alkoholik ditemukan hipokalemia pada 12,6% pasien, diduga disebabkan oleh penurunan reabsorpsi kalium pada tubulus ginjal terkait hipomagnesemia.[6]
3.4 PATOFISIOLOGI[7]
1) Penurunan asupan kalium
Asupan kalium normal berkisar antara 40-120 mEq per hari, kebanyakan diekskresikan kembali di dalam urin. Ginjal memiliki kemampuan untuk menurunkan ekskresi kalium menjadi 5 sampai 25 mEq per hari pada keadaan kekurangan kalium.
Oleh karena itu, penurunan asupan kalium dengan sendirinya hanya akan menyebabkan hipokalemia pada kasus-kasus jarang. Meskipun demikian, kekurangan asupan dapat berperan terhadap derajat keberatan hipokalemia, seperti dengan terapi diuretik atau penggunaan terapi protein cair untuk penurunan berat badan secara cepat.
2) Peningkatan laju kalium masuk ke dalam sel
Distribusi normal kalium antara sel dan cairan ekstraselular dipertahankan oleh pompa Na-K-ATPase yang terdapat pada membran sel. Pada keadaan tertentu dapat terjadi peningkatan laju kalium masuk ke dalam sel sehingga terjadi hipokalemia transien.
3) Peningkatan pH ekstraselular
Baik alkalosis metabolik atau respiratorik dapat menyebabkan kalium masuk ke dalam sel. Pada keadaan ini ion-ion hidrogen meninggalkan sel untuk meminimalkan perubahan pH ekstraselular; untuk mepertahankan netralitas elektrik maka diperlukan masuknya beberapa kalium (dan natrium) masuk ke dalam sel.
Secara umum efek langsung ini kecil, oleh karena konsentrasi kalium turun hanya 0,4 mEq/L untuk setiap peningkatan 0,1 unit pH. Meskipun demikian, hipokalemia sering ditemukan pada alkalosis metabolik. Mungkin keadaan ini disebabkan oleh kaitannya dengan kelainan yang menyebabkan alkalosis metabolik tersebut (diuretik, vomitus, hiperaldosteron).
4) Peningkatan jumlah insulin
Insulin membantu masuknya kalium ke dalam otot skeletal dan sel hepatik, dengan cara meningkatkan aktivitas pompa Na-K-ATPase (gambar 1). Efek ini paling nyata pada pemberian insulin untuk pasien dengan ketoasidosis diabetikum atau hiperglikemia nonketotik berat. Konsentrasi kalium plasma juga dapat menurun oleh karena pemberian karbohidrat. Oleh karenanya, pemberian kalium klorida di dalam larutan mengandung dekstrosa pada terapi hipokalemia dapat menurunkan kadar kalium plasma lebih lanjut dan menyebabkan aritmia kardiak.
Gambar 1. Hormon-hormon penyebab perpindahan kalium ke dalam sel, yang terutama adalah insulin dan beta-adrenergik.
5) Peningkatan aktivitas beta adrenergic
Katekolamin, yang bekerja melalui reseptor-reseptor beta 2-adrenergik, dapat membuat kalium masuk ke dalam sel, terutama dengan meningkatkan aktivitas Na-K- ATPase. Sebagai akibatnya, hipokalemia transien dapat disebabkan oleh keadaan- keadaan di mana terjadi pelepasan epinefrin oleh karena stres, seperti penyakit akut, iskemia koroner atau intoksikasi teofilin. Efek yang sama juga dapat dicapai oleh pemberian beta agonis (seperti terbutalin, albuterol atau dopamin) untuk mengobati asma, gagal jantung atau mencegah kelahiran prematur.
6) Peningkatan produksi sel-sel darah
Peningkatan akut produksi sel-sel hematopoietik dikaitkan dengan peningkatan ambilan kalium oleh sel-sel baru ini dan mungkin menyebabkan hipokalemia. Hal ini
paling sering terjadi pada saat pemberian vitamin B12 atau asam folat untuk mengobati anemia megaloblastik atau granulocyte-macrophage-colony stimulation factor (GM-CSF) untuk mengobati netropenia. Sel-sel yang aktif secara metabolik juga dapat mengambil kalium setelah pengambilan darah. Keadaan ini telah ditemukan pada pasien-pasien leukemia mielositik akut dengan kadar sel darah putih yang tinggi.
Pada keadaan ini, pengukuran kadar kalium plasma dapat dibawah 1 mEq/L (tanpa gejala) apabila darah dibiarkan pada suhu ruangan. Hal ini dapat dicegah dengan pemisahan plasma dari sel secara cepat atau penyimpanan darah pada suhu 4°C.
7) Hipotermia
Baik oleh karena kecelakaan atau diinduksi secara sengaja dapat menyebabkan kalium masuk ke dalam sel dan menurunkan kadar konsentrasi kalium plasma sampai di bawah 3,0 sampai 3,5 mEq/L.
8) Peningkatan kehilangan gastrointestinal
Kehilangan sekresi gastrik atau intestinal dari penyebab apapun (muntah, diare, laksatif atau drainase tabung) dikaitkan dengan kehilangan kalium dan kemungkinan hipokalemia. Konsentrasi kalium pada kehilangan kalium saluran cerna bawah cukup tinggi (20-50 mEq/L) pada sebagian besar kasus. Sebagai perbandingan, konsentrasi kalium pada sekresi gastrik hanya 5-10 mEq/L; sehingga deplesi kalium pada keadaan ini utamanya disebabkan oleh karena kehilangan urin. Keadaan berikut ini yang menyebabkan kehilangan kalium urin pada kebocoran asam lambung. Alkalosis metabolik terkait meningkatkan konsentrasi bikarbonat plasma dan oleh karenanya beban bikarbonat pada filtrasi ginjal berada di atas ambang batas reabsorptif. Sebagai akibatnya, lebih banyak natrium bikarbonat dan air yang dihantarkan kepada lokasi sekresi kalium distal dalam kombinasi peningkatan aldosteron terinduksi hipovolemia.
Efek nettonya adalah peningkatan sekresi kalium dan kehilangan kalium urin secara besar-besaran. Pada keadaan ini juga terjadi pengeluaran natrium secara tidak wajar, sehingga hanya rendahnya kadar klorida urin yang menunjukkan adanya deplesi volume.
Kebocoran kalium urin yang diamati pada kehilangan sekresi gastrik biasanya paling jelas pada beberapa hari pertama, setelah itu, kemampuan reabsorsi bikarbonat meningkat, sehingga terjadi pengurangan kehilangan natrium, bikarbonat dan kalium urin secara signifikan. Pada saat ini, pH urin jatuh dari di atas 7,0 menjadi asam (di bawah 6,0). Sebaliknya kehilangan dari saluran cerna bagian bawah (terutama karena diare) biasanya dikaitkan dengan kehilangan bikarbonat dan asidosis metabolik.
Meskipun demikian, beberapa pasien dengan diare faktisiosa atau penggunaan laksatif berlebihan dapat mengalami hipokalemia dengan metabolik alkalosis.
Hipokalemia oleh karena kehilangan saluran cerna bagian bawah paling sering terjadi pada saat kehilangan timbul dalam jangka waktu lama, seperti pada adenoma vilosa atau tumor pensekresi peptida intestinal vasoaktif (VIPoma). Pada beberapa kasus, meskipun demikian, peningkatan kehilangan faeses tidak dapat menjelaskan semua defisit kalium. Subyek normal biasanya mendapatkan asupan kalium sekitar 80 mEq per hari. Ekskresi kalium normal harus turun di bawah 15-25 mEq/hari pada keadaan defisit kalium. oleh karenanya, kehilangan faeses (biasanya sekitar 10 mEq/hari) harus melewati 55-65 mEq/hari untuk dapat menginduksi hipokalemia.
Banyak pasien hipokalemik mempunyai kadar ekskresi kalium faeses yang lebih rendah, sehingga mengindikasikan bahwa faktor-faktor lain (seperti penurunan asupan dan mungkin ekskresi kalium urin terinduksi hiperaldosteronisme) juga memainkan peranan penting.
9) Peningkatan kehilangan urin
Ekskresi kalium urin sebagian besar dikendalikan oleh sekresi kalium di nefron distal, terutama oleh sel-sel prinsipal di tubulus koledokus kortikal. Proses ini dipengaruhi oleh dua faktor: aldosteron dan hantaran air serta natrium distal.
Aldosteron berpengaruh sebagian melalui perangsangan reabsorpsi natrium, pemindahan natrium kationik membuat lumen menjadi elektronegatif relatif, sehingga mendorong sekresi kalium pasif dari sel tubular ke lumen melalui kanal-kanal spesifik kalium di membran luminal.
Dengan demikian, kebocoran kalium urin umumnya memerlukan peningkatan antara kadar aldosteron atau aliran distal, sementara parameter lainnya normal atau
juga meningkat. Pada sisi lain, hiperaldosteronisme terkait hipovolemia biasanya tidak menyebabkan hipokalemia, oleh karena penurunan aliran distal terkait (sebab adanya peningkatan reabsorpsi proksimal, sebagian dipengaruhi oleh angiotensin II) mengimbangi efek stimulasi aldosteron.
10) Diuretik
Jenis apapun yang beraksi pada daerah proksimal lokasi sekresi kalium, asetazolamid, diuretik ansa henle dan tiazid, akan meningkatkan hantaran distal dan juga, lewat induksi penurunan volume, mengaktivasi sistem renin-angiotensin- aldosteron. Sebagai akibatnya, ekskresi kalium urin akan meningkat, menyebabkan hipokalemia apabila kehilangan ini lebih besar dari asupan (diagram 1).
Diagram 1. Efek diuretik terhadap penurunan kadar kalium di dalam darah.
11)Kelebihan minerokortikoid primer
Kebocoran kalium urin dapat juga merupakan ciri keadaan hipersekresi prime minerokortikoid, seperti adenoma adrenal penghasil aldosteron. Pasien-pasien ini hampir selalu hipertensif, dan diagnosis diferensialnya meliputi terapi diuretik pada pasien dengan hipertensi dan penyakit renovaskular, di mana terjadi peningkatan sekresi renin yang pada akhirnya meningkatkan pelepasan aldosteron.
12) Poliuria
Orang normal pada keadaan kekurangan kalium, dapat menurunkan konsentrasi kalium sampai 5 – 10 mEq/L. Namun apabila produksi urin sampai melebihi 5-10 L/hari, maka kehilangan kalium wajib dapat di atas 50-100 mEq per hari. Permasalahan ini paling mungkin terjadi pada keadaan polidipsia primer, di mana produksi urin dapat meningkat selama jangka waktu lama. Derajat poliuria yang sama juga dapat dijumpai pada diabetes insipidus sentral, namun biasanya pasien dengan keadaan ini cepat mencari bantuan medis segera setelah poliuria dimulai.
13) Peningkatan pengeluaran keringat
Pengeluaran keringat harian biasanya dapat diabaikan, oleh karena volumenya rendah dan konsentrasi kalium hanya berkisar antara 5 – 10 mEq/L. Namun pada pasien-pasien yang berolahraga pada iklim panas dapat mengeluarkan keringat sampai 10 L atau lebih per hari, sehingga menyebabkan penurunan kadar kalium bila kehilangan ini tidak digantikan. Kehilangan kalium dari keringat juga dapat terjadi pada fibrosis kistik. Ekskresi kalium urin juga dapat berkontribuis, oleh karena pelepasan aldosteron ditingkatkan baik oleh olahraga ataupun kehilangan volume.
14) Dialisis
Meskipun pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir biasanya meretensi kalium dan cenderung hiperkalemia, hipokalemia dapat terjadi pada pasien-pasien dengan dialisis kronik. Kehilangan kalium lewat dialisis dapat mencapai 30 mEq per hari pada pasien dengan dialisis peritoneal kronik. Keadaan ini dapat menjadi penting apabila terjadi penurunan asupan atau bila terjadi kehilangan gastrointestinal bersamaan.
3.5 MANIFESTASI KLINIS [6,7]
Manifestasi klinis dari hipokalemia beragam, dengan keparahannya tergantung dari derajat hipokalemia. Gejala biasanya muncul jika kadar kalium <3 meq/L. Kelemahan pada otot, perasaan lelah, nyeri otot, ‘restless legs syndrome’ dari eksremitas bawah merupakan gejala yang sering ditemukan, karena membran potensial istirahat yang lebih negatif. Pada penurunan kalium yang lebih berat dapat terjadi kelumpuhan atau rabdomiolisis, dan hipoventilasi (karena keterlibatan otot pernapasan).
Efek hipokalemia yang akan terjadi pada jantung biasanya aritmia berupa timbulnya fibrilasi atrium serta takikardi ventrikuler. Hal ini terjadi dikarenakan oleh perlambatan repolarisasi ventrikel yang menimbulkan arus re-entry. Tekanan darah yang meningkat pada hipokelemia dengan mekanisme yang tidak jelas. Pada pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) pada awalnya didapatkan inversi gelombang T, munculnnya gelombang U, ST depresi, pemanjangan interval QU. Pada keadaan berat, didapatkan pemanjangan interval PR, rendahnya voltage, pelebaran kompleks QRS, dan risiko aritmia ventrikel, terutama pada pasien dengan infark miokard dan left ventrikel hypertrophy (LVH).
Gambar 2. Gambaran EKG pada Normokalemia dan Hipokalemia
Pada ginjal efek hipokalemia sendiri ditandai dengan timbulnya vakuolisasi pada tubulus proksimal dan distal. Dapat juga terjadi gangguan pemekatan urin sehingga menimbulkan poliuria dan polidipsia. Hipokalemia juga akan meningkatkan produksi NH4 dan produksi bikarbonat di tubulus proksimal yang akan menimbulkan alkalosis metabolik, meningkatnya NH4 (amonia) dapat sebagai pencetus koma pada pasien dengan gangguan fungsi hati.
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG[8,9]
a) Kadar kalium serum.
Kalium serum merupakan pemeriksaan laboratorium yang paling penting.
Diantara serangan paralisis, kalium serum abnormal pada tipe paralisis periodik sekunder, tetapi biasanya normal pada paralisis periodik primer. Selama serangan kadar kalium serum dapat tinggi, rendah, atau di atas batas normal dan boleh di bawah batas normal. Pemeriksaan secara random kadar kalium serum dapat menunjukan fluktuasi yang periodik pada paralisis periodik normokalemik.
Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk miogobinuria.
b) Fungsi ginjal.
Hipokalemia biasanya menyebabkan alkalosis dan demikian sebaliknya.
Alkalosis juga menyebabkan terjadinya penurunan kadar kalium tubuh karena kalium bergerak dari rongga ekstraselular ke intraselular. Fungsi tubulus ginjal menjadi sangat terganggu oleh kehilangan kalium. Pada sel nefron pada tubulus distal ginjal, kenaikan kalium intraselular tersebut menstimulasi sekresi kalium dan meningkatkan ekskresi
kalium renal. Kadar glukosa darah pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan kalium berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel tubuh.
c) Kadar glukosa dan insulin darah.
Pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan kalium berpindah dari luar sel ke dalam sel-sel tubuh.
d) pH darah.
Dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah. Alkalosis biasa menyertai hipokalemia dan menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel. Asidosis menyebabkan kehilangan K+ langsung dalam urin.
e) Hormon tiroid: T3, T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab sekunder hipokalemia. [1]
f) Kadar CPK (creatinin phospokinase) dan mioglobin serum.
Kadar CPK tinggi pada paralisis periodik primer selama atau baru saja setelah serangan. Kadar mioglobin serum juga mungkin tinggi.
3.7 DIAGNOSIS BANDING
Sindrom Bartter
Sindrom bartter merupakan suatu kelainan dimana ginjal membuang elektrolit ( kalium, natrium dan klorida ) dalam jumlah yang berlebihan sehingga menyebabkan gangguan kadar elektrolit di dalam darah. Sindrom bartter biasanya diturunkan dalam keluarga secara herediter. Gejala yang dapat ditimbulkan dari sindrom bartter yaitu :
Kelemahan otot
Adanya rasa haus yang berlebihan
Produksi air kemih yang banyak
Mual muntah kronis
Keterbelakangan mental
Hipokalsemia
Hipokalsemia adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalsium di dalam darah kurang dari 8,8 mg/dL darah. Hipokalsemia ditandai dengan gejala seperti :
Kebas dengan kesemutan jari dan region sirkumoral
Refleks hiperaktif
Kram otot
Kejang
Hipokalsemia kronis dapat terjadi fraktur tulang karena osteoporosis tulang.
Hipertiroid dan Tirotoksikosis
Hipertiroid merupakan suatu kelainan yang melibatkan sintesis dan sekresi hormon tiroid dari kelenjar tiroid. Peningkatan dari free thyroxine (FT4), free triiodothyronine (FT3) atau keduanya merupakan kondisi dari tirotoksikosis.
Gejala yang timbul berupa :
Takikardi
Kulit yang hangat dan basah
Tremor
Kelemahan otot
Penurunan berat badan
3.8 PENATALAKSANAAN[10,11]
Untuk bisa memperkirakan jumlah kalium pengganti yang bisa diberikan, perlu disingkirkan dulu faktor-faktor selain deplesi kalium yang bisa menyebabkan hipokalemia, misalnya insulin dan obat-obatan. Status asam-basa mempengaruhi kadar kalium serum.
Jumlah Kalium
Walaupun perhitungan jumlah kalium yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan tidak rumit, tidak ada rumus baku untuk menghitung jumlah kalium yang
dibutuhkan pasien. Namun, 40—100 mmol K+ suplemen biasa diberikan pada hipokalemia moderat dan berat. Pada hipokalemia ringan (kalium 3—3,5 mEq/L) diberikan KCl oral 20 mmol per hari dan pasien dianjurkan banyak makan makanan yang mengandung kalium. KCL oral kurang ditoleransi pasien karena iritasi lambung.
Makanan yang mengandung kalium cukup banyak dan menyediakan 60 mmol kalium.
Kecepatan Pemberian Kalium Intravena
Kecepatan pemberian tidak boleh dikacaukan dengan dosis. Jika kadar serum >
2 mEq/L, maka kecepatan lazim pemberian kalium adalah 10 mEq/jam dan maksimal 20 mEq/jam untuk mencegah terjadinya hiperkalemia. Pada anak, 0,5—1 mEq/kg/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis maksimum dewasa.
Pada kadar < 2 mEq/L, bisa diberikan kecepatan 40 mEq/jam melalui vena sentral dan monitoring ketat di ICU. Untuk koreksi cepat ini, KCl tidak boleh dilarutkan dalam larutan dekstrosa karena justru mencetuskan hipokalemia lebih berat.
Kalium iv
KCl sebaiknya diberikan iv jika pasien tidak bisa makan dan mengalami hipokalemia berat. Secara umum, jangan tambahkan KCl ke dalam botol infus.
Gunakan sediaan siap- pakai dari pabrik. Pada koreksi hipokalemia berat (< 2 mmol/L), sebaiknya gunakan NaCl, bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa bisa menyebabkan penurunan sementara K+ serum sebesar 0,2—1,4 mmol/L karena stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa. Infus yang mengandung KCl 0,3% dan NaCl 0,9% menyediakan 40 mmol K+ /L. Ini harus menjadi standar dalam cairan pengganti K+. Volume besar dari normal saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan. Jika ada aritmia jantung, dibutuhkan larutan K+ yang lebih pekat diberikan melalui vena sentral dengan pemantauan EKG. Pemantauan teratur sangat penting.
Pikirkan masak-masak sebelum memberikan > 20 mmol K+/jam. Konsentrasi K+ >
60 mmol/L sebaiknya dihindari melalui vena perifer, karena cenderung menyebabkan nyeri dan sklerosis vena.
Diet Kalium
Diet yang mengandung cukup kalium pada orang dewasa rata-rata 50-100 mEq/hari (contoh makanan yang tinggi kalium termasuk kismis, pisang, aprikot, jeruk, advokat, kacang-kacangan, dan kentang).
2.9 PROGNOSIS
Konsumsi suplemen kalium biasanya mengoreksi hipokalemia. Hipokalemia berat dapat menyebabkan masalah jantung yang dapat fatal.[14,15] Hipokalemia yang tidak dapat dijelaskan, hiperkalemia refrakter, atau gambaran diagnosis alternatif (misalnya, aldosteronisme atau kelumpuhan periodic hipokalemia) harus dikonsultasikan ke endokrinologi atau nefrologi.
BAB IV PENUTUP
Hipokalemia merupakan kelainan kekurangan elektrolit yang dapat
terjadi karena pengeluaran berlebihan disebabkan karena renal atau
ekstrarenal dan cukup sering dijumpai dalam praktek klinik. Hipokalemia
ringan biasanya asimptomatis dan apabila berat dapat menyebabkan
badan lemas atau mual-muntah, sakit otot, kaki lemah seperti hipokalemia
periodik paralisis hingga keluhan serius yang gawat darurat berupa
gangguan jantung dan bahkan kematian. Penatalaksanaa pada
hipokalemia dapat berupa pemberian kalium secara medikamentosa atau
dengan komsumsi makanan tinggi kalium.
DAFTAR PUSTAKA
1. Widijanti A. Hipokalemia, Alkalosis metabolik dengan penurunan fungsi ginjal. Medicinus, vol.27. Malang. 2014
2. Unwin RJ, Luft CF. Pathophysiology and management of hypokalemia : a clinical perspective. Nat. Rev. Nephrol. 7. 2011
3. Price & Wilson. Gangguan Cairan & Elektrolit. Patofisiologi Vol.1. 6th ed. Jakarta:
EGC; 2006.
4. Fauci A, Braundwald E, Kasper D, Lauser S,et al. Harrison’s principles of internal medicine. 17th ed. New York : Mc Graw Hill companies. 2008.
5. Sumantri S. Pendekatan diagnostik hipokalemia - laporan kasus. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009.
6. Harvey TC. Addison's disease and the regulation of potassium: the role of insulin and aldosterone. Med Hypotheses. 2007.
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrara M, Setiati T. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing. 2009.
8. Zwanger M. Hypokalemia. Available at:
http://emedicine.com/emerg/topic273.html. Accessed on 27th August 2017.
9. Widjajanti, A & SM Agutini. Hipokalemik Periodik Paralisis. 2005.
10. Cohn JN, Kowey PR, Whelton PK, Prisant LM. New Guidelines for potassium Replacement in Clinical Practice. Arch Intern Med 2000; 160: 2429-2436. Arya, SN.
Lecture Notes: Periodic Paralysis. Journal Indian Academy of Clinical Medicine.
2002. Vol 3 No 4.
11. Graber M. Terapi Cairan, Elektrolit dan Metabolik, ed.1. Farmedia. Jakarta. 2002.
12. Halperin ML, Goldstein MB. Fluid electrolyte and acid-base physiology: A problem- based approach. 2nd ed. WB Saunders Co., p 358
13. Hypokalemia. In: Papadakis MA, McPhee SJ, editors. Quick medical diagnosis &
treatment. New York: McGraw-Hill; 2017