• Tidak ada hasil yang ditemukan

7 Risiko Kejadian Diare Akibat Tidak Diberikan ASI Eksklusif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "7 Risiko Kejadian Diare Akibat Tidak Diberikan ASI Eksklusif"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

J. Gizi Kerja dan Produktivitas, Volume 1, Nomor 1, Maret 2020 | 7 Risiko Kejadian Diare Akibat Tidak Diberikan ASI Eksklusif

Risk of diarrhea without exclusive breastfeeding

Mukhlidah Hanun Siregar

1

, Arif Sumatri

2

, Febrianti

3

1

Prodi Gizi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

2&3

Prodi Kesehatan Masyarakat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Email: mukhlidah.hanunsiregar@untirta.ac.id

ABSTRAK

Diare merupakan salah satu penyebab terbesar kematian bayi di Indonesia. Beberapa penelitian telah menunjukkan manfaat ASI eksklusif untuk mencegah diare pada bayi. Dalam beberapa penelitian, risiko diare yang diakibatkan pemberian ASI eksklusif berbeda-beda. Hal ini disebabkan adanya faktor perancu yang mempengaruhi hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare pada bayi usia 0- 6 bulan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko kejadian diare pada bayi 0-6 bulan yang tidak diberi ASI eksklusif dengan pengaruh variabel perancu yang tidak terkontrol yaitu sanitasi lingkungan, perilaku ibu, dan intoleransi laktosa. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain case control dengan populasi bayi usia 0-6 bulan yang terdaftar di Puskesmas. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, dengan perbandingan kasus dan kontrol = 1: 3.

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara kepada ibu bayi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi yang tidak diberi ASI Eksklusif berisiko mengalami diare 2,6 kali lebih banyak dibandingkan bayi yang diberi ASI Eksklusif (CI 95% 0,51-13,04). Kesimpulan ini karena ada faktor lain yang tidak terkontrol dan berpengaruh terhadap kejadian diare, antara lain perilaku ibu (OR = 0,07; CI 95% 0,07- 0,92) dan intoleransi laktosa (OR = 5,57; CI 95% 1,40-22,11). Setiap calon ibu perlu untuk meningkatkan pengetahuan tentang ASI Eksklusif, manfaat, cara menjaga diri agar ibu dapat memberikan ASI Eksklusif, serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi kejadian diare terutama terkait perilaku ibu dalam pengasuhan dan intoleransi laktosa.

Kata kunci: ASI Eksklusif, diare, perilaku ibu, intoleransi laktosa ABSTRACT

Diarrhea is one of the biggest causes of infant mortality in Indonesia. Several studies have shown the benefits of exclusive breastfeeding to prevent diarrhea in babies. In several studies, the risk of diarrhea resulting from exclusive breastfeeding varies. This is due to confounding factors affecting the relationship between exclusive breastfeeding and the incidence of diarrhea in infants aged 0-6 months.

The purpose of this study was to determine the risk of diarrhea in infants 0-6 months who were not exclusively breastfed with uncontrolled confounding variables, namely environmental sanitation, maternal behavior, and lactose intolerance. This study is an analytical study with a case control design with a population of infants aged 0-6 months who are registered at the Puskesmas. Sampling was done by using purposive sampling technique, with a comparison of cases and controls = 1: 3. Data collection was carried out by interviewing the mother of the baby. The results showed that babies who were not given exclusive breastfeeding had a risk of experiencing diarrhea 2.6 times more than babies who were given exclusive breastfeeding (95% CI 0.51-13.04). This conclusion is because there are other uncontrolled factors that influence the incidence of diarrhea, including maternal behavior (OR = 0.07; 95% CI 0.07- 0.92) and lactose intolerance (OR = 5.57; 95% CI. 1.40-22.11). Every prospective mother needs to increase knowledge about exclusive breastfeeding, benefits, how to protect herself so that mothers can provide exclusive breastfeeding, as well as other factors that affect the incidence of diarrhea, especially related to maternal behavior in care and lactose intolerance.

Keywords: Exclusive breastfeeding, diarrhea, maternal behavior, lactose intolerance

(2)

J. Gizi Kerja dan Produktivitas, Volume 1, Nomor 1, Maret 2020 | 8 PENDAHULUAN

Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi yaitu 34 per 100 kelahiran hidup. Angka ini menjadikan Indonesia berada di posisi ke-9 dari 11 negara di Asia Tenggara (Arjoso, 2010). Kematian bayi sering dikaitkan dengan penyakit infeksi seperti ISPA, diare, campak, dan TBC. Di Indonesia, diare merupakan salah satu penyebab terbesar kematian bayi. Hal tersebut bisa terlihat dalam hasil SKRT 1995, SKRT 2001, dan Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa penyebab kematian bayi yang terbanyak adalah diare (31,4%) dan pnemonia (23,8%). Sedangkan untuk penyebab kematian anak balita yang terbanyak adalah diare (25,2%) dan pnemonia (15,5%).

Diare pada bayi sering dikaitkan dengan pemberian ASI eksklusif, status gizi bayi, dan laktosa intoleran (1,2). Dan seringkali dihubungkan dengan kesalahan dalam pemberian makanan tambahan, dimana bayi sudah diberi makanan selain ASI sebelum berusia 6 bulan. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi dan pemberian ASI eksklusif akan menjaga bayi dari penyakit diare. Hal ini disebabkan karena nilai gizi pada ASI yang tinggi, adanya antibodi pada ASI, sel-sel leukosit, enzim, hormon, dan lain-lain yang melindungi bayi terhadap berbagai infeksi (3). ASI eksklusif memiliki peranan besar dalam menjaga bayi dari penyakit diare. Oleh sebab itu, bayi hingga umur 6 bulan dianjurkan diberi ASI eksklusif tanpa pengganti ASI atau makanan pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai berusia 4 – 6 bulan, akan memberikan kekebalan kepada bayi dari berbagai macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena itu, dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif dapat terlindung dari penyakit diare (4).

Dari beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif masih rendah dan kurang dari 80% sesuai ketetapan Kemenkes RI. Hasil survey nasional menunjukkan penurunan angka pemberian ASI eksklusif yaitu SKRT 1992 (63,7%), SKN 2001 47,5%), SDKI 2002 (40%), SDKI 2007 (32%), Riskesdas 2010 (27,2%), Riskesdas 2013 (38%), dan ditemukan kenaikan pada tahun 2018 (74,5%), walaupun ada perbedaan kriteria ASI eksklusif pada tahun 2018 yaitu mendapatkan ASI saja pada usia 0-5 bulan, jadi tidak sampai 6 bulan.

Pada penelitian lain, sanitasi lingkungan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian diare. Rendahnya mutu sanitasi lingkungan merupakan keadaan yang potensial untuk menjadi sumber penularan penyakit diare. Pada beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kondisi sanitasi lingkungan yang buruk dengan kejadian diare pada balita (3).

Faktor lainnya yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah perilaku ibu. Perilaku ibu erat kaitannya dengan penggunaan botol susu, kebersihan botol susu, kebiasaan mencuci tangan, cara membersihkan tinja bayi. Perilaku ibu yang baik terhadap kebersihan diri anak diharapkan bisa mengurangi atau bahkan mencegah kejadian diare pada anak (5,6).

(3)

J. Gizi Kerja dan Produktivitas, Volume 1, Nomor 1, Maret 2020 | 9

Laktosa intoleran merupakan risiko pada pencernaan bayi yang diberikan susu formula sebelum berusia 6 bulan. Pemberian susu formula dapat merusak suasana di dalam usus bayi. Normalnya, laktosa difermentasikan dan menjadi asam laktat, sehingga bisa menjaga pencernaan dari pertumbuhan bakteri yang berbahaya. Ketika bayi diberikan susu formula maka kondisi ini akan terganggu, sehingga menimbulkan alergi dan bayi akan mengalami diare (7,8).

Kabupaten Bogor sebagai salah satu daerah yang pernah mengalami KLB diare, sehingga perlu dianalisis bagaimana risiko kejadian diare pada bayi. Selain itu, ASI eksklusif di daerah ini masih rendah.

Sehingga analisis ini bertujuan untuk mengetahui risiko kejadian diare pada bayi 0 – 6 bulan akibat tidak diberikan ASI eksklusif dengan memperhatikan faktor konfounding yaitu perilaku ibu, sanitasi lingkungan, dan laktosa intoleran. Selain itu, gambaran dari masing-masing faktor juga menjadi tujuan khusus dari penelitian ini.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan analisis terhadap data sekunder dan primer kejadian diare pada bayi usia 0 – 6 bulan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Gunung Sindur pada tahun 2011. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah case control, yaitu meneliti risiko kejadian diare pada bayi akibat tidak diberikan ASI eksklusif. Variabel dependen penelitian adalah kejadian diare pada bayi usia 0 – 6 bulan. Adapun variabel independen yaitu pemberian ASI eksklusif, perilaku ibu, sanitasi lingkungan, dan laktosa intoleran.

Populasi penelitian ini adalah semua bayi usia 0 – 6 bulan yang tercatat pernah berobat sejak Desember 2010 – Juni 2011 ke Puskesmas. Dan sampel yang diambil diklasifikasikan menjadi kasus dan kontrol. Kasus adalah bayi usia 0 – 6 bulan yang berobat ke Puskesmas dan didiagnosis diare oleh dokter, sedangkan kontrol adalah bayi usia 0 – 6 bulan yang berobat ke Puskesmas dan didiagnosis sakit selain diare. Perbandingan kasus dan kontrol sebesar 1 : 3, kasus sebanyak 16 bayi, dan kontrol 48 bayi.

Variabel independen diperoleh dengan wawancara kepada ibu bayi. Pemberian ASI eksklusif diklasifikasikan dalam dua kriteria, yaitu diberi ASI eksklusif atau tidak diberi ASI eksklusif.

Data sanitasi lingkungan ditinjau dari ketersediaan jamban, kesehatan jamban, tempat pembuangan kotoran, lokasi jamban dengan sumber air, pengolahan sampah, keadaan saluran air limbah, dan sumber air memasak. Semua indikator diberikan nilai, nilai yang kurang dari sama dengan 60%

dinilai buruk dan di atas 60% dinilai baik (9). Perilaku ibu dinilai dari beberapa aspek yang terkait dengan kebersihan bayi yaitu penggunaan botol susu, cara membersihkan botol susu, perilaku cuci tangan sebelum memberikan ASI, dan cara membersihkan tinja bayi. Semua indikator diberikan nilai, nilai yang kurang dari sama dengan 60% dinilai buruk dan di atas 60% dinilai baik (10). Sedangkan laktosa intoleran dikategorikan dengan dua kriteria, yaitu yang berpotensi laktosa intoleran dan tidak laktosa

(4)

J. Gizi Kerja dan Produktivitas, Volume 1, Nomor 1, Maret 2020 | 10

intoleran. Laktosa intoleran dinilai dengan konsumsi susu formula/sapi dengan waktu pemberian lebih dari sekali dalam tiga hari (11).

Data dianalisis dengan program penganalisis data. Analisis yang dilakukan meliputi analisis deskriptif untuk mengetahui distribusi kasus dan kontrol pada masing-masing variabel independen. Selain itu, dilakukan uji Chi Square untuk mengetahui hubungan dan risiko antara variabel independen dengan variabel dependen.

HASIL

Hasil penelitian disajikan dalam dua tabel yaitu distribusi bayi berdasarkan karakteristik ibu dan bagian kedua menjelaskan hubungan variabel pemberian ASI eksklusif, sanitasi lingkungan, perilaku ibu, dan laktosa intoleran terhadap kejadian diare pada bayi 0 – 6 bulan.

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa proporsi umur ibu terbesar ada pada umur 20 – 40 tahun yaitu (87,5%) dibandingkan umur di atas 40 tahun (1,6%), dan didapati ibu bayi dengan umur dibawah 20 tahun (10,9%). Berdasarkan jenis pekerjaan, proporsi terbesar jenis pekerjaan ibu adalah ibu rumah tangga (85,9%), kemudian buruh (10,9%), dan guru (3,2%). Berdasarkan besar keluarga, proporsi terbesar adalah keluarga kecil dengan anak < 3 orang (75,0%), dan keluarga sedang dengan anak 3 – 5 orang (21,9

%) dan ditemukan keluarga besar dengan anak lebih besar sama dengan 5 orang (3,1%). Berdasarkan tingkat pendidikan ibu, proporsi terbesar pendidikan ibu adalah SD (39,1%), kemudian SMA (32,8%), SLTP (25%), diploma (1,55%), dan perguruan tinggi (1,55%).

(5)

J. Gizi Kerja dan Produktivitas, Volume 1, Nomor 1, Maret 2020 | 11

Tabel 1. Distribusi bayi menurut karakteristik ibu

No Karakteristik Ibu

Status Responden Total

Kasus (%) Kontrol (%) n (%)

1. Umur Ibu

<20 tahun 20 – 40 tahun

> 40 tahun

1 14 1

14,7 25,0 100,0

6 42 0

85,7 75,0 0

7 56 1

10,9 87,5 1,6

Jumlah 16 25,0 48 75,0 64 100

2. Pekerjaan Ibu RT Buruh Guru

12 4 0

21,8 57,1 0

43 3 2

78,2 42,9 100

55 7 2

85,9 10,9 3,2

Jumlah 16 25,0 48 75,0 64 100

3. Jumlah anak Kecil : < 3 Sedang : 3 – 5 Besar : > 5

13 3 0

27,1 21,4 0

35 11 2

72,9 78,8 100

48 14 2

75 21,9 3,1

Jumlah 16 25,0 48 75,0 64 100

4. Pendidikan Ibu SD

SLTP/sederajat SLTA/sederajat Diploma Sarjana

3 6 7 0 0

12,0 37,5 33,3 0 0

22 10 14 1 1

88,0 62,5 66,7 100,0 100,0

25 16 21 1 1

39,1 25 32,8 1,55 1,55

Jumlah 16 25,0 48 75,0 64 100

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa proporsi terbesar adalah ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif (76,6%), dan ibu yang memberikan ASI eksklusif (23,4%). Dari tabel terlihat bahwa proporsi sanitasi lingkungannya buruk yaitu (31,2%) lebih kecil dibandingkan dengan sanitasi baik (68,8%).

Proporsi perilaku ibu baik (51,6%) lebih besar dibandingkan dengan proporsi perilaku ibu buruk (48,4%).

Berdasarkan laktosa intoleran proporsi bayi dengan laktosa intoleran (53,1%) lebih banyak dibandingkan bayi yang tidak mengalami laktosa intoleran (46,9%).

Tabel 2. Hubungan dan risiko dari pemberian ASI eksklusif, sanitasi lingkungan, perilaku ibu, laktosa intoleran terhadap kejadian diare

Variabel Kategori Status Responden Total Nilai OR Kasus (%) Kontrol (%) n (%)

ASI eksklusif

Tidak Ya

14 2

28,6 13,3

35 13

71,4 86,7

49 15

76,6 23,4

2,6 (0,518-13,041) Sanitasi

lingkungan

Buruk Baik

6 10

30,0 22,7

14 34

70,0 77,3

20 44

31,2 68,8

1,457 (0,444-4,781) Perilaku Ibu Buruk

Baik

4 12

12,9 36,4

27 21

87,1 63,6

31 33

48,4 51,6

0,259 (0,073-0,921) Laktosa

Intoleran

Ya Tidak

13 3

36,1 10,7

21 27

61,8 90,0

34 30

53,1 46,9

5,571 (1,403-22,120)

Jumlah 16 25,0 48 75,0 64 100

(6)

J. Gizi Kerja dan Produktivitas, Volume 1, Nomor 1, Maret 2020 | 12

Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan signifikan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare. Nilai OR dari variabel ASI eksklusif dengan kejadian diare adalah sebesar 2,6, artinya bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif memiliki risiko terkena diare sebesar 2,6 kali lebih besar daripada bayi yang diberikan ASI eksklusif. Begitu juga dengan variabel sanitasi lingkungan, tidak ada hubungan signifikan dengan kejadian diare. Nilai OR sebesar 1,457, artinya bayi yang berada lingkungan dengan sanitasi buruk memiliki risiko terkena diare sebesar 1,457 kali lebih besar daripada bayi yang berada di lingkungan dengan sanitasi baik.

Variabel yang ditemukan berhubungan signifikan adalah perilaku ibu dengan OR sebesar 0,259 (OR<1), ini menunjukkan faktor perilaku ibu menjadi faktor proteksi terhadap terjadinya kejadian diare, dengan kata lain adanya faktor ini menjadi salah satu pencegah terjadinya penyakit diare. Laktosa intoleran juga ditemukan berhubungan signifikan dengan kejadian diare, dengan nilai OR sebesar 5,571, artinya bayi yang berpotensi laktosa intoleran memiliki risiko terkena diare sebesar 5,571 kali lebih besar daripada bayi yang tidak berpotensi laktosa intoleran.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif memiliki hubungan yang tidak signifikan dengan kejadian diare pada bayi usia 0 – 6 bulan. Hasil ini berbeda dengan beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif memiliki hubungan signifikan dengan diare (12,13).

Fokus pada penelitian ini adalah melihat besar risiko kejadian diare dengan metode penelitian case control, sehingga diperoleh bahwa bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif memiliki risiko terkena diare sebesar 2,6 kali lebih besar daripada bayi yang diberikan ASI eksklusif. Selain itu perlu diketahui bahwa sebanyak 34,4% bayi yang tidak ASI eksklusif karena diberikan susu formula di awal masa kelahiran. Hal ini dikarenakan ASI belum keluar, persalinan sesar, atau puting kecil. Dan setelah kondisi ibu pulih, ibu langsung memberikan ASI tanpa susu formula sampai usia 6 bulan kepada bayi, sehingga diduga pencernaan bayi yang sempat terganggu kembali membaik dengan diberikan ASI.

Hasil statistik menunjukkan bahwa variabel perilaku ibu dan laktosa intoleran berhubungan signifikan terhadap kejadian diare. Variabel yang diduga paling berperan yaitu laktosa intoleran. Data menunjukkan bahwa bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif sebanyak 57,6% diberikan susu formula.

Pada penelitian ini, kejadian intoleransi laktosa hanya dinilai dari potensi kejadian yaitu pemberian susu formula. Hasil menunjukkan bahwa risiko kejadian diare sebesar 5,571 kali pada bayi yang berpotensi mengalami intoleransi laktosa. Pada bayi diberikan susu formula maka kondisi pertumbuhan bakteri baik dalam usus tidak berkembang dengan baik. Selain itu, vitamin yang harusnya dibentuk di usus tidak dapat dibentuk sehingga sangat merugikan perkembangan bayi yang sedang mengalami tumbuh kembang pesat (7). Oleh karena itu, pada balita yang telah melewati masa ASI

(7)

J. Gizi Kerja dan Produktivitas, Volume 1, Nomor 1, Maret 2020 | 13

eksklusif perlu diperhatikan penggunaan susu formula, jika ada gejala mengarah kepada alergi susu hewani dapat diganti dengan susu kedelai atau jenis susu lainnya.

Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada bayi 0 – 6 bulan. Penelitian ini sejalan dengan Pratama(14) yang menunjukkan bahwa sebagian besar indikator sanitasi lingkungan tidak berhubungan dengan kejadian diare, indikator yang berhubungan adalah kondisi tempat sampah. Sebaliknya, hasil ini tidak sesuai dengan penelitian (3,15) yang menunjukkan adanya hubungan signifikan sanitasi lingkungan dengan kejadian diare. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain, misalnya walaupun responden menggunakan air sumur untuk minum, tetapi dimasak hingga mendidih sehingga rasa, bau, dan warnanya hilang maka kemungkinan penularan penyakit diare melalui air minum sedikit. Selain itu, sanitasi lingkungan yang buruk juga terkait dengan perilaku ibu dalam menjaga kebersihan bayi. Sehingga harus dipertimbangkan bagaimana perilaku ibu dalam menjaga kesehatan bayi. Alasan lainnya adalah disebabkan pada penelitian ini tidak dilakukan observasi mengenai kondisi sanitasi lingkungan rumah, sehingga kemungkinan pengetahuan responden baik tetapi perilaku dalam menjaga sanitasi lingkungan buruk.

Hasil analisis variabel perilaku ibu menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan kejadian diare pada bayi. Hasil penelitian ini sejalan dengan Taosu(16), Laksmi(17), dan Pratama(14).

Perilaku ibu berperan penting dalam pencegahan diare pada bayi. Diantara kebiasaan ibu yang harus dilakukan yaitu penggunaan botol susu yang steril, penggunaan air minum, kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan ASI, serta cara membersihkan tinja bayi yang baik. Selain itu, ibu tetap perlu menambah pengetahuan terkait pencegahan diare pada bayi. Kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum memberikan ASI merupakan salah satu kebiasaan buruk yang sering terjadi. Kebiasaan ini membahayakan bayi karena tangan ibu akan menyentuh payudara dan bisa menularkan kuman yang ada di tangan. Selain itu, sebesar 59,7% ibu menggunakan botol susu. Botol susu merupakan salah satu wadah penularan penyakit diare jika tidak dibersihkan dengan baik. Dalam penelitian ini, faktor perilaku ibu tidak menjadi faktor risiko kejadian diare pada bayi 0 – 6 bulan, tetapi menjadi faktor proteksi yang bisa menjaga bayi dari terjadinya diare. Menurut peneliti, ini juga terkait dengan usia bayi masih di bawah 6 bulan, sehingga ibu cenderung menjaga perilakunya dalam mencegah bayi dari diare.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bayi memiliki risiko kejadian diare sebesar 2,6 kali apabila tidak diberikan ASI eksklusif. Tentunya hasil ini tetap mempertimbangkan faktor konfounding lain yang belum bisa dikontrol pada penelitian ini. Faktor konfounding yang berhubungan dengan kejadian diaere adalah perilaku ibu dan laktosa intoleran. Sehingga, disarankan untuk penelitian berikutnya untuk mengendalikan variabel perilaku ibu dan laktosa intoleran untuk mendapatkan hasil

(8)

J. Gizi Kerja dan Produktivitas, Volume 1, Nomor 1, Maret 2020 | 14

penelitian yang lebih valid tentang risiko kejadian diare pada bayi 0 – 6 bulan akibat tidak diberikan ASI eksklusif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Strand TA, Sharma PR, Gjessing HK, Ulak M, Chandyo RK, Adhikari RK, et al. Risk factors for extended duration of acute diarrhea in young children. PLoS One. 2012;7(5):3–8.

2. Yilgwan CS, Okolo SN. Prevalence of diarrhea disease and risk factors in Jos University Teaching Hospital, Nigeria. Ann Afr Med. 2012;11(4):217–21.

3. Turin CG, Ochoa TJ. The Role of Maternal Breast Milk in Preventing Infantile Diarrhea in the Developing World. Vol. 1, Current Tropical Medicine Reports. 2014. p. 97–105.

4. Martin C, Ling P-R, Blackburn G. Review of Infant Feeding : Key Features of Breast Milk and Infant Formula. Nutrients. 2016;8(279):1–11.

5. Caruso B, Stephenson R, Leon JS. Maternal behavior and experience, care access, and agency as determinants of child diarrhea in Bolivia. Rev Panam Salud Publica. 2010;28(6):429–39.

6. Null C, Stewart CP, Pickering AJ, Dentz HN, Arnold BF, Arnold CD, et al. Articles Effects of water quality, sanitation, handwashing, and nutritional interventions on diarrhoea and child growth in rural Kenya : a cluster-randomised controlled trial. Lancet Glob Heal [Internet].

2018;6(3):e316–29. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/S2214-109X(18)30005-6

7. Rangel AHDN, Sales DC, Urbano SA, Galvão JGB, de Andrade Neto JC, Macêdo CDS. Lactose intolerance and cow’s milk protein allergy. Food Sci Technol. 2016;36(2):179–87.

8. Thiagarajah JR, Kamin DS, Acra S, Goldsmith JD, Roland JT, Lencer WI, et al. Advances in Evaluation of Chronic Diarrhea in Infants [Internet]. Vol. 154, Gastroenterology. The American Gastroenterological Association; 2018. p. 2045-2059.e6. Available from:

https://doi.org/10.1053/j.gastro.2018.03.067

9. Rahmah S. Hubungan Perilaku Ibu yang Memiliki Anak Balita usia 2 – 5 tahun terhadap Kejadian Diare di kecamatan Suka Makmur kabupaten Aceh Besar tahun 2006. USU; 2007.

10. Kasman. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Air Dingin Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat tahun 2003. USU; 2004.

11. Purwanti HS. Konsep Penerapan Asi Eksklusif Buku Saku Untuk Bidan. Jakarta: EGC; 2004.

12. Tamimi MA, Jurnalis YD, Sulastri D. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare pada Bayi di Wilayah Puskesmas Nanggalo Padang. J Kesehat Andalas. 2016;5(1):149–53.

13. Rahmadhani EP, Lubis G, Edison. Artikel Penelitian Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare Akut pada Bayi Usia 0-1 Tahun di Puskesmas Kuranji Kota Padang. J Kesehat Andalas. 2013;2(2):62–6.

14. Pratama RN. Hubungan antara Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Sumurejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. J Kesehat Masy. 2013;2(1):1–10.

(9)

J. Gizi Kerja dan Produktivitas, Volume 1, Nomor 1, Maret 2020 | 15

15. Syah L, Yuniar N, Ardiansyah R. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Kerja Puskesmas Andoolo Utama Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2018. Jimkesmas J Ilm Mhs Kesehat Masy. 2017;2(6):1–10.

16. Taosu SA, Azizah R. Hubungan Sanitasi Dasar Rumah dan Perilaku Ibu Rumah Tangga dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Bena Nusa Tenggara Timur. J Kesehat Lingkung.

2013;7(1):1–6.

17. Laksmi NPA, Windiani IT, Hartawan INB. Hubungan Perilaku Ibu terhadap Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sukawati I Periode Bulan November Tahun 2013. 2013.

Referensi

Dokumen terkait

pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare akut pada bayi usia 1-6 bulan. di wilayah kerja Puskesmas

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan pekerjaan ibu yang tidak memberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada bayi..

Bayi yang tidak diberi ASI eksklusif terjadi diare sebanyak 7 orang (23,3%) dan yang tidak terjadi diare adalah sebanyak 9 orang (30%). Tidak ada hubungan yang signifikan

Tabel hubungan pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare akut pada bayi usia 6-12 bulan di Puskesmas Kuranji Kota Padang menunjukkan bahwa kejadian diare pada

Suyatno (2014) menyebutkan bahwa MP- ASI pada bayi 4 bulan pertama kehidupannya tidak memperngaruhi perubahan status gizi bayi, tetapi dapat meningkatkan episode kejadian

Terdapat perbedaan jumlah episode dan lama hari sakit batuk pilek pada bayi usia 7-12 bulan dengan riwayat pemberian ASI Eksklusif dan tidak ASI Eksklusif (p&lt;0,005). Simpulan :

Hasil penelitian ini mendukung hipotesis yang dikemukakan pada bab sebelumnya, yaitu ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada bayi

Analisa bivariat dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah