SKENARIO 2
Haruskah Saya Khawatir dengan Keputihan Saya?
Seorang perempuan P3A0 berusia 38 tahun datang bersama suaminya ke poliklinik dengan keluhan keputihan. Dari anamnesis didapatkan keluhan keputihan sejak 3 hari yang lalu, berwarna putih, berbau, jumlah kadang-kadang banyak, buang air kecil tidak nyeri. Pasien menikah saat usia 19 tahun, menggunakan alat kontrasepsi IUD sejak 3 tahun yang lalu, menstruasi teratur, tidak ada nyeri saat koitus.
Dokter melakukan pemeriksaan inspeksi, palpasi dan in speculo pada vulva, vagina dan serviks. Dari hasil pemeriksaan tampak vulva tenang, tidak ada benjolan pada vulva, dinding vagina dan serviks eritem, terdapat leukorrhea pada dinding vagina dan ostium uteri eksterna.
Dokter kemudian melakukan swab pengambilan sampel dan membuat sediaan salin dan KOH 10% untuk pemeriksaan mikroskopis di laboratorium. Dokter kemudian memberikan terapi antibiotik dan edukasi pada pasien serta meminta pasien kontrol setelah ada hasil laboratorium.
Kata Sulit:
1. Inspekulo:
Inspekulo adalah alat medis yang digunakan oleh dokter untuk memeriksa bagian dalam tubuh, khususnya organ genital perempuan, seperti vagina dan serviks. Alat ini berbentuk seperti sendok atau spekulum yang dapat dibuka dan ditutup. Penggunaan inspekulo memungkinkan dokter untuk melihat kondisi dinding vagina, leher rahim (serviks), serta bagian-bagian internal lainnya yang tidak terlihat dengan pemeriksaan fisik biasa.
2. Leukorrhea:
Leukorrhea adalah istilah medis yang merujuk pada keluarnya cairan atau lendir dari vagina.
Cairan ini biasanya berwarna putih atau jernih dan dapat bervariasi dalam jumlah dan konsistensinya. Pada kondisi normal, leukorrhea berfungsi sebagai pelumas alami dan untuk membersihkan vagina. Namun, jika disertai dengan bau yang tidak biasa, gatal, atau perubahan warna (seperti kuning atau hijau), leukorrhea dapat mengindikasikan adanya infeksi atau gangguan kesehatan, seperti vaginosis bakterialis atau infeksi jamur.
Leukorea atau flour albous atau keputihan atau vaginal discharge merupakan semua pengeluaran dari kemaluan yang bukan darah. Keputihan merupakan salah satu tanda dari proses ovulasi yang terjadi di dalam tubuh. Selain itu, keputihan juga merupakan salah satu tanda dari suatu penyakit.
3. Ostium uteri eksterna:
Ostium uteri eksterna adalah bagian luar dari mulut rahim atau serviks yang terlihat pada pemeriksaan spekulum. Ini adalah lubang yang menghubungkan vagina dengan rahim, dan
biasanya digunakan sebagai titik referensi dalam pemeriksaan serviks. Pada perempuan yang belum melahirkan, ostium uteri eksterna berbentuk bulat, sementara pada perempuan yang telah melahirkan, bentuknya bisa lebih besar dan lebih melintang.
4. Koitus:
Koitus adalah istilah medis untuk hubungan seksual antara pria dan wanita. Dalam konteks ini, koitus merujuk pada aktivitas seksual yang dilakukan untuk tujuan reproduksi atau sebagai bentuk hubungan intim antara pasangan. Koitus biasanya melibatkan penetrasi alat kelamin pria ke dalam vagina wanita.
5. IUD
Kontrasepsi IUD (Intrauterine Device) adalah alat kontrasepsi yang dipasang di dalam rahim (uterus) untuk mencegah kehamilan. IUD berbentuk kecil, biasanya berupa plastik atau logam, dan berbentuk T atau huruf berbentuk lainnya. Ada dua jenis IUD utama:
IUD berbasis tembaga: IUD jenis ini mengandung tembaga yang berfungsi untuk mencegah pertemuan antara sel telur dan sperma serta mengganggu proses implantasi (penempelan) sel telur yang telah dibuahi ke dinding rahim.
IUD hormonal: IUD jenis ini melepaskan hormon progesteron (progestin) ke dalam rahim, yang mencegah terjadinya ovulasi (pelepasan telur dari ovarium) serta membuat lendir serviks lebih kental, sehingga menyulitkan sperma untuk mencapai telur.
IUD efektif dalam mencegah kehamilan dengan tingkat keberhasilan yang sangat tinggi (lebih dari 99%) dan dapat bertahan selama beberapa tahun, tergantung jenis dan merk IUD yang digunakan. Selain itu, IUD tidak memerlukan perhatian sehari-hari seperti pil KB dan dapat dicabut kapan saja jika pengguna menginginkannya.
6. P3A0 adalah singkatan dalam sistem obstetri yang digunakan untuk menggambarkan riwayat obstetri (kehamilan dan kelahiran) seorang wanita. Berikut penjelasannya:
P: Merujuk pada jumlah kehamilan yang telah dialami oleh perempuan tersebut (jumlah total kehamilan, termasuk yang berakhir dengan kelahiran hidup atau janin yang meninggal di dalam kandungan).
3: Menunjukkan bahwa perempuan tersebut telah mengalami 3 kehamilan.
A: Merujuk pada jumlah abortus (keguguran atau kehamilan yang berakhir sebelum usia 20 minggu).
0: Menunjukkan bahwa perempuan tersebut belum mengalami abortus (tidak ada keguguran).
Jadi, P3A0 berarti wanita tersebut telah mengalami 3 kehamilan dan tidak ada keguguran atau kehilangan janin (abortus).
Pertanyaan :
1. Apa perbedaan antara keputihan fisiologis dan patologi?
Keputihan fisiologis
Keputihan bersifat fisiologis yaitu keputihan yang timbul akibat proses alami dalam tubuh.
Dan terjadi sesuai dengan proses menstruasi. Gejala keputihan yang normal adalah tidak berbau, jernih, tidak gatal, dan tidak perih.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan keputihan fisiologis adalah
1) Bayi yang baru lahir kira- kira 10 hari, keputihan ini disebab- kan oleh pengaruh hormon estrogen dari ibunya;
2) Masa sekitar menarche atau pertama kalinya haid datang, keadaan ini ditunjang oleh hormon estrogen;
3) Masa di sekitar ovulasi karena poduksi kelenjar- kelenjar rahim dan pengaruh dari hormon estrogen serta progesterone;
4) Seorang wanita yang terangsang secara seksual. Ransangan seksual ini berkaitan dengan kesiapan vagina untuk menerima penetrasi senggama, vagina mengeluarkan cairan yang digunakan sebagai pelumas dalam senggama;
5) Kehamilan yang mengakibatkan meningkatnya suplai darah ke vagina dan mulut rahim, serta penebalan dan melunaknya selaput lendir vagina;
6) Akseptor kontrasepsi pil yang mengandung hormon estrogen dan progesteron yang dapat meningkatkan lendir servik menjadi lebih encer;
7) Pengeluaran lendir yang bertambah pada wanita yang sedang menderita penyakit kronik.
Keputihan abnormal
Terjadi akibat infeksi dari berbagai mikro- organisme, antara lain bakteri, jamur, dan parasit.
Wanita yang mengalami keputihan tidak normal merupakan indikasi dari berbagai penyakit seperti vaginitis, kandidiasis, dan trikomoniasis yang merupakan salah satu dari gejala Penyakit Menular Seksual (PMS) terutama pada wanita yang pernah berganti pasangan seksual atau pasangan seksualnya berganti pasangan seksual.
Keputihan yang tidak normal ditandai dengan Ciri-ciri keputihan patologik adalah terdapat banyak leukosit, jumlahnya banyak, timbul terus menerus, warnanya berubah (biasanya kuning, hijau, abu-abu, dan menyerupai susu), disertai dengan keluhan (gatal, panas, dan nyeri) serta berbau (apek, amis, dan busuk)
2. Bagaimana cara membedakan antara infeksi bakteri, jamur, atau parasit sebagai penyebab keputihan?
Membedakan antara infeksi bakteri, jamur, atau parasit sebagai penyebab keputihan memerlukan pemeriksaan yang cermat, karena masing-masing penyebab memiliki ciri khas yang berbeda. Berikut adalah cara-cara untuk membedakan ketiganya berdasarkan ciri-ciri klinis dan pemeriksaan laboratorium:
1. Infeksi Bakteri (Vaginosis Bakterialis) Ciri-ciri Klinis:
• Warna keputihan: Berwarna abu-abu atau putih.
• Bau: Bau amis atau busuk yang khas, terutama setelah berhubungan seksual.
• Konsistensi: Cairannya tipis dan encer.
• Gejala lain: Tidak selalu disertai dengan gatal atau iritasi, meskipun bisa ada sedikit ketidaknyamanan.
Pemeriksaan Laboratorium:
• Tes amina (uji bau) atau uji Whiff: Bau amis yang sangat khas saat sampel keputihan dicampurkan dengan kalium hidroksida (KOH).
• Pemeriksaan mikroskopis: Ditemukan sel epitel dengan banyak bakteri, terutama Gardnerella vaginalis, dan penurunan jumlah bakteri lactobacillus yang biasanya mendominasi flora normal vagina.
• pH vagina: Biasanya lebih dari 4,5 (normalnya 3,8–4,5).
2. Infeksi Jamur (Kandidiasis Vaginalis) Ciri-ciri Klinis:
Warna keputihan: Putih seperti keju cottage atau berbentuk gumpalan.
Bau: Biasanya tidak berbau atau bau sangat ringan.
Konsistensi: Kental, menggumpal, seperti krim atau keju cottage.
Gejala lain: Gatal yang parah di area vagina dan vulva, rasa terbakar, atau iritasi, terutama saat berkemih atau berhubungan seksual.
Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan mikroskopis: Ditemukan Candida albicans atau jenis jamur lain yang menyebabkan infeksi, yang dapat terlihat dalam bentuk miselium atau spora.
Pemeriksaan kultur: Mengidentifikasi jamur yang spesifik jika perlu.
3. Infeksi Parasit (Trikomoniasis) Ciri-ciri Klinis:
• Warna keputihan: Kuning atau kehijauan.
• Bau: Bau busuk atau amis yang khas.
• Konsistensi: Cairan berbusa.
• Gejala lain: Gatal, iritasi, dan nyeri saat buang air kecil atau saat berhubungan seksual.
Dapat disertai dengan rasa sakit atau peradangan di vagina atau vulva.
Pemeriksaan Laboratorium:
• Pemeriksaan mikroskopis: Ditemukan Trichomonas vaginalis, parasit yang tampak bergerak di bawah mikroskop.
• Tes kultur atau PCR: Bisa dilakukan untuk memastikan keberadaan parasit dan menentukan pengobatan yang tepat.
3. Mengapa pasien mengalami keputihan?
Skenario Pasien:
Pasien adalah seorang perempuan P3A0 berusia 38 tahun, dengan keluhan keputihan sejak 3 hari yang lalu.
Keputihan berwarna putih, berbau, jumlahnya kadang-kadang banyak, dan tidak disertai nyeri saat buang air kecil.
Pasien menggunakan alat kontrasepsi IUD sejak 3 tahun yang lalu.
Tidak ada nyeri saat hubungan seksual.
Analisis Penyebab Keputihan pada Pasien:
Keputihan Normal (Fisiologis) akibat Penggunaan IUD:
• Penggunaan IUD bisa menyebabkan peningkatan keputihan pada beberapa wanita, sebagai reaksi tubuh terhadap alat kontrasepsi tersebut. Keputihan yang terjadi bisa berwarna putih dan tidak berbau, meskipun jika ada infeksi sekunder, bau atau perubahan karakteristik bisa muncul.
• Keputihan yang berbau bisa disebabkan oleh infeksi sekunder, meskipun IUD sendiri dapat menyebabkan iritasi ringan dan perubahan flora vaginal.
Vaginosis Bakterialis (Infeksi Bakteri):
• Vaginosis bakterialis (VB) adalah salah satu penyebab umum keputihan dengan bau amis yang khas. Dalam kasus ini, keputihan berwarna putih atau abu-abu, berbau amis, dan bisa sangat banyak. Ini terjadi akibat ketidakseimbangan bakteri normal di vagina, dengan peningkatan bakteri seperti Gardnerella vaginalis.
• Keputihan berbau amis yang dialami oleh pasien dalam skenario ini mungkin menunjukkan infeksi bakteri.
• Faktor risiko: Penggunaan IUD bisa meningkatkan risiko vaginosis bakterialis karena IUD dapat mengubah flora vagina.
Infeksi Jamur (Kandidiasis):
• Kandidiasis (infeksi jamur) biasanya menyebabkan keputihan yang kental, putih, seperti keju cottage, dan disertai rasa gatal atau iritasi pada vulva dan vagina. Namun, dalam kasus ini, tidak disebutkan adanya gatal, yang seringkali menjadi ciri khas kandidiasis.
• Jika tidak ada rasa gatal atau iritasi, kemungkinan ini lebih kecil, meskipun infeksi jamur tetap bisa menjadi penyebab.
Infeksi Menular Seksual (IMS):
• Jika keputihan disertai dengan bau busuk atau gejala lainnya, infeksi menular seksual (IMS), seperti gonore atau klamidia, juga dapat menyebabkan keputihan yang berwarna abnormal (kuning atau hijau) dan
berbau. Namun, pada skenario ini, keputihan hanya berwarna putih dan tidak ada keluhan lain yang mengarah ke IMS.
Pemeriksaan yang Diperlukan:
• Pemeriksaan Mikroskopis: Pengambilan sampel keputihan dan pemeriksaan mikroskopis bisa membantu menentukan apakah keputihan disebabkan oleh infeksi jamur, bakteri, atau parasit.
• Uji pH Vagina: Untuk mendeteksi apakah pH vagina lebih tinggi dari 4,5, yang dapat menunjukkan adanya vaginosis bakterialis.
• Tes Kultur: Kultur bisa dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri spesifik seperti Gardnerella vaginalis atau jamur Candida.
• Tes Amina (Whiff Test): Untuk mendeteksi bau amis khas dari vaginosis bakterialis.
4. Bagaimana interpretasi warna, bau, dan jumlah keputihan yang dialami pasien?
1. Warna Keputihan:
• Putih: Keputihan berwarna putih sering kali dianggap sebagai tanda keputihan yang normal, terutama jika jumlahnya tidak berlebihan dan tidak disertai dengan gejala yang mengganggu. Namun, jika keputihan berwarna putih disertai dengan bau yang tidak biasa atau perubahan konsistensi, ini bisa menunjukkan adanya infeksi atau gangguan.
• Interpretasi: Warna putih pada keputihan pasien bisa menunjukkan adanya kondisi normal, namun karena ada bau yang menyertai, ini menunjukkan kemungkinan infeksi, seperti vaginosis bakterialis atau infeksi lain, meskipun kandidiasis juga bisa menyebabkan keputihan putih.
2. Bau Keputihan:
• Berbau: Keputihan yang berbau tidak normal bisa menjadi indikasi adanya infeksi.
Beberapa jenis infeksi dapat menyebabkan bau yang khas pada keputihan, seperti:
• Vaginosis Bakterialis: Keputihan yang berbau amis atau busuk adalah ciri khas dari vaginosis bakterialis, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan bakteri di vagina, seperti peningkatan bakteri Gardnerella vaginalis.
• Kandidiasis (Infeksi Jamur): Keputihan akibat jamur biasanya tidak berbau atau hanya berbau sangat ringan. Jika ada bau yang kuat, ini bisa menunjukkan infeksi lain.
• Interpretasi: Bau pada keputihan yang dialami pasien mengarah pada kemungkinan vaginosis bakterialis, yang sering kali disertai dengan bau amis yang khas, terutama setelah berhubungan seksual.
3. Jumlah Keputihan:
• Kadang-kadang banyak: Keputihan yang jumlahnya bervariasi bisa menjadi normal pada beberapa kondisi, seperti selama siklus menstruasi, ovulasi, atau saat menggunakan alat kontrasepsi seperti IUD. Namun, jika keputihan tiba-tiba banyak atau berlebihan, itu bisa menjadi tanda adanya infeksi.
• Interpretasi: Meskipun jumlah keputihan kadang-kadang banyak, hal ini bisa menunjukkan adanya infeksi seperti vaginosis bakterialis atau kandidiasis, yang sering menyebabkan peningkatan jumlah keputihan. Keputihan yang berlebihan dengan bau amis juga mengindikasikan infeksi bakteri, terutama jika dikaitkan dengan penggunaan IUD yang bisa meningkatkan risiko infeksi.
Kesimpulan:
• Warna putih dan bau amis pada keputihan yang dialami pasien kemungkinan menunjukkan adanya vaginosis bakterialis. Ini adalah kondisi di mana ada ketidakseimbangan flora bakteri di vagina, dengan dominasi bakteri patogen seperti Gardnerella vaginalis.
• Jumlah keputihan yang bervariasi (kadang-kadang banyak) juga bisa berhubungan dengan infeksi atau pengaruh penggunaan IUD yang bisa menyebabkan peningkatan keputihan.
• Untuk memastikan diagnosis, pemeriksaan laboratorium seperti swab vagina dan analisis mikroskopis serta tes pH vagina diperlukan.
1.
5. Apakah ada hubungan antara Pasien menikah saat usia 19 tahun, menggunakan alat kontrasepsi IUD sejak 3 tahun yang lalu, menstruasi teratur, dan tidak ada nyeri saat koitus dengan keluhan keputihan pasien?
1. Menikah pada Usia 19 Tahun
• Hubungan dengan keputihan: Menikah pada usia muda dapat memengaruhi faktor risiko terhadap infeksi menular seksual (IMS) jika pasien aktif secara seksual. Beberapa infeksi menular seksual seperti gonore, klamidia, atau trikomoniasis dapat menyebabkan keputihan yang abnormal dan berbau. Namun, tidak ada indikasi langsung dari riwayat menikah muda yang menyebabkan keputihan, kecuali ada faktor lain yang terlibat.
• Interpretasi: Meskipun tidak ada gejala atau keluhan terkait dengan IMS yang disebutkan dalam skenario, sejarah hubungan seksual yang lebih awal mungkin membuat pasien lebih rentan terhadap infeksi seksual.
2. Menggunakan Alat Kontrasepsi IUD Selama 3 Tahun
• Hubungan dengan keputihan: Penggunaan IUD (Intrauterine Device) dapat memengaruhi flora vagina dan meningkatkan risiko infeksi, terutama infeksi seperti vaginosis bakterialis. IUD dapat menyebabkan perubahan pada keseimbangan bakteri di vagina dan meningkatkan kerentanannya terhadap infeksi bakteri. Keputihan yang berbau amis dan jumlahnya yang bervariasi pada pasien ini bisa disebabkan oleh vaginosis bakterialis, yang sering dikaitkan dengan penggunaan IUD.
• Interpretasi: IUD bisa menjadi faktor yang memengaruhi keluhan keputihan pasien, mengingat penggunaan IUD dapat meningkatkan risiko infeksi, seperti vaginosis bakterialis, yang memiliki gejala keputihan berbau amis.
3. Menstruasi Teratur
• Hubungan dengan keputihan: Menstruasi yang teratur biasanya menunjukkan keseimbangan hormon yang baik, yang umumnya tidak memengaruhi produksi keputihan secara signifikan. Namun, selama siklus menstruasi, terutama saat ovulasi, tubuh menghasilkan lebih banyak cairan serviks yang bisa mengubah konsistensi dan jumlah keputihan, meskipun ini biasanya tidak berbau atau abnormal.
• Interpretasi: Menstruasi yang teratur tidak langsung berkaitan dengan keluhan keputihan pasien, karena hal ini menunjukkan bahwa tubuh berfungsi secara normal dalam hal hormon dan siklus menstruasi. Namun, perubahan hormon selama siklus menstruasi dapat memengaruhi karakteristik keputihan.
4. Tidak Ada Nyeri Saat Koitus
• Hubungan dengan keputihan: Keputihan yang tidak disertai dengan nyeri saat berhubungan seksual menunjukkan bahwa tidak ada infeksi atau peradangan yang signifikan pada organ reproduksi bagian dalam, seperti serviks atau vagina. Infeksi atau gangguan yang menyebabkan keputihan abnormal biasanya juga disertai dengan rasa sakit atau ketidaknyamanan saat berhubungan seksual (dyspareunia). Tidak adanya nyeri ini membantu menyingkirkan kemungkinan infeksi serviks atau radang panggul yang lebih serius.
• Interpretasi: Keputihan yang tidak disertai dengan nyeri saat koitus mengarah pada kemungkinan infeksi yang lebih ringan atau kondisi yang tidak menyebabkan peradangan yang menyakitkan, seperti vaginosis bakterialis.
Kesimpulan
• Menikah pada usia 19 tahun: Tidak ada hubungan langsung yang jelas antara usia pernikahan dan keputihan, tetapi faktor-faktor seperti aktivitas seksual bisa memengaruhi risiko IMS, meskipun IMS tidak disebutkan dalam keluhan pasien.
• Penggunaan IUD: IUD adalah faktor yang lebih berhubungan langsung dengan keluhan keputihan, karena dapat meningkatkan risiko vaginosis bakterialis, yang menyebabkan keputihan berbau amis, sesuai dengan keluhan pasien.
• Menstruasi teratur: Menunjukkan bahwa pasien tidak memiliki masalah hormon yang besar, tetapi perubahan hormonal bisa berpengaruh pada karakteristik keputihan selama siklus.
• Tidak ada nyeri saat koitus: Ini menunjukkan bahwa kemungkinan besar keluhan keputihan tidak disebabkan oleh infeksi yang menyebabkan peradangan atau rasa sakit pada organ reproduksi.
Jadi, faktor yang paling relevan dalam hal ini adalah penggunaan IUD, yang berpotensi meningkatkan risiko infeksi seperti vaginosis bakterialis, yang merupakan penyebab paling mungkin dari keputihan berbau yang dialami pasien.
6. Bagaimana interpretasi pemeriksaan inspeksi, palpasi dan in speculo pada vulva, vagina dan serviks?
1. Pemeriksaan Inspeksi pada Vulva:
• Temuan: Vulva tenang, tidak ada benjolan pada vulva.
• Interpretasi: Pemeriksaan inspeksi menunjukkan bahwa tidak ada kelainan atau benjolan pada area vulva. Vulva tenang mengindikasikan tidak adanya tanda-tanda peradangan, iritasi, atau infeksi yang jelas di luar vagina. Tidak adanya benjolan juga menunjukkan bahwa tidak ada massa atau tumor yang terlihat pada vulva, yang biasanya bisa menandakan adanya infeksi atau kelainan lain seperti kista Bartholin atau abses.
2. Pemeriksaan Palpasi pada Vagina:
• Temuan: Tidak disebutkan adanya kelainan pada palpasi vagina, namun biasanya palpasi digunakan untuk mendeteksi adanya nyeri atau kelainan di dinding vagina atau di area sekitar panggul.
• Interpretasi: Jika tidak ada kelainan yang ditemukan selama palpasi, ini menunjukkan bahwa tidak ada pembengkakan, rasa nyeri, atau ketegangan di dinding vagina, yang bisa mengindikasikan infeksi atau peradangan yang lebih dalam (seperti endometriosis atau pelvic inflammatory disease - PID). Tidak ada nyeri yang ditemukan juga menunjukkan bahwa kemungkinan infeksi serviks atau radang panggul yang berat lebih kecil.
3. Pemeriksaan In Speculo pada Vagina dan Serviks:
• Temuan: Vagina dan serviks eritem (merah)., Terdapat leukorrhea pada dinding vagina dan ostium uteri eksterna.
• Interpretasi:
• Eritema pada vagina dan serviks: Kemerahan (eritema) pada dinding vagina dan serviks mengindikasikan adanya iritasi, peradangan, atau infeksi.
Eritema ini bisa terjadi pada kondisi seperti vaginosis bakterialis, infeksi jamur, atau bahkan infeksi menular seksual (IMS) seperti gonore atau klamidia.
• Leukorrhea pada dinding vagina dan ostium uteri eksterna: Leukorrhea adalah istilah medis untuk keputihan. Keberadaan leukorrhea menunjukkan adanya sekresi yang keluar dari vagina, yang dalam hal ini bisa menunjukkan adanya infeksi atau peradangan pada vagina atau serviks.
Keputihan yang disertai bau amis atau tidak normal sering kali merupakan tanda vaginosis bakterialis atau kandidiasis.
• Ostium uteri eksterna: Merujuk pada bagian luar dari serviks yang mengarah ke vagina. Kehadiran leukorrhea di sini mengindikasikan adanya sekresi yang berasal dari serviks, yang bisa menjadi indikasi adanya infeksi serviks atau perubahan pada flora vaginal.
Kesimpulan dari Pemeriksaan Fisik:
• Vulva: Tidak ada kelainan yang ditemukan, yang menunjukkan bahwa area luar genitalia tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi atau kelainan fisik yang jelas.
• Vagina: Dinding vagina menunjukkan kemerahan, yang mengindikasikan adanya peradangan atau infeksi. Ini bisa berkaitan dengan kondisi seperti vaginosis bakterialis atau infeksi jamur.
• Serviks: Eritema pada serviks dan adanya leukorrhea pada ostium uteri eksterna menunjukkan adanya infeksi serviks atau peradangan, yang bisa berhubungan dengan infeksi bakteri (seperti vaginosis bakterialis) atau infeksi menular seksual.
Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan fisik menunjukkan adanya tanda-tanda peradangan pada dinding vagina dan serviks, serta adanya keputihan (leukorrhea) yang kemungkinan besar disebabkan oleh infeksi. Vaginosis bakterialis adalah kemungkinan yang paling umum mengingat adanya bau amis pada keputihan yang dialami pasien dan temuan eritema pada vagina dan serviks.
7. Mengapa di lakukan pemeriksaan mikroskopis di laboratorium?
Pemeriksaan mikroskopis di laboratorium dilakukan untuk mendapatkan diagnosis yang lebih tepat terkait penyebab keputihan yang dialami pasien. Keputihan yang berbau dan berwarna putih, seperti yang dialami oleh pasien, dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, baik yang bersifat infeksius maupun non-infeksius. Pemeriksaan mikroskopis memiliki beberapa tujuan penting:
Menentukan jenis patogen penyebab infeksi: Dengan pemeriksaan mikroskopis dari sampel keputihan (swab) yang diambil dari vagina dan serviks, dokter dapat melihat adanya bakteri, jamur, atau parasites yang bisa menjadi penyebab infeksi. Misalnya:
Vaginosis bakterialis: Dapat dilihat dengan memperhatikan keberadaan bakteri tertentu (seperti Gardnerella vaginalis) atau perubahan flora bakteri normal.
Infeksi jamur (kandidiasis): Jika ada pertumbuhan jamur seperti Candida, mikroskopis dapat menunjukkan adanya spora atau hyphae jamur.
Trikomoniasis: Dapat terlihat parasit Trichomonas vaginalis dalam preparat mikroskopis.
Menilai pH vagina: Pemeriksaan dengan menggunakan larutan KOH (kalium hidroksida) atau larutan salin (normal saline) dapat membantu menentukan apakah keputihan disebabkan oleh infeksi jamur atau bakteri. Pada vaginosis bakterialis, pH vagina sering lebih tinggi dari normal (>4.5), sementara pada kandidiasis, pH biasanya tetap dalam rentang normal.
Pemeriksaan sel-sel atau flora normal: Pemeriksaan mikroskopis juga dapat membantu dokter melihat apakah ada perubahan dalam flora normal vagina, yang dapat mengindikasikan ketidakseimbangan bakteri yang bisa memicu infeksi.
8. Apa pemeriksaan penunjang yang dapat disarankan untuk pasien?
- Tes pH Vagina:
Tes ini membantu mengukur pH vagina, yang normalnya berkisar antara 3,8 hingga 4,5. Peningkatan pH di atas 4,5 bisa menunjukkan vaginosis bakterialis.
• Uji Amina (Whiff Test):
Tes ini melibatkan menambahkan larutan KOH pada sampel keputihan untuk melihat apakah ada bau amis yang kuat, yang merupakan ciri khas dari vaginosis bakterialis.
• Kultur Keputihan:
Jika pemeriksaan mikroskopis tidak memberikan hasil yang jelas atau jika infeksi jamur atau bakteri membutuhkan identifikasi lebih lanjut, dokter bisa menyarankan kultur keputihan untuk menumbuhkan dan mengidentifikasi patogen spesifik (seperti Candida atau Gardnerella).
• PCR (Polymerase Chain Reaction):
Pemeriksaan PCR dapat digunakan untuk mendeteksi adanya infeksi Trichomonas vaginalis atau Chlamydia trachomatis, jika ada kecurigaan terhadap infeksi menular seksual.
• Tes Klamidia dan Gonore:
Jika ada kecurigaan terhadap infeksi menular seksual (IMS), seperti klamidia atau gonore, tes khusus seperti tes NAAT (Nucleic Acid Amplification Test) bisa dilakukan untuk mendeteksi infeksi ini.
• Ultrasonografi Transvaginal:
Jika ada kekhawatiran tentang kelainan struktural di organ reproduksi (seperti polip serviks, fibroid, atau endometriosis), pemeriksaan ultrasonografi transvaginal bisa dilakukan untuk melihat kondisi rahim dan ovarium.
• Pap Smear (Tes Pap):
Jika ada kekhawatiran tentang kemungkinan kanker serviks (meskipun tidak ada gejala terkait dengan kanker dalam kasus ini), tes Pap smear dapat dilakukan untuk menilai keberadaan sel-sel yang tidak normal di serviks.
9. Apa tata laksana awal untuk pasien?
1. Pemberian Terapi Antibiotik
• Berdasarkan kemungkinan vaginosis bakterialis (VB), pemberian antibiotik adalah langkah pertama yang tepat.
• Metronidazol 500 mg dua kali sehari selama 7 hari (tergantung pada indikasi dan dosis yang direkomendasikan).
• Kloramfenikol atau Clindamycin juga bisa menjadi alternatif jika metronidazol tidak efektif atau ada alergi.
2. Pemeriksaan Mikroskopis
• Setelah pemeriksaan klinis dan pengambilan swab dari vagina dan serviks, lakukan pemeriksaan mikroskopis di laboratorium untuk menilai adanya patogen (bakteri, jamur, atau parasit).
• Pemeriksaan ini dapat menggunakan salin atau larutan KOH 10% untuk melihat keberadaan bakteri atau jamur.
• Hasil pemeriksaan ini akan membantu menegakkan diagnosis dan memastikan terapi yang sesuai (misalnya, jika ditemukan Candida, maka terapi antifungal akan diberikan).
3. Edukasi Pasien
• Pentingnya Penyelesaian Pengobatan: Jelaskan kepada pasien untuk menyelesaikan seluruh rangkaian pengobatan meskipun gejala sudah membaik, untuk mencegah kekambuhan atau resistensi antibiotik.
• Hindari Douching atau Penggunaan Sabun yang Mengandung Pewangi: Anjurkan pasien untuk tidak menggunakan produk pembersih berbau atau melakukan douching karena dapat mengganggu keseimbangan flora normal vagina.
• Hindari Berhubungan Seksual Tanpa Perlindungan: Jika pasangan belum diperiksa atau terinfeksi, risiko penularan infeksi bisa meningkat. Penggunaan kondom dapat membantu mengurangi risiko infeksi.
4. Pengawasan dan Kontrol
• Kontrol Ulang Setelah Pengobatan: Anjurkan pasien untuk kontrol ulang setelah selesai pengobatan, terutama jika hasil pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya infeksi yang belum teratasi atau jika gejala kembali muncul.
• Evaluasi Ulang jika Gejala Kambuh: Jika gejala tidak membaik setelah pengobatan atau ada kekambuhan, pasien perlu datang kembali untuk pemeriksaan lebih lanjut.
5. Pertimbangkan Penggunaan Alat Kontrasepsi IUD
Evaluasi Penggunaan IUD: Mengingat pasien menggunakan IUD, yang dapat meningkatkan risiko infeksi, evaluasi apakah alat kontrasepsi ini berkontribusi terhadap keluhan infeksi atau perlu dipertimbangkan penggantian metode kontrasepsi.
6. Konsultasi atau Rujukan ke Spesialis
• Jika pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan adanya kondisi yang lebih kompleks atau tidak terdiagnosis (misalnya, infeksi menular seksual yang membutuhkan terapi khusus), pertimbangkan rujukan ke spesialis kandungan (obgyn) untuk penanganan lebih lanjut.
10. Apa diagnosis dan diagnosis banding untuk pasien?
Diagnosis:
Berdasarkan keluhan, pemeriksaan fisik, dan temuan yang ada pada pasien, diagnosis utama yang paling mungkin adalah:
Vaginosis Bakterialis (VB)
Vaginosis bakterialis adalah kondisi ketidakseimbangan bakteri normal di vagina, dengan dominasi bakteri patogen seperti Gardnerella vaginalis. Kondisi ini sering menyebabkan gejala keputihan yang berbau amis, berwarna putih atau abu-abu, dan kadang-kadang disertai dengan jumlah yang bervariasi.
Penyebabnya:
• Penggunaan IUD bisa meningkatkan risiko infeksi bakteri.
• Perubahan flora bakteri vagina, di mana bakteri “baik” berkurang dan bakteri “jahat”
berkembang biak lebih banyak.
Gejala:
• Keputihan berbau amis.
• Keputihan yang berwarna putih atau abu-abu.
• Tidak ada rasa nyeri saat berhubungan seksual, meskipun bisa ada ketidaknyamanan ringan.
Diagnosis Banding:
1. Kandidiasis Vaginal (Infeksi Jamur):
• Gejala: Keputihan kental, putih, seperti keju cottage, yang disertai rasa gatal, kemerahan, dan iritasi pada vulva.
• Perbedaan: Kandidiasis biasanya tidak berbau amis. Tidak ada keluhan gatal pada pasien ini, sehingga kemungkinan infeksi jamur lebih kecil.
2. Trikomoniasis (Infeksi Parasit):
• Gejala: Keputihan yang berwarna kuning-hijau, berbusa, dengan bau busuk, sering disertai rasa gatal atau perih saat berhubungan seksual.
• Perbedaan: Pasien tidak melaporkan keputihan berwarna kuning-hijau atau berbusa, serta tidak ada keluhan gatal yang khas pada trikomoniasis.
3. Infeksi Menular Seksual (IMS) – Gonore atau Klamidia:
• Gejala: Keputihan yang bisa berwarna hijau atau kuning, berbau tidak sedap, disertai rasa sakit saat berhubungan seksual, atau saat buang air kecil.
• Perbedaan: Pasien tidak mengeluhkan nyeri saat berhubungan seksual atau saat buang air kecil, yang mengurangi kemungkinan adanya gonore atau klamidia.
4. Servisitis (Peradangan Serviks):
• Gejala: Peradangan pada serviks yang bisa menyebabkan keputihan abnormal dan perdarahan setelah berhubungan seksual. Biasanya disertai rasa sakit atau perdarahan pasca-koitus.
• Perbedaan: Tidak ada keluhan nyeri saat hubungan seksual pada pasien ini, yang mengurangi kemungkinan servisitis sebagai penyebab.
5. Atrofi Vaginal (Vaginitis Atrofi):
• Gejala: Keputihan yang lebih sedikit, kering, dan bisa disertai dengan iritasi atau rasa terbakar, terutama pada wanita pascamenopause atau wanita yang tidak cukup dilumasi.
• Perbedaan: Pasien ini berusia 38 tahun, masih dalam usia reproduksi, dan tidak menunjukkan tanda-tanda khas atrofi vaginal.
6. Endometritis (Infeksi Endometrium):
• Gejala: Keputihan abnormal yang bisa berbau, disertai dengan nyeri panggul atau perdarahan. Biasanya terjadi setelah kelahiran, aborsi, atau prosedur medis tertentu.
• Perbedaan: Pasien ini tidak melaporkan riwayat kelahiran atau prosedur medis yang berhubungan dengan infeksi endometrium.
11. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien?
Infeksi Saluran Reproduksi Atas:
Pelvic Inflammatory Disease (PID): Vaginosis bakterialis dapat memperburuk risiko infeksi lebih dalam pada organ reproduksi, seperti rahim, saluran telur, dan ovarium. PID bisa menyebabkan nyeri panggul kronis, masalah kesuburan, atau bahkan kehamilan ektopik (di luar rahim).
Kehamilan dan Persalinan:
• Kelahiran Prematur: Wanita hamil yang mengalami vaginosis bakterialis berisiko lebih tinggi untuk melahirkan bayi prematur.
• Infeksi Pasca Persalinan: Bakteri dari VB bisa menyebabkan infeksi pasca-persalinan pada rahim.
Infeksi Menular Seksual (IMS) yang Terabaikan:
VB dapat meningkatkan kerentanannya terhadap IMS lainnya, termasuk HIV, karena perubahan pada mikroflora vagina yang memengaruhi integritas jaringan dan meningkatkan infeksi lainnya.
Recurrence (Kambuh):
VB dapat kambuh meskipun sudah diobati, terutama pada wanita yang menggunakan IUD atau memiliki kebiasaan berhubungan seksual dengan pasangan yang tidak terdiagnosis.
12. Apa terapi yang dapat diberikan kepada pasien?
Terapi utama untuk vaginosis bakterialis adalah dengan pemberian antibiotik untuk mengatasi ketidakseimbangan flora bakteri di vagina. Beberapa pilihan pengobatan yang umum digunakan adalah:
1. Antibiotik Oral:
• Metronidazol 500 mg dua kali sehari selama 7 hari.
• Kloramfenikol: Kadang digunakan jika terjadi resistensi atau efek samping pada metronidazol.
2. Antibiotik Topikal:
• Metronidazol gel atau krim: Dapat digunakan pada vagina, diberikan sekali sehari selama 5-7 hari.
• Clindamycin krim: Krim topikal untuk penggunaan pada vagina.
3. Terapi Suplemen:
• Probiotik: Menggunakan suplemen probiotik atau suplemen dengan lactobacillus bisa membantu mengembalikan flora bakteri normal di vagina.
13. Apa edukasi yang dapat diberikan kepada pasien?
- Pentingnya Penyelesaian Pengobatan:
Edukasikan pasien tentang pentingnya menyelesaikan seluruh rangkaian pengobatan yang diresepkan, bahkan jika gejala sudah hilang sebelum waktu yang ditentukan. Hal ini untuk mencegah infeksi berulang atau resistensi antibiotik.
- Pencegahan Kekambuhan:
Anjurkan untuk menghindari dukung seksual dengan pasangan yang belum diketahui status kesehatannya atau dengan pasangan berganti-ganti, karena dapat meningkatkan risiko infeksi bakteri dan infeksi menular seksual.
Penggunaan IUD sebagai kontrasepsi perlu diperhatikan. Jika pasien mengalami infeksi berulang atau masalah terkait IUD, evaluasi lebih lanjut dengan dokter perlu dilakukan.
- Kebersihan Area Genital:
Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan daerah genital dengan cara yang benar, yaitu membersihkan dari depan ke belakang untuk menghindari perpindahan bakteri dari area anus ke vagina. Hindari penggunaan sabun atau produk pembersih yang mengandung pewangi pada area vagina karena bisa mengganggu keseimbangan flora normal.
- Hindari Penggunaan Douching:
Douching atau pencucian vagina dengan cairan tertentu sebaiknya dihindari karena bisa merusak flora vagina normal dan meningkatkan risiko infeksi.
- Edukasi tentang Penggunaan IUD:
Jika pasien menggunakan IUD, edukasikan tentang risiko infeksi yang lebih tinggi dengan penggunaan alat kontrasepsi ini. Jika keputihan atau infeksi terjadi berulang, diskusikan kemungkinan perubahan metode kontrasepsi.
- Kondisi Kehamilan dan Pengobatan:
Jika pasien berencana untuk hamil, penting untuk mengatasi vaginosis bakterialis terlebih dahulu, karena infeksi ini dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur dan komplikasi selama kehamilan.
Jika pasien sedang hamil, pastikan untuk menggunakan pengobatan yang aman untuk ibu hamil dan bayi.
- Gejala yang Harus Diperhatikan:
Pasien perlu diberitahu untuk segera kembali ke dokter jika gejala tidak membaik setelah pengobatan, atau jika ada tanda-tanda demam, nyeri perut, atau perdarahan, karena itu bisa menunjukkan komplikasi yang lebih serius.