• Tidak ada hasil yang ditemukan

6A Laporan Final

N/A
N/A
Qori Dwi Agustin

Academic year: 2025

Membagikan "6A Laporan Final"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

HALAMAN JUDUL LAPORAN PRAKTIK STUDIO

TEKNIK IRIGASI

Disusun Oleh:

KELOMPOK VI-A

HAFIZH MAJID DAROJAD 20/456341/TK/50471

FIRMAN CHOIRUL HUDA 20/460501/TK/51090

DHIYA UL HILAL 21/477581/TK/52600

GHULAM RUCHDIN 21/478960/TK/52779

M. NASYWAN WAHYU TAMAM 21/482288/TK/53243

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

2023

(2)

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIK STUDIO

TEKNIK IRIGASI

Disusun Oleh:

KELOMPOK VI-A

HAFIZH MAJID DAROJAD 20/456341/TK/50471

FIRMAN CHOIRUL HUDA 20/460501/TK/51090

DHIYA UL HILAL 21/477581/TK/52600

GHULAM RUCHDIN 21/478960/TK/52779

M. NASYWAN WAHYU TAMAM 21/482288/TK/53243 Disetujui Oleh:

Dosen Pengampu Asisten

Prof. Dr. Ir. Fatchan Nurrochmad, M.Agr. Angeline Ninditha Bulan K.

Tanggal : Tanggal :

(3)

KORPS ASISTEN TEKNIK SIPIL

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

Sekretariat: Jalan Grafika 2 Yogyakarta 55281 telp (0274)545675

LEMBAR ASISTENSI

PRAKTIK STUDIO TEKNIK IRIGASI TAHUN AJARAN 2023/2024 Kelompok : VI-A

Asisten : Angeline Ninditha Bulan K No. Tanggal Kegiatan

Anggota Kelompok

Paraf Asisten

NIM Nama Tanda

tangan

1 12/09/2023 Asistensi Umum

456341 460501 477581 478960 482288

Hafizh Firman Hilal Ghulam M.Nasywan

Bulan

2 20/09/2023 Asistensi 1

456341 460501 477581 478960 482289

Hafizh Firman Hilal Ghulam M.Nasywan

Bulan

3 24/09/2023 Responsi 1

456341 460501 477581 478960 482290

Hafizh Firman Hilal Ghulam M.Nasywan

Bulan

4 01/10/2023 Asistensi 2

456341 460501 477581 478960 482291

Hafizh Firman Hilal Ghulam M.Nasywan

Bulan

5 19/10/2023 Responsi 2

456341 460501 477581 478960 482292

Hafizh Firman Hilal Ghulam M.Nasywan

Bulan

(4)

KORPS ASISTEN TEKNIK SIPIL

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

Sekretariat: Jalan Grafika 2 Yogyakarta 55281 telp (0274)545675

No. Tanggal Kegiatan

Anggota Kelompok

Paraf Asisten

NIM Nama Tanda

tangan

6 22/10/2023 Asistensi 3

456341 460501 477581 478960 482293

Hafizh Firman Hilal Ghulam M.Nasywan

Bulan

7 22/10/2023 Asistensi 4

456341 460501 477581 478960 482294

Hafizh Firman Hilal Ghulam M.Nasywan

Bulan

8 29/10/2023 Asistensi 5

456341 460501 477581 478960 482295

Hafizh Firman Hilal Ghulam M.Nasywan

Bulan

9 09/11/2023 Responsi 3

456341 460501 477581 478960 482296

Hafizh Firman Hilal Ghulam M.Nasywan

Bulan

10

456341 460501 477581 478960 482297

Hafizh Firman Hilal Ghulam M.Nasywan

Bulan

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, dengan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Mata Kuliah Teknik Irgasi ini dengan baik.

Pada laporan ini dijelaskan bagaimana pemahaman penyusun terhadap saluran irigasi ketika disediakan data teknis yang sudah ditentukan sebelumnya. Selain itu dijelaskan pula bangunan- bangunan yang digunakan.

Dalam penyusunan laporan ini, penyusun mendapat banyak bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak. Penyusun mengucapkan teria kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Fatchan Nurochmad , M.Agr. dan Ibu Endita Prima Ari Pratiwi, S. T., M. Eng, Ph.D. Selaku dosen pembimbing yang selalu memberi motivasi kepada mahasiswa, berbagi pengalaman, membuka suasana pemberlajaran yang menarik terkait mata kuliah Teknik Irigasi, serta membimbing dalam penyusunan Laporan Praktik Studio ini.

2. Orang tua dan keluarga yang selalu mendukung penyusunan laporan praktikum baik sevara materiil maupun moril.

3. Saudari Angeline Ninditha Bulan selaku asisten pendamping VI-A atas segala arahan dan bimbingannya.

4. Teman- teman kelompok VI-A atas kerjasama dan bantuannya selama melaksanakan praktik dan penyusunan laporan.

Penyusun menyadari didalam penyusunan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran penyusun harapkan dengan tujuan agar semakin meningkatkan kualitas penulisan pada laporan praktik studio yang akan datang, terima kasih.

Yogyakarta, 24 Novermber 2023 Penyusun

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR ASISTENSI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan 1.3 Ruang Lingkup 1.4 Dasar Perencanaan 1.5 Sistematika Laporan BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Irigasi 2.2 Sistem Irigasi

2.2.1 Jaringan Irigasi Sedehana 2.2.2 Jaringan Irigasi Semiteknis 2.2.3 Jaringan Irigasi Teknis 2.3 Peta Ikhtisar

2.3.1 Petak Tersier 2.3.2 Petak Sekunder 2.3.3 Petak Primer 2.3.4 Bangunan Irigasi 2.3.5 Bangunan Utama

(7)

2.3.6 Jaringan Irigasi

2.3.7 Bangunan Bagi dan Sadap

2.3.8 Bangunan-Bangunan Pengukur dan Pengatur 2.3.9 Bangunan Pengatur Muka Air

2.3.10 Bangunan Pembawa 2.3.11 Bangunan Lindung 2.3.12 Jalan dan Jembatan 2.3.13 Bangunan Pelengkap 2.4 Standar Tata Nama

2.4.1 Daerah Irigasi

2.4.2 Jaringan Irigasi Primer 2.4.3 Jaringan Irigasi Tersier 2.4.4 Jaringan Pembuang 2.5 Kebutuhan Air Irigasi 2.6 Debit Rencana Saluran 2.7 Perancangan Hidrolis Saluran

BAB III PERENCANAAN SISTEM JARINGAN IRIGASI 3.1 Data Perencanaan Jaringan Irigasi

3.2 Tahapan Perencanaan Jaringan Irigasi 3.3 Hasil Perencanaan Jaringan Irigasi

BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN AIR 4.1 Pengumpulan Data Metereologi 4.2 Pengolahan Data

(8)

4.2.1 Data Meteorologi Tengah Bulan 4.2.2 Curah Hujan Efektif

4.2.3 Evapotranspirasi

4.3 Perhitungan Kebutuhan Air Sawah (NFR) 4.3.1 Tabel Nilai Acuan Parameter 4.3.2 Hitungan NFR

4.3.3 Contoh Hitungan NFR 4.4 Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi

4.4.1 Nilai Acuan Parameter

4.4.2 Hitungan Kebutuhan Air Irigasi

4.4.3 Contoh Hitungan Kebutuhan Air Irigasi

BAB V PERANCANGAN SALURAN

5.1 Perhitungan Debit Rancangan Saluran 5.1.1 Nilai Acuan Parameter

5.1.2 Hitungan Debit Rancangan Saluran

5.1.3 Contoh Hitungan Debit Rancangan Saluran 5.2 Perhitungan Domensi Saluran

5.2.1 Nilai Acuan Parameter 5.2.2 Hitungan Dimensi Saluran

5.2.3 Contoh Hitungan Dimensi Saluran 5.3 Perhitungan Potongan Memanjang Salruan

5.3.1 Nilai Acuan Parameter

5.3.2 Hitungan Potongan Memanjang

5.3.3 Contoh Hitungan Potongan Memanjang Saluran SH1 STA

(9)

1+700

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

6.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(10)
(11)

BAB V PERANCANGAN SALURAN

5.4 Perhitungan Debit Rancangan Saluran 5.4.1 Nilai Acuan Parameter

5.4.2 Hitungan Debit Rancangan Saluran

5.4.3 Contoh Hitungan Debit Rancangan Saluran 5.5 Perhitungan Domensi Saluran

5.5.1 Nilai Acuan Parameter 5.5.2 Hitungan Dimensi Saluran

5.5.3 Contoh Hitungan Dimensi Saluran 5.6 Perhitungan Potongan Memanjang Salruan

5.6.1 Nilai Acuan Parameter

5.6.2 Hitungan Potongan Memanjang

5.6.3 Contoh Hitungan Potongan Memanjang Saluran RP STA 1+225

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.3 Kesimpulan

6.4 Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(12)

DAFTAR GAMBAR

BAB II Perencanaan Tata Letak (Layout) Gambar 2.1 Jaringan Irigasi Sederhana Gambar 2.2 Jaringan Irigasi Semi Teknis Gambar 2.3 Jaringan Irigasi Teknis

Gambar 2.4 Saluran-saluran Primer dan Sekunder

Gambar 2.5 Standar Sistem Tata Nama untuk Skema Irigasi Gambar 2.6 Standar Sistem Tata Nama untuk Bangunan-bangunan Gambar 2.7 Sistem Tata Nama Petak Rotasi dan Kuarter

Gambar 2.8 Sistem Tata Nama Jaringan Pembuang Gambar 2.9 Gambar Potongan Melintang

BAB III Perencanaan Sistem Jaringan Irigasi

Gambar 3.1 Peta Kontur B dengan Tata Guna Lahan Gambar 3.2 Perencanaan Trase Jaringan Irigasi Gambar 3.3 Skema Jaringan Irigasi

BAB IV Analisis Kebutuhan Air

Gambar 4.1 Langkah Pengumpulan Data Meteorologi Gambar 4.2 Pengolahan Data Curah Hujan

Gambar 4.3 Pengurutan Data Curah Hujan dari Terbesar sampai Terkecil

Gambar 4.4 Mendapatkan Nilai R80 dari Tiap Periode Gambar 4.5 Pengolahan Data Temperatur

(13)

DAFTAR TABEL

BAB II Landasan Teori

Tabel 2.1 Alat-alat Ukur

Tabel 2.2 Nilai Kekerasan Strickler (k) untuk Saluran Irigasi Tanah Tabel 2.3 Tinggi Jagaan untuk Saluran Pasangan

BAB III Perencanaan Sistem Jaringan Irigasi

Tabel 3.1 Jumlah, Luas & Debit Petak Tersier

Tabel 3.2 Jumlah, Panjang, Luas & Debit Saluran Primer/Sekunder BAB IV Analisis Kebutuhan Air

Tabel 4.1 Rekap Data Curah Hujan Setelah Diurutkan Tabel 4.2 Rekap Data Temperatur Rerata

Tabel 4.3 Rekap Data Kelembaban Rerata Tabel 4.4 Rekap Data Lama Penyinaran

Tabel 4.5 Menentukan nilai N Berdasarkan Garis Lintang Stasiun Tabel 4.6 Rekap Data Kecepatan Angin Rerata

Tabel 4.7 Curah Hujan Efektif (Re) untuk Tanaman Non-Padi Tabel 4.8 Menentukan Nilai ea Berdasarkan Temperatur Tabel 4.9 Menentukan Nilai W Berdasarkan Temperatur

Tabel 4.10 Menentukan Nilai Ra Berdasarkan Garis Lintang Stasiun Tabel 4.11 Menentukan Nilai f(T) Berdasarkan Temperatur

Tabel 4.12 Menentukan Nilai f(ed) Berdasarkan Nilai ed Tabel 4.13 Menentukan Nilai f(n/N) Berdasarkan Nilai n/N

Tabel 4.14 Rekapan Hasil Perhitungan untuk Mendapatkan Nilai Eto Tabel 4.15 Menentukan Nilai Kc untuk Tanaman Padi

Tabel 4.16 Menentukan Nilai Kc untuk Tanaman Palawija Tabel 4.17 Nilai Perkolasi Berdasarkan Jenis Tanah BAB V Perancangan Saluran

Tabel 5.1 Kecepatan Maksimum yang Digunakan Berdasarkan Bahan Konstruksi

Tabel 5.2 Parameter yang Digunakan untuk Menghitung Dimensi Saluran Tabel 5.3 Koefisien Strickler Berdasarkan Debit Rencana

Tabel 5.4 Rekapan Hasil Perhitungan Dimensi Saluran Tabel 5.5 Rekapan Hasil Perhitungan Potongan Memanjang

(14)
(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Air adalah salah satu hal yang penting untuk keberlangsungan kehidupan seluruh makhluk hidup, tidak terkecuali untuk tanaman. Air sangat berperan dalam seluruh tahapan pertumbuhan tanaman. Dalam usaha pengembangan tanaman skala besar seperti pertanian, dibutuhkan air dengan jumlah yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan tanaman agar tercipta hasil pertanian yang sesuai dengan harapan.

Kebutuhan air tanaman dalam hal ini berfungsi untuk mengganti air yang hilang akibat evapotranspirasi, perkolasi, dan kebutuhan lainnya. Oleh karena itu, diperlukan jumlah air yang tepat sesuai rencana. Kelebihan dan kekurangan jumlah air akan mengakibatkan gangguan yang menghambat pertumbuhan dan bisa menyebabkan kematian pada tanaman. Dalam usaha pemenuhan air untuk tanaman, dapat dilakukan dengan cara irigasi.

Irigasi adalah cara untuk penyediaan, pengambilan, pemberian, dan pengaliran air menggunakan sistem, saluran, dan bangunan tertentu dengan tujuan sebagai penunjang produksi pertanian, persawahan, dan perikanan.

Istilah irigasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu irrigate dan dalam bahasa Inggris, yaitu irrigation yang artinya pengairan dan penggenangan.

Irigasi adalah usaha untuk menyediakan dan mengatur air yang menunjang kebutuhan air pertanian. Irigasi menggunakan media buatan untuk memindahkan air yang diambil ke sebidang daerah tujuan secara teratur dan sesuai kebutuhan masing-masing tanaman pada berbagai keadaan. Pemberian air irigasi yang efisien akan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman yang baik dan juga tercukupinya jumlah air yang ada untuk seluruh pengguna sehingga akan menimbulkan kebergunaan untuk berbagai sektor

(16)

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari pengerjaan tugas Praktik Studio ini adalah untuk melatih praktikan dalam melakukan perancangan sebuah sistem irigasi yang baik.

Kemampuan dalam menerapkan teori-teori yang sudah diajarkan di kelas pada sebuah desain rancangan adalah sebuah tantangan yang mendasar pada tugas ini. Dengan selesainya tugas ini, diharapkan praktikan dapat memahami berbagai aspek dalam perencanaan sistem irigasi seperti perhitungan kebutuhan air irigasi, perancangan saluran irigasi, dan penggambaran berbagai bangunan utama maupun bangunan pelengkap sistem irigasi.

Berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi KP-01, sistem irigasi merupakan upaya yang dilakukan oleh memperoleh air menggunakan bangunan dan saluran buatan untuk mengairi lahan pertaniannya. Adapun tujuan dari irigasi sendiri diantaranya sebagai berikut:

1. Membasahi tanaman

Hal ini bertujuan untuk memenuhi kekurangan air di daerah pertanian pada saar air hujan kurang atau bahkan tidak ada hujan.

2. Merabuk

Merabuk adalah pemberian air yang tujuannya selain membasahi juga memberi zat-zat yang berguna bagi tanaman itu sendiri.

3. Mengatur suhu

Tanaman dapat tumbuh dengan baik pada suhu yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah sesuai dengan jenis tanamannya.

4. Membersihakn tanah atau memberantas hama

Hal ini bertujuan untuk membasmi hama-hama yang berada dan bersarang dalam tanah dan membahayakann bagi tanaman sehingga pada musim kemarau sebaiknya sawah diberikan air agar sifat garamnya hilang.

(17)

5. Kolmatase

Kolmatase adalah pengairan dengan tujuan memperbaiki atau meninggikan permukaan tanah

6. Menambah persediaan air tanah

Hal ini bertujuan untuk menambah persediaan air tanah untuk keperluan sehari-hari. Biasanya dilakukan dengan menahan air di suatu tempat sehingga memberi kesempatan air tersebut untuk meresap ke dalam tanah.

1.3 Ruang Lingkup

Dalam pembuatan tugas Praktik Studio ini, terdapat beberapa bagian yang harus diselesaikan. Bagian-bagian tersebut meliputi

1. Pembuatan layout jaringan irigasi, 2. Perhitungan luas petak tersier, 3. Pembuatan skema irigasi,

4. Perhitungan kebutuhan air irigasi, 5. Perhitungan debit rencana tiap saluran, 6. Perhitungan dimensi saluran,

7. Penggambaran potongan memanjang, potongan melintang, tampak atas bangunan irigasi, dan

8. Pembuatan laporan.

Kemudian, batasan-batasan dalam tugas perencanaan ini antara lain adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan saluran irigasi hanya pada tingkat saluran primer dan sekunder,

2. Tidak dilakukan perancangan pada bangunan saluran irigasi, 3. Tidak tilakukan analisis terhadap ketersediaan air,

4. Data hujan yang dijadikan dasar perencanaan hanya selama 10 tahun, dan

5. Tidak dipertimbangkan pekerjaan galian dan timbunan pada tanah.

(18)

1.4 Dasar Perencanaan

Dasar perencanaan yang digunakan dalam pengerjaan laporan irigasi ini yaitu:

1. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan berdasarkan pedoman yang berlaku pada saat ini dan literatur hasil pengamatan para ahli.

Pedoman yang digunakan yaitu Standar Perencanaan Irigasi KP-01 hingga KP-09.

2. Analisis Data Hidrologi dan Klimatologi

Data yang digunakan adalah data curah hujan, kelembaban rerata, lama penyinaran, kecepatan angin, dan lain-lainnya didapatkan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Data-data tersebut digunakan dalam perhitungan bangunan irigasi.

3. Analisis Irigasi dan Bangunan Air

Hasil data hidrologi dan klimatologi kemudian digunakan dalam penentuan elemen sistem dan bangunan irigasi.

4. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan dan evaluasi dibuat berdasarkan tujuan laporan ini dengan hasil analisis.

1.5 Sistematika Penulisan

Dasar perencanaan yang digunakan dalam pengerjaan laporan irigasi ini yaitu:

1. BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang, maksud dan tujuan, ruang

(19)

lingkup dasar perencanaan, dan sistematika laporan.

2. Bab II Landasan Teori

Bab ini berisi tentang landasan teori yang memiliki hubungan dengan literatur, pedoman yang berlaku, hasil pengamatan dan pendapat para ahli.

3. Bab III Perencanaan Sistem Jaringan Irigasi

Bab ini berisi tentang data perencanaan sistem jaringan irigasi, tahapan perencanaan sistem jaringan irigasi, dan hasil perencanaan sistem jaringan irigasi.

4. Bab IV Analisis Kebutuhan Air

Bab ini berisi tentang kumpulan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, hasil olahan data, hasil hitungan kebutuhan air di sawah, dan hasil hitungan kebutuhan air irigasi.

5. Bab V Perancangan Saluran

Bab ini berisi tentang hasil hitungan debit rencana dalam rancangan saluran, hasil hitungan dimensi saluran, serta hasil hitungan potongan memanjang saluran dengan acuan parameter dan asumsi perencanaan.

6. Bab V Perancangan Saluran

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran atas hasil analisis hitungan di bab-bab sebelumnya.

(20)
(21)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Irigasi

Irigasi merupakan suatu usaha penyediaan dan pengaturan air yang digunakan untuk menunjang pertanian. Irigasi mengalirkan air secara buatan dari sumber air ke sebidang lahan secara teratur sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman pada saat persediaan perkolasi tanah tidak cukup untuk mendukung pertumbuhan tanaman agar tanaman dapat tumbuh dengan normal dengan jumlah yang efisien dan efektif.

UU No. 7 Tahun 2004 pasal 41 ayat 1 tentang Sumber Daya Air menjelaskan bahwa pengertian irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Pada UU No. 7 Tahun 2004 juga dijelaskan bahwa irigasi meliputi usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air dengan tujuan untuk menunjang pertanian.

2.2 Sistem Irigasi

Sistem jaringan berguna untuk mengalirkan air dari sumber air, mengalirkan air ke dalam sistem saluran, membagi ke petak sawah, dan membuang kelebihan air ke jaringan pembuang. Berdasarkan cara pengaturan pengukuran aliran air dan lengkapnya fasilitas, jaringan irigasi dapat dibedakan ke dalam tiga tingkatan, yaitu:

2.2.1 Jaringan Irigasi Sedehana

Pada jaringan irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur dan kelebihan air akan mengalir ke saluran pembuang. Jaringan irigasi ini digunakan jika persediaan air berlimpah dengan kemiringan berkisar antara sedang sampai curam, sehingga tidak diperlukan sistem pembagian air.

(22)

Kelemahan dari jaringan irigasi ini yaitu pemborosan air, air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang lebih subur karena biasanya terletak di daerah yang tinggi, lebih banyak biaya yang diperlukan untuk penyadapan karena biasanya tiap desa membuat jaringan dan pengambilannya sendiri, serta umur bangunan yang lebih pendek karena bangunan pengelaknya bukan bangunan permanen.

Gambar 2. 1 Jaringan Irigasi Sederhana 2.2.2 Jaringan Irigasi Semiteknis

Jaringan irigasi semiteknis memiliki bendung yang terletak di sungai lengkap dengan bangunan pengambilan dan bangunan pengukur di bagian hilirnya. Sebagian jaringan semiteknis juga terdapat beberapa bangunan permanen di jaringan saluran.

(23)

Gambar 2. 2 Jaringan Irigasi Semiteknis 2.2.3 Jaringan Irigasi Teknis

Dalam jaringan irigasi teknis, saluran irigasi maupun pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing, dari pangkal hingga ujung.

Saluran irigasi mengalirkan air ke sawah-sawah dan saluran pembuang mengalirkan kelebihan air dari sawah ke saluran pembuang alamiah dan kemudian diteruskan ke laut.

Pada jaringan teknis, petak tersier menduduki fungsi sentral. Petak tersier yaitu sejumlah sawah dengan luas keseluruhan 50-75 ha. Pembagian air di dalam petak tersier diserahkan kepada para petani. Jaringan saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah. Kelebihan air ditampung di dalam jaringan saluran pembuang tersier dan kuarter, lalu dialirkan ke jaringan pembuang primer.

Jaringan irigasi teknis memiliki cara pembagian air yang paling efisien karena mempertimbangkan waktu berkurangnya persediaan air serta kebutuhan pertanian. Selain itu, jaringan irigasi teknis juga memungkinan dilakukan pengukuran aliran, pembagian air irigasi, dan pembuangan air secara lebih efisien.

(24)

Gambar 2. 3 Jaringan Irigasi Teknis 2.3 Peta Ikhtisar

Peta ikhtisar merupakan cara penggambaran berbagai macam bagian dari suatu jaringan irigasi yang saling berhubungan. Peta ikhtisar dapat dilihat pada peta tata letak. Peta ikhitsar irigasi memperlihatkan:

- Bangunan-bangunan utama - Jaringan dan trase saluran irigasi - Jaringan dan trase saluran pembuang - Petak-petak primer, sekunder, dan tersier - Lokasi bangunan

- Batas-batas daerah irigasi - Jaringan dan trase jalan

- Daerah-daerah yang tidak diairi - Daerah-daerah yang tidak dapat diairi

Peta ikhtisar dibuat berdasarkan peta topografi, dilengkapi dengan garis-garis kontur berskala 1:25.000. Peta ikhtisar detail atau peta petak dipakai untuk perencanaan dibuat dengan skala 1:5.000, sementara petak tersier 1:5.000 atau 1:2.000

(25)

2.3.1 Petak Tersier

Petak tersier menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap tersier yang menjadi tanggung jawab Dinas Pengairan. Petak yang terlalu besar akan mengakibatkan pembagian menjadi tidak efisien.

Untuk daerah yang ditanami padi, luas petak idel maksimum 50 ha, tetapi dalam keadaan tertentu dapat ditolerir sampai 75 ha, disesuaikan dengan kondisi topografi dan kemudahan eksploitasi agar pelaksanaan operasi dan pemeliharaan lebih mudah.

Petak tersier dibatasi oleh parit, jalan, batas desa, atau batas perubahan bentuk medan. Bentuk petak tersier sebaiknya berbentuk bujur sangkar atau segi empat agar mempermudah pengaturan tata letak dan pembagian air menjadi lebih efisien. Petak tersier harus berbatasan langsung dengan saluran sekunder atau saluran primer, atau jika tidak memenuhi hal tersebut, maka diperlukan saluran tersier yang membatasi petak-petak tersier lainnya. Namun, hal ini harus dihindari. Petak tersier dibagi menjadi petak-petak kuarter dengan luas 8-15 ha.

2.3.2 Petak Sekunder

Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang dilayani oleh satu saluran sekunder. Petak sekunder menerima air dari bangunan bagi di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder yaitu tanda topografi yang jelas, missal saluran pembuang. Luas petak sekunder tergantung pada situasi daerah. Saluran sekunder sering terletak di punggung medan mengairi kedua sisi saluran hingga saluran pembuang yang membatasinya.

2.3.3 Petak Primer

Petak primer teridiri dari beberapa petak sekunder. Petak ini mengambil air langsung dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil air langsung dari sumber air. Apabila saluran primer melewati garis tinggi, daerah saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari saluran primer.

(26)

2.4 Bangunan Irigasi 2.4.1 Bangunan Utama

Bangunan utama (head works) merupakan kompleks bangunan yang direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan saluran untuk digunakan sebagai keperluan irigasi. Bangunan utama dapat mengurangi sedimen berlebih dan mengukur banyak air yang masuk.

Bangunan air terdiri dari bendung dengan peredam energi, satu atau dua pengambilan utama pintu bilas kolam olak, tanggul banjir pekerjaan sungai, bangunan-bangunan pelengkap, serta kantong lumpur jika diperlukan.

Bangunan utama diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori seperti berikut.

a. Bendung, Bendung Gerak

Bendung atau bendung gerak digunakan untuk meninggikan muka air sungai sampai ketinggian yang diperlukan sehingga air dapat dialirkan ke saluran irigasi dan petak tersier. Ketinggian tersebut akan menentukan luas daerah yang dialiri.

Bendung gerak merupakan bangunan yang dilengkapi pintu yang dapat dibuka untuk mengalirkan air pada waktu banjir besar dan dapat ditutup jika aliran yang terjadi kecil.

b. Bendung Karet

Bendung karet memiliki dua bagian pokok yaitu tubuh bendung yang berbahan karet dan pondasi beton berbentuk plat beton sebagai dudukan tabung karet. Selain itu, bendung karet ini juga dilengkapi satu ruang kontrol dengan beberapa mesin yang berguna untuk mengontrol kembang dan kempisnya tabung karet. Kembang dan kempisnya tabung karet bertujuan untuk meninggikan dan menurunkan muka air.

(27)

c. Pengambilan Bebas

Pengambilan bebas merupakan bangunan yang dibuat di tepi sungai yang mengalirkan air ke dalam jaringan irigasi, tanpa mengatur tinggi muka air di sungai. Muka air di sungai harus lebih tinggi dari daerah yang dialiri dan jumlah air yang dibelokkan harus terjamin cukup.

d. Pengambilan dari Waduk (Reservoir)

Waduk digunakan untuk menampung air irigasi pada waktu terjadi surplus air di sungai sehingga dapat dipakai ketika terjadi kekurangan air.

Waduk berukuran besar biasanya mempunyai banyak fungsi seperti untuk keperluan irigasi, pembangkit listrik tenaga air, pengendali banjir, perikanan, dan lain sebagainya.

e. Stasiun Pompa

Irigasi dengan pompa dapat dipertimbangkan jika pengambilan secara gravitasi tidak layak dari segi teknis maupun ekonomis. Namun, irigasi dengan pompa akan dibutuhkan biaya eksploitasi yang tinggi.

2.4.2 Jaringan Irigasi

a. Saluran Irigasi

1. Jaringan Irigasi Utama

Saluran primer membawa air dari bendung ke saluran sekunder dan ke petak- petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir. Sementara itu, saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran ini adalah pada bangunan sadap terakhir. Saluran pembawa membawa air irigasi dari sumber air lain (bukan sumber

(28)

yang memberi air pada bangunan utama proyek) ke jaringan irigasi primer. Saluran muka tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak tersier yang terletak di seberang petak tersier lainnya.

2. Jaringan Saluran Irigasi Tersier

Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke dalam petak tersier lalu ke saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah boks bagi kuarter yang terakhir. Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke sawah-sawah. Di tingkat jaringan tersier dan kuarter, perlu dilengkapi jalan petani karena banyak ditemukan di lapangan jalan petani yang rusak sehingga akses petani dari dan ke sawah menjadi terhambat, terutama untuk petak sawah yang paling ujung.

3. Garis Sempadan Saluran

Perlu ditetapkan garis sempadan saluran dan bangunan irigasi yang jauhnya ditentukan dalam peraturan perundangan sempadan saluran.

Gambar 2. 4 Saluran-Saluran Primer dan Sekunder

b. Saluran Pembuang

1. Jaringan Saluran Pembuang Tersier

Saluran pembuang kuarter terletak didalam satu petak tersier, menampung air langsung dari sawah dan membuang air tersebut kedalam saluran pembuang tersier.

(29)

Saluran pembuang tersier terletak di dan antara petak-petak tersier yang termasuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan menampung air, baik dari pembuang kuarter maupun dari sawah-sawah. Air tersebut dibuang ke dalam jaringan pembuang sekunder.

2. Jaringan Saluran Pembuang Utama

Saluran pembuang sekunder menampung air dari jaringan pembuang tersier dan membuang air tersebut ke pembuang primer atau langsung ke jaringan pembuang alamiah dan ke luar daerah irigasi. Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran pembuang sekunder ke luar daerah irigasi. Pembuang primer sering berupa saluran pembuang alamiah yang mengalirkan kelebihan air tersebut ke sungai, anak sungai atau ke laut.

2.4.3 Bangunan Bagi dan Sadap

Bangunan bagi dan sadap pada irigasi teknis dilengkapi dengan pintu dan alat pengukur debit agar efisien dalam memenuhi kebutuhan air irigasi.

Namun, dalam keadaan tertentu sering dijumpai kesulitan- kesulitan dalam operasi dan pemeliharaan sehingga muncul usulan sistem proporsional. Yaitu bangunan bagi dan sadap tanpa pintu dan alat ukur tetapi dengan syarat-syarat sebagai berikut

1. Elevasi ambang ke semua arah harus sama

2. Bentuk ambang harus sama agar koefisien debit sama 3. Lebar bukaan proporsional dengan luas sawah yang dialiri Namun, sistem proporsional tidak dapat diterapkan dalam irigasi yang melayani lebih dari satu jenis tanaman dari penerapan sistem golongan. Oleh karena itu, kriteria ini menetapkan agar diterapkan tetap memakai pintu dan alat ukur debit debit dengan memenuhi tiga syarat proporsional berikut.

(30)

a. Bangunan bagi terletak di saluran primer dan sekunder pada suatu titik cabang dan berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih

b. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder ke saluran tersier penerima

c. Bangunan bagi dan sadap mungkin digabung menjadi satu rangkaian bangunan

d. Boks-boks bagi di saluran tersier membagi aliran untuk dua saluran atau lebih (tersier, subtersier, dan/atau kuarter)

2.4.4 Bangunan-Bangunan Pengukur dan Pengatur

Aliran akan diukur di hulu saluran primer, di cabang saluran jaringan primer, dan di bangunan sadap sekunder maupun tersier. Bangunan ukur dibedakan menjadi bangunan ukur aliran atas bebas dan bangunan ukur aliran bawah. Beberapa bangunan pengukur juga dapat dipakai untuk mengatur aliran air, seperti yang ditunjukkan tabel berikut.

Tabel 2. 1 Alat-Alat Ukur

Tipe Mengukur dengan Mengatur

Bangunan ukur ambang lebar Aliran Atas Tidak Bangunan ukur Parshall Aliran Atas Tidak Bangunan ukur Cipoletti Aliran Atas Tidak Bangunan ukur Romijn Aliran Atas Ya Bangunan ukur Crump-de

Gruyter Aliran Bawah Ya

Bangunan sadap pipa

sederhana Aliran Bawah Ya

Constant-Head Orifice (CHO) Aliran Bawah Ya

Cut Throat Flume Aliran Atas Ya

(31)

2.4.5 Bangunan Pengatur Muka Air

Bangunan-bangunan pengatur muka air mengatur/mengontrol muka air di jaringan irigasi utama sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang konstan kepada bangunan sadap tersier. Bangunan pengatur diperlukan di tempat di mana tinggi muka air di saluran dipengaruhi oleh bangunan terjun atau got miring (chute). Untuk mencegah meninggi atau menurunnya muka air di saluran dipakai mercu tetap atau celah kontrol trapezium (trapezoidal notch).

2.4.6 Bangunan Pembawa

a. Bangunan pembawa dengan aliran superkritis

Bangunan pembawa dengan aliran tempat dimana lereng medannya maksimum saluran. Superkritis diperlukan di tempat lebih curam daripada kemiringan maksimal saluran. Jika ditempat dimana kemiringan medannya lebih curam daripada kemiringan dasar saluran, maka bisa terjadi aliran superkritis yang akan dapat merusak saluran. Untuk itu diperlukan bangunan peredam.

1. Bangunan Terjun

Dengan bangunan terjun, menurunnya muka air (dan tinggi energi) dipusatkan di satu tempat bangunan terjun bisa memiliki terjun tegak atau terjun miring. Jika perbedaan tinggi energi mencapai beberapa meter, maka konstruksi got miring perlu dipertimbangkan.

2. Got Miring

Daerah got miring dibuat apabila trase saluran melewati ruas medan dengan kemiringan yang tajam dengan jumlah perbedaan tinggi energi yang besar. Got miring berupa potongan saluran yang diberi pasangan (lining) dengan aliran superkritis, dan umumnya mengikuti kemiringan medan alamiah.

(32)

b. Bangunan pembawa dengan aliran subkritis (bangunan silang) 1. Gorong-Gorong

Gorong-gorong dipasang di tempat-tempat dimana saluran lewat dibawah bangunan (jalan, rel kereta api) atau apabila pembuang lewat dibawah saluran. Aliran didalam gorong-gorong umumnya aliran bebas.

2. Talang

Talang dipakai untuk mengalirkan air irigasi lewat diatas saluran lainnya, saluran pembuang alamiah atau cekungan dan lembah-lembah. Aliran didalam talang adalah aliran bebas.

3. Sipon

Sipon dipakai untuk mengalirkan air irigasi dengan menggunakan gravitasi dibawah saluran pembuang, cekungan, anak sungai atau sungai. Sipon juga dipakai untuk melewatkan air dibawah jalan, jalan kereta api, atau bangunan-bangunan yang lain. Sipon merupakan saluran tertutup yang direncanakan untuk mengalirkan air secara penuh dan sangat dipengaruhi oleh tinggi tekan.

4. Jembatan Sipon

Jembatan sipon adalah saluran tertutup yang bekerja atas dasar tinggi tekan dan dipakai untuk mengurangi ketinggian bangunan pendukung diatas lembah yang dalam.

5. Flum (Flume)

Tipe-tipe flum untuk mengalirkan air irigasi melalui situasi medan tertentu seperti flum tumpu yang berguna untuk mengalirkan air di sepanjang lereng bukit yang curam, flum elevasi yang berguna untuk menyeberangkan air irigasi lewat di atas saluran pembuang atau jalan air lainnya, dan flum yang digunakan pada situasi batas pembebasan tanah terbatas atau jika bahan tanah tidak cocok untuk

(33)

membuat potongan melintang saluran trapezium biasa. Flum mempunyai potongan melintang berbentuk segi empat atau setengah bulat. Aliran dalam flum adalah aliran bebas.

6. Saluran Tertutup

Saluran tertutup dibuat apabila trase saluran terbuka melewati suatu daerah dimana potongan melintang harus dibuat pada galian yang dalam dengan lereng-lereng tinggi yang tidak stabil. Saluran tertutup juga dibangun di daerah- daerah permukiman dan di daerah- daerah pinggiran sungai yang terkena luapan banjir. Bentuk potongan melintang saluran tertutup atau saluran gali dan timbun adalah segi empat atau bulat. Biasanya aliran didalam saluran tertutup adalah aliran bebas.

7. Terowongan

Terowongan dibangun apabila keadaan ekonomi/anggaran memungkinkan untuk saluran tertutup guna mengalirkan air melewati bukit-bukit dan medan yang tinggi. Biasanya aliran didalam terowongan adalah aliran bebas.

2.4.7 Bangunan Lindung

Bangunan lindung diperlukan untuk melindungi saluran baik dari dalam maupun dari luar. Dari luar bangunan itu memberikan perlindungan terhadap limpasan air buangan yang berlebihan dan dari dalam terhadap aliran saluran yang berlebihan akibat kesalahan eksploitasi atau akibat masuknya air dari luar saluran.

a. Bangunan Pembuang Silang

Gorong-gorong adalah bangunan pembuang silang yang paling umum digunakan sebagai lindungan-luar. Sipon dipakai jika saluran irigasi kecil melintas saluran pembuang yang besar.

Dalam hal ini, biasanya lebih aman dan ekonomis untuk

(34)

membawa air irigasi dengan sipon lewat dibawah saluran pembuang tersebut. Overchute akan direncana jika elevasi dasar saluran pembuang disebelah hulu saluran irigasi lebih besar daripada permukaan air normal di saluran.

b. Pelimpah (Spillway)

Ada tiga tipe lindungan dalam yang umum dipakai, yaitu saluran pelimpah, sipon pelimpah dan pintu pelimpah otomatis.

Pengatur pelimpah diperlukan tepat di hulu bangunan bagi, di ujung hilir saluran primer atau sekunder dan di tempat-tempat lain yang dianggap perlu demi keamanan jaringan. Bangunan pelimpah bekerja otomatis

dengan naiknya muka air.

c. Bangunan Penggelontor Sedimen (Sediment Excluder)

Bangunan ini dimaksudkan untuk mengeluarkan endapan sedimen sepanjang saluran primer dan sekunder pada lokasi persilangan dengan sungai. Pada ruas saluran ini sedimen diijinkan mengendap dan dikuras melewati pintu secara periodik.

d. Bangunan Penguras (Wasteway)

Bangunan penguras, biasanya dengan pintu yang dioperasikan dengan tangan, dipakai untuk mengosongkan seluruh ruas saluran bila diperlukan. Untuk mengurangi tingginya biaya, bangunan ini dapat digabung dengan bangunan pelimpah.

e. Saluran Pembuang Samping

Aliran buangan biasanya ditampung di saluran pembuang terbuka yang mengalir pararel disebelah atas saluran irigasi.

Saluran-saluran ini membawa air ke bangunan pembuang silang atau, jika debit relatif kecil dibanding aliran air irigasi ke dalam saluran irigasi itu melalui lubang pembuang.

(35)

f. Saluran Gendong

Saluran gendong adalah saluran drainase yang sejajar dengan saluran irigasi, berfungsi mencegah aliran permukaan (run off) dari luar areal irigasi yang masuk ke dalam saluran irigasi. Air yang masuk saluran gendong dialirkan keluar ke saluran alam atau drainase yang terdekat.

2.4.8 Jalan dan Jembatan

Jalan-jalan inspeksi diperlukan untuk inspeksi, operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dan pembuang oleh Dinas Pengairan. Masyarakat boleh menggunakan jalan-jalan inspeksi ini untuk keperluan- keperluan tertentu saja. Apabila saluran dibangun sejajar dengan jalan umum didekatnya, maka tidak diperlukan jalan inspeksi di sepanjang ruas saluran tersebut. Biasanya jalan inspeksi terletak disepanjang sisi saluran irigasi. Jembatan dibangun untuk saling menghubungkan jalan- jalan inspeksi di seberang saluran irigasi/pembuang atau untuk menghubungkan jalan inspeksi dengan jalan umum.

2.4.9 Bangunan Pelengkap

Tanggul-tanggul diperlukan untuk melindungi daerah irigasi terhadap banjir yang berasal dari sungai atau saluran pembuang yang besar. Pada umumnya tanggul diperlukan disepanjang sungai disebelah hulu bendung atau disepanjang saluran primer.

Fasilitas-fasilitas operasional diperlukan untuk operasi jaringan irigasi secara efektif dan aman. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain meliputi antara lain: kantor-kantor di lapangan, bengkel, perumahan untuk staf irigasi, jaringan

(36)

komunikasi, patok hektometer, papan eksploitasi, papan duga, dan sebagainya.

Bangunan-bangunan pelengkap yang dibuat di sepanjang saluran meliputi:

- Pagar, rel pengaman dan sebagainya, untuk memberikan pengaman sewaktu terjadi keadaan gawat

- Tempat cuci, tempat mandi ternak, dan sebagainya, untuk memberikan sarana untuk mencapai air di saluran tanpa merusak lereng

- Kisi-kisi penyaring untuk mencegah tersumbatnya bangunan oleh benda yang hanyut

- Jembatan untuk keperluan penyeberangan bagi penduduk

- Sanggar tani sebagai sarana untuk interaksi antar petani, dan antara petani dengan petugas irigasi, dalam rangka memudahkan

- penyelesaian permasalahan di lapangan.

(37)

2.5 Standar Tata Nama

Nama-nama yang diberikan untuk saluran-saluran irigasi dan pembuang, bangunan-bangunan dan daerah irigasi harus jelas dan logis. Nama yang diberikan harus pendek dan tidak mempunyai tafsiran ganda (ambigu). Nama- nama harus dipilih dan dibuat sedemikian sehingga jika dibuat bangunan baru kita tidak perlu mengubah semua nama yang sudah ada.

2.5.1 Daerah Irigasi

Daerah irigasi dapat diberi nama sesuai dengan nama daerah setempat, atau desa penting di daerah itu, yang biasanya terletak dekat dengan jaringan bangunan utama atau sungai yang airnya diambil untuk keperluan irigasi.

Apabila ada dua pengambilan atau lebih, maka daerah irigasi tersebut sebaiknya diberi nama sesuai dengan desa-desa terkenal di daerah-daerah layanan setempat.

Untuk pemberian nama-nama bangunan utama berlaku peraturan yang sama seperti untuk daerah irigasi, misalnya bendung Elak Cikoncang melayani Daerah Irigasi Cikoncang. Bendung Barang merupakan salah satu dari bangunan-bangunan utama di sungai Dolok. Bangunan-bangunan tersebut melayani daerah Makawa dan Lamogo, keduanya diberi nama sesuai dengan nama-nama desa utama di daerah itu.

2.5.2 Jaringan Irigasi Primer

Saluran irigasi primer sebaiknya diberi nama sesuai dengan daerah irigasi yang dilayani. Saluran sekunder sering diberi nama sesuai dengan nama desa yang terletak di petak sekunder. Petak sekunder akan diberi nama sesuai dengan nama saluran sekundernya.

(38)

Gambar 2. 5 Standar Sistem Tata Nama untuk Skema Irigasi

Gambar 2. 6 Standar Sistem Nama untuk Bangunan-Bangunan Saluran Dapat dilihat pada Gambar 2.5 bahwa terdapat standar sistem tata nama untuk skema irigasi dan Gambar 2.6 untuk bangunan-bangunan. Saluran dibagi menjadi ruas-ruas yang berkapasitas sama. Misalnya, RS 2 adalah Ruas Saluran Sekunder Sambak (S) antara bangunan sadap BS 1 dan BS 2. Bangunan pengelak atau bagi adalah bangunan terakhir di suatu ruas. Bangunan itu diberi nama sesuai dengan ruas hulu tetapi huruf R (Ruas) diubah menjadi B (Bangunan). Misalnya, BS 2 adalah bangunan pengelak di ujung ruas RS 2.

Bangunan-bangunan yang ada di antara bangunan-bangunan bagi sadap (gorong- gorong, jembatan, talang bangunan terjun, dan sebagainya) diberi nama sesuai dengan nama ruas dimana bangunan tersebut terletak juga mulai dengan huruf B (Bangunan) lalu diikuti dengan huruf kecil sedemikian sehingga bangunan yang terletak di ujung

(39)

hilir mulai dengan "a" dan bangunan-bangunan yang berada lebih jauh di hilir memakai hurut b, c, dan seterusnya. Sebagai contoh BS2b adalah bangunan kedua pada ruas RS2 di saluran Sambak terletak antara bangunanbangunan bagi BS 1 dan BS 2.

Bagian KP–07 Standar Penggambaran dan BI–01 Tipe Bangunan irigasi memberikan uraian lebih rinci mengenai sistem tata nama.

2.5.3 Jaringan Irigasi Tersier

Petak tersier diberi nama seperti bangunan sadap tersier dari jaringan utama.

1. Ruas-ruas saluran tersier diberi nama sesuai dengan nama boks yang terletak di antara kedua boks.

2. Boks Tersier diberi kode T, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum jam, mulai dari boks pertama di hilir bangunan sadap tersier: T1, T2 dan sebagainya.

3. Petak kuarter diberi nama sesuai dengan petak rotasi, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum jam. Petak rotasi diberi kode A, B, C dan seterusnya menurut arah jarum jam.

4. Boks kuarter diberi kode K, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum jam, mulai dari boks kuarter pertama di hilir boks tersier dengan nomor urut tertinggi: K1, K2 dan seterusnya.

Gambar 2. 7 Sistem Tata Nama Petak Rotas dan Kuarter

5. Saluran irigasi kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dilayani tetapi dengan huruf kecil, misalnya a1, a2 dan seterusnya

6. Saluran pembuang kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dibuang airnya, menggunakan huruf kecil diawali dengan dk, misalnya dka1, dka2 dan seterusnya.

(40)

7.

Saluran pembuang tersier, diberi kode dt1, dt2 juga menurut arah jarum jam.

2.5.4 Jaringan Pembuang

Pada umumnya pembuang primer berupa sungai-sungai alamiah, yang kesemuanya akan diberi nama. Apabila ada saluran-saluran pembuang primer baru yang akan dibuat, maka saluran-saluran itu harus diberi nama tersendiri. Jika saluran pembuang dibagi menjadi ruas-ruas, maka masing-masing ruas akan diberi nama, mulai dari

ujung hilir.

Pembuang sekunder pada umumnya berupa sungai atau anak sungai yang lebih kecil. Beberapa di antaranya sudah mempunyai nama yang tetap bisa dipakai, jika tidak sungai/anak sungai tersebut akan ditunjukkan dengan sebuah huruf bersama-sama dengan nomor seri.

Nama-nama ini akan diawali dengan huruf d (d = drainase)

Pembuang tersier adalah pembuang kategori terkecil dan akan dibagi-bagi menjadi ruas-ruas dengan debit seragam, masing-masing diberi nomor. Masing-masing petak tersier akan mempunyai nomor seri sendiri-sendiri.

Gambar 2. 8 Sistem Tata Nama Jaringan Pembuang

(41)

2.5.5 Tata Warna Peta

Warna-warna standar akan digunakan untuk menunjukkan berbagai tampakan irigasi pada peta. Warna-warna yang dipakai adalah :

- Biru untuk jaringan irigasi, garis penuh untuk jaringan pembawa yang ada dan garis putus-putus untuk jaringan yang sedang direncanakan

- Merah untuk sungai dan jaringan pembuang garis penuh untuk jaringan yang sudah ada dan garis putus-putus (--- - - --- ) untuk jaringan yang sedang direncanakan - Coklat untuk jaringan jalan

- Kuning untuk daerah yang tidak diairi

- Hijau untuk perbatasan kabupaten, kecamatan, desa, dan kampung

- Merah untuk tata nama bangunan - Hitam untuk jalan kereta api

- Warna bayangan akan dipakai untuk batas-batas petak sekunder, batas-batas petak tersier akan diarsir dengan warna yang lebih muda dari warna yang sama (untuk petak sekunder) semua petak tersier yang diberi air langsung dari saluran primer akan mempunyai warna yang sama.

2.6 Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air irigasi dipengaruhi oleh beberapa unsur, yaitu:

a. Evaporasi

Analisis mengenai evaporasi diperlukan untuk menentukan besarnya evapotranspirasi tanaman yang kelak akan dipakai untuk menghitung kebutuhan air irigasi dan, jika perlu untuk studi neraca air di daerah aliran sungai. Studi ini mungkin dilakukan bila tidak tersedia data aliran dalam jumlah yang cukup.

b. Curah hujan efektif

Curah hujan efektif (Re) merupakan curah hujan yang secara efektif tersedia untuk kebutuhan air. Re untuk tanaman padi:

(42)

𝑅𝑒 =0,7 𝑥 Dengan

t = jumlah hari pada tengah bulan

R80 = Curah hujan dengan probabilitas terlampaui 80%

c. Pola tanam

Pola tanam seperti yang diusulkan dalam Tahap Studi akan ditinjau dengan memperhatikan kemampuan tanah menurut hasil- hasil survei. Jika perlu akan diadakan penyesuaian-penyesuaian d. Koefisien tanaman

Koefisien tanaman diberikan untuk menghubungkan evapotranspirasi (ETo) dengan evapotranspirasi tanaman acuan (ETtanaman) dan dipakai dalam rumus Penman. Koefisien yang dipakai harus didasarkan pada pengalaman yang terus menerus

proyek irigasi di daerah itu. Dalam Lampiran 2 diberikan harga-harga yang dianjurkan pemakaiannya.

e. Perkolasi dan rembesan

Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Data- data mengenai perkolasi akan diperoleh dari penelitian kemampuan tanah. Apabila padi sudah ditanam di daerah proyek, maka pengukuran laju perkolasi dapat dilakukan langsung di sawah. Laju perkolasi normal pada tanah lempung sesudah dilakukan penggenangan berkisar antara 1 mm/hr sampai 3 mm/hr.

Di daerah-daerah miring perembesan dari sawah ke sawah dapat mengakibatkan banyak kehilangan air.

Di daerah-daerah dengan kemiringan diatas 5%, paling tidak akan terjadi kehilangan 5 mm/hari akibat perkolasi dan rembesan.

f. Penyiapan lahan

(43)

Untuk perhitungan kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan, digunakan metode dari Van de Goor dan Zijlstra (1968).

𝑀𝑒𝑘 𝐼𝑅 =

(𝑒𝑘 − 1) Dengan,

IR = kebutuhan air irigasi di sawah (mm/hari) M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan

= Eo + P (mm/hari)

Eo = evaporasi selama penyiapan lahan

= 1,1 ETo (mm/hari) P = perkolasi (mm/hari)

K = MT/S

T = jangka waktu penyiapan lahan (hari)

S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm (200-300 mm)

g. Penggunaan konsumtif

𝐸𝑇𝑐 = 𝐾𝑐 × 𝐸𝑇𝑜

Dengan,

ETc = evapotranspirasi tanaman (mm/hari) Kc = koefisien tanaman

ETo = evapotranspirasi potensial (mm/hari) h. Pergantian lapisan air

Setelah pemupukan, usahakan untuk menjadwalkan dan mengganti lapisan air menurut kebutuhan. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, lakukan penggantian sebanyak 2 kali, masing-masing 50 mm (atau 3,3 mm/ hari selama ½ bulan) selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi.

(44)

NFR (Netto Field water Requirements) adalah besaran kebutuhan air bersih suatu sawah berdasarkan beberapa factor yang memengaruhi ketersediaan air di sawah tersebut. Kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evaporasi, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui hujan dan kontribusi air tanah. (Anonim,1996).

Kebutuhan total air di sawah (GFR) mencakup faktor 1 sampai 4.

Kebutuhan bersih (netto) air di sawah (NFR) juga memperhitungkan curah hujan efektif. Besarnya kebutuhan air di sawah bervariasi menurut tahap pertumbuhan tanaman dan bergantung kepada cara pengolahan lahan. Besarnya kebutuhan air di sawah dinyatakan dalam mm/hari.

Rumus untuk menentukan besar NFR suatu petak sawah adalah sebagai berikut.

NFR=ETc+P+WLR+E0−Re Dengan:

NFR = Kebutuhan bersih air sawah (mm/hari) ETc = Evaporasi tanaman (mm/hari)

P = Perkolasi (mm/hari)

WLR = Penggantian lapisan air (mm/hari)

Eo = Evaporasi selama persiapan lahan (mm/hari) Re = Curah hujan efektif (mm/hari)

(45)

2.7 Debit Rencana Saluran

Dengan,

𝑄 = 𝑐 × 𝑁𝐹𝑅 × 𝐴 𝑒

Q = Debit rencana (l/det)

C = Koefisien pengurangan karena adanya sistem golongan (tidak ada sistem golongan, c = 1)

NFR = Kebutuhan bersih (netto) air di sawah (lt/dt/ha) A = Luas daerah yang dialiri (ha)

Petak tersier : et = 0,8 – 0,875 Saluran sekunder : Cs = 0,9 – 0,95 Saluran primer : ep = 0,9 – 0,95 2.8 Perancangan Hidrolis Saluran

a. Rumus Aliran

Aliran saluran dianggap sebagai aliran tetap. Pada aliran, diterapkan rumus Strickler

2 1

𝑣 = 𝑘 × 𝑅3 × 𝐼2 𝐹 𝑅 = 𝑃

𝐴 = (𝑏 + 𝑚 × ℎ) × ℎ 𝑃 = (𝑏 + 2ℎ√1 + 𝑚2)

Dengan,

𝑄 = 𝑣 × 𝐴 𝑏 = 𝑛 × ℎ

Q = debit saluran (m3/dt) V = kecepatan aliran, (m/dt)

A = potongan melintang aliran (m2) R = jari-jari hidrolis (m)

P = keliling basah (m) b = lebar dasar (m) h = tinggi air (m)

(46)

I = kemiringan energi (kemiringan saluran) k = koefisien kekasaran Stickler (m1/3/dt) m = kemiringan talut (1/m : vertikal/horizontal)

Gambar 2.9 Gaambar Potongan Melintang b. Koefisien Kekasaran Strickler

Koefisien kekasaran ini dipengaruhi oleh faktor-faktor kekasaran permukaan saluran, ketidakteraturan permukaan saluran, trase, vegetasi (tumbuhan), dan sedimen.

Tabel 2. 2 Nilai Kekasaran Strickler (k) untuk Saluran Irigasi Tanah Debit Rencana

m3/dt

k m1/3/dt

Q > 10 45,0

5 < Q < 10 42,5

1 < Q < 5 40,0

Q < 1 dan saluran tersier 35,0 c. Kecepatan Maksimum

Kecepatan maksimum untuk aliran subkritis yang dianjurkan pemakaiannya yaitu:

- Pasangan batu: kecepatan maksimum 2 m/dt - Pasangan beton: kecepatan maksimum 3 m/dt

- Pasangan tanah: kecepatan maksimum yang diizinkan - Ferrocement : kecepatan 3 m/dt

(47)

Penghitungan bilangan Froude penting apabila mempertimbangkan pemakaian kecepatan aliran dan kemiringan saluran yang tinggi.

Untuk aliran yang stabil bilangan Froude harus kurang dari 0,55 untuk aliran sub kritis atau lebih dari 1,40 untuk aliran superkritis. Bilangan

Froude untuk saluran ditentukan dengan

persamaan berikut:

Dengan,

Fr = bilangan Froude v = kecepatan aliran (m/dt) w = lebar pada permukaan air (m) A = luas potongan melintang basah (m2) g = percepatan gravitasi (m/ dt2) (9,8 m/ dt2)

m = kemiringan talut saluran, (1/m = vertikal/horizontal) n = perbandingan lebar dasar/kedalaman air

d. Tinggi Jagaan

Harga-harga minimum untuk tinggi jagaan dapat diketahui dari table berikut.

Tabel 2. 3 Tinggi Jagaan untuk Saluran Pasangan Debit

m3/dt Tanggul (F)

m Pasangan (F1) m

< 0,5 0,40 0,20

0,5 – 1,5 0,50 0,20

1,5 – 5,0 0,60 0,25

5,0 – 10,0 0,75 0,30

10,0 – 15,00 0,85 0,40

>15,0 1,00 0,50

(48)

BAB III

PERENCANAAN SISTEM JARINGAN IRIGASI

3.1. Data Perencanaan Jaringan Irigasi

Gambar 3.1 Peta Kontur B dengan Tata Guna Lahan

Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria, tata guna lahan adalah struktur dan pola pemanfaatan tanah, baik yang direncanakan maupun tidak, yang meliputi persediaan tanah, peruntukan tanah, penggunaan tanah, dan pemeliharaanya. Pada peta kontur B bagian paling utara terdapat area non–

sawah yang dapat ditentukan karena memiliki elevasi yang lebih tinggi daripada elevasi bendung. Pembangunan saluran irigasi haruslah memperhatikan bangunan eksisting, pembangunan saluran irigasi tidak boleh memotong rumah-rumah penduduk desa maupun tempat pemakaman yang sudah lebih dahulu ada. Selain itu, juga perlu diperhatikan bahwa saluran irigasi harus dibuat agar tidak memotong jalan eksisting karena akan memerlukan bangunan tambahan seperti gorong-gorong.

3.2.Tahapan Perencanaan Jaringan Irigasi a) Perencanaan Trase Saluran

Berdasarkan Modul 06 Perencanaan Umum dan Peta Petak/Layout Sistem Planning, Kementerian PUPR tahun 2016, tahapan dalam merencanakan layout jaringan irigasi adalah sebagai berikut:

(49)

1. Data yang dibutuhkan

 Peta lokasi rencana pengembangan irigasi hasil kesepakatan publik setempat dan lembaga terkait

 Peta topografi / peta situasi lokasi daerah irigasi skala 1 : 5000 dan 1 : 25.000 hasil pengukuran

 Hasil perhitungan water balance/keseimbangan air antara ketersediaan dan kebutuhan air (luas daerah irigasi yang dapat diairi dan kebutuhan air maksimum dalam l /det/ha)

2. Masalah yang harus diperhatikan

 Jaringan irigasi harus berada ditempat tertentu sehingga sawah yang tertinggi dan terjauh dapat diairi

 Jaringan irigasi harus berada pada batas kepemilikan tanah sehingga kepemilikan tanah tidak terpecah-pecah

 Bila saluran memotong bukit harus diperhitungkan untung ruginya bila dibandingkan dengan melalui garis tinggi

3. Batas-batas petak tersier

 Tergantung dari kondisi topografi

 Batas petak dapat berupa saluran drainase, sungai, jalan, dan batas desa

 Diusahakan terletak pada batas administrasi desa (dihindari satu petak tersier berada dalam dua desa)

 Diusahakan batas petak tersier adalah sama dengan batas hak milik

4. Luas dan bentuk petak tersier

 Menurut pengalaman, ukuran optimum suatu petak tersier adalah antara 50 ha sampai 100 ha (maksimum 150 ha jika keadaan memaksa)

 Luas petak kuarter antara 8 ha sampai dengan 15 ha

 Bentuk optimum petak tersier adalah bujur sangkar

 Luas petak tersier diukur dengan planimeter dan

(50)

hasilnya dikurangi sebesar 10%

5. Panjang saluran tersier

 Maksimum panjang saluran tersier < 1500 m

 Maksimum panjang saluran kuarter < 500 m 6. Debit rencana

Debit rencana sebuah saluran dapat dihitung dengan rumus berikut.

Q= c.a.Ae

Dengan:

Q = debit rencana (l/det)

c = koefisien pengurangan karena adanya sistem golongan

a = NFR = Irr = kebutuhan bersih (netto) air sawah (l/det/ha)

A = luas daerah yang diairi (ha)

e = efisiensi irigasi secara keseluruhan

7. Kebutuhan Air di Sawah

Kebutuhan air disawah untuk tanaman padi ditentukan oleh faktor-faktor berikut:

 Cara penyiapan lahan

 Kebutuhan air untuk tanaman

 Perkolasi dan rembesan

 Pergantian lapisan air

 Curah hujan efektif

Besarnya kebutuhan di sawah bervariasi menurut tahap pertumbuhan tanaman dan bergantung kepada cara pengolahan lahan. Besarnya kebutuhan air di sawah dinyatakan dalam mm/hari. Besarnya kebutuhan air di sawah untuk tanaman

(51)

ladang dihitung seperti pada perhitungan kebutuhan air untuk tanaman padi. Ada berbagai harga yang dapat diterapkan untuk kelima faktor di atas.

8. Efisiensi

Untuk tujuan-tujuan perencanaan, dianggap bahwa seperempat sampai sepertiga dari jumlah air yang diambil akan hilang sebelum air sampai di sawah. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan perembesan.

Kehilangan akibat evaporasi dan perembesan umumnya kecil saja jika dibandingkan dengan jumlah kehilangan akibat eksploitasi. Perhitungan rembesan hanya dilakukan apabila kelulusan tanah cukup tinggi.

9. Rotasi Teknis (Sistem Golongan)

Sistem rotasi sebaiknya sudah dipertimbangkan pada saat pembuatan peta petak. Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem golongan teknis adalah:

 Berkurangnya kebutuhan pengambilan puncak (koefisien pengurangan rotasi)

 Kebutuhan pengambilan bertambah secara berangsur-angsur pada awal waktu pemberian air irigasi (pada periode penyiapan lahan), seiring dengan makin bertambahnya debit sungai, kebutuhan pengambilan puncak dapat ditunda

b) Perencanaan Petak Tersier

Perencanaan teknis petak tersier harus menghasilkan perbaikan kondisi pertanian. Masalah-masalah yang diperkirakan akan menghalangi tujuan ini harus diidentifikasi dan dipertimbangkan dalam pembuatan layout serta perencanaan jaringan tersier. Berdasarkan KP-05, untuk menentukan layout, aspek-aspek berikut akan dipertimbangkan:

 Luas petak tersier

 Batas-batas petak tersier

 Bentuk yang optimal

 Kondisi medan

(52)

 Jaringan irigasi yang ada

 Operasi jaringan

Petak tersier bisa dikatakan ideal jika masing-masing pemilikan sawah memiliki pengambilan sendiri dan dapat membuang kelebihan air langsung ke jaringan pembuang. Juga para petani dapat mengangkut hasil pertanian dan peralatan mesin atau ternak mereka ke dari sawah melalui jalan petani yang ada. Untuk mecapai pola pemilikan sawah yang ideal didalam petak tersier, para petani harus diyakinkan agar membentuk kembali petak-petak sawah mereka dengan cara saling menukar bagian- bagian tertentu dan sawah mereka atau dengan cara-cara lain menurut ketentuan hukum yang berlaku (misalnya konsolidasi tanah pertanian).

Selain itu, besarnya masing-masing petak yang ada tidak memungkinkan dilaksanakannya suatu proyek yang banyak memerlukan pembebasan.

Ukuran petak tersier bergantung pada besarnya biaya pelaksanaan jaringan irigasi dan pembuang (utama dan tersier) serta biaya operasi dan pemeliharaan jaringan. Menurut pengalaman, ukuran optimum suatu petak tersier adalah antara 50 dan 100 ha. Ukurannya dapat ditambah sampai maksimum 150 ha jika keadaan topografi memaksa demikian.

Untuk petak tersier yang berukuran kecil, efisiensi irigasi akan menjadi lebih tinggi karena:

 Diperlukan lebih sedikit titik-titik pembagian air

 Saluran-saluran yang lebih pendek menyebabkan kehilangan air yang lebih sedikit

 Lebih sedikit petani yang terlibat sehingga kerja sama lebih baik

 Pengaturan air yang lebih baik sesuai dengan kondisi tanaman

 Perencanaan lebih fleksibel sehubungan dengan batas-batas desa

Bentuk optimal suatu petak tersier bergantung pada biaya minimum pembuatan saluran, jalan, dan boks bagi. Apabila semua saluran kuarter diberi air dari satu saluran tersier, maka panjang total jalan dan saluran menjadi minimum. Dengan dua saluran tersier untuk areal yang sama, maka panjang total jalan dan saluran akan bertambah. Bentuk optimal petak tersier adalah bujur sangkar, karena pembagian air akan menjadi sulit pada petak tersier berbentuk memanjang

(53)

3.3.Hasil Perencanaan Jaringan Irigasi

Hasil perencanaan jaringan irigasi dapat dilihat pada gambar dan tabel di bawah.

a) Tata Letak Jaringan Irigasi

Gambar 3.2 Perencanaan Trase Jaringan Irigasi

Tabel 3.1 Jumlah, Luas, dan Debit Petak Tersier

Petak Tersier

Nama Petak Luas (ha) Q (l/det) Z1 Ka 58,09 164,99 Z1 Ki 54,75 155,50 Z2 Ka 57,11 162,21 Z2 Ki 60,69 172,38 J1 Ka 62,99 178,91 J1 Ki 63,51 180,38 H1 Ki 60,79 172,66

H2 Ka 62,27 176,86

H3 Ki 62,14 176,49

H4 Ka 68,86 195,58

H4 Ki 55,56 157,80 T1 Ka 70,27 199,58 T1 Ki 64,24 182,46

H5 Ka 74,75 212,31

P1 Ka 53,67 152,44 Jumlah Petak Tersier = 15

(54)

Tabel 3.2 Jumlah, Panjang, Luas dan Debit Saluran Primer/Sekunder

Nama Saluran Panjang

(m)

Luas (ha)

Debit (l/det) Saluran Primer Zeus 1 981,37 166,51 552,73 Saluran Primer Zeus 2 827,2921 252,31 837,55 Saluran Primer Johnson 1 1620,8468 510,87 1695,84 Saluran Sekunder Phoenix 1 1291,309 53,67 164,80 Saluran Sekunder Techies 1 1096,33 134,51 413,02 Saluran Sekunder Hayabusa 1 531,83 384,37 1180,23 Saluran Sekunder Hayabusa 2 716,88 323,58 993,57 Saluran Sekunder Hayabusa 3 185,8 261,31 802,37 Saluran Sekunder Hayabusa 4 350,88 199,17 611,56 Saluran Sekunder Hayabusa 5 365,2253 74,75 229,52

Jumlah Saluran = 10

b) Skema Jaringan Irigasi

Gambar 3.3 Skema Jaringan Irigasi

(55)
(56)

BAB IV

ANALISIS KEBUTUHAN AIR 4.1 Pengumpulan Data Meteorologi

a.) Pergi ke laman https://dataonline.bmkg.go.id

b.) Login dengan akun yang telah dimiliki atau registrasi jika belum memiliki akun (lihat gambar 4.1)

Gambar 4.1.a Langkah Pengumpulan Data Meteorologi c.) Pilih menu pada pilihan “Data Iklim”, lalu “Data Harian”

Gambar 4.1.b Langkah Pengumpulan Data Meteorologi d.) Pilih lokasi stasiun dan data yang dibutuhkan, dengan cara :

- Pilih Jenis Stasiun menjadi “UPT”

- Pilih Parameter yang akan diunduh dengan memberi tanda - Centang pilihan pada checkboxes, antara lain:

o Curah hujan (RR)

o Kecepatan angin rata-rata (ff_avg) o Kelembapan rata-rata (RH_avg) o Lamanya penyinaran matahari (ss)

(57)

o Temperatur rata-rata (Tavg)

- Pilih Provinsi sesuai lokasi stasiun cuaca yang ditentukan - Isian Kabupaten dibiarkan “Semua”

- Pilih No/Nama Stasiun sesuai nama stasiun cuaca yang ditentukan

- Masukkan Rentang Waktu data iklim yang diinginkan (maksimal 1 bulan) - Klik tombol “Proses”

Gambar 4.1.c Langkah Pengumpulan Data Meteorologi e.) Penilaian dan pengunduhan data yang dibutuhkan

- Beri penilaian terhadap layanan Data Online BMKG, lalu kirimkan

- Setelah terkirim, data diunduh dengan mengklik tombol “XLS” atau “PD

Referensi

Dokumen terkait

Warna-warna yang terdapat pada gambar jumputan pelangi bintik sembilan, yakni: warna merah anggur atau merah marun untuk warna dasar kain (backgraund), warna (biru,

Larutan NaOh : warna mula-mula Biru, Hijau lumut, hijau toska, kuning menjadi Ungu, biru, merah, orange dengan pH=14 maka kesimpulannya adalah

Noda yang dihasilkan untuk argini berwarna biru, asam glutamat merah sedangkan alanin berwarna unguuntuk histidin dan larutan sampel tidak menimbulkan bercak warna sehinggga

- Warna merah untuk Dinas Pendidikan Prov.Jatim - Warna kuning untuk Dinas Pendidikan Kota Surabaya - Warna putih untuk Pendma Kankemenag Kota Surabaya - Warna biru untuk

Dan pada percobaan ke empat, yaitu pencampuran warna merah,dan biru ,dan warna hijau mengguakan filter warna.pencampuran ketiga warna tersebut menghasilkan warna putih,

Reaksi yodium akan menimbulkan warna biru yang menandakan adanya pati dalam sampel, warna merah menunjukkan adanya glikogen dan eritrodekstrin, warna coklat menandakan adanya

Tingkat keberhasilan rata-rata dalam mendeteksi warna dasar adalah 97% untuk warna merah, 10% untuk warna hijau, dan 48% untuk warna biru sehingga dalam

7 Warna-warna yang terdapat pada gambar jumputan pelangi bintik sembilan, yakni: warna merah anggur atau merah marun untuk warna dasar kain (backgraund), warna