• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 3 PENGUKURAN SIPAT DATAR MEMANJANG POLITEKNIK 202

N/A
N/A
Muhammad Daffa

Academic year: 2024

Membagikan "2 3 PENGUKURAN SIPAT DATAR MEMANJANG POLITEKNIK 202"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUKURAN SIPAT DATAR

I. PENDAHULUAN

Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang perkembangan ekonominya cukup baik sehingga menjadi salah satu negara tujuan investasi dari berbagai perusahaan baik perusahaan nasional maupun perusahaan internasional. Untuk mendukung perkembangan ekonomi diperlukan adanya sarana dan prasarana infrastruktur di berbagai daerah antara lain perlu pembangunan jalan, jembatan dan infrastruktur lainnya. Untuk membangun sarana dan prasarana infrastruktur tersebut diperlukan berbagai data antara lain data tentang informasi kebumian berupa peta topografi, data jalan, irigasi dan data pendukung lainnya.

Peta topografi adalah peta yang menggambarkan unsur-unsur alam maupun unsur buatan manusia yang disajikan dengan skala tertentu dan dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan. Peta topografi menggambarkan informasi yang ada diatas permukaan bumi dan menyajikan posisi titik-titik diatas permukaan bumi, baik posisi horisontal maupun posisi vertikal. Untuk menyatakan posisi horisontal dinyatakan dengan koordinat geografi atau koordianat kartesian dua dimensi, sedangkan posisi vertikal dinyatakan dengan beberapa cara antara lain dengan : titik tinggi, warna ketinggian dan garis kontur.

Untuk menentukan ketinggian titik diatas permukaan bumi, terlebih dahulu harus diukur beda tinggi antara satu titik dengan titik lainnya, kemudian dengan menggunakan referensi tertentu dapat dihitung ketinggian titik diatas permukaan bumi. Beda tinggi adalah jarak vertikal antara dua titik diatas pemukaan bumi. Sedangkan posisi titik diatas permukaan bumi dinyatakan dengan tinggi atau ketinggian. Ada juga yang mengatakan dengan elevasi berasal dari bahasa Inggris elevation atau di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum disebut denganpeilyang berasal dari bahasa Belanda.

Elevasi adalah jarak vertikal antara satu titik diatas permukaan bumi dengan bidang referensi atau bidang acuan tertentu. Bidang referensi yaitu bidang yang ketinggiannya dianggap sama dengan nol. Dalam geodesi bidang referensi disebut bidang geoid yaitu bidang equipotensialyang berimpit dengan permukaan air laut rata-rata (Mean Sea Level).

Bidangequipotensial juga disebut bidang nivo. Bidang nivo selalu tegak lurus dengan arah gaya berat bumi. Untuk menentukan posisi tinggi titik diatas permukaan bumi perlu dilakukan pengukuran di lapangan.

II. METODE PENGUKURAN BEDA TINGGI

Beda tinggi di atas permukaan bumi dapat ditentukan dengan 4 (empat) metode (Slamet Basuki, 2011) yaitu :

1. Metode Barometrik 2. Metode Trigonometrik 3. Metode Tachimetri 4. Metode Sipat Datar

(2)

Penentuan beda tinggi metode barometrik merupakan metode pengukuran beda tinggi dengan menggunakan prinsip pengukuran tekanan udara. Untuk melakukan pengukuran perbedaan tekanan udara dilakukan dengan alat ukur barometer, kemudian dengan menggunakan rumus tertentu perbedaan tekanan udara dapat dikonversikan ke beda tinggi. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur barometer yang sudah dilengkapi alat pengukur beda tinggi dan alat ini juga dinamakan altimeter.

Penentuan beda tinggi metode trigonometrik pada prinsipnya dilakukan dengan mengukur jarak mendatar antara dua titik diatas permukaan bumi dan sudut vertikal antara dua titik tersebut, kemudian dengan rumus tertentu data jarak dan sudut vertikal dikonversikan ke beda tinggi.

Penentuan beda tinggi dengan metode tachimetri adalah metode pengukuran beda tinggi dengan menggunakan alat ukur theodolit dan rambu ukur. Sedangkan data yang diukur adalah tinggi alat, sudut vertikal, bacaan benang atas, benang tengah dan benang bawah. Selanjutnya dengan rumus tachimetri data tersebut dikonversikan ke beda tinggi.

Jika menggunakan sudut miring (m)

Jarak datar = dAB =100 (BA – BB) cos2m; m =sudut miring.

Beda tinggi = ΔHAB=100 (BA – BB) sin m cos m + i – t i = tinggi instrumen (alat)

t = Bacaan Benang Tengah m = sudut miring

v = sudut vertical

Jika menggunakan sudut vertical (V) rumus tersebut diatas menjadi sebagai berikut : Jarak datar = dAB =100 (BA – BB) sin2v ; v =sudut vertical

Beda tinggi = ΔHAB=100 (BA – BB) sin v cos v + i – t

Pengukuran sipat datar adalah metode pengukuran beda tinggi dimana selisih tinggi antara titik yang berdekatan ditentukan dengan bacaan garis bidik horizontal yang diarahkan pada rambu-rambu ukur yang berdiri vertikal. Pengukuran sipat datar bertujuan untuk menentukan beda tinggi antara titik-titik diatas permukaan bumi secara teliti dengan alat ukur sipat datar atau dikenal dengan alat ukur waterpas atauautolevel.

(3)

Dari keempat metode tersebut urutan tingkat ketelitian dari yang kasar ke yang teliti adalah sebagai berikut : metode barometrik, metode trigonometrik, metode tachimetri dan metode sipat datar merupakan metode yang paling teliti. Untuk metode barometrik dan trigonometric jarang digunakan karena ketelitiannya kasar, sedangkan untuk keperluan rekayasa yang sering digunakan adalah metode tachimetrik dan sipat datar. Sesuai dengan pembahasan pada bab ini, maka yang akan diuraikan lebih detail adalah pengukuran sipat datar. Untuk memberikan gambaran umum penentuan beda tinggi dengan metode sipat datar, maka akan diberikan uraian mengenai dasar teori pengukuran sipat datar, peralatan ukur yang digunakan pada pengukuran beda tinggi, metode pelaksanaan pengukuran di lapangan dan metode perhitungan sipat datar.

III. SIPAT DATAR

Pengukuran sipat datar merupakan salah satu metode penentuan beda tinggi yang paling teliti, oleh karena itu metode sipat datar sering dipergunakan untuk menentukan tinggi titik-titik kerangka vertikal dan juga dipergunakan pada berbagai pekerjaan rekayasa yang membutuhkan ketelitian tinggi seperti pada pekerjaan pengukuran jalan, jembatan, bendung, saluran irigasi dan berbagai keperluan lainnya.

Agar alat ukur sipat datar dapat dipergunakan, maka ada syarat-syarat yang harus dipenuhi pada alat ukur sipat datar adalah :

1. Syarat dinamis : Sumbu I vertikal 2. Syarat statis :

a. Garis bidik teropong sejajar dengan garis arah nivo b. Garis arah nivo tegak lurus sumbu I (sumbu vertikal) c. Garis mendatar diafragma tegak lurus sumbu I IV. DASAR TEORI

Utuk melaksanakan pengukuran sipat datar diperlukan alat ukur waterpas atau autolevel dan rambu ukur. Dengan bantuan nivo, maka garis bidik horizontal tersebut diarahkan ke dua rambu yang diletakkan diatas titik-titik yang akan ditentukan beda tingginya seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Rambu belakang

BA Alat ukur waterpas terletak ditengah BA

BT BT

BB BB

B Rambu muka

Permukaan tanah ∆hAB

A Dblk Dmk

Gambar 1. Prinsip pengukuran sipat datar

(4)

Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1 diatas, misalnya akan diukur beda tinggi antara titik A dan titik B, maka rambu ukur diletakkan diatas titik A dan titik B. Kemudian alat ukur waterpas diletakkan ditengah-tengah antara rambu A dan rambu B. Selanjutnya dilakukan pembacaan ke rambu belakang (titik A) dan dicatat : bacaan Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT) dan Benang Bawah(BB). Kemudian dengan cara yang sama garis bidik diarahkan ke rambu muka (titik B) dan dicatat : bacaan Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT) dan Benang Bawah(BB).

Apabila bacaan telah dicatat, maka untuk menghitung beda tinggi antara titik A dan titik B (∆hAB) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

∆hAB = BTbelakang

BTmuka ………….……… (1)

Jika BTbelakang

˃

BTmuka,, maka ∆hAB positif berarti titik B lebih tinggi dari titik A.

Jika BTbelakang

˂

BTmuka , maka ∆hAB negatif berarti titik B lebih rendah dari titik A.

Dengan prinsip tersebut diatas, jika titik A telah diketahui ketinggiannya, maka titik B dapat dihitung ketinggiannya dengan rumus sebagai berikut :

ElevasiB= ElevasiA

+

∆hAB …….……….………... (2) Pada waktu melakukan pembacaan ke rambu belakang maupun ke rambu muka, maka harus dilakukan kontrol pembacaan yaitu :

2 BT = BA + BB ………...…. (3) Dari bacaan benang atas (BA) dan benang bawah (BB) juga dapat dihitung jarak ke rambu belakang :

Dblk = 100 ( BA – BB) ………. (4) Dengan cara yang sama juga dapat dihitung jarak ke rambu muka sebagai berikut :

Dmk = 100 ( BA – BB) ………..…………. (5) Pengukuran antara dua rambu dinamakan dengan satu slag. Apabila jarak antara dua titik sangat jauh, maka pengukuran dilakukan dengan beberapa titik bantu dengan memasang patok atau rambu ukur dipasang diatas stratpot (tatakan rambu). Pada pengukuran sipat datar biasanya titik-titik yang akan ditentukan elevasinya lebih dari satu dan bentuknya memanjang, sehingga dikenal dengan istilah sipat datar memanjang. Sebagai contoh pada pengukuran jalan, biasanya dilakukan pengukuran titik-titik untuk menentukan ketinggian jalan dengan jarak setiap 25 meter atau setiap jarak 50 meter.

(5)

Misalnya dilakukan pengukuran sipat datar memanjang dari titik P ke Q dengan skets pengukuran sebagai berikut :

7 Q

5 6

1 2 3 4

P

Gambar 2. Sipat Datar Memanjang

Dari Gambar 2 tersebut diatas setiap kali mendirikan alat ukur waterpas akan diperoleh beda tinggi misalnya dari titik P ke titik 1, diperoleh beda tinggi :

∆hP1 = BTbelakang

BTmuka

Dengan cara yang sama dapat diperoleh beda tinggi antara titik 1 ke titik 2 dan seterusnya sampai ke titik Q sebagai berikut :

∆h12 = BTbelakang

BTmuka

∆h23 = BTbelakang

BTmuka

∆h34 = BTbelakang

BTmuka

∆h45 = BTbelakang

BTmuka

∆h56 = BTbelakang

BTmuka

∆h67 = BTbelakang

BTmuka

∆h7Q = BTbelakang

BTmuka

Selanjutnya untuk menghitung beda tinggi antara titik P ke titik Q dilakukan dengan menjumlahkan beda tinggi antara titik-titik yang diukur mulai dari P sampai ke Q :

∆hPQ = ∑ BTbelakang- ∑ BTmuka ……..……….. (6)

∆hPQ = ∆hP1+ ∆h12+ ∆h23+ ∆h34+ ∆h45+ ∆h56+ ∆h67+ ∆h7Q

∆hPQ = ∑ ∆hij ……… (7)

Berdasarkan rumus tersebut diatas, maka beda tinggi antara titik P ke titik Q merupakan penjumlahan dari seluruh beda tinggi hasil ukuran di lapangan. Beda tinggi jika tanadnya ( + ) menunjukkan posisi naik dan apabila tandanya ( – ) menunjukkan posisi turun.

Untuk keperluan pengukuran waterpas biasanya untuk pengukuran dilakukan pergi- pulang, dan hasil pengukuran beda tinggi dirata-ratakan.

(6)

V. SUMBER-SUMBER KESALAHAN PENGUKURAN WATERPAS

Meskipun persyaratan alat ukur sipat datar sudah dipenuhi, namun ada beberapa hal yang tidak dapat diketahui sebelumnya yang mengakibatkan terjadinya berbagai kesalahan.

Kesalahan yang terjadi dapat dihilangkan, ada yang hanya dapat dibuat sekecil mungkin atau dengan cara tertentu dapat saling menghilangkan kesalahan-kesalahan yang ada.

Sumber-sumber kesalahan antara lain : kesalahan manusia yang mengukur, kesalahan karena keadaan alam dan kesalahan alat ukur.

a. Kesalahan Manusia

Kesalahan yang bersumber dari manusia yang mengukur dapat disebabkan karena : 1.Kesalahan Pada Mata

 Kesalahan karena mata yang lelah akibat kebiasaan membaca dengan satu mata, akan mengakibatkan pembacaan kurang teliti.

 Untuk menghindari kesalahan tersebut diatas, maka setiap melakukan pembacaan dengan satu mata, maka mata yang lainnya tetap terbuka atau pengamatan dilakukan secara bergantian untuk beberapa selang waktu, untuk memberikan kesempatan mata beristirahat.

 Kesalahan pembacaan ini akan terjadi pada setiap personil / petugas ukur, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan kemampuan dalam membaca ke rambu ukur.

Misalnya pada rambu ukur fraksi terkecil adalah 1 cm atau 0,010 m, sedangkan pada saat pengukuran posisi Benang Tengah (BT) berada pada angka 0,007 m.

Karena jarak antara alat ukur waterpas ke rambu ukur cukup jauh misalnya 50 m, maka bacaan BT dibaca 0,006 m atau 0,007 m atau 0,008 m. Oleh karena itu pada pembacaan kea rah rambu toleransi kesalahan pembacaan ditentukan misalnya0,002 m

2.Kesalahan Pembacaan

Karena sering membaca rambu, maka mata menjadi lelah dan juga factor kelelahan fisik lainnya, maka dapat terjadi kesalahan pembacaan karena penaksiran bacaan yang nilai bacaannya jadi kasar. Hampir sama dengan kesalahan akibat kelelahan mata pada saat pembacaan ke rambu ukur, setiap personil atau petugas ukur akan terjadi kesalahan dalam pembacaan ke rambu ukur.

3.Kesalahan Besar (Blunder)

Kesalahan besar (blunder) bisa terjadi karena yang mengukur belum paham benar cara pembacaan ke rambu ukur. Kesalahan besar yang lain adalah kesalahan dalam mencatat hasil pengukuran, sehingga hasil bacaan salah. Misalnya bacaan ke rambu ukur 2,268 m oleh petugas ukur ditulis 2,862 m. Oleh karena itu setiap kali melakukan pengukuran harus selalu di kontrol bacaannya, dimana dari bacaan ke rambu ukur BA, BT dan BB langsung dilakukan pengecekan :

2 BT = BA + BB

Jika ada kesalahan pencatatan toleransi perbedaan yang diijinkan adalah 0,002 m.

(7)

Untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan tersebut perlu dilakukan kontrol hasil pengukuran. Adapun cara melakukan control pengukuran adalah sebagai berikut : 1. Kontrol pada setiap kedudukan alat ukur

Untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam pengukuran waterpas, maka setiap kali mendirikan alat ukur waterpas dilakukan kontrol bacaan benang atas, benang tengah dan benang bawah sebagai berikut :

2BT = BA + BB

Kemudian setiap slag (antara dua patok) pengukuran dilakukan dengan tinggi alat ukur waterpas yang tidak sama (double stand) kemudian hasil pengukuran beda tinggi slag 1 dan slag 2 dibandingkan.

2. Kontrol sipat datar tiap seksi

Untuk menghindari kesalahan, maka setiap seksi dibuat dengan jarak antara 1 – 2 km, kemudian setiap seksi dilakukan pengukuran pergi dan pulang, setiap perbedaan tinggi ukuran pergi dan pulang harus memenuhi toleransi yang sudah ditentukan.

b. Kesalahan Karena Keadaan Alam

Ada beberapa kesalahan yang terjadi yang disebabkan karena kondisi alam antara lain sebagai berikut :

1. Kesalahan kelengkungan permukaan bumi

2. Kesalahan akibat melengkungnya sinar dari rambu ukur ke alat ukur waterpas 3. Kesalahan undulasi diakibatkan oleh adanya panas terik matahari sehingga udara

yang terkena panas akan mengalami pemuaian dan cahaya yang masuk kea rah alat ukur waterpas akan mengalami pergerakan naik turun. Oleh karena itu pada pengukuran waterpas hanya diijinkan dilakukan padaa saat pagi atau sore hari dan hindari pengukuran siang hari yang sangat panas.

4. Kesalahan karena tanah yang labil

Untuk menghilangkan kesalahan karena keadaan alam sangat sulit, sehingga yang dapat dilakukan adalah mengurangi kesalahan karena keadaan alam tersebut diatas.

Adapun kesalahan tersebut dapat diperkecil melalui cara melakukan pengukuran mendirikan dengan alat ukur didirikan di tengah-tengah rambu ukur dan jumlah slag setiap seksi adalah genap.

c. Kesalahan Alat

Ada beberapa kesalahan alat ukur yaitu : kesalahan garis bidik, kesalahan titik nol rambu dan kesalahan tidak vertikalnya rambu ukur.

1. Kesalahan garis bidik

Kesalahan garis bidik dapat dihilangkan melalui cara melakukan pengukuran mendirikan denganalat ukur didirikan di tengah-tengah rambu ukur

2. Kesalahan titik nol rambu

Kesalahan titik nol rambu dapat dihilangkan dengan cara pemindahan rambu ukur belakang menjadi rambu muka pada slag berikutnya dan jumlah slag setiap seksi adalah genap.Dengan kata lain untuk kesalahan titik nol rambu pada slag ganjil dapat dihilangkan pada pengukuran slag genap dan seterusnya.

(8)

3. Kesalahan tidak vertikalnya rambu

Kesalahan tidak vertikalnya rambu dapat diperkecil dengan memasang perlengkapan nivo rambu di rambu ukur.

VI. METODE PENGUKURAN

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap pengukuran selalu dihinggapi kesalahan. Dengan menggunakan suatu metode tertentu diharapkan kesalahan-kesalahan yang ada tersebut dapat diperkecil atau dapat dihindari.

Metode pengukuran sipat datar tersebut adalah sebagai berikut :

1. Sebelum melakukan pengukuran di pagi hari harus dilakukan pengecekan kesalahan garis bidik dan sore hari setelah selesai juga dilakukan pengecekan kesalahan garis bidik.

2. Jika jalur pengukuran sipat datar cukup jauh, maka jalur pengukuran dibagi dalam beberapa seksi dengan panjang setiap seksi berkisar 1 km – 2 km dengan mempertimbangkan bahwa pengukuran setiap seksi harus selesai dalam satu hari.

3. Setiap seksi harus dibuat dalam slag genap.

4. Setiap seksi dilakukan pengukuran pergi pada pagi hari ( sekitar jam 07.00 – 10.00) dan pengukuran pulang pada siang/sore hari(sekitar 14.00 – 17.00) dan harus selesai dalam waktu satu hari. Hindari pengukuran pada saat siang hari dimana panas matahari matahari dapat menyebabkan adanya undulasi udara.

5. Sebagai kontrol pengukuran setiap slag dilakukan dua kali berdiri alat (double stand).

Perbedaan beda tinggistand I danstand II harus lebih kecil dari 2 mm.

6. Untuk mengeliminasi kesalahan garis bidik, maka setiap slag jarak ke rambu belakang diusahakan sama dengan jarak ke rambu muka . Jika tidak dapat dilakukan, maka harus diusahakan jumlah jarak ke rambu belakang sama dengan jumlah jarak ke rambu muka.

7. Cara perpindahan rambu bergantian antara rambu belakang dan rambu muka, hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan kesalahan nol rambu seperti pada gambar dibawah ini.

Rambu muka Rambu muka Rambu belakang

4 3

1 2

Gambar 3. Cara perpindahan rambu ukur

Berdasarkan pada gambar 3 diatas setelah selesai melakukan pengukuran antara titik 1 dan titik 2, rambu belakang dipindah dari titik 1 ke titik 3 dengan melewati rambu

(9)

muka yang ada di titik 2, kemudian rambu muka yang ada di titik 2 tetap hanya diputar arahnya kearah alat ukur waterpas berikutnya.

Setelah selesai melakukan pengukuran beda tinggi antara titik 2 dan titik 3, dengan cara yang sama rambu yang ada di titik nomor 2 dipindahkan kearah titik nomor 4, sedangkan rambu yang ada diatas titik nomor 3 tetap dan hanya diputar arahnya ke arah alat ukur waterpas berikutnya.

8. Pembacaan selalu didahulukan ke rambu belakang kemudian baru ke rambu muka.

9. Sebagai control bacaan benang tengah rambu, maka langsung dicek hitungan : 2 BT = BA + BB

10. Pada saat pembacaan ke rambu, rambu ukur harus benar-benar tegak ( sebaiknya dilengkapi nivo rambu).

11. Pembacaan Benang Tengah harus diatas 0,5 m dan dibawah 2,75 m untuk rambu yang panjangnya 3 m.

VII. PERALATAN PENGUKURAN

Alat-alat yang diperlukan untuk pengukuran sipat datar antara lain adalah : 1. Alat ukur waterpas (Autolevel)

2. Tripod(Statip) 3. Rambu ukur 4. Nivo rambu 5. Payung

6. Formulir atau buku ukur waterpas 7. Patok kayu

8. Paku 9. Cat

10. Dan alat pendukung lainnya.

VIII. PERHITUNGAN

Berdasarkan bentuk geometri, maka pengukuran dapat dibedakan kedalam tiga macam yaitu : waterpas terbuka, waterpas terikat dan waterpas tertutup. Berdasarkan bentuk geometri tersebut, maka metode perhitungan waterpas juga dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu :

1. Perhitungan Waterpas Terbuka 2. Perhitungan Waterpas Terikat 3. Perhitungan Waterpas Tertutup

Untuk memberikan gambaran umum cara perhitungan waterpas tersebut diatas, maka dibawah ini akan diuraikan tahap perhitungan waterpas terbuka, waterpas terikat dan waterpas tertutup.

(10)

1. PERHITUNGAN WATERPAS TERBUKA

Pada perhitungan waterpas terbuka, titik ikat perhitungan hanya ada satu titik yang telah diketahui elevasinya. Kemudian berdasarkan ukuran beda tinggi pergi dan pulang dihitung beda tinggi rata-rata, Setelah diperoleh beda tinggi rata-rata, maka elevasi titik-titik lainnya dihitung dengan menggunakan titik ikat yang diketahui elevasinya.

Pada perhitungan waterpas terbuka tidak ada koreksi beda tinggi, sehingga hasil ukurannya kurang teliti. Oleh karena itu pada waktu melakukan perngukuran harus dilakukan dengandouble standpada setiap slag dan atau pergi pulang setiap seksi.

Untuk memberikan gambaran umum cara perhitungan waterpas terbuka, maka diberikan contoh data ukuran pengukuran waterpas pergi dan pulang pada Tabel Data Pengukuran Waterpas Terbuka.

Tahap perhitunganWATERPAS TERBUKAadalah sebagai berikut : a. Hitung Benang Atas + Benang Bawah = BA + BB untuk rambu belakang

b. Periksa hitungan BA + BB = 2 BT, jika ada perbedaan toleransi yang diijinkan adalah 0,002 m.

c. Selanjutnya hitung Benang Atas + Benang Bawah = BA + BB untuk rambu muka, dan periksa hitungan BA + BB = 2 BT, jika ada perbedaan toleransi yang diijinkan adalah 0,002 m.

d. Hitung jarak ke rambu belakang = Dblk= 100 (BA – BB)

e. Dengan cara yang sama hitung jarak ke rambu muka = Dmuka= 100 (BA – BB) f. Hitung beda tinggi dari titik P1 ke P2

Δh12= BTblk– BTmuka

Jika beda tinggi positif ditulis di kolom (+) dan jika beda tinggi negatif ditulis di kolom (-).

g. Lakukan perhitungan dari P2 ke P3 dan seterusnya sampai P9 ke P10 untuk pengukuran pergi.

h. Dengan cara yang sama dilakukan perhitungan beda tinggi pengukuran pulang dimulai dari P10 ke P9 dan seterusnya sampai terakhir P2 ke P1.

i. Setelah selesai perhitungan beda tinggi, tahap selanjutnya masukkan data hitungan beda tinggi ke formulir TOPO 02 HITUNGAN WATERPAS.

j. Kemudian beda tinggi PERGI dan PULANG diratakan dan masukkan di kolom beda tinggi rata-rata.

k. Tanda hitungan beda tinggi rata-rata (bisa + dan - ) dibuat sama dengan tanda ukuran pergi. Jadi apabila ukuran pergi + maka tanda ukuran beda tinggi rata-rata juga +.

l. Untuk pengukuran waterpas terbuka tidak ada koreksi, sehingga kolom koreksi dikosongkan.

m. Karena tidak ada koreksi, maka data beda tinggi definitif sama dengan beda tinggi rata-rata. Oleh karena itu tulis kembali beda tinggi rat-rata di kolom beda tinggi definitif.

n. Selanjutnya hitung tinggi titik 2 dari titik 1 dengan rumus sebagai berikut : Tinggi titik 2 = Tinggi titik 1 + Δh12

Untuk perhitungan tinggi titik, maka ditentukan titik awal perhitungan misalnya elevasi titik 1 = 234,987 mdiatas bidang referensi.

(11)

o. Dengan cara yang sama lakukan perhitungan tinggi titik ke 3 dan seterusnya sampai titik terakhir yaitu titik ke 10.

Untuk memberikan cara perhitungan waterpas terbuka berikut ini diberikan contoh perhitungan dengan data ukur seperti Tabel berikut.

LATIHAN UNTUK PERHITUNGAN WATERPAS TERBUKA

Tabel Data Pengukuran waterpas terbuka dengan data ukur sebagai berikut : Dari Ke Beda Tinggi

Pergi (M)

Beda Tinggi Pulang (M)

1 2 + 1,324 - 1,326

2 3 + 1,354 - 1,352

3 4 +1,987 - 1,989

4 5 - 2,012 + 2,010

5 6 - 1,546 + 1,543

6 7 - 2,013 + 2,015

7 8 + 1,986 - 1,987

8 9 + 1,765 - 1,767

9 10 + 2,112 - 2,114

10 11 + 1,874 - 1,872

Pada pengukuran waterpas terbuka tersebut diketahui Elevasi tittikP1 = 234,987 m.

Hitung elevasi titik P2 sampai dengan P11.

(12)

2. PERHITUNGAN WATERPAS TERIKAT

Pada perhitungan waterpas terikat, titik ikat perhitungan ada dua titik yang telah diketahui elevasinya. Pada perhitungan waterpas terikat, maka harus dihitung koreksi beda tinggi, kemudian baru dihitung elevasinya.

Adapun tahap perhitungan waterpas terikat adalah sebagai berikut :

a. Hitung Benang Atas + Benang Bawah = BA + BB untuk rambu belakang

b. Periksa hitungan BA + BB = 2 BT, jika ada perbedaan toleransi yang diijinkan adalah 0,002 m.

c. Selanjutnya hitung Benang Atas + Benang Bawah = BA + BB untuk rambu muka, dan periksa hitungan BA + BB = 2 BT, jika ada perbedaan toleransi yang diijinkan adalah 0,002 m.

d. Hitung jarak ke rambu belakang = Dblk= 100 (BA – BB)

e. Dengan cara yang sama hitung jarak ke rambu muka = Dmuka= 100 (BA – BB) f. Hitung beda tinggi dari titik P1 ke P2

Δh12= BTblk– BTmuka

Jika beda tinggi positif ditulis di kolom (+) dan jika beda tinggi negatif ditulis di kolom (-).

g. Lakukan perhitungan dari P2 ke P3 dan seterusnya sampai patok terakhir untuk pengukuran pergi.

h. Dengan cara yang sama dilakukan perhitungan beda tinggi pengukuran pulang dimulai dari titik terakhir dan seterusnya sampai ke titik awal P2 ke P1.

i. Setelah selesai perhitungan beda tinggi, tahap selanjutnya masukkan data hitungan beda tinggi ke formulir TOPO 02 HITUNGAN WATERPAS.

j. Kemudian beda tinggi PERGI dan PULANG diratakan dan masukkan di kolom beda tinggi rata-rata.

k. Tanda hitungan beda tinggi rata-rata dibuat sama dengan tanda ukuran pergi.

k. Selanjutnya dijumlahkan beda tinggi rata-rata dari P1 - P2 , ………, sampai Patok yang terakhir.

l. Dalam perhitungan waterpas terikat syarat geometri yang harus dipenuhi adalah :

∑ Δhrata-rata = Elevasi titik terakhir – Elevasi titik awal

∑ Δhrata-rata = Δh (akhir–awal)

m. Untuk pengukuran waterpas terikat pada umumnya terjadi kesalahan pengukuran, sehingga syarat geometri tersebut tidak dapat dipenuhi. Oleh karena itu harus dihitung koreksi beda tinggi.

n. Besarnya koreksi adalah = Δh (akhir–awal) - ∑ Δhrata-rata

o. Sebagai contoh apabila ∑ Δhrata-rata = + 0,908 m, Δh (akhir–awal) = 0,878 m, maka besarnya koreksi beda tinggi adalah sebagai berikut :

Koreksi = = 0,878 m – 0,908 m = - 0,030 mm

p. Koreksi beda tinggi tersebut dibagikan ke semua titik yang diukur, kemudian masukkan data koreksi di kolom koreksi beda tinggi =(- 0,030 m / 10 ) = - 0,003 m q. Kemudian hitung beda tinggi definitif dan masukkan ke kolom beda tinggi definitif

Adapun perhitungan beda tinggi definitif adalah : Δhdefinitif = Δhrata-rata + koreksi

(13)

r. Setelah selesai menghitung semua Δhdefinitif , tahap selanjutnya jumlahkan beda tingg definitf tersebut . Jika perhitungan benar, maka :

∑ Δhdefinitif= Δh (akhir–awal) = 0,878 m

s. Setelah perhitungan beda tinggi definitif sudah benar, maka tahap selanjutnya menghitung semua tinggi titik dimulai dari tinggi titik 2 dan seterusnya.

t. Adapun hitungan tinggi titik 2 dari titik 1 adalah sebagai berikut : Tinggi titik 2 = Tinggi titik 1 + Δh12+ Koreksi

Pada contoh Tinggi titik 2 = 521,567 +1,866 – 0,003 = 523,430 m

Untuk perhitungan tinggi titik, maka ditentukanelevasi titik awal dan titik akhir diatas bidang referensi.

u. Dengan cara yang sama lakukan perhitungan tinggi titik ke 3 dan seterusnya sampai kembali ke titik terakhir, pada contoh ini titik terakhir adalah titik P11.

v. Apabila hitungan tinggi titik sudah benar, maka tinggi titik terakhir harus kembali = Tinggi Titik Terakhir. Apabila hitungan belum sama, maka harus diperiksa lagi perhitungan waterpas dengan teliti, sampai hitungan benar.

LATIHAN UNTUK PERHITUNGAN WATERPAS TERIKAT Diketahui data ukur waterpas terikat 2 titik sebagai berikut :

Beda Tinggi Antara

Beda Tinggi Pergi (M)

Beda Tinggi Pulang (M)

P1 - P2 + 1,867 - 1,865

P2 - P3 + 1,714 -1,712

P3 - P4 + 2,097 - 2,095

P4 - P5 - 2,054 + 2,055

P5 - P6 - 0.915 + 0,917

P6 - P7 - 2,219 + 2,221

P7 - P8 + 2,086 - 2,085

P8 – P9 + 1,215 - 1,213

P9 – P10 - 1,721 + 1,723

P10 – P11 -1,156 + 1,154

Elevasi awal di titik P1 = 521,567 m elevasi dititik akhir P11 = 522,445 m.

Hitung elevasi di titik-titik P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8, P9 dan P10

(14)

3. PERHITUNGAN WATERPAS TERTUTUP

Pada perhitungan waterpas tertutup terlebih dahulu harus dihitung koreksinya, kemudian setelah dihitung koreksinya, tahap selanjutnya baru menghitung elevasinya.

Adapun tahap perhitungan adalah sebagai berikut :

a. Hitung Benang Atas + Benang Bawah = BA + BB untuk rambu belakang

b. Periksa hitungan BA + BB = 2 BT, jika ada perbedaan toleransi yang diijinkan adalah 0,002 m.

c. Selanjutnya hitung Benang Atas + Benang Bawah = BA + BB untuk rambu muka, dan periksa hitungan BA + BB = 2 BT, jika ada perbedaan toleransi yang diijinkan adalah 0,002 m.

d. Hitung jarak ke rambu belakang = Dblk= 100 (BA – BB)

e. Dengan cara yang sama hitung jarak ke rambu muka = Dmuka= 100 (BA – BB) f. Hitung beda tinggi dari titik P1 ke P2

Δh12= BTblk– BTmuka

Jika beda tinggi positif ditulis di kolom (+) dan jika beda tinggi negatif ditulis di kolom (-).

g. Lakukan perhitungan dari P2 ke P3 dan seterusnya sampai P18 ke P1 untuk pengukuran pergi.

h. Dengan cara yang sama dilakukan perhitungan beda tinggi pengukuran pulang dimulai dari P1 ke P18 dan seterusnya sampai terakhir P2 ke P1.

i. Setelah selesai perhitungan beda tinggi, tahap selanjutnya masukkan data hitungan beda tinggi ke formulir TOPO 02 HITUNGAN WATERPAS.

j. Kemudian beda tinggi PERGI dan PULANG diratakan dan masukkan di kolom beda tinggi rata-rata.

k. Tanda hitungan beda tinggi rata-rata dibuat sama dengan tanda ukuran pergi.

l. Selanjutnya jumlah beda tinggi rata-rata dari P1- P2 , ………, sampai P17-18 dan terakhir P18-1.

m. Dalam perhitungan waterpas tertutup syarat geometri adalah :

∑ Δhrata-rata = 0,000 m

n. Untuk pengukuran waterpas tertutup pada umumnya terjadi kesalahan pengukuran, sehingga syarat geometri tersebut tidak dapat dipenuhi. Oleh karena itu harus dihitung koreksi beda tinggi. Untuk menghitung koreksi beda tinggi terlebih dahulu dihitung ∑ Δhrata-rata

o. Besarnya koreksi adalah = - ∑ Δhrata-rata

p. Sebagai contoh apabila ∑ Δhrata-rata = - 0,036 m, maka besarnya koreksi beda tinggi adalah = 0,036 m. Besarnya koreksi tersebut diatas untuk 18 slag , sehingga harus diperhitungan koreksi setiap slag.

q. Koreksi beda tinggi tersebut dibagikan ke semua slag yang diukur. Misalnya koreksi per titik 0,002 m, maka semua titik diberi koreksi 0,002 m. Masukkan data koreksi di kolom koreksi beda tinggi.

(15)

r. Kemudian hitung beda tinggi definitif dan masukkan ke kolom beda tinggi definitif.

Adapun perhitungan beda tinggi definitive adalah : Δhdefinitif = Δhrata-rata + koreksi

s. Setelah selesai menghitung semua Δhdefinitif , tahap selanjutnya jumlahkan beda tinggi definitf tersebut . Jika perhitungan benar, maka :

∑ Δhdefinitif = 0,000 m

t. Setelah perhitungan beda tinggi definitif diperiksa dan jumlahnya harus = 0,000, maka tahap selanjutnya menghitung semua tinggi titik dimulai darai tinggi titik 2 dan seterusnya.

u. Adapun hitungan tinggi titik 2 dari titik 1 adalah sebagai berikut : Tinggi titik 2 = Tinggi titik 1 + Δh12 + Koreksi

Untuk perhitungan tinggi titik, maka ditentukan terlebih dahulu misalnya untuk elevasi titik 1 = 231,123 mdiatas bidang referensi.

v. Dengan cara yang sama lakukan perhitungan tinggi titik ke 3 dan seterusnya sampai kembali ke titik terakhir yaitu titik ke 1.

w. Apabila hitungan tinggi titik-titik sudah benar, maka tinggi titik 1 hasil perhitungan harus sama dengan elevasi titik awal sama dengan elevasi titik akhir, jadi elevasi titik 1 (akhir) kembali ke elevasi titik 1 (awal) = 231,123 mdiatas bidang referensi.

Apabila hitungan belum sama, maka harus diperiksa lagi perhitungan waterpas dengan teliti, sampai hitungan benar.

LATIHAN PERHITUNGAN WATERPAS TERTUTUP

Diketahui pengukuran waterpas tertutup diperoleh data ukur beda tinggi sebagai berikut :

Dari Patok Ke Patok Beda Tinggi Pergi (M)

Beda Tinggi Pulang (M)

P1 P2 + 2,097 - 2,095

P2 P3 + 1,214 - 1,212

P3 P4 + 2,097 - 2,095

P4 P5 + 2,054 - 2,055

P5 P6 + 0, 915 - 0,917

P6 P7 - 2 ,219 + 2 ,221

P7 P8 - 2,086 + 2,085

P8 P9 - 1,215 + 1,213

P9 P10 - 1,721 + 1,723

P10 P1 - 1,156 + 1,154

Jika elevasi titikP1 = 231,123 m, hitung elevasi titik P2 sampai dengan P10 ! Hitung elevasi P2 sd P10

(16)

IX. TOLERANSI PENGUKURAN WATERPAS

Pada pengukuran waterpas selalu ada kesalahan baik yang disebabkan oleh kesalahan personil, kesalahan alat ukur yang digunakan maupun kesalahan karena kondisi alam. Berkenaan dengan hal tersebut, maka pada pengukuran waterpas dibuat ketentuan besaran toleransi pengukuran. Toleransi pada dasarnya adalah kesalahan yang diperbolehkan pada pekerjaan pengukuran.

Adapun toleransi pada pengukuran waterpas terdiri dari : 1. Toleransi bacaan Benang di Rambu Ukur

Toleransi bacaan Benang Atas, Benang Tengah dan Benang Bawah dalam satu slag adalah : BA+BB = 2BT selisih bacaan maksimum = 2 mm

2. Toleransi pada pengukuranDouble Stand

Pengukuran beda tinggi doble stand toleransi beda tinggi hasil ukuran Stand I dan StandII selisih maksimum = 2 mm

3. Toleransi pada pengukuran pergi dan pulang dalam satu seksi

Pada pengukuran waterpas satu seksi toleransi pengukuran beda tinggi ukuran pergi dan pulang ditentukan sesuai dengan jenis alat yang digunakan. Misalnya pada pengukuran dengan alat ukur ketelitian 6 mm sd 10 mm per km, maka toleransi pengukuran ukuran pergi dan pulang = 10

D (D = jarak dalam km).

4. Toleransi pengukuran pada pengukuran waterpas terikat

Pengukuran beda tinggi pada waterpas terikat toleransi kesalahan penutup beda tinggi maksimum selisih 10 mm

D ( dimana D = jarak dalam km).

5. Toleransi kesalahan penutup beda tinggi

Pengukuran beda tinggi pada waterpas tertutup toleransi kesalahan penutup beda tinggi maksimum selisih 10 mm

D ( dimana D = jarak dalam km).

Referensi

Dokumen terkait