Doi Artikel: 10.46306/rj.v3i2.75 346
PARADIGMA HUKUM SEBAGAI TOOL ENGINEERING:
BERSIFAT PREVENTIF ATAU REPRESIF?
Mohammad Akmal Yahdika1
1Universitas Muhammadiyah Malang, Email: [email protected]
ABSTRAK
Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup dalam kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan yang berbeda-beda antara satu sama lain. Untuk mengatur dan mengkontrol kehidupan yang heterogen tersebut, diperlukan suatu alat atau mekanisme yang harus dilakukan dan ditaati oleh seluruh masyarakat sosial. Hukum hadir di tengah-tengah kehidupan sosial tersebut dalam bentuk peraturan maupun norma untuk mengatur agar dapat tercipta kesejahteraan dan kedamaian. Agar dapat bekerja dengan optimal, maka dirasa perlu dilakukan identifikasi terlebih dahulu terkait sifat hukum itu sendiri, apakah bersifat preventif atau represif. Metode penelitian yang dilakukan untuk mengidentifikasi sifat hukum sebagai tool engineering adalah kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Hal tersebut didukung dengan teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan studi kepustakaan yang bisa berupa buku, jurnal maupun artikel dan studi dokumen berupa perundang-undangan. Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat kemudian disimpulkan bahwa pada dasarnya hukum harus bersifat preventif dan represif pada saat yang bersamaan. Hal ini dapat ditinjau dari tujuan pembentukan hukum yang salah satunya adalah untuk mencegah terjadinya kerusuhan dan kekacauan. Pada saat yang bersamaan, hukum juga menjadi landasan untuk menindaklanjuti apabila kerusuhan dan kekacauan tersebut tidak dapat dicegah dengan sifat hukum preventif.
Kata Kunci: Tool Engineering, Sifat Hukum, Preventif, Represif.
ABSTRACT
Human are social beings who live in a group of people that have different interests from one another. To regulate and control this heterogeneous life we need a tool or mechanism that must be carried out and obeyed by all social communities. From that, law is present in the midle of social life in the form of rules and norms to regulate so that prosperity and peace can be created. In order to work optimally, it is necessary to identify the nature of the law itself, wheter it is preventive or repressive. The research method used to identify the nature of law as an engineering tool is qualitative with an normative juridicial approach. This is supported by techniques for collecting legal materials using library research which can be in the form of books, journals or articles and document studies in the form of legislation. From the results of the research cunducted, it can be concluded that basically law must be preventive and repressive at the same time. This can be seen from the purpose of law formation that one of them is to prevent riots and chaos. At the same time, the law is can used to be a basis to take care if there is chaos or riots that cannot be prevented by the nature of preventive law.
Key Words: Tool Engineering, Nature of Law, Preventive, Repressive.
Doi Artikel: 10.46306/rj.v3i2.75 347
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
Ubi Societas Ibi Ius. Adagium tersebut tentunya sudah tidak asing terdengar apabila membahas yang bersangkutan dengan hukum. ‘Dimana ada masyarakat, disitu ada hukum’
merupakan arti dari adagium tersebut. Berangkat dari hal itu, maka hukum dapat dibilang sebagai suatu unsur yang cukup penting atau bahkan vital keberadaannya pada kehidupan masyarakat sosial. Menjadi semakin masuk akal apabila mengingat bahwa sejak zaman dahulu kehidupan bersosial telah mengenal dan menggunakan hukum sebagai alat atau tool engineering untuk mengatur dan mengkontrol aturan-aturan dasar dalam kehidupaan, sederhananya adalah hukum teritorial yang diberlakukan oleh manusia purbakala. Namun demikan, seiring perkemangaan zaman, bukannya menghilang taapi hukum juga ikut berkembang mengikuti kebudayaan-kebudayaan yang dianut oleh masyarakat. Perkembangan tersebut dapat dilihat baik dari bentuknya, fungsinya bahkan hingga definisi hukum itu sendiri. Hal tersebut mencerminkan bahwa sejatinya hukum tidak akan pernah menghilang dan akan selalu mengikuti kehidupan sosial yang ada. Jika demikian, maka dapat diabayangkan apa yang akan terjadi apabila hukum tidak ikut hadir dalam kehidupan masyarakat. Sebagai contoh, akan terdapat banyak kekacauan yang dilandasi kepentingan antara individu atau kelompok sosial.
Sebagai tindak lanjut dari kerangka berpikir tersebut, maka muncul pertanyaan dasar mengenai fungsi hukum yaitu untuk mencegah terjadinya kekacauan yang timbul atau sebagai langkah terakhir untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. Jawaban dari pertanyaan tersebut tidak serta merta hanya satu dari dua opsi yang diberikan, bisa saja kedua opsi tersebut merupakan jawaban dan dapat dilaksanakan secara bersaman. Untuk mengetahui hal tersebut, maka selayaknya membangun landasan berpikir yang mendasar mengenai hukum itu sendiri menjadi sesuatu yang penting. Hal tersebut sesuai dengan salah satu output dari ilmu filsafat yang menekankan untuk menemukan jawaban dari pertanyaan- pertanyaan mendasar sehingga pada akhirnya dapat terbentuk kerangka berpikir yang runtut dan terstruktur. Jika kemudian ternyata keduanya benar, yakni hukum berfungsi untuk mencegah terjadinya kekacauan dan sekaligus sebagai langkah terakhir untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, maka pembahasan pada topik ini akan mengarah kepada kajian epistemologi fungsi hukum.
Doi Artikel: 10.46306/rj.v3i2.75 348
Para filsuf Eropa pasca modernisme yang tergabung dalam Frankfurter Schule memiliki pemikiran untuk selalu mencoba mempertanyakan apa yang dianggap benar.
Sehingga dalam hal ini, apabila fungsi hukum adalah untuk mencegah, maka apa yang menjadikan hukum dapat menjadi tool engineering untuk mencegah terjadinya kekacauan.
Selain itu, bagaimana hukum bisa berfungsi untuk mencegah terjadinya kekacauan. Disisi lain, jika hukum berfungsi sebagai langkah terakhir untuk mengatasi permasalahan, maka apakah kemudian hanya hukum yang dapat menjadi jalan keluar untuk mengatasi masalah.
Pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti itu terkadang dilupakan oleh sebagian orang. Oleh sebab itu pada kajian epistemologi ini akan berfungsi sebagai landasan dasar dalam berpikir mengenai fungsi hukum. Selain itu, pembahasan ini juga dapat menjawab keraguan atas hukum yang mana hal tersebut juga sesuai dengan salah satu prinsip yang melatarbelakangi lahirnya ilmu filsafat, yaitu adanya keraguan atas hipotesa maupun kebenaran.
METODE PENELITIAN
Terdapat beberapa aspek dalam metode penelitian normatif, diantaranya adalah penelitian terhadap sistematika hukum, perbandingan hukum, sinkronasi hukum serta asas- asas hukum. Karena pada dasarnya, penelitian dengan menggunakan metode normatif adalah sebuah prosedur yang dalam penelitiannya bertujuan untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum. Untuk kemudian mendapatkan keilmuan atau pengetahuan hukum maka harus melakukan pencarian maupun penelitian melalui metode ilmiah. Metode penelitian normatif tersebut kemudian didukung dengan teknik pengumpulan bahan hukum denga studi kepustakaan dan studi dokumen. Pengertian dari studi kepustakaan adalah upaya dalam penelitian untuk mengumpulkan data, membaca, mencatat sekaligus mengolah bahan penelitian. Bahan hukum yang digunakan sendiri juga kemudian dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah primer, sekunder dan tersier
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Hukum Sebagai Tool Engineering Pada Kehidupan Sosial
Untuk mengidentifikasi sifat hukum sebagai tool engineering dalam kehidpuan sosial masyarakat perlu diawali dengan mengetahui pengetahuan yang mendasar mengenai hukum itu sendiri yang kemudian nantinya akan menjadi pondasi dalam menyusun kerangka
Doi Artikel: 10.46306/rj.v3i2.75 349
berpikir, yaitu diantaranya adalah definisi hukum, tujuan dari pembuatan hukum, asas-asas hukum hingga pada akhirnya adalah sifat hukum. Sebagai permulaan, yang perlu diketaqhui adalah definisi dari hukum. Pada dasarnya, terdapat beebrapa jawaban untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang dimaksud dengan hukum, hal itu tergantung dari sudut pandang atau perspektif apa yang digunakan untuk menjawab, oleh sebab itu pada hakekatnya definisi dari hukum merupakan sesuatu yang abstrak. Mengacu pada penjelasan tersebut, terdapat kemungkinan-kemungkinan yang selanjutnya dapat digunakan untuk mendefinisikan hukum, diantaranya:
a) Berdasarkan sifatnya, yaitu mendasar, logis, religius dan etis.
b) Berdasarkan sumbernya, yaituundang-undang.
c) Berdasarkan efeknya, yaitu dalam kehidupan masyarakat sosial.
d) Berdasarkan metodenya, yaitu pernyataan formal serta pelaksanaan otoritasnya.
e) Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai.
Menurut pengertian singkat tersebut, maka dapat dimengerti mengapa terdapat banyak sekali definisi dari hukum bukannya hanya satu definisi saja. Kemudian untuk memperdalam pemahaman mengenai definisi hukum, terdapat beberapa pendapat para ahli mengenai hukum, seperti pendapat Ceorg Frenzel yang menggunakan paham sosiologis dalam mendefinisikan hukum berpendapat bahwa hukum pada dasarnya hanya merupakan sebuah rechtgewohnheiten atau suatu keabsahan. Sedangkan menurut Emmanuel Kant, hukum merupakan segala kondisi yang menjadi kombinasi antara keinginan pribadi seseorang dengan yang lain yang sesuai dengan hukum umum kemerdekaan. Selain itu menurut filsuf Yunani yaitu Aristoteles, hukum adalah suatu kumpulan yang bersifat teratur, mengikat dan menghakimi masyarakat. Dengan cara yang lain, Aristoteles juga menyampaikan bahwa hukum adalah suatu jenis ketertiban, sehingga hukum yang baik dapat diartikan dengan ketertiban yang baik pula dan akal yang tidak dipengaruhi oleh nafsu. Pengertian hukum yang berhubungan dengan akal menurut Aristoteles serupa dengan filsuf Inggris yaitu John Langshaw Austin yang berpendapat bahwa hukum merupakan peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk berakal oleh makhluk berakal yang memiliki kuasa atas dirinya. Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya definisi dari hukum adalah sebuah produk ciptaan manusia berakal yang didalamnya terdapat aturan-aturan untuk mengatur dan mengkontrol kepentingan dan kehidupan masyarakat sosial.
Doi Artikel: 10.46306/rj.v3i2.75 350
Setelah mengetahui definisi dari hukum itu sendiri, yang selanjutnya perlu dipahami adalah tujuan dari pembuatan hukum. Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Riduan Syahrani yang mendefinisikan hukum berdasarkan tujuan yang ingin dicapai.
Sehingga dalam proses pembuatan hukum, diperlukan tujuan yang hendak diakomodir pada hukum tersebut. Mochtar Kusuatmadja berpendapat bahwa tujuan utama dari pembuatan hukum adalah ketertiban yang dibutuhkan sebagai syarat pokok oleh masyarakat untuk menciptakan keteraturan dan keadilan. Selain itu, secara garis besar terdapat dua tujuan pembuatan hukum yang dibagi menjadi teori klasik dan modern sebagai berikut:
Teori Klasik
Teori Etis
Tujuan hukum semata-mata adalah untuk mewujudkan keadilan
Teori Utilitas
Tujuan hukum semata-mata adalah untuk mewujudkan kemanfaatan
Teori Legalistik
Tujuan hukum semata-mata adalah untuk mewujudkan kepastian hukum
Teori Modern
Teori Prioritas Baku
Tujuan hukum mencakup:
1. Justice 2. Utility
3. Legal certainty
Teori Prioritas Kasuistik
Tujuan hukum mencakup keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum namun dengan menggunakan skala prioritas berdasarkan kasus.
Topik yang selanjutnya akan dibahas adalah mengenai fungsi hukum. Setelah mengetahui tujuan dari pembuatan hukum, maka perlu dilihat apakah hukum telah berfungsi sebagaimana tujuan dari pembentukannya. Setidaknya terdapat dua penjelasan terkait fungsi hukum, yaitu yang pertama adalah hukum berfungsi hanya untuk mengikuti perubahan dalam
Doi Artikel: 10.46306/rj.v3i2.75 351
masyarakat yang pada akhirnya terdapat peraturan yang disahkan dengan mengikuti perubahan tersebut. Penjelasan yang kedua adalah berbanding terbalik dengan yang pertama, yang mana dalam hal ini hukum dapat berfungsi sebagai sarana atau wadah untuk melakukan perubahan dalam kehidupan masyarakat. Sehingga dapat dipahami bahwa terdapat perbedaan mendasar pada kedua fungsi hukum tersebut, yaitu hukum digunakan sebagai sarana untuk melakukan perubahan dan hukum yang akan mengikuti perubahan tersebut. Berangkat dari hal tersebut, maka fungsi hukum secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga, diantaranya:
a) Sebagai alat ketertiban dan mengatur masyarakat
Hal ini disebabkan karena hukum dengan sendirinya mencerminkan pedoman atau petunjuk kepada masyarakat tentang cara bertindak dan berperilaku, mengatur sedemikan rupa apa yang dilarang dan menunjukan yang benar dan salah.
b) Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial
Keadilan sosial dapat terwujud jika hukum berfungsi sebagaimana mestinya, sebab dalam salah satu sifat hukum yaitu mengikat dapat meberikan sanksi kepada masyarakat yang melakukan pelanggaran sehingga yang menjadi korban dari pelanggaran tersebut dapat mendapat keadilan.
c) Sebagai penggerak pembangunan
Dalam berfungsi sebagai penggerak pembangunan, hukum bekerja dengan membawa masyarakat menjadi lebih maju dengan memberikan regulasi-regulasi yang dapat memajukan kehidupan masyarakat seperti pada bidang pendidikan.
Maka dari itu menjadi penting untuk melakukan pengkajian terhadap hukum agar kemudian pada implementasinya tidak hanya mengedepankan aspek legalitasnya saja melainkan juga perlu untuk memperhatikan aspek living law yang hidup diantara kehidupan masyarakat. Dengan turut memperhatikan aspek living law, diharapkan kemudian ketiga fungsi hukum tersebut dapat berjalan dengan baik sebab bagaimanapun juga hukum juga harus memperhatikan masyarakat dalam menjalankan fungsinya sebagai alat pengendalian sosial.
Dari penjelasan mengenai definisi, tujuan hingga fungsi dari hukum, maka sudah saatnya untuk kemudian membahas sifat dari hukum yang menjadi pertanyaan mendasar pada penelitian ini, yaitu bersifat preventif atau represif. Dengan mempertimbangkan segala aspek
Doi Artikel: 10.46306/rj.v3i2.75 352
sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa pada dasarnya hukum memiliki kedua sifat tersebut yang artinya tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain. Hukum akan menjalankan sifatnya berupa represif ketika mempertimbangkan fungsi hukum untuk mewujudkan keadilan, sehingga akan memaksa masyarakat yang melakukan pelanggaran hukum untuk bertanggung jawab atas perbuatannya serta menerima sanksi sebagai konsekuensi. Pada sisi lain, hukum akan menjalankan sifatnya yang preventif untuk mencegah masyarakat melakukan perbuatan atau perilaku yang dapat menimbulkan kekacauan atau kerusuhan dengan melarang hal terrsebut serta memberikan sanksi apabila dilanggar. Dengan adanya peraturan yang mengatur akan hal tersebut maka masyarakat akan mengerti dan sebisa mungkin tidak melakukan perbuatan tersebut dengan tujuan agar tidak mendapatkan sanksi.
Cara hukum Bekerja Sebagai Tool Engineering Pada Kehidupan Sosial
Dalam mengatur kehidupan sosial masyarakat, hukum bekerja dengan cara mengkontrol perilaku dan perbuatan mereka melalui peraturan-peraturan yang menjadi pedoman bagi masyarakat tersebut. Dalam menyikapi hukum sebagai tool engineering untuk masyarakat dapat ditinjau dari aspek yuridis normatif yang berarti hukum dapat memberikan definisi dari tingkah laku yang salah atau menyimpang beserta akibatnya. Selain itu, hukum juga bekerja dengan cara menjadi simbol bagi masyarakat. Pengertian dari hukum bekerja sebagai simbol adalah hukum yang hadir ditengah-tengah masyarakat merupakan sebuah cerminan dari pemahaman hukum oleh masyarakat tersebut, sehingga jika pada kehidupan sosial terjadi perbuatan atau perilaku yang bertentangan dengan hukum maka masyarakat akan melakukan penolakan terhadap hal tersebut sebab secara tidak langsung mereka telah memahami bahwa perbuatan tersebut merupakan hal yang salah. Penjelasan tersebut seakan- akan mempertegas hubungan antarra hukum dengan manusia yang pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan. Hukum terlahir dari keinginan atau kehendak manusia untuk menciptakan suatu kondisi yang aman dan kondusif, sehingga hukum merupakan sebuah cerminan atas kehendak dan keinginan manusia yang memiliki peran dan fungsi yang vital untuk melindungi sekaligus menjaga manusia dalam berinteraksi sosial. Sehingga hukum dapat dikatakan bekerja sebagai alat rekayasa sosial untuk menciptakan keamanan dan ketertiban yang sebagaimana dikehendaki oleh manusia.
Dalam mengendalikan kehidupan sosial, hukum memiliki dua sifat, yaitu preventif dan represif. Sifat preventif berarti sebuah upaya untuk pengendalian sebelum terjadinya
Doi Artikel: 10.46306/rj.v3i2.75 353
peristiwa, sedangkan represif berarti sebuah upaya pengendalian setelah terjadinya peristiwa.
Untuk mensukseskan hal tersebut, satu hal yang dirasa cukup penting dan berpengaruh besar adalah tingkat kesadaran hukum di masyarkat. Dengan memiliki tingkat kesadaran hukum yang baik, maka pengertian dan pemahaman mengenai norma maupun kaidah-kaidah yang dijunjung oleh masyarkat mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan akan semakin tergambar jelas sehingga pada akhirnya tercipta kehidupan yang tertib dan damai. Dalam hal kesadaran hukum, selanjutnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a) Legal consciouness as within the law
Hal ini dapat diartikan sebagai kesadaran hukum berupa ketaatan hukum yang berada dalam hukum dan sesuai dengan aturan hukum yang disadari atau dipahami.
b) Legal consciouness as against the law
Hal ini dapat diartikan sebagai kesadaran hukum dalam wujud menentang hukum atau melanggar hukum.
Dari kedua jenis hukum tersbut, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap individu telah memiliki kesadaran hukum yang tercermin dari pemahaman hukum sekalipun pemahaman tersebut berbeda. Selain sebagai alat rekayasa untuk mengatur arah kehidupan masyarakat, hukum juga bekerja sebagai suatu alat mekanisme yang berguna untuk mempertahankan sekaligus melestarikan masyarakat dalam kehidupan sosial. Masyarakat akan berhasil untuk mengatasi adanya penyimpangan dengan menggunakan hukum sehingga dapat terjamin keutuhan sosial. Hukum yang dimaksud dalam pengertian ini terdiri dari berbagai pola perilaku dan tindakan kehidupan masyarakat yang menyimpang dan memiliki potensi untuk memecah belah keutuhan masyarakat. Dalam bekerja sebagai tool engineering pada kehidupan sosial, hukum diwujudkan menjadi tiga bentuk, yaitu:
a) Pemidanaan
Yang menjadi acuan atau patokan dalam wujud ini adalah larangan dari sebuah peraturan yang jika peraturan tersebut dilanggar maka akan mengakibatkan penderitaan berupa sanksi sebagai konsekuensi.
b) Kompensasi
Yang menjadi landasan adalah kewajiban pelaku pelanggaran atas pihak yang dirugikan atau korban. Korban akan meminta ganti rugi kepada pelaku yang
Doi Artikel: 10.46306/rj.v3i2.75 354
merugikan korban sehingga dalam hal ini akan terdapat pihak yang menang dan kalah.
c) Konsiliasi
Merupakan pengambilan situasi interaksi sosial seperti semula sebelum terjadinya permasalahan, dalam hal ini yang akan menjadi fokus perhatian adalah untuk menghilangkan keadaan yang merugikan atau tidak menyenangkan bagi para pihak dengan ssecara bersamaan mencari cara untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya dalam menjalankan fungsinya sebagai tool engineering pada kehidupan sosial hukum akan bersifat preventif sekaligus represif. Kedua sifat tersebut tidak dapat dihilangkan maupun dipisahkan antara satu sama lain sebab baik sifat preventif maupun represif akan berfungsi bersama-sama pada skenario yang berbeda. Hukum yang bersifat preventif akan berfungsi untuk mencegah masyarakat melakukan perbuatan atau perilaku yang bertentangan dengan hukum yang akan mengakibatkan kerusuhan atau kekacauan dengan mengatur perbuatan atau perilaku apa saja yang dilarang beserta sanksi sebagai konsekuensi jika peraturan tersebut dilanggar. Sedangkan hukum akan bersifat represif ketika terjadi pelanggaran atas perbuatan atau perilaku yang telah diatur. Sifat memaksa tersebut dapat berwujud sanksi yang akan diberikan kepada pelaku pelanggaran. Selain itu, hukum yuang bersifat represif juga dapat berupa paksaan kepada masyarakat untuk mematuhi peraturan tersebut, terlepas dari sifatnya yang lain yaitu preventif yang berupaya untuk mencegah terjadinya kekacauan atau kerusuhan pada kehidupan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Achmad. 2008. Menguak Tabir hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia.
—. 2009. Menguak Teori Hukum. Jakarta: Kencana Perdana Media.
Bakhtiar. 2017. "Hukum dan Pengendalian Perilaku Sosial." Jurnal Al-Qalb 9 (2): 179.
Hairi, Wawan Muhwan. 2012. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: Pustaka Setia.
Hilman, Anton. 2022. "Kajian Terhadap Kekuatan Sosial (Soccial Forces) dan Fungsi Hukum Dalam Masyarakat." Jurrnal Pendidik Indonesia 5 (2): 7.
Doi Artikel: 10.46306/rj.v3i2.75 355
Ibrahim, Johnny. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayu Media Publishing.
Indrasari, Renaldy Yudhista. 2023. "Fungsi Sosiologi Hukum Sebasgai Kontrol Sosial Masyarakat." Jurnal Pendidikan dan Konseling 5 (2): 2937.
Khambali, Muhammad. 2014. "Fungsi Filsafat Hukum Dalam Pembentukan Hukum Indonesia." Jurnal Supremasi Hukum 3 (1): 16.
Marsinah, Rahma. 2016. "Kesadaran Hukum Sebagai Alat Pengendali Pelaksanaan Hukum Indonesia." Jurnal Ilmiah Dirgantara 6 (2): 95.
Mertokusumo, Sudikno. 2010. Suatu Pengantar Mengenal Hukum. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
Mukhlish. 2021. "Fungsi Hukum Perspektif Filsafat Hukum." Jurnal Fundamental Justice 2 (2): 94.
Saleh, Khaidir. 2020. "Hukum dan Masyarakat Dalam Perspektif Sosiologi Hukum." DATIN Law Jurnal 1 (2): 3.
Salim, H. 2010. Perrkembangan Teori Dalam Ilmu hukum. Jakarta: Rajawali Pers.
Sunggono, Bambang. 2012. Metodologi Penellitian Hukum (Suatu Tinjauan Singkat).
Jakarta: Rajawali Pers.
Syahrani, Riduan. 2009. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Zed, Mestika. 2014. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Zia, Halida. 2020. "Pranata Sosial, Budaya Hukum Dalam Perspektif Sosiologi Hukum."
DATIN Law Jurnal 1 (2): 4.